BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

Senada dengan standar isi dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, The National Council of Teachers of Mathematics

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum pendidikan nasional selalu

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa dalam berfikir secara matematika (think mathematically).

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI PENELITIAN DESAIN

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk dipelajari. Dengan belajar matematika, siswa dibekali kemampuan untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Depdiknas, 2006: 388). Berbagai informasi yang dapat dengan mudah diakses oleh siswa menuntut siswa untuk bisa mengolah dan memanfaatkan informasi tersebut secara bijak. Di sinilah peran berpikir logis, kritis serta kreatif diperlukan, dan semua kemampuan tersebut dapat dilatih melalui belajar matematika. Dalam draft panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran matematika (Depdiknas, 2006) adalah (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Sementara itu menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) sebuah organisasi guru dan pengajar di Amerika,

2 tujuan pembelajaran matematika dintaranya adalah siswa belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication), belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving), belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection), dan belajar untuk merepresentasikan (mathematical representation). Berdasarkan tujuan-tujuan yang telah dikemukakan di atas, maka beberapa kemampuan yang perlu dimiliki siswa sebagai bentuk penguasaan matematika adalah kemampuan representasi dan pemecahan masalah. Menurut NCTM (2000) representasi diperlukan untuk membantu siswa dalam memahami konsep, mengenali dan menghubungkan konsep-konsep matematika, mengkomunikasikan ide-ide matematika kepada dirinya sendiri dan orang lain, dan menerapkan matematika untuk masalah yang realistis. Hal ini sejalan dengan Kilpatrick (Salkind, 2007) yang menyatakan bahwa representasi merupakan alat yang sangat berguna dalam mendukung penalaran matematika, memungkinkan komunikasi matematika, dan menyampaikan pemikiran matematika. Siswa menggunakan representasi untuk mendukung pemahaman mereka ketika mereka memecahkan permasalahan matematika atau belajar konsep matematika yang baru. Pada awalnya kemampuan representasi merupakan bagian dari kemampuan komunikasi (Sabirin, 2011). Namun karena obyek matematika yang bersifat abstrak maka untuk memodelkan ide-ide matematika diperlukan adanya suatu representasi berupa simbol, gambar, atau obyek fisik lainnya. Oleh karena itu, kemampuan representasi dianggap penting untuk dikuasai dan mendapatkan perhatian yang cukup serius sehingga NCTM kemudian memisahkan kemampuan ini dari kemampuan komunikasi. Berkaitan dengan hal tersebut, Jones (2000) mengemukakan bahwa ada tiga alasan yang mendasari representasi dijadikan sebagai salah satu dari standar proses dalam NCTM, yaitu: 1) Kelancaran dalam melakukan translasi diantara berbagai jenis representasi yang berbeda merupakan kemampuan dasar yang perlu dimiliki siswa untuk membangun suatu konsep dan berpikir matematika. 2) Ide-ide matematika yang disajikan guru melalui berbagai

3 representasi akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada siswa dalam mempelajari matematika, dan 3) Siswa membutuhkan latihan dalam membangun representasinya sendiri sehingga siswa memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang baik dan fleksibel yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah. Goldin dan Shteingold (Salkind, 2007) menuliskan dua jenis representasi, yaitu representasi internal dan representasi eksternal. Representasi internal berada dalam pikiran seseorang dan digunakan untuk menetapkan makna matematika, misalnya strategi pemecahan masalah. Sedangkan representasi eksternal berupa simbol, gambar, tabel, grafik, kata-kata, persamaan, atau obyek fisik lainnya. Kedua jenis representasi ini berkaitan satu sama lain, dimana representasi ekseternal merupakan perwujudan dari representasi internal seseorang. Proses berpikir seseorang tentang ide-ide matematika diwujudkan atau digambarkan melalui representasi eksternalnya yang dapa berupa simbol, gambar, tabel, atau grafik. Sementara itu Lesh, Post dan Behr (Hwang et. all, 2007) membagi representasi yang digunakan dalam pendidikan matematika dalam lima jenis, meliputi representasi obyek dunia nyata, representasi konkret, representasi simbol, representasi aritmetika, representasi bahasa lisan atau verbal dan representasi gambar atau grafik. Dari beberapa pendapat para ahli, maka pengertian kemampuan representasi matematika yang akan digunakan adalah kemampuan untuk dapat mengemukakan ide-ide matematika yang dimiliki siswa dalam bentuk representasi eksternal berupa representasi visual (gambar atau tabel), simbolik (persamaan atau ekspresi matematik lainnya), dan verbal (kata-kata atau teks tertulis). Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memudahkan siswa dalam memahami konsep, menghubungkan konsep matematika satu dengan lainnya, dan memecahkan sebuah permasalahan serta membantu mengkomunikasikan gagasan mereka dalam memecahkan masalah kepada orang lain. Suatu situasi merupakan masalah bagi seseorang jika ia menyadari keberadaan situasi tersebut, mengakui bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan, akan tetapi tidak dengan segera dapat menemukan pemecahannya (Bell,

