PENGEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI DENGAN KONSEP ECO EDU WISATA MANGROVE DI DUSUN TAPAK KELURAHAN TUGUREJO KOTA SEMARANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERAN PRENJAK DALAM MEWUJUDKAN DAERAH KONSERVASI BERBASIS ECO EDU WISATA MANGROVE DI DUSUN TAPAK TUGUREJO KOTA SEMARANG

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. atas sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) seperti perikanan,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

TINJAUAN PUSTAKA. keterbukaan (terhadap hempasan gelombang), salinitas serta pengaruh pasang

GUBERNUR SULAWESI BARAT

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR EKOWISATA. Chafid Fandeli *)

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

JURNAL KETAHANAN NASIONAL. VOLUME 21 No. 2, 25 Agustus 2015 Halaman

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk. lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera. Lampung memiliki banyak keindahan, baik seni budaya maupun

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

Transkripsi:

2-015 PENGEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI DENGAN KONSEP ECO EDU WISATA MANGROVE DI DUSUN TAPAK KELURAHAN TUGUREJO KOTA SEMARANG Dedien Ermiliansa 1, Adji Samekto 2, Hartuti Purnaweni 3. 1 Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, Jl. Imam Bardjo Semarang, 2 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Jl. Imam Bardjo Semarang, 3 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Diponegoro, Jl. Prof Sudhartho Semarang E-mail: dedien.ermiliansa@gmail.com ABSTRAK Kondisi hutan mangrove di Kota Semarang sejak lama mengalami degradasi secara luas, akibat dari abrasi dan perubahan penggunaan lahan. Banyak usaha yang telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat di beberapa lokasi pesisir Kota Semarang. Untuk mencegah degradasi lingkungan yang terus berlanjut salah satu upaya yang dilakukan adalah membuat lahan konservasi mangrove di wilayah pesisir. Lahan konservasi mangrove diyakini sebagai usaha adaptasi dampak perubahan iklim di kawasan pesisir yang paling efektif. Kegiatan pelestarian mangrove diyakini mampu menjaga kawasan pesisir dari abrasi, kenaikan air laut, dan juga cuaca yang semakin buruk akibat perubahan iklim. Selain itu fungsi hutan mangrove telah lama diyakini sebagai bagian dari perlindungan ekosistem pesisir yang berkelanjutan. Dalam perencanaan pengembangan lahan konservasi mangrove yang dibuat konsep Eco Edu Wisata oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, konsep ini merupakan konsep pengembangan wisata yang menghargai kaidahkaidah alam dengan melaksanakan program pembangunan dan pelestarian secara terpadu antara upaya konservasi sumberdaya alam yang dilakukan dengan melaksanakan program pembangunan yang memperhatikan kualitas daya dukung lingkungan dan ramah lingkungan. Sebagian dari hasil wisata yang bersifat massal tersebut digunakan sebagai sumbangan dana bagi upaya konservasi sumberdaya alam dan keanekargaman hayati. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa bagaimana menata sebuah kawasan konservasi mangrove menjadi daerah eco edu wisata mangrove berbasis masyarakat dan ekologi. Kata Kunci : Konservasi, Mangrove, Ecowisata, Education PENDAHULUAN Kawasan pesisir pada saat ini kondisinya sangat memprihatinkan karena tidak dijaga dengan baik. Bencana banjir yang sering terjadi saat ini bukan cuma dikarenakan perubahan iklim tetapi keadaan wilayah pesisir yang mengalam degradasi lingkungan. Kawasan hutan mangrove hampir habis dikarenakan terjadi konversi terhadap wilayah hutan mangrove menjadi kawasan pertambakan, perukiman dan daerah industri. padahal kawasan hutan mangrove berfungsi sangat strategis dalam menciptakan ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan organisme akuatik. Kondisi hutan mangrove di pesisir Kota Semarang sejak lama mengalami degradasi secara luas, akibat dari abrasi dan perubahan lahan. Banyak usaha yang telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat di beberapa lokasi pesisir Semarang. Meskipun demikian masih banyak terjadi kerusakan sehingga konservasi mangrove harus dilestarikan. Konservasi mangrove diyakini sebagai usaha adaptasi dampak perubahan iklim di kawasan pesisir yang paling efektif. Banyak ahli perubahan iklim yang merekomendasikan bahwa kegiatan pelestarian mangrove mampu menjaga kawasan pesisir dari abrasi, kenaikan air laut, dan juga cuaca yang semakin buruk akibat perubahan iklim. Selain itu fungsi hutan mangrove telah lama diyakini sebagai bagian dari perlindungan ekosistem pesisir yang berkelanjutan. Konservasi mangrove sering terkendala dengan kepentingan pembangunan lainnya yang tidak kalah pentingnya bagi kemajuan Kota Semarang. Tumpang tindih

kepentingan inilah menjadi salah satu penyebab rusak dan hilangnya hutan mangrove di Semarang. Perlu upaya secara terpadu dan tegas dalam konservasi mangrove kedepan. Sinergitas pengelolaan mangrove yang berkelanjutan dengan perencanaan tata ruang dan kepentingan kegiatan lainnya perlu dikembangkan sebagai acuan yang jelas dalam pengelolaan mangrove di Kota Semarang. Terkait dengan kondisi tersebut maka perlu ada dialog antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan mangrove di Semarang seperti pemerintah, swasta, masyarakat, universitas, dan LSM untuk menyusun strategi konservasi mangrove yang jelas di masa yang akan datang. Dalam perencanaan pengembangan lahan konservasi mangrove dibuat konsep Eco Edu Wisata, yang merupakan konsep pengembangan wisata yang menghargai kaidah-kaidah alam dengan melaksanakan program pembangunan dan pelestarian secara terpadu antara upaya konservasi sumberdaya alam yang dilakukan, dengan melaksanakan program pembangunan yang memperhatikan kualitas daya dukung lingkungan dan ramah lingkungan. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa bagaimana menata sebuah kawasan konservasi mangrove menjadi daerah Eco Edu wisata berbasis masyarakat. METODE PENELITIAN Penelitian ini akan dilakukan di wilayah pesisir Dusun Tapak Kelurahan Tugurejo Kota Semarang. Data primer didapatkan secara langsung dengan cara observasi, dokumentasi, dan wawancara dengan beberapa narasumber yang berasal dari masyarakat, instansi, dan pakar/akademisi. Sedangkan data sekunder didapatkan secara tidak langsung dengan cara studi literatur terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian pada beberapa instansi terkait. Teknik Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif kualitatif yang tujuannya adalah untuk mendeskripsikan apa yang berlaku saat ini dan di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang saat ini terjadi serta melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada (Mardialis : 2009). Sehingga penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai konsep eco eduwisata di wilayah konservasi mangrove di Dusun Tapak Kelurahan Tugurejo Kota Semarang. HASIL DAN PEMBAHASAN Dusun Tapak Kecamatan Tugu memiliki kawasan mangrove yang mengalami eksploitasi untuk areal pertambakan sejak tahun 80-an. Dengan berjalannya waktu, banyak pohon mangrove mengalami degradasi baik oleh pertambakan, maupun adanya erosi pantai, yang salah satunya diakibatkan oleh reklamasi pantai. Berdasarkan analisis permasalahan pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, 2010), diketahui bahwa luasan kawasan pantai yang terkena erosi meningkat, terutama di Kecamatan Tugu (sepanjang 1,7 km) sehingga luas lahan pertambakan semakin menurun. Selain itu, berkurangnya pohon mangrove dan vegetasi pantai lainnya dapat mengganggu habitat biota yang ada di dalamnya. Tabel 1. Luas Mangrove di Wilayah Pesisir Kota Semarang Tahun 2010 Kecamatan Luas (Ha) Tugu 46,19

