TAWURAN DARI SUDUT PASAL 170 DAN PASAL 358 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh: Hendy Pinatik 2

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. Pangemanan, SH, MH; M.G. Nainggolan, SH, MH, DEA. 2. Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM,

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex Crimen Vol. II/No. 4/Agustus/2013

Kata kunci: Perintah, Jabatan, Tanpa Wewenang

EKSISTENSI TINDAK PIDANA PELANGGARAN KESUSILAAN DI DEPAN UMUM (PASAL 281 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA) 1 Oleh: Grant P.

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

atau catatan itu tidak dapat diperlihatkan aslinya. Kata kunci: Tindak Pidana, Pengurus Dan Komisaris, Perseroan Terbatas, Pailit, Hukum Pidana.

LINGKUP DAN PERAN DELIK TERHADAP KEAMANAN NEGARA DALAM PASAL 107A 107F KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh: Aldo Pinontoan 2

BAB III MENYURUHLAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PASAL55 KUHP DAN MENURUT HUKUM ISLAM. A. Delik Menyuruh lakukan Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

1. PERCOBAAN (POGING)

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017

MENGHALANGI PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN UNTUK KEPENTINGAN ORANG LAIN MENURUT PASAL 221 AYAT (1) KUHPIDANA 1 Oleh : Rendy A. Ch.

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017. Kata kunci: Pertanggungjawaban, Pidana, Pengemudi, di Bawah Umur, Orang Lain Meninggal Dunia

Lex Crimen Vol. III/No. 2/April/2014

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

KAJIAN TENTANG PERINTAH JABATAN YANG DIATUR PASAL 51 KUH PIDANA 1 Oleh: Ines Butarbutar 2

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

Lex et Societatis, Vol. II/No. 7/Ags/2014. PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam

BAB I PENDAHULUAN. hukum Indonesia, hal seperti ini telah diatur secara tegas di dalam Kitab Undangundang

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. PERCOBAAN MELAKUKAN KEJAHATAN MENURUT PASAL 53 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh: Dodi Ksatria Damapolii 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

Lex Crimen Vol. III/No. 3/Mei-Jul/2014

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016

TINDAK PIDANA MENYEMBUNYIKAN PELAKU KEJAHATAN 1 Oleh : Abdul R. H. Lalelorang 2

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

KAJIAN JURISDIS TERHADAP PERSOALAN PENGHUKUMAN DALAM CONCURSUS DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. :

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

SUATU TINJAUAN TERHADAP TERHADAP PERKOSAAN MENURUT PASAL 285 KUHPIDANA DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

Unsur-Unsur Tindak Pidana Pada Kejahatan Terhadap Kesopanan

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

TINDAK PIDANA PEMBERONTAKAN BERDASARKAN PASAL 108 KUH PIDANA 1 Oleh : Hendrick Winatapradja 2

PERAMPOKAN DARI SUDUT TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DAN PEMERASAN 1 Oleh : Riand Tambingon 2

TINJAUAN YURIDIS KESAKSIAN PALSU DALAM TINDAK PIDANA. Oleh : Islah, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B , Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan Tindak

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

KEMAMPUAN BERTANGGUNGJAWAB DALAM PASAL 44 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh: Stedy R. Punuh 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014. Kata kunci: Pelanggaran, Hak-hak Tersangka.

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB IV ANALISIS PERCOBAAN MELAKUKAN PELANGGARAN DAN KEJAHATAN YANG TIDAK DIKENAI SANKSI

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

Transkripsi:

TAWURAN DARI SUDUT PASAL 170 DAN PASAL 358 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh: Hendy Pinatik 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana cakupan Pasal 170 dan Pasal 358 KUHP berkenaan dengan peristiwa tawuran (perkelahian beramai-ramai) dan bagaimana ketentuan tentang penyertaan tindak pidana dalam kaitannya dengan Pasal 170 dan Pasal 358 KUHP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, dapat disimpulkan: 1. Penuntutan terhadap peristiwa tawuran (perkelahian beramai-ramai) yang mengganggu ketertiban umum/meresahkan masyarakat, baik yang mengakibatkan terjadinya korban (luka, luka berat, mati, atau kerusakan barang) maupun yang tidak mengakibatkan korban, lebih tepat dikenakan Pasal 170 KUHP. Jika tawuran menimbulkan korban luka berat atau mati barulah dapat dituntut berdasarkan Pasal 358 KUHP. 2. Peristiwa tawuran pada umumnya melibatkan cukup banyak orang sehingga akan selalu dikaitkan dengan ketentuan tentang penyertaan melakukan tindak pidana. Kata kunci: Tawuran, Pasal 170, Pasal 358, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berkenaan dengan peristiwa-peristiwa di mana terjadi benturan kepentingan antara seseorang dengan orang lain, antara seseorang dengan masyarakat, dan antara seseorang dengan negara. Dalam hal kepentingan antara seseorang dengan orang lain, tercakup peristiwa berupa benturan kepentingan antara satu orang dengan satu orang lain, sampai pada benturan kepentingan yang melibatkan beberapa orang malahan sampai pada benturan kepentingan banyak orang. Untuk itu dalam KUHP telah tersedia ketentuanketentuan yang berkenaan dengan adanya 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing: Frans Maramis, SH, MH; Ernest Runtukahu, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 13071101461 lebih dari satu orang sebagai pelaku tindak pidana. Ketentuan KUHP itu pertama-tama peraturan-peraturan mengenai penyertaan (Bld.: deeneming). Oleh Teguh Prasetyo dikatakan bahwa, penyertaan dalam suatu tindak pidana terdapat apabila dalam suatu pidana atau tindak pidana tersangkut beberapa orang atau lebih dari seorang. 3 Penyertaan dalam KUHP diatur dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 62. Pasal 170 KUHP ini mengancamkan pidana terhadap perbuatan yang dilakukan oleh beberapa orang, sebagaimana terlihat dari kata-kata dengan tenaga bersama, yang menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang. Penggunaan kekerasan oleh beberapa orang secara bersama itu sendiri sudah diancam pidana penjara maksimum 5 tahun 6 bulan. Ancaman lebih diperberat jika kekerasan itu mengakibatkan luka-luka (maksimum 7 tahun), lebih diperberat lagi jika kekerasan mengakibatkan luka berat (maksimum 9 tahun), dan makin diperberat lagi jika kekerasan itu mengakibatkan maut (maksimum 12 tahun). Pasal 358 KUHP yang terletak dalam Buku II Bab XX tentang Penganiayaan, memberikan ketentuan bahwa, Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masingmasing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam: 1. dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat; 2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati. 4 Pasal 358 KUHP ini mengancamkan pidana terhadap perbuatan turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat beberapa orang. Menurut Pasal 358 KUHP ini, tiap orang bertanggungjawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya. Dengan kata lain seseorang yang dalam penyerangan atau perkelahian itu meninju 3 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, cet.4, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 203. 4 Ibid., hlm. 140. 54