4 1978:310). Berdasarkan pengertian masalah dari Bell, maka pertanyaan atau soal matematika dapat dipandang sebagai sebuah masalah jika siswa merasa pertanyaan atau soal tersebut merupakan sesuatu yang perlu diselesaikan, namun siswa tidak dapat dengan segera menemukan solusinya. Lebih lanjut menurut Ruseffendi (2006:335) masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang mampu diselesaikan oleh siswa tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin. Suatu persoalan atau pertanyaan bagi siswa dapat menjadi suatu masalah jika siswa tersebut tidak memiliki suatu cara tertentu yang dapat dipergunakan sesegera mungkin untuk menemukan jawaban dari pertanyaan itu, tetapi siswa memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya. Ketika belajar matematika, sebuah soal dipandang sebagai masalah atau tidak merupakan hal yang sangat relatif. Bagi seorang siswa soal yang diberikan mungkin merupakan sebuah masalah, namun hal tersebut belum tentu berlaku bagi siswa lainnya. Hal ini bisa terjadi apabila siswa yang menganggap soal tersebut bukan masalah mungkin pernah mengerjakan soal yang serupa, sehingga baginya soal tersebut dapat dia kerjakan dengan segera. Dengan demikian menurut Suherman (2001) guru perlu membuat soal dimana untuk sampai pada prosedur penyelesaian yang benar diperlukan pemikiran yang lebih mendalam. Soal seperti ini kemudian disebut soal non rutin. Pentingnya memiliki kemampuan pemecahan masalah dalam belajar matematika tidak hanya sebagai fokus sentral dari kurikulum matematika, tetapi juga karena pemecahan masalah merupakan suatu wahana untuk menjadikan siswa literat dalam matematika, meningkatkan daya analisis siswa, membangun kecakapan-kecakapan berpikir tingkat tinggi, serta membantu mereka dalam menerapkan kemampuan ini pada beragam situasi (NCTM; Wahyudin, 2008; Bell, 1978). Tidak hanya ketika belajar matematika, dalam kehidupan sehari-hari pun kemampuan ini sangat dibutuhkan. Hal ini karena masalah tidak hanya ada ketika belajar matematika saja, pada kehidupan sehari-hari kita juga sering berhadapan dengan masalah.