Semarang Barat 13,40 Semarang Utara 12,07 Genuk 22,72 Jumlah 94,38 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang (2011) Berdasarkan fungsi hutan mangrove telah lama diyakini sebagai bagian dari perlindungan ekosistem pesisir yang berkelanjutan. Maka Pemkot Semarang membuat rencana pengembangan lahan konservasi mangrove di wilayah pesisir Kota Semarang. Hal ini di wujudkan dalam Raperda Kota Semarang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir ditindaklanjuti dengan menerbitkan : a. Peraturan Daerah Kota Semarang : 1) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir (RZWP) 2) Pengelolaan Kawasan Konservasi 3) Rehabilitasi Wilayah Pesisir 4) Reklamasi 5) Mitigasi Bencana b. Peraturan Walikota Semarang tentang : 1) Rencana Strategis Wilayah Pesisir (RSWP) 2) Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir (RPWP) 3) Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir (RAPWP) 4) Penyelenggaraan Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Bidang Wilayah Pesisir. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang tahun 2011-2031, zona berdasarkan pola ruang wilayah Kota Semarang yaitu kawasan pantai berhutan bakau/mangrove adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan yang berfungsi memberikan perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan. Kawasan tersebut di tetapkan di Kecamatan Tugu dan Kecamatan Genuk Meliputi : kelurahan Mangunharjo, Mangkang Kulon, Mangkang Wetan, Randu Garut, Karanganyar, Tugurejo, Terboyo Kulon dan Trimulyo. Memprioritaskan Kelurahan Tugurejo dan karang anyar sebagai prioritas satu, Kelurahan Mangunharjo prioritas dua dan Kelurahan Mangakang Kulon sebagai prioritas tiga, sebagai kelurahan yang berpotensi terhadap pengembangan lahan dan tersedianya embrio kawasan Eco Edu wisata mangrove. Menurut Dahuri (1996), dalam penelitiannya alternatif pemanfaatan ekosistem mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem ini meliputi : penelitian ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas/ekoturisme (limited recreation/ecoturism). Potensi rekreasi dalam ekosistem mangrove antara lain (Bahar : 2004): a. Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis vegetasi mangrove seperti akar tunjang (Rhizophora spp.), akar lutu (Bruguiera spp.), akar pasak (Sonneratia spp., Avicenia spp.), akar papan (Heritiera spp.). b. Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih menempel pada pohon) yang terlihat oleh beberapa jenis vegetasi mangrove seperti Rhizophora spp. dan Ceriops spp. c. Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman (transisi zonasi). d. Berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti

beraneka ragam jenis burung, serangga dan primata yang hidup di tajuk pohon serta berbagai jenis fauna yang hidup di dasar mangrove seperti babi hutan, biawak, buaya, ular, udang, ikan, kerang-kerangan, keong, kepiting dan sebagainya. e. atraksi adat istiadat masyarakat setempat yang berkaitan dengan sumberdaya mangrove. f. Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk pertambakan tumpang sari dan pembuatan garam, bisa menarik wisatawan. Potensi hutan mangrove ini dapat dikembangkan untuk kegiatan lintas alam, memancing, berlayar, berenang, pengamatan jenis burung dan atraksi satwa liar, fotografi, pendidikan, piknik dan berkemah, serta adat istiadat penduduk lokal yang hidupnya bergantung pada keberadaan hutan mangrove. Sebagai penjabaran dari pengembangan pariwisata berkelanjutan, dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa eko edu wisata merupakan konsep dari pengembangan pengelolaan lingkungan hidup melalui sektor pariwisata yang memberikan nilai tambah terhadap upaya pelestarian lingkungan (Braddon : 2001). Ekowisata lebih popular dan banyak dipergunakan dibandingkan dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun, pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberikan manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya pada masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco-traveler pada hakekatnya konservasionis (Fandeli : 2000). Sumberdaya ekowisata terdiri dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen terpadu bagi pemanfaatan wisata. Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat diklasifikasikan menjadi (Fandeli : 2000 dalam Yulianda : 2007) : a. Wisata alam (nature tourism), merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya. b. Wisata budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan. c. Ekowisata (Ecotourism, green tourism atau alternative tourism), merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan. Honey s dalam Bahar (2004), mengemukakan bahwa ada 7 butir prinsip- prinsip ekowisata : 1. Perjalanan ke suatu tempat yang alami (involves travel to natural destinations). Sering tempat tersebut jauh, ada penduduk atau tak ada penduduk, dan biasanya lingkungan tersebut dilindungi. 2. Meminimalkan dampak negatif (minimized impact) Pariwisata menyebabkan kerusakan, tetapi ecoturisme berusaha untuk meminimalkan dampak negatif yang bersumber dari hotel, jalan dan infrastruktur lainnya. Meminimalkan dampak negatif dapat dilakukan melalui pemanfaatan material/ sumberdaya setempat yang dapat di daur ulang, sumber energi yang terbaharui, pembuangan dan pengolahan limbah dan sampah yang aman, dan