hidung lawannya sehingga patah, maka ia bertanggungjawab atas penganiayaan mengakibatkan orang lain patah hidungnya. Selain itu setiap penyerang turut bertanggungjawab atas apa yang terjadi sebagai akibat penyerangan atau perkelahian itu sekalipun akibat itu bukan langsung diakibatkan olehnya. Misalnya dalam penyerangan itu ada yang luka berat, maka yang bersangkutan bertanggungjawab dan dapat dipidana maksimum 2 tahun 8 bulan atas luka berat itu sekalipun ia yang mengakibatkan luka berat itu melainkan kawannya sesama penyerang. Jika ada yang mati, maka setiap orang yang terlibat dalam penyerangan atau perkelahian itu diancam pidana penjara maksimum 4 tahun. Kenyataannya, sekalipun telah ada ketentuan-ketentuan dalam KUHP yang mengatur adanya tindak pidana yang dilakukan beberapa orang (Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP), serta ketentuan yang secara langsung mengancamkan pidana terhadap penggunaan kekerasan dengan tenaga bersama (Pasal 170 KUHP) dan penyerangan atau perkelahian yang melibatkan beberapa orang (Pasal 358 KUHP), masih sering terjadi peristiwa penggunaan kekerasan secara bersama oleh beberapa orang. Dalam media massa sering dapat dibaca, didengar dan dilihat adanya peristiwa yang umumnya disebut tawuran. Pengertian kata tawur dan tawuran, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah perkelahian beramai-ramai; perkelahian massal. 5 Adanya banyak berita tentang terjadinya tawuran atau perkelahian beramai-ramai itu menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan pasal-pasal dalam KUHP, antara lain Pasal 170 dan Pasal 358, untuk menangani peristiwa tawuran. Karenanya dipandang perlu dilakukan kajian terhadap rumusan dari Pasal 170 dan Pasal 358 KUHP untuk melihat lingkup cakupannya apakah sudah cukup memadai untuk dijadikan dasar hukum untuk menangani peristiwa-peristiwa tawuran dari segi hukum pidana. 5 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.3 cet.2, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 1151. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana cakupan Pasal 170 dan Pasal 358 KUHP berkenaan dengan peristiwa tawuran (perkelahian beramai-ramai)? 2. Bagaimana ketentuan tentang penyertaan tindak pidana dalam kaitannya dengan Pasal 170 dan Pasal 358 KUHP? C. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan di sini, yaitu penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan suatu penelitian yang menitik beratkan pada hukum sebagai norma (kadiah), dengan demikian merupakan penelitian yang bersifat hukum positif. Penelitian ini disebut pula sebagai penelitian kepustakaan (library research) PEMBAHASAN A. Cakupan Pasal 170 dan Pasal 358 KUHP Pasal-pasal tindak pidana tertentu dalam KUHP yang dapat digunakan sebagai dasar untuk penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap peristiwa tawuran (perkelahian beramai-ramai) yang paling menonjol adalah Pasal 170 dan Pasal 358 KUHP yang kedua-duanya terletak dalam Buku II tentang Kejahatan dari KUHP. Dua pasal tersebut, yaitu Pasal 170 dan Pasal 358 KUHP, akan dibahas satu persatu berikut ini. 1. Pasal 170 KUHPidana. Pasal 170 terletak dalam Buku II tentang Kejahatan pada Bab V yang berjudul Kejahatan terhadap Ketertiban Umum. Dengan demikian, Pasal 170 KUHP merupakan salah satu tindak pidana yang dipandang sebagai tindak pidana terhadap ketertiban umum. Mengenai tindak pidana terhadap ketertiban umum oleh S.R. Sianturi diberikan suatu uraian bersifat umum sebagai berikut, Di KUHP Tindak Pidana terhadap Ketertiban umum diatur di Bab V Buku II dan Bab II Buku III. Ternyata pada pasal 153bis sd 181 dan Pasal 503 sd 520 terdiri dari aneka tindakan yaitu yang sehubungan dengan tugas-tugas peradilan terhadap keturunan, terhadap kesusilaan, terhadap perasaan kepatutan,di bidang keagamaan, yang sudah dibicarakan di bab-bab terdahulu. Kiranya penempatan semua delik ini di bawah judul Tindak Pidana (Kejahatan/Pelanggaran) 55

Terhadap Ketertiban Umum dititikberatkan kepada kemungkinan terjadi atau terjadinya keresahan atau kekacauan dalam masyarakat. 6 Menurut S.R. Sianturi, sebagaimana tampak dari kutipan, dimasukkannya sejumlah tindak pidana tertentu, antara lain tindak pidana Pasal 170 KUHP, karena tindak-tindak pidana tersebut dipandang sebagai memiliki kemungkinan mengakibatkan terjadinya keresahan atau kekacauan dalam masyarakat. Dengan demikian, akibat berupa adanya orang yang luka-luka atau mati dan rusaknya barang bukanlah menjadi perhatian utama. Jika akibat luka-luka menjadi perhatian utama, tentunya tindak pidana Pasal 170 sudah ditempatkan dalam bab tentang penganiayaan, demikian juga jika akibat matinya orang menjadi perhatian utama, tentunya tindak pidana Pasal 170 sudah ditempatkan dalam bab kejahatan terhadap nyawa, sedangkan jika perhatian utama pada rusaknya barang-barang maka tindak pidana Pasal 170 sudah ditempatkan dalam bab tentang menghancurkan atau merusakkan barang. Tetapi perhatian utama dari tindak pidana Pasal 170 KUHP adalah pada terjadainya keresahan atau kekacauan dalam masyarakat, sehingga Pasal 170 bersama sejumlah tindak pidana lain yang memiliki karakteristik yang serupa ditempatkan di bawah bab tentang kejahatan terhadap ketertiban umum. Pasal 170 KUHP, dalam terjemahan oleh Tim Penerjemah BPHN, berbunyi sebagai berikut, (1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Yang bersalah diancam : 1. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka; 2. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat; 3. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut. (3) Pasal 89 tidak diterapkan. 7 Rumusan pasal ini dalam terjemahan P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir adalah sebagai berikut (1) Barangsiapa secara terbuka dan secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap manusia atau barang, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun dan enam bulan. (2) Orang yang bersalah itu dihukum : 1. dengan hukuman penjara selamalamanya tujuh tahun, jika ia dengan sengaja telah menghancurkan barang-barang atau jika kekerasan yang telah dilakukannya itu telah menyebabkan orang mendapat luka pada tubuhnya; 2. dengan hukuman penjara selamalamanya sembilan tahun, jika kekerasan tersebut telah menyebabkan orang mendapat luka berat pada tubuhnya; 3. dengan hukuman penjara selamalamanya duabelas tahun, jika kekerasan tersebut telah menyebabkan matinya orang. (3) Pasal 89 tidak diberlakukan dalam hal ini. 8 Berdasarkan terjemahan-terjemahan tersebut, yaitu terjemahan yang dibuat oleh Tim Penerjemah BPHN dan terjemahan P.A.F. Lamintang/C.D. Samosir, dapat ditarik unsurunsur dari Pasal 170 ayat (1) KUHPidana ini sebagai berikut : 1. Barangsiapa; 2. Dengan terang-terangan/secara terbuka; dan, 3. Dengan tenaga bersama/secara bersamasama; 4. Menggunakan/melakukan kekerasan; 5. Terhadap orang/manusia atau barang. 6 S.R. Sianturi, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1983, hlm. 305-306. 7 Tim Penerjemah BPHN, op.cit., hlm. 75. 8 P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir, op.cit., hlm. 82-83. 56

