BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Negara Indonesia sedang berada dalam sistem pemerintahan yang

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang. Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia untuk mempunyai strategi khusus dalam menjaga kesaatuan dari negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini menimbulkan peningkatan tanggung jawab penyelenggara pemerintah di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan. pemerintahan dan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan Aset Daerah Kabupaten Boyolali manajemen puncak

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah untuk meningkatkan kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan fiskal terhadap pemerintah pusat. Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah dalam menghasilkan pendapatan asli daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan penghasilan asli daerah tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan dan prioritas pembangunan daerah. Pelaksanaan otonomi daerah dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Didalam asas desentralisasi, seiring dengan diserahkannya kewenangan daerah, pemerintah pusat harus menyerahkan pembiayaan, personalia dan perlengkapan (3P) sebagai syarat mutlak. Dengan kata lain, desentralisasi selalu dimaknai sebagai distribusi sumber daya dari pusat kepada daerah. Menurut UU Republik Indonesia nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pendapatan daerah berasal dari penerimaan dana perimbangan pusat dan daerah, juga berasal dari daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Jika dibandingkan dengan sektor bisnis 1

sumber pendapataan pemerintah daerah relatif terprediksi dan lebih stabil sebab pendapatan tersebut diatur oleh undang-undang dan peraturan daerah yang bersifat mengikat dan dapat dipaksakan. Menurut Mahmudi (2010) perubahan sistem penganggaran berupa penggunaan anggaran berbasis kinerja berimplikasi pada perubahan kelembagaan pengelolaan keuangan daerah. Penataan ulang kelembagaan pengelolaan keuangan daerah itu bukan saja untuk menyesuaikan sistem anggaran yang baru, tetapi juga dimaksudkan untuk mendukung tercapainya tujuan desentralisasi fiskal. Beberapa perubahan kelembagaan pengelolaan keuangan daerah tersebut antara lain: Perubahan pengelolaan keuangan di pemerintah daerah dari sistem sentralisasi pada bagian keuangan sekretariat daerah menjadi sistem desentralisasi ke masing-masing satuan kerja. Dan digabungkannya fungsi pemungutan pendapatan daerah yang dilakukan oleh dinas pendapatan daerah dengan fungsi pengendalian belanja yang dilakukan oleh biro/bagian keuangan dalam satu lembaga yaitu badan pengelolan keuangan daerah (BPKD). Dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah di era otonomi daerah yaitu terkait dengan pengelolaan APBD (Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah) perlu ditetapkan standar atau acuan kapan suatu daerah dikatakan mandiri, efektif dan efisien dan akuntanbel. Untuk itu diperlukan suatu pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai tolak ukur dalam penetapan kebijakan keuangan pada tahun anggaran selanjutnya. Bastian (2006:274) mendefinisikan kinerja sebagai gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, 2

tujuan, visi organisasi. Secara umum kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Jadi dalam mengukur keberhasilan/kegagalan suatu organisasi, seluruh aktivitas organisasi tersebut harus dapat dicatat dan diukur. Ini juga berlaku untuk pemerintahan daerah yang bertindak sebagai sebuah organisasi untuk mengukur output apakah sudah bermanfaat. Pengukuran kinerja merupakan manajemen pencapaian kinerja. Pengukuran kinerja secara berkelanjutan akan memberikan umpan balik, sehingga upaya perbaikan secara terus menerus akan mencapai keberhasilan dimasa mendatang. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas sektor publik dalam memberikan pelayanan publik. Kemudian ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk mengalokasikan sumber daya dan pembuat keputusan. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. Ada beberapa aspek untuk mengukur kinerja suatu organsasi yang dalam hal ini adalah pemerintah daerah. Salah satu aspeknya yaitu aspek finansial. Ketika diukur dalam aspek finansial maka ini akan berkaitan dengan laporan keuangan pemerintahan daerah. Laporan keuangan ini juga akan berkaitan dengan kemandirian dan kemampuan suatu daerah. Kemandirian suatu pemerintah daerah dapat dilihat dari kemampuan daerah untuk membuat dan melaporkan hasil kerja keuangan daerah dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan ini juga sangat berguna untuk upaya meningkatkan transparansi dan akuntanbilitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah. 3

Kemampuan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam mengelola keuangan dapat dilihat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah