PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1955 TENTANG GABUNGAN KEPALA-KEPALA STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1955 TENTANG GABUNGAN KEPALA-KEPALA STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1957 TENTANG SUSUNAN KEMENTERIAN PERTAHANAN. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1957 TENTANG SUSUNAN KEMENTERIAN PERTAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1953 TENTANG SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTRIAN PERTAHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1952 TENTANG STAF KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Bahwa perlu disempurnakan usaha-usaha untuk menjamin keamanan di daerahdaerah di mana berlaku Peraturan S.O.B.;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PENERBANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1960 TENTANG SUSUNAN DEWAN MARITIM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1954 TENTANG PENAMPUNGAN BEKAS ANGGOTA ANGKATAN PERANG DAN PEMULIHAN MEREKA KE DALAM MASYARAKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1954 TENTANG DEWAN KEAMANAN NASIONAL. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1959 TENTANG MILITERISASI KEPOLISIAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

GUBERNUR MILITER IBU KOTA. PENCABUTAN KEMBALI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN KEAMANAN NASIONAL Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1954 Tanggal 27 Pebruari 1954 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1958 TENTANG PELAKSANAAN PERSETUJUAN PAMPASAN PERANG ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN JEPANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1958 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYALURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1957 TENTANG DEWAN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: PERATURAN GAJI MILITER PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1954 (LN 1954/96; TLN NO. 692) TENTANG PENUNJUKAN PENGUASA-PENGUASA MILITER

U 8/1955, PENETAPAN UNDANG UNDANG DARURAT NO. 10 TAHUN 1951 TEN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1955 (8/1955)

MILITERISASI KEPOLISIAN NEGARA Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1959 Tanggal 8 April 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1952 TENTANG SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTERIAN-KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN MENTERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1960 TENTANG ORGANISASI PEMBANTU PENGUASA DALAM KEADAAN BAHAYA DI DAERAH

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1984 TENTANG DEWAN RISET NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2000 TENTANG SEKRETARIAT KABINET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1957 TENTANG PANITIA NEGARA PERIMBANGAN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1952 TENTANG PERATURAN DEWAN KEHORMATAN MILITER. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1960 TENTANG PEMBENTUKAN DEWAN ANGKUTAN DARAT. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 (13/1994) TENTANG ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1995 TENTANG SUSUNAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DONGGALA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1954 TENTANG PERMINTAAN DAN PELAKSANAAN BANTUAN MILITER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PERGURUAN TINGGI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KELOLA BADAN AKREDITASI NASIONAL PERGURUAN TINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG POKOK-POKOK PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NASIONALISASI PERUSAHAAN BELANDA

DEWAN PERANCANG NEGARA Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1952 Tanggal 7 Januari 1952 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG POKOK-POKOK PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NASIONALISASI PERUSAHAAN BELANDA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 3

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1958 TENTANG DEWAN BAHAN MAKANAN. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); MEMUTUSKAN: Menetapka

Perlu menetapkan kembali ketentuan-ketentuan mengenai susunan dan tugas kewajiban Dewan Urusan Pegawai;

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1961 TENTANG PANITYA PENYELESAIAN MASALAH PEMBERONTAKAN DAN GEROMBOLAN YANG MENYERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1958 TENTANG DEWAN BAHAN MAKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG POKOK-POKOK ORGANISASI PERTAMINA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG POKOK-POKOK ORGANISASI PERTAMINA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: PERPANJANGAN JANGKA WAKTU MASA-KERJA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH YANG TERBENTUKBERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MALUKU. DAERAH SWATANTARA TINGKAT I. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG DEWAN SUMBER DAYA AIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1959 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1947 TENTANG MAHKAMAH TENTARA DAERAH TERPENCIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1959 TENTANG PANGKAT-PANGKAT MILITER KHUSUS, TITULER DAN KEHORMATAN