2. Pasal 358 KUHPidana Dalam sistematika KUHP, Pasal 358 KUHP merupakan salah satu pasal dalam Buku II Bab XX tentang Penganiayaan. Ini berbeda dengan penempatan Pasal 170 KUHP dalam Buku II Bab V Kejahatan terhadap Ketertiban Umum. Pasal 358 KUHP, menurut terjemahan Tim Penerjemah BPHN, menentukan bahwa, Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam : 1. dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat; 2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati. 9 Unsur-unsur dari tindak pidana yang dirumuskan dalam Pasal 358 ini yaitu: 1. Mereka; 2. Yang sengaja; 3. Turut serta; 4. Dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat beberapa orang. 5. Jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat, atau jika akibatnya ada yang mati. Unsur-unsur pasal ini akan diuraikan satu persatu dalam bagian berikut ini. 1. Mereka. Kata mereka ini dengan cukup jelas telah menunjukkan bahwa pelaku dari tindak pidana Pasal 358 KUHP ini adalah lebih daripada satu orang. 2. Yang sengaja. Dengan penyebutan unsur dengan sengaja ini berarti bentuk kesengajaan di sini mencakup tiga bentuk kesengajaan yang telah dikenal dalam doktrin dan yurisprudensi, yaitu (1) sengaja sebagai maksud; (2) sengaja dengan kesadaran tentang keharusan/kepastian; dan (3) sengaja dengan kesadaran tentang kemungkinan. 10 Dimasukkannya unsur sengaja ini menunjukkan bahwa unsur-unsur lainnya yang berada di belakang unsur dengan sengaja tersebut diliputi oleh unsur dengan sengaja tersebut. Dengan demikian, keikut sertaan seseorang dalam penyerangan atau perkelahian tersebut harus memang disengaja oleh yang bersangkutan. 3. Turut serta. Turut serta serta di sini adalah dalam arti yang luas, yaitu setiap bentuk keikut sertaan dalam penyerangan atau perkelahian. S.R. Sianturi memberikan penjelasan, Perlu diperhatikan bahwa dalam penerapan pasal ini kehendak orangorang tersebut yang harus dibuktikan adalah kehendak untuk bergabung (turut serta dalam arti yang luas, bukan hanya seperti yang diaksud pada pasal 55 dst) dalam penyerangan/perkelahian itu. Apa motifnya untuk bergabung dinilai tersendiri, dalam arti jika penggabungannya itu sambil melakukan tindak pidana lainnya, misalnya : merampas perhiasan/barang fihak lawannya, dsb, maka tindak pidana tsb menjadi tanggung jawab tersendiri dari yang melakukan itu. 11 4. Dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat beberapa orang. Mengenai penyerangan dan perkelahian diberikan penjelasan oleh Sianturi, Perbedaan antara penyerangan (aanval) dan perkelahian (vechterij) ialah bahwa pada perkelahian, kehendak (dolus) untuk berkelahi itu dipandang ada pada kedua belah pihak termasuk kepada yang menggabungkan (turut serta) kemudian, sedangkan pada penyerangan kehendak itu berada pada fihak yang menyerang yang kemudiab biasanya fihak yang diserang akan berusaha mempertahankan diri. Namun jika setelah sekian saat, dapat 9 Tim Penerjemah BPHN, op.cit., hlm. 140. 10 I Made Widnyana, Asas-asas Hukum Pidana, Fikahati Aneska, Jakarta, 2010, hlm. 69. 11 Sianturi, op.cit., hlm. 515. 57

juga terjadi berbalik keadaan, di mana tadinya ia sebagai fihak yang mempertahankan diri menjadi fihak yang menyerang dan terjadilah perkelahian yang lebih seru dan sudah sukar untuk menentukan di fihak mana sekarang kehendak itu berada. Dalam hal ini pada kedua belah fihak dipandang ada kehendak itu. 12 Dalam penyerangan atau perkelahian itu terlibat beberapa orang. Dalam peristiwa ini diperlukan lebih daripada sekedar hanya perkelahian satu lawan satu saja. Jika hanya satu lawan satu saja, tidak perlu sampai pasal ini diadakan, karena yang bersangkutan cukup dapat dituntut dengan pasal pembunuhan atau penganiayaan saja. 5. Jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat, atau jika akibatnya ada yang mati. Orang yang terlibat dalam penyerangan atau perkelahian hanya dapat dituntut berdasarkan Pasal 358 KUHP apabila sebagai akibat penyerangan atau perkelahian itu ada orang yang luka berat atau mati. Sekalipun ada penyerangan dan perkelahian tetapi pada akhirnya tidak ada yang luka berat atau mati sebagai akibatnya, maka pasal ini juga tidak dapat diterapkan. Dalam unsur ke lima ini, yaitu unsur jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat atau akibatnya ada yang mati, terletak bedanya Pasal 358 KUHP dengan Pasal 170 KUHPidana. Perbedaan-perbedaannya adalah sebagai berikut: 1. Pemidanaan terhadap mereka yang terlibat dalam perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 170 KUPidana adalah karena perbuatan mereka itu telah mengganggu ketertiban umum. Cukup dengan adanya penggunaan kekerasan terhadap orang atau barang, penyerang sudah dapat dikenakan tindak pidan apokok dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP. Jika ada yang luka-luka, luka berat atau mati, maka itu merupakn 12 Ibid. alasan pemberat pidana yang diancam dalam Pasal 170 ayat (2) KUHP. Berbeda dengan Pasal 358 KUHPidana, di mana penyerangan atau perkelahian itu sendiri tidak diancamkan pidana melalui Pasal 358 itu sendiri. Pasal ini baru dapat diterapkan jika sebagai akibat penyerangan atau perkelahian itu ada orang yang luka berat atau mati. Jika tidak ada yang luka berat atau mati, maka pasal ini tidak dapat diterapkan. Jika penyerangan atau perkelahian itu hanya mengakibatkan luka biasa, bukan luka berat, maka yang bersalah hanya dapat dituntut berdasarkan pasal yang lain, seperti pasal penganiayaan (Pasal 351 KUHP) atau penganiayaan ringan (Pasal 352 KUHP). 2. Mereka yang terlibat dalam kelompok penyerang berkenaan dengan Pasal 170 KUHP, hanya bertanggungjawab terhadap apa yang ia sendiri lakukan. Siapa yang melukai orang atau menyebabkan matinya orang, ia sendiri yang bertanggungjawab, sedangkan anggota lainnya dari rombongan tersebut tidak dipertanggung jawabkan atas hal itu. Dalam Pasal 358 KUHP, jika ada orang yang mengalami luka berat, maka semua mereka yang turut serta dalam penyerangan atau perkelahian tersebut diancam dengan pidana maksimum 2 tahun 8 bulan; dan jika ada orang yang sampai mati, maka semua mereka yang turut serta dalam penyerangan atau perkelahian itu diancam dengan pidana maksimum 4 tahun. Tidak menjadi persoalan sekalipun luka beratnya atau matinya orang tersebut bukan akibat dari perbuatannya, melainkan perbuatan orang lain yang terlibat dalam penyerangan atau perkelahian tersebut. S.R. Sianturi memberikan catatan tentang ancaman pidana dalam Pasal 358 KUHP sebagai berikut, Dengan mengingat sering terjadinya perkelahian antar remaja (anak-anak sekolah), antar penonton (dilandasi oleh fanatisme keolahragaan), antar gang (kelompok pemuda) akhir-akhir ini dan mengingat pula aneka suku bangsa, aneka kelompok daerah, aneka agama/keyakinan, aneka ideologi partai serta aneka kepentingan golongan yang 58