5 Sebagai langkah awal dari proses pemecahan masalah menurut Polya (1985), siswa dituntut untuk memahami masalah yang diberikan. Tanpa adanya pemahaman akan masalah, maka siswa tidak akan mampu untuk memecahkan masalah. Jika siswa telah mampu memahami masalah, langkah selanjutnya adalah menyusun rencana dari pemecahan masalah. Dalam tahap ini pengalaman dan keterampilan siswa sangat menentukan. Biasanya siswa yang telah memiliki banyak pengalaman dan keterampilan yang tinggi lebih banyak memiliki cara untuk menyelesaikan masalah. Setelah menentukan rencana yang tepat untuk menyelesaikan masalah, langkah selanjutnya adalah dengan menjalankan rencana tersebut. Pada tahap ini siswa memeriksa kebenaran setiap langkah yang telah dilalui dan membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah tepat. Pada langkah terakhir, siswa melakukan pemeriksaan kembali proses dan hasil pemecahan masalah. Hal ini salah satunya dapat dilakukan dengan cara memeriksa apakah jawaban yang ditemukan dapat dicari melalui cara yang berbeda. Para peneliti telah menemukan bahwa salah satu kemampuan yang mendukung pemecahan masalah adalah kemampuan representasi (Salkind, 2007). Dalam proses pemecahan masalah, representasi visual dan simbolik dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam memahami masalah dengan membuat model matematika dari permasalahan yang diberikan dan dengan representasi verbal siswa dapat menjelaskan langkah-langkah pemecahan masalah yang telah dilakukannya. Penelitian lain yang dilakukan Branner et al. (Neria & Amit, 2004) menyatakan bahwa proses dari kesuksesan pemecahan masalah bergantung pada keterampilan mengkonstruksi dan menggunakan representasi matematis dalam bentuk kata-kata, grafik, tabel, dan persamaan; memecahkan masalah; dan memanipulasi simbol. Sementara itu Gane & Mayer (Hwang et al., 2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kemampuan representasi siswa yang tinggi merupakan kunci memperoleh solusi yang tepat dalam memecahkan masalah. Meskipun telah diungkapkan bahwa kedua kemampuan saling berkaitan dan merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran matematika, faktanya di lapangan kedua kemampuan itu masih belum dimiliki siswa

6 sepenuhnya. Hal ini salah satunya dikarenakan kemampuan yang dimiliki siswa sebelumnya. Kemampuan awal siswa yang berbeda-beda dapat menghasilkan perbedaan pula dalam membuat sebuah representasi dan memecahkan masalah. Selain kemampuan awal siswa, pembelajaran yang belum banyak memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan daya representasi dan memecahkan masalah matematika juga menjadi faktor penyebabnya. Berdasarkan hasil studi pendahuluan Hudiono (2004) masih kurangnya daya representasi siswa SMP disebabkan karena guru mengajarkan representasi terbatas pada yang konvensional dan siswa yang cenderung meniru langkah guru. Siswa tidak diberikan kesempatan untuk menghadirkan representasinya sendiri yang dapat meningkatkan perkembangan daya representasinya. Padahal menurut Piaget, siswa SMP berada dalam tahap (permulaan) operasi formal, tepat untuk memberikan banyak kesempatan memanipulasi benda-benda konkret, membuat model, diagram dan lain-ain, sebagai alat perantara merumuskan dan menyajikan konsep-konsep matematika. Faktor lain yang menjadi penyebab rendahnya kemampuan siswa dalam merepresentasikan konsep matematika menurut Angkoso (Wahyuni, 2012) adalah pembelajaran yang kurang efektif. Hal ini mengakibatkan siswa kurang berminat dan tertarik untuk mengikuti pelajaran. Tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian mengenai kemampuan representasi, beberapa penelitian mengenai kemampuan pemecahan masalah pun memberikan hasil yang serupa. Kemampuan pemecahan yang masih belum berkembang dapat terbukti dari hasil penelitian Alhadad (2010) dan Aisyah (2012) terhadap siswa SMP, yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika masih cenderung berorientasi pada buku teks, tak jarang dijumpai guru matematika yang masih mengajar dengan langkah-langkah pembelajaran seperti menyajikan materi pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal dan meminta siswa mengerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks yang mereka gunakan dalam mengajar, yang kemudian membahasnya bersama siswa. Siswa hanya dapat mengerjakan soal-soal matematika berdasarkan apa yang dicontohkan