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1959 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UMUM MENGENAI TANDA-TANDA KEHORMATAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 1999 TENTANG KOMISI INDEPENDEN PENGUSUTAN TINDAK KEKERASAN DI ACEH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1960 TENTANG KOPRA. Presiden Republik Indonesia,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1959 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DAN ANGKATAN PERANG. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia Serikat,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 1958 TENTANG DEWAN TENAGA ATOM DAN LEMBAGA TENAGA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2018, No tentang Lembaga Sertifikasi Profesi Penanggulangan Bencana; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2000 TENTANG SEKRETARIAT PENGENDALIAN PEMERINTAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: ACARA PIDANA KHUSUS UNTUK ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACARA PIDANA KHUSUS. ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 3. (3/1948) Peraturan tentang susunan Kementerian Pertahanan dan Angkatan Perang. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI NOMOR : 07/M/PER/VII/2006 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1955 TENTANG GABUNGAN KEPALA-KEPALA STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa perlu segera koordinasi di antara melaksanakan ketentuan-ketentuan Angkatan-angkatan melalui bentuk mengenai Gabungan Kepala-kepala Pertahanan; Staf sebagai yang dimaksud dalam Undang-undang Mengingat : a. pasal 19 Undang-undang Pertahanan (Undang-undang No. 29 tahun 1954, Lembaran Negara No. 84); b. pasal-pasal 82, 83, ayat 2 dan 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke-96 pada tanggal 15 Pebruari 1955; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG GABUNGAN KEPALA-KEPALA STAF Pasal 1. (1) Gabungan Kepala-kepala Staf yang dimaksudkan dalam pasal 19 Undang-undang Pertahanan adalah bagian dari Kementerian Pertahanan. (2) Gabungan Kepala-kepala Staf berada langsung di bawah Menteri Pertahanan. Pasal 2. (1) Gabungan Kepala-kepala Staf mempunyai fungsi sebagai penasihat dan perencana utama bagi Menteri Pertahanan untuk penetapan kebijaksanaan penyelenggaraan koordinasi dalam lapangan strategis-militer serta operasi antara Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. (2) Koordinasi yaag dimaksud dalam ayat 1 meliputi penciptaan, pemeliharaan dan pemakaian bersama (pengerahan) dari ketiga Angkatan dan diselenggarakan dengan jalan : a. mempersiapkan rencana-rencana strategis; b. mempersiapkan petunjuk-petunjuk untuk penyelenggaraan rencana-rencana strategis; c. mempersiapkan rencana-rencana tentang operasi bersama oleh ketiga Angkatan; d. menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan (policies) untuk latihan-latihan bersama; e. mempersiapkan rencana-rencana untuk kerja sama dalam

lapangan Angkatan; pendidikan bagi anggota-anggota ketiga f. mempersiapkan rencana-rencana kepentingan ketiga Angkatan bersama; logistik untuk g. mempersiapkan rencana-rencana mengenai kerja-sama dalam lapangan intelligence; g. mempersiapkan pertimbangan-pertimbangan lapangan personil dan materiil, ditinjau mengenai dari sudut rencana strategis dan logistik; i. mengerjakan soal-soal lainnya yang diperintahkan oleh Menteri Pertahanan yang selaras dengan sifat tugas dari Gabungan Kepala-kepala Staf. Pasal 3. (1) Untuk melaksanakan fungsi tersebut pada pasal 2 ayat 1 Gabungan Kepala-kepala Staf bekerja atas dasar kebijaksanaan umum yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertahanan. (2) Hasil pekerjaan Gabungan Kepala-kepala Staf itu disampaikan sebagai bahan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan. (3) Apabila di dalam Gabungan Kepala-kepala Staf antara anggotanya tidak terdapat suatu kebulatan suara maka persoalannya dengan disertai pertimbangan yang lengkap dari masing-masing Kepala Staf, diserahkan kepada Menteri Pertahanan yang dalam hal ini memberi putusannya. Pasal 4. (1) Giliran menjabat ketua Gabungan Kepala-kepala Staf sebagai yang dimaksud dalam pasal 19 ayat 1 dari Undang-undang Pertahanan berlangsung menurut urutan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut dan Kepala Kepala Staf Staf Angkatan Angkatan Udara. (2) Waktu mulai berjalan dan berakhirnya giliran masing-masing Kepala-Staf untuk menjabat ketua Gabungan Kepala-kepala Staf, ditetapkan dengan keputusan Presiden. (3) Ketua Gabungan Kepala-kepala Staf bertugas a. memimpin dan menetapkan acara sidang-sidang Gabungan Kepala-kepala Staf, b. menyampaikan kepada Menteri Pertahanan hasil-hasil yang diperoleh serta keputusan-keputusan yang diambil dalam sidang-sidang Gabungan Kepala-kepala Staf atas nama Gabungan Kepala-kepala Staf; c. dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 3 ayat 3 menyampaikan pertimbangan-pertimbangan kepada Menteri Pertahanan untuk pemecahan soal-soal, yang dalam Gabungan Kepala-kepala Staf tidak memperoleh kebulatan dan persesuaian; d. menetapkan tugas sehari-hari Kepala-kepala Staf. dari Sekretaris Gabungan Pasal 5. (1) Guna persiapan dan pelayanan Sidang Gabungan Kepala-kepala