menghuni bumi persada ini yang mungkin juga menjadi penyebab dari suatu perkelahian tanpa maksud untuk merongrong pemerintah maka kiranya perlu ditingkatkan ancaman pidananya kepada para pemimpin, penganjur atau penghasut dari perkelahian itu paling sedikit lima tahun agar kepada mereka ini dapat dilakukan penahanan resmi atau setidak-tidaknya dalam pasal 21 ayat (4) KUHP ditentukan juga bahwa penahanan terhadap gembong gembong tersebut dapat dilakukan, Satu sama lain hal untuk mencegah penahanan yang dilakukan oleh siapapun yang tidak berdasarkan perundangan. 13 Dengan melihat perbandingan antara Pasal 170 dan Pasal 358 KUHP, tampak bahwa dalam peristiwa tawuran yang mengganggu ketertiban umum/meresahkan masyarakat, baik yang mengakibatkan terjadinya korban (luka, luka berat, mati, atau kerusakan barang) maupun yang tidak memiliki korban, lebih tepat dikenakan Pasal 170 KUHP. Jika tawuran menimbulkan korban luka berat atau mati barulah dapat dituntut berdasarkan Pasal 358 KUHP; di mana dalam hal ini Pasal 170 dapat dijadikan primer (karena ancaman pidananya lebih berat) sedangkan Pasal 358 dapat dijadikan dakwaan subsider. B. Penyertaan Tindak Pidana Berkenaan dengan Tawuran Peraturan mengenai penyertaan (deelneming) tindak pidana merupakan ketentuan umum yang tidak dapat dijadikan dasar penyidikan dan penuntutan yang berdiri sendiri. Peraturan mengenai penyertaan (deelneming) tersebut hanya dapat dihubungkan dengan pasal tindak pidana tertentu. Dengan demikian harus ada pasal tertentu dalam Buku II atau Buku III KUHPidana yang merupakan pokok sedangkan pasal mengenai penyertaan dihubungkan dengan pasal pokok yang bersangkutan. Penyertaan tindak pidana ada yang digolongkan sebagai dader (Pasal 55 KUHP) dan ada yang digolongkan sebagai pembantu (Pasal 56 KUHP). Peserta-peserta yang termasuk ke dalam kelompok yang dinamakan dader (pembuat) adalah : 1. Peserta-peserta yang disebutkan dalam Pasal 55 ayat (1) butir 1 KUHPidana, yaitu orang yang : - melakukan (plegen), - menyuruh melakukan (doen plegen); dan - turut serta melakukan (medeplegen); 2. Peserta yang disebutkan dalam Pasal 55 ayat (1) butir 2 KUHPidana, yaitu : menganjurkan atau membujuk orang lain supaya melakukan perbuatan (uitlokken). Disebutkan tersendiri dalam Pasal 56 KUHP yaitu orang yang membantu melakukan, yaitu (1) sengaja memberikan bantuan pada waktu suatu kejahatan dilakukan; atau (2) dengan sengaja memberikan kesempatan, sarana atau keterangan untuk dilakukannya suatu kejahatan. Semua dader (pembuat) dapat dikenakan pidana yang sama. Tidak ada perbedaan antara pidana maksimum untuk pelaku (pleger) dan para dader lainnya, seperti turut serta melakukan, menyuryn melakukan, dan menganjurkan melakukan, Juga tidak ada perbedaan dalam hal suatu tindak pidana hanya ada satu orang saja yang melakukan, dengan pidana maksimum dalam hal suatu tindak pidana terlibat beberapa orang. Ancaman pidana yang lebih ringan ditujukan kepada mereka yang melakukan perbuatan sebagai pembantu (medeplichtigheid). Dalam pasal 57 KUHPidana dikatakan bahwa dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga (ayat 1); jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun (ayat 2 ); sedangkan pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri (ayat 3). Pasal 170 KUHP yang memiliki sejumlah peserta yang dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan, dalam penerapannya memerlukan pasal-pasal tentang penyertaan. Dalam penuntutan terhadap tawuran berdasarkan Pasal 170 KUHP, mungkin ada yang dituntut sebagai pelaku dan ada yang dituntut sebagai turut serta (Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP), dan kemungkinan pula peristiwa tawuran itu memiliki penganjur/pembujuk sehingga dapat dituntut dengan mengaitkannya dengan ketentuan dengan 13 S.R. Sianturi, op.cit., hal. 516-517. 59