menggunakan arsitektur yang sesuai dengan lingkungan (landscape) dan budaya setempat, serta memberikan batas/jumlah wisatawan sesuai daya dukung obyek dan pengaturan prilaku. 3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan (build environmental awareness). Unsur penting dalam ekoturisme adalah pendidikan, baik kepada wisatawan maupun masyarakat penyangga obyek. Sebelumnya semua pihak yang terintegrasi dalam perjalanan wisata alam harus dibekali informasi tentang karakteristik obyek dan kode etik sehingga dampak negatif dapat diminimalkan. 4. Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan konservasi (Provides direct financial benefit for conservations). Ekoturisme dapat membantu menigkatkan perlindungan lingkungan, penelitian dan pendidikan melalui mekanisme penarikan biaya masuk dan sebagai 5. Memberikan manfaat/keuntungan finansial dan pemberdayaan pada masyarakat lokal (Provides financial benefit and enpowerment for local people). Masyarakat akan merasa memiliki dan peduli terhadap kawasan konservasi apabila mereka mendapatkan manfaat yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keadaan ekoturisme di suatu kawasan harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (local community walfare). Manfaat finansial dapat dimaksimalkan melalui pemberdayaan atau peningkatan kapasitas masyarakat lokal, baik dalam pendidikan, wirausaha permodalan dan manajemen. 6. Menghormati budaya setempat (Respect local culture). Ekoturisme disamping ramah lingkungan, juga tidak bersifat destruktif, intrusif, polutan dan eksploitatif terhadap budaya setempat, yang justru merupakan salah satu core bagi pengembangan kawasan ekoturisme. 7. Mendukung gerakan hak azasi manusia dan demokrasi (Support human right and democratic movement). Dari berbagai konsep Eco Edu wisata tersebut Pemerintah Kota Semarang dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang mewujudkanya melalui Penyusunan Detail Enggineering Design (DED) Eco Edu Wisata Mangrove di Kelurahan Tugurejo Kota Semarang. Konsep dasar kawasan Eko Edu Wisata Mangrove (EEWM) adalah kawasan wisata alam sebagai wadah untuk memberikan serta meningkatkan pengetahuan dan pengalaman pengunjung terhadap ekosistem mangrove dan interaksinya (budidaya perikanan tambak). Objek wisata di utamakan pada ekosistem mangrove sebagai habitat flora dan fauna yang beraneka ragam dan memiliki karakteristik khas, serta kondisi geologis tapak dan sekitarnya sebagai objek visual dengan tidak meninggalkan adat budaya masyarakat setempat. Masyarakat selain merasakan dan melihat secara langsung suasana alami pada keadaan sebenarnya, sehingga diharapkan selain menyediakan sarana wisat alam, juga memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada masyarakat terhadap kekayaan dan kelestarian sumber daya mangrove, serta meningkatkan kepedulian masyarakat untuk memelihara kelesatarian sumber daya alam terutama mangrove. Di dalam DED Konsep pengembangan EEWM terbagi mejadi 3 yaitu : a. Konsep Ruang Pada EEWM ruang dijadikan wadah untuk aktivitas yang dilakukan sesuai dengan fungsi yang akan dikembangkan pada ruang tersebut. Berdasarkan fungsi yang akan dikembangkan ruang pada tapak diabagi menjadi : ruang

penerimaan, ruang pelayanan, ruang wisata, ruang penyangga dan ruang konservasi. b. Konsep Sirkulasi Konsep sirkulasi wisata berbentuk menyebar, dimana ruang pelayanan menjadi titik pusat sirkulasi, menghubungkan dengan ruang yang lain. Karena letak area yang dikembangkan menyebar agar untuk memudahkan pengawasan pengunjung dan sumber daya alam c. Konsep Wisata Konsep wisata yang dikembangkan pada kawasan EEWM menjadi dua yaitu aktivitas wisata yang bersfifat pendidikan dan non pendidikan. Untuk menata konsep sebuah kawasan konservasi mangrove menjadi daerah Eco Edu wisata berbasis masyarakat, terlihat dalam adanya perubahan kehidupan masyarakat lokal seperti terjadinya peningkatan pendapatan, terjadi peningkatan dalam kesadaran masyarakat untuk mengelola wilayah pesisir dan adanya penguatan kelembagaan lokal untuk terlibat secara langsung dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir sebagai kekuatan inti. Fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan berada dalam satu koordinasi. Pemerintah dalam hal ini hanya sebagai koordinasi pelaksana dan perumus kebijakan global. Masyarakat melalui kelembagaan lokal adalah pemegang posisi kunci dan pemain utama. Ide tersebut sangat relevan dengan diterapkannya otonomi daerah, dimana kebijakan pemerintah daerah/kota harus mampu menggerakan seluruh potensi swadaya masyarakat agar tidak terjadi konflik dalam pengelolaan daerah konservasi mangrove yang mempunyai konsep Eco Edu wisata di kawasan pesisir kota semarang untuk itu dibutuhkan adanya pengelolaan kegiatan eko edu wisata yang jelas di kawasan Dusun Tapak Kelurahan Tugurejo Kota Semarang diantara stakeholders yang terlibat. Sturuktur pengelolaan dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Pengembangan Eko Edu Wisata Ekonomi dan Ekologi Pemkot Semarang Perguruan Tinggi/Akademisi Masyarakat Lokal Gambar 1 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Swasta Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa masyarkat lokal merupakan inti pelaksana. Masyarakat dapat berhubungan langsung dengan steakholders (LSM, Akademisi (PT), Pemkot dan Swasta) untuk membentuk suatu kerjasama dalam pengembanganeko edu wisata. Hubungan langsung dapat terselenggara apabila masyarakat memiliki akses langsung dengan PT, LSM maupun swasta maka hubungan tersebut akan di koordinasi oleh pemda. Peran pemerintah sebagai koordinasi sangat penting mengingat masih kuranngnya akses masyarakat untuk secara swadaya melakukan hubungan dengan steakholders lainnya, terutama swasta (Selvi, 2004).