Staf diadakan Sekretariat Gabungan Kepala-kepala Staf yang dikepalai oleh seorang anggota Angkatan Perang sebagai Sekretaris Gabungan Kepala-kepala Staf yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Pertahanan. (2) Susunan Sekretariat Gabungan Kepala-kepala Staf ditetapkan oleh Menteri Pertahanan atas usul Gabungan Kepala-kepala Staf. (3) Sekretaris Gabungan Kepala-kepala Staf bertugas: a. mempersiapkan dan melayani sidang-sidang Gabungan Kepala-kepala Staf; b. menyelesaikan administratif hasil-hasil sidang-sidang Gabungan Kepala-kepala Staf; c. menghadiri semua sidang-sidang Gabungan Kepala-kepala Staf. (4) Sekretaris Gabungan Kepala-kepala Staf bertanggung jawab mengenai pekerjaannya kepada Ketua Gabungan Kepala-kepala Staf. Pasal 6. Untuk menyempurnakan pelaksanaan tugas Gabungan Kepala-kepala Staf, dapat dibentuk panitia-panitia ad hoc yang untuk pekerjaannya bertanggung jawab kepada Gabungan Kepala-kepala Staf. Panitia-panitia tersebut dibentuk oleh Menteri Pertahanan atas usul Ketua Gabungan Kepala-kepala Staf. Pasal 7. Segala membutuhkan sesuatu tentang ketertiban lebih Gabungan Kepala-kepala Staf yang lanjut diserahkan kepada Menteri Pertahanan. Pasal 8. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Menteri Pertahanan, ttd. IWA KUSUMASUMANTRI Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1955. Presiden Republik Indonesia, ttd. SOEKARNO

Diundangkan pada tanggal 17 Maret 1955. Menteri Kehakiman, ttd. DJODY GONDOKUSUMO PENJELASAN UMUM Sebagaimana termaktub pada pasal 15 Undang-undang No. 29 tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia, Menteri Pertahanan: "menetapkan kebijaksanaan dan rencana-rencana berdasarkan kebijaksanaan umum dalam lapangan pertahanan, mengawasi penyelenggaraanya dan bertanggung jawab terhadap Dewan Perwakilan Rakyat tentang hal-hal itu". Untuk pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya itu, Menteri Pertahanan dibantu oleh masing-masing Kepala Staf Angkatan, yang menurut bunyi pasal 18 ayat 4 Undang-undang No. 29 tahun 1954 tersebut di atas : "adalah penasehat utama bagi Menteri Pertahanan mengenai penciptaan, pemeliharaan dan pemakaian Angkatannya dan menjadi pelaksana rencana-rencana mengenai penciptaan, pemeliharaan dan pemakaian itu yang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan". Pasal 17 Undang-undang No. 29 tahun 1954 menyebutkan, bahwa: Angkatan Perang terdiri dari a. Angkatan Darat b. c. Angkatan Laut Angkatan Udara. Ketentuan ini berarti, bahwa Angkatan masing-masing itu berdiri sendiri-sendiri. Untuk memperoleh efisiensi yang sebesar-besarnya, baik dalam pemakaian maupun dalam mempergunakan segala syarat yang tersedia untuk penciptaan dan pemeliharaan seluruh Angkatan Perang, Menteri Pertahanan harus memperhatikan bahwa, walaupun masing-masing berdiri sendiri, Angkatan-angkatan itu bersama harus merupakan suatu satuan yang harmonis. Untuk itu maka Menteri Pertahanan memerlukan adanya Badan, yang dapat mengajukan pertimbangan-pertimbangan dalam ujud usulusul dan rencana-rencana yang bersifat integral dan yang meliputi penciptaan, dan pemeliharaan ketiga Angkatan itu yang selaras, serta pemakaian bersama yang efektif. Hanya dengan usaha perencanaan yang mempunyai sifat koordinatif itu, akan dapat terjamin adanya keselarasan dan keseimbangan, dan dapat dihindarkan adanya pertumbuhan Angkatan-angkatan itu masing-masing yang bersimpang siur. Pasal 19 Undang-undang No. 29 tahun 1954, menetapkan adanya Badan itu dalam bentuk Gabungan Kepala-kepala Staf, selanjutnya disingkat GKS. Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1955 tentang GKS ini, mengatur lebih lanjut ketentuan-ketentuan tentang hal-hal