7 guru, jika diberikan soal yang berbeda mereka akan mengalami hambatan untuk menyelesaikannya. Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan, maka diperlukan pembelajaran yang inovatif, memperhatikan tugas yang relevan, memberi peluang siswa lebih aktif melakukan reinvention, diskusi dan berkomunikasi dengan sesama temannya, untuk menumbuhkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematik (Sumarmo, 2013). Salah satu pendekatan pembelajaran yang memiliki karakteristik tersebut adalah pembelajaran Inkuiri Model Silver. Pembelajaran Inkuiri Model Silver adalah pembelajaran Inkuiri yang meliputi aktivitas pengajuan masalah (problem posing) dan pemecahan masalah (problem solving). Aktivitas pengajuan masalah adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada, dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka membangun pemahaman awal atau konsep dasar matematika sebelum memecahkan soal yang rumit. Sementara itu pemecahan masalah disini merupakan suatu usaha untuk memecahkan masalah matematika berdasarkan informasi yang akurat melalui tahapan pemecahan masalah Polya (1985) yaitu: 1) memahami masalah (understanding the problem), 2) menyusun rencana penyelesaian (devising a plan), 3) melaksanakan rencana (carrying out the plan), dan 4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back). Pembelajaran Inkuiri Model Silver (Silver, 1997), dimulai dengan memberikan situasi yang berkaitan dengan dunia nyata atau permasalahan yang menimbulkan keingintahuan siswa. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, siswa melakukan pengamatan secara individu (jika belajar klasikal), atau kelompok (jika belajar dalam grup), terhadap permasalahan yang diberikan. Dari hasil pengamatan, siswa dituntut mengajukan permasalahan atau pertanyaan dari masalah yang ada dan berbagi dengan temannya. Selanjutnya mereka dapat memberikan jawaban sementara dari permasalahan-permasalahan yang diajukan oleh guru atau siswa. Siswa saling berdiskusi dan mengidentifikasi beberapa kemungkinan jawaban dan menguji jawaban yang benar. Dalam kegiatan ini

8 siswa diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan dengan berbagai cara. Setelah menyelesaikan suatu masalah, siswa atau guru dapat mengajukan kembali suatu masalah baru dari masalah yang ada. Siswa dapat menggali lebih dalam permasalahan baru yang muncul, kemudian menyelesaikannya. Demikian seterusnya sampai siswa dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya dalam mengembangkan kemampuan representasi dan pemecahan masalahnya. Dengan pembelajaran Inkuiri Model Silver baik secara individu maupun klasikal, siswa dituntut untuk memecahkan masalah secara mandiri. Solusi dari masalah-masalah yang diajukan tersebut dikemukakan melalui berbagai representasi yang mungkin. Selain itu, siswa juga dapat mengkomunikasikan gagasan dalam menyelesaikan masalah melalui representasi yang dibuat. Dengan kata lain, pembelajaran ini dapat memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan representasi serta pemecahan masalahnya. Selain dari pembelajaran Inkuiri Model Silver yang akan digunakan serta kemampuan representasi dan pemecahan masalah yang akan diteliti, hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran adalah kemampuan awal matematis siswa. Kemampuan awal matematis siswa adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa sebelum proses pembelajaran berlangsung. Seperti yang kita ketahui, konsep-konsep dalam matematika saling berkaitan satu sama lain. Jika siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan yang akan diperolehnya maka proses pembelajaran yang terjadi akan menjadi lebih bermakna. Hal ini sesuai dengan teori belajar bermakna dari Ausubel (Dahar, 2011:95) bahwa belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Struktur kognitif tersebut meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Lebih lanjut, menurut Ausubel dan Novak (Dahar, 2011:98) informasi yang dipelajari secara bermakna dapat lebih lama diingat, memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip, dan memudahkan belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.