penganjur/pembujuk (Pasal 55 ayat (1) ke 2 KUHP). Demikian pula penuntutan berdasarkan Pasal 358 KUHP perlu menyertakan pasal tentang penyertaan. Mereka yang dikenakan Pasal 358 KUHP semuanya berkedudukan sebagai turut serta melakukan (medepleger) karena bukan mereka yang langsung mengakibatkan orang luka berat atau mati, tetapi semua bertanggungjawab sebagai turut serta. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penuntutan terhadap peristiwa tawuran (perkelahian beramai-ramai) yang mengganggu ketertiban umum/meresahkan masyarakat, baik yang mengakibatkan terjadinya korban (luka, luka berat, mati, atau kerusakan barang) maupun yang tidak mengakibatkan korban, lebih tepat dikenakan Pasal 170 KUHP. Jika tawuran menimbulkan korban luka berat atau mati barulah dapat dituntut berdasarkan Pasal 358 KUHP. 2. Peristiwa tawuran pada umumnya melibatkan cukup banyak orang sehingga akan selalu dikaitkan dengan ketentuan tentang penyertaan melakukan tindak pidana. B. Saran 1. Dalam hal Pasal 170 dan Pasal 358 KUHP bersama-sama dijadikan dasar penuntutan, Pasal 170 KUHP dapat dijadikan dakwaan primer (karena ancaman pidananya lebih berat) sedangkan Pasal 358 dapat dijadikan dakwaan subsider. 2. Pasal 170 KUHP dan Pasal 358 KUHP yang hendak dijadikan dasar penuntutan terhaap peristiwa tawuran harus mengikut sertakan pasal tentang penyertaan (deelneming) agar memenuhi syarat untuk ketelitian dalam menyusun suatu dakwaan. DAFTAR PUSTAKA Ali, Mahrus, Dasar-dasar Hukum Pidana, cet.2, Sinar Grafika, Jakarta, 2012. Bemmelen, J.M. van, Mr, Hukum Pidana3. Bagian Khusus Delik-delik Khusus, terjemahan Hasnan dari Ons strafrecht 3, bijzonder deel bijzondere delicten, Binacipta, 1986. Lamintang, P.A.F., dan Samosir, C.D., Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983. Lamintang, P.A.F. dan F.T. Lamintang, Dasardasar Hukum Pidana di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2014. Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, cet.4, Rajawali Pers, Jakarta, 2013. Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, cet.3, PT Eresco, Jakarta-Bandung, 1981., Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, ed.3 cet.4, Refika Aditama, Bandung, 2012. Sianturi, S.R., Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1983. Soerodibroto, Soenarto, KUHP Dilengkapi Arrest-arrest Hoge Raad, tanpa penerbit, Jakarta, 1979. Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentarkomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1991. Tim Penerjemah BPHN, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Sinar Harapan, Jakarta, 1983. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.3 cet.2, Balai Pustaka, Jakarta, 2002. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, ed. 1, cet. 7, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003 Utrecht, E., Hukum Pidana I, Penerbitan Universitas, Bandung, 1962. Widnyana, I Made, Asas-asas Hukum Pidana, Fikahati Aneska, Jakarta, 2010. Sumber Internet Eko Budiyono, Tawuran, Dua Pemuda Luka Tusuk, http://radarbanyuwangi.jawapos.com/rea d/2016/06/27/1688/tawuran-duapemuda-luka-tusuk, diakses 28/08/2016. 60

Ibnu Kasir Amahoru, Ngeri, Tawuran Siswa SMA di Makassat Bersenjatakan Parang http://news.rakyatku.com/read/18557/20 16/08/27/ngeri-tawuran-siswa-sma-dimakassar-bersenjatakan-parang-, diakses 28/08/2016. Teguh Firmansyah, Tawuran, Pelajar SMP Tewas Pakai Baju Pramuka, http://nasional.republika.co.id/berita/nasi onal/jabodetabeknasional/16/06/03/o865ef377-tawuranpelajar-smp-tewas-pakai-baju-pramuka, diakses 28/08/2016 61