sebagai berikut. (1) penegasan tentang kedudukan GKS dalam rangka organisasi Menteri Pertahanan; (2) fungsi GKS (3) lapangan yang tersebut, menjadi tugas GKS untuk pelaksanaan fungsi (4) tata-cara pokok tentang hubungan kerja dan pelaksanaan pertanggungan jawab GKS terhadap Menteri Pertahanan. (5) kedudukan dan fungsi Ketua GKS (6) organ pembantu GKS PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Ayat 1 Ayat 2 Ketentuan termaktub pada ayat 2 ini dimaksud untuk menegaskan, bahwa GKS hanya mempunyai garis hubungan kerja dan pertanggungan jawab terhadap Menteri Pertahanan. Ketentuan ini berlainan dengan ketentuan yang berlaku bagi misalnya Joint Chief of Staff di Amerika Serikat, yang merupakan Badan serupa GKS itu. Di dalam sistem yang berlaku di Amerika Serikat itu, Joint Chiefs of Staff merupakan Badan penasehat, selain bagi Menteri Pertahanan, juga bagi antara lain Presiden/Commander in Chief, yang dalam hierarchie merupakan instansi yang berkedudukan lebih tinggi dari Menteri Pertahanan. Keadaan yang demikian itu dianggap sebagai suatu keadaan yang dapat menyinggung integriteit dan pertanggungan jawab Menteri Pertahanan, sesuai bunyi pasal 15 Undang-undang No. 29 tahun 1954. Segala bahan yang sekiranya diperlukan oleh instansi-instansi lain di luar Menteri Pertahanan (Dewan Keamanan dan sebagainya) dan yang pengolahannya terutama menjadi tugas GKS, hanya dapat diperoleh setelah mendapat persetujuan dan pengesahan Menteri Pertahanan. Selanjutnya GKS tidak diberi kekuasaan Komando, sehingga rencana-rencana yang telah disetujui dan disahkan oleh Menteri Pertahanan dan yang diajukan oleh GKS, untuk pelaksanaannya oleh Angkatanangkatan, instruksi-instruksinya dikeluarkan oleh Menteri Pertahanan. Demikian pula GKS tidak mempunyai pertanggungan jawab terhadap pelaksanaan rencana-rencana tersebut dan pengawasannya. Kedudukan GKS dalam masa perang tidak berbeda daripada masa damai berhubung dengan sifatnya GKS sebagai penasehat utama dalam lapangan pertahanan dan pembelaan negara, tetapi oleh karena peralihan-peralihan kekuasaan dalam masa perang, GKS menjadi penasehat Dewan Pertahanan. Pasal 2