9 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kemampuan awal matematik ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan representasi dan pemecahan masalah. Penelitian yang telah dilakukan Syaiful (2012) dan Effendi (2013) dengan pembelajarannya masing-masing menyebutkan bahwa, siswa dengan kemampuan awal tinggi dan sedang memiliki peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan yang lebih baik daripada siswa dengan kemampuan awal rendah. Berdasarkan hal tersebut, data kemampuan awal matematik siswa dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu atas, tengah, dan bawah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan dan pengaruh interaksinya dengan model pembelajaran pada masing-masing kelompok, sehingga dapat terlihat pada siswa kelompok manakah pembelajaran Inkuiri Model Silver ini lebih efektif digunakan. Berdasarkan aktivitas pengajuan masalah dan pemecahan masalah yang terdapat pada pembelajaran Inkuiri Model Silver, peneliti menduga bahwa model pembelajaran ini dapat memeberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis. Oleh sebab itu, peneliti mengajukan penelitian yang berjudul: Pengaruh pembelajaran Inkuiri Model Silver terhadap peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa SMP B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kemampuan representasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran Inkuiri Model Silver lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran biasa? 2. Apakah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran Inkuiri Model Silver lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran biasa?

10 3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran Inkuiri Model Silver ditinjau dari kemampuan awal matematik (atas, tengah, bawah)? 4. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran Inkuiri Model Silver lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran biasa? 5. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran Inkuiri Model Silver lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran biasa? 6. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran Inkuiri Model Silver ditinjau dari kemampuan awal matematik (atas, tengah, bawah)? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk: 1. Mengkaji pengaruh pembelajaran Inkuiri Model Silver terhadap kemampuan representasi matematis matematis siswa. 2. Menelaah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran Inkuiri Model Silver dan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa. 3. Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran Inkuiri Model Silver dilihat dari kemampuan awal matematik (atas, tengah, bawah). 4. Mengkaji pengaruh pembelajaran Inkuiri Model Silver terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. 5. Menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran Inkuiri Model Silver dan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.

11 6. Mengkaji perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran Inkuiri Model Silver dilihat dari kemampuan awal matematik (atas, tengah, bawah). D. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu: 1. Bagi siswa, pembelajaran dengan pendekatan Inkuiri Model Silver diharapkan dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis. 2. Bagi guru, dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam sistem pengajaran di kelas, khususnya dalam meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis. 3. Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. E. Definisi Operasional Sebagai upaya untuk menghindari kesalahpahaman pengertian dan pemaknaan dalam penelitian ini, berikut penjelasan beberapa istilah penting yang digunakan. 1. Kemampuan representasi matematis adalah kemampuan siswa untuk mengemukakan ide matematika dalam bentuk representasi eksternal berupa representasi visual (diagram, grafik, tabel, dan gambar), representasi simbolik (persamaan atau ekspresi matematika), dan representasi verbal (kata-kata atau teks tertulis) dalam memecahkan masalah matematika. 2. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang mencakup: penguasaan konsep; kemampuan memilih, merencanakan, dan menerapkan strategi sebagai hasil bernalar; kemampuan menghitung dan menghasilkan solusi yang benar; dan memeriksa kebenaran solusi.

12 3. Pembelajaran Inkuiri Model Silver adalah pembelajaran Inkuiri yang meliputi aktivitas pengajuan masalah (problem posing) dan pemecahan masalah (problem solving). 4. Pembelajaran Inkuiri Model Silver Group adalah pembelajaran Inkuiri Model Silver yang dilaksanakan pada kelas yang didesain secara kelompok yang heterogen. Adapun langkah-langkah pembelajarannya : 1) membagi siswa dalam beberapa kelompok yang heterogen: 2) memberikan masalah kepada siswa; 3) siswa mengamati masalah; 4) siswa menentukan masalah (problem posing) dan memecahkan masalah (problem solving) melalui berbagai representasi yang mungkin; dan 5) diskusi. 5. Pembelajaran matematika biasa adalah pembelajaran yang pada umumnya mempunyai karakteristik menekankan penyampaian materi secara lisan (verbal) dari seorang guru kepada sejumlah siswa. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan keterampilannya mengenai pola/aturan/dalil tentang suatu konsep, siswa bertanya, guru mengecek pemahaman siswa, guru memberikan contohcontoh soal aplikasi konsep, siswa menyelesaikan soal-soal di papan tulis atau di mejanya, guru dan siswa melakukan tanya jawab, siswa mencatat materi yang telah diterangkan, dan selanjutnya guru memberikan soal pekerjaan rumah.