Salah satu konsep pengembangan kegiatan Eco Edu wisata mangrove di kawasan konservasi di dusun Tapak kecamatan Tugurejo kota Semarang adalah konsep co-management. Dalam konsep ini terdapat dua lembaga penting yang saling berinteraksi sehingga melahirkan suatu model pengeloaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan mempunyai nilai ekonomis pada masyarakat daerah pesisir sebagai pengguna langsusng dari sumber daya alam pesisir dan lautan di kawasan konservasi mangrove di Dusun Tapak Kecamatan Tugurejo kota Semarang. Lembaga tersebut adalah masyarakat lokal dan steakholders yang terdiri dari pemerintah pusat dan kota Semarang, LSM, Swasta, serta lembaga penellitian dan kalangan akademisi di perguruan tinggi disini bisa dilhat dengan konsep eco edu wisata mangrove berbasis masyarakat akan terwujud secara nyata. KESIMPULAN DAN SARAN Salah satu tujuan dari kegiatan eko edu wisata adalah untuk menyejahterakan masyarakat lokal. Keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata sangat penting, karena merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata. Pengelolaan kawasan eko edu wisata mangrove berbasis masyarakat harus mengutakan masyarakat dengan menganggap masyarakat sebagai pemilik, pelaku dan penerima dari manfaat utama yang ada sehingga masyarakat secara perorangan ataupun kelompok dapat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan eko edu wisata mangrove mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan evaluasi program. Diasamping pemberdayaan masyarakat juga harus dilakukan penguatan kelembagaan dengan adanya koordinasi antar berbagai steakholders yang berkepentingan dengan pengelolaan kawasan konservasi mangrove untuk Eco Edu wisata di dusun Tapak Kecamatan Tugurejo kota semarang agar dapat menerapkan pengelolaan wilayah secara terpadu dan berwawasan lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Bahar, A. 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Braddon, K.2001. Ecotourism and Conservation. Kumpulan mata kuliah ekowisata. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Dahuri, R. 1996. Pengembangan Rencana Pengelolaan Pemanfaatan Berganda Hutan Manrove di Sumatera. PPLH. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang. 2012. Penyusunan Detail Engineering Design (DED) Eco Edu Wisata Mangrove di Kecamatan Tugurejo Kota Semarang. : DKP Kota Semarang Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang. 2012. Penyusunan Rencana Pengembangan Lahan Konservasi Kota Semarang. : DKP Kota Semarang Fandeli, C. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Mardalis, 2009, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta : Bumi Aksara DPRD Kota Semarang. 2011. Laporan Hasil Pembahasan Pansus Raperda tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Perikanan. : DPRD Kota Semarang. Selvi T. 2004. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat di Taman Wisata Teluk Youtefa Jayapura Papua. Bogor : Institut Pertanian Bogor Yulianda, F. 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya pesisir

berbasis konservasi. Makalah Seminar Sains 21 Februari 2007. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK Bogor : Institut Pertanian Bogor. DISKUSI Penanya 1: Ary Susatyo Nugroho Pertanyaan : Kawasan Eco Edu apakah baru konsep atau sudah terealisasi? Jawaban : Sejauh ini masih pada konsep karena untuk merealisasikan perlu kerjasama dengan akademisi, LSM, instansi pemerintah yang terkait dan pihak swasta lainnya. Penanya 2: Budi Utami Pertanyaan : Karena buah mangrove disukai burung, Apakah Buah Mangrove bisa dimanfaatkan? Jawaban : Untuk keanekaragaman flora dan fauna sendiri memang sudah ada untuk di daerah Pesisir Tugurejo tapi tidak sebanyak flora dan fauna yang ada di areal konservasi mangrove.