Ayat 1 Fungsi GKS telah cukup jelas dimuat dalam penjelasan mengenai kedudukan GKS dalam Pasal 1 ayat 2 tersebut di atas. Tugas GKS hanya meliputi lapangan perencanaan strategis dan militer teknis, dan GKS sekali-kali tidak mencampuri tugas-tugas dalam lapangan administratif yang menjadi kewajiban Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan. Ayat 2 a. rencana-rencana strategis sebagaimana tercantum pada rencana-rencana a ini meliputi antara lain strategis militer dalam lapangan pertahanan dan pembelaan negara dan penentuan tugas masing-masing Angkatan serta perencanaan pada lapangan organisasi. b. cukup jelas. c. yang dimaksud pada c ini ialah penyusunan rencana-rencana operasi yang perlu dilakukan oleh ketiga Angkatan bersama untuk daerahdaerah dan untuk menghadapi keadaan-keadaan tertentu. d. latihan-latihan bersama yang dimaksud pada d ini, ditujukan untuk menyempurnakan dan untuk menguji kerja sama serta kemahiran bertempur dalam operasi-operasi kesatuan-kesatuan dari di lapangan oleh ketiga Angkatan bersama. e. kerja sama dalam lapangan pendidikan bersama bagi anggota ketiga Angkatan bertujuan untuk mempergunakan kesempatan-kesempatan dan fasilitas-fasilitas yang tersedia secara efisien dan selanjutnya untuk mengusahakan agar anggota-anggota lebih banyak dapat dari sesuatu Angkatan memperoleh pengertian tentang Angkatan-angkatan mana sangat perlu, untuk yang lainnya, hal kepentingan kerjasama. f. rencana-rencana logistik bersama mempunyai tujuan menentukan sistem-sistem dan tata-cara dalam lapangan logistik hingga segala syarat yang tersedia untuk kepentingan penyelenggaraan logistik tersebut, dapat dipergunakan baiknya. secara efektif dan sebaik- g. rencana-rencana mengenai lapangan inteligen kerja-sama bertujuan dalam untuk menyempurnakan (evaluasi) dan. pengumpulan, penggunaan penafsiran berita-berita inteligence bersama baik dalam ujud prosedure maupun dalam ujud organisasi. h. i. cukup jelas. di samping lapangan tugas-tugas tersebut masih banyak soal-soal yang dapat dikerjakan oleh GKS dan yang sifatnya selaras dengan

tugas dan fungsinya itu, terutama mengenai soal-soal yang bersifat insidentil, misalnya perundingan-perundingan teknis dalam lapangan kemiliteran dengan pihak-pihak lain dan sebagainya. Untuk hal-hal tersebut Menteri dapat mempergunakan GKS itu. Pasal 3 Ayat 1 Ayat 2 Ayat 3 Pasal 4 Ayat 1 Ayat 2 Ayat 3 a. b. cukup jelas. cukup jelas. c. Jika tidak terdapat persesuaian dan kebulatan pendirian mengenai sesuatu soal, soal itu dikembalikan kepada Menteri Pertahanan dengan disertai pertimbangan-pertimbangan lengkap dari masing-masing anggota termaktub pada pasal 3 ayat 3. sebagaimana Untuk seorang Menteri Pertahanan, yang bukan militer, adalah sulit untuk dapat memberikan keputusannya sendiri, mengenai soal-soal yang khusus bersifat teknis, lebih-lebih karena Menteri Pertahanan itu tidak mempunyai penasehat yang berkompeten di atas GKS. Oleh karena itu, maka guna memudahkan Menteri Pertahanan untuk mengambil keputusankeputusannya, diberi hak untuk menyampaikan kepada Ketua GKS pertimbanganpertimbangannya, selaku Ketua. d. cukup jelas. Pasal 5 Ayat 1 Ayat 2 Berhubung dengan sangat beratnya tugas yang harus dipikul oleh Ketua dan anggota-anggota GKS yang tetap merangkap sebagaimana Kepala Staf Angkatannya masing-masing, maka mereka itu memerlukan bantuan yang sebaik-baiknya dari Sekretaris dan Sekretariat berikut anggota-anggota Sekretariat seluruhnya. Bantuan yang diperlukan itu sebaik-baiknya diselenggarakan oleh pejabatpejabat yang telah mendapat kepercayaan anggotaanggota dan Ketua GKS sepenuhnya. Oleh karena itu sudah selayaknya, bahwa Ketua dan anggota-anggota GKS itu dapat kesempatan untuk turut memilih dan mengusulkan pengangkatan Sekretaris dan penetapan Susunan keanggotaan Sekretariat GKS.

Ayat 3 Ayat 4 Cukupjelas. Cukupjelas. Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1955 NOMOR 14 DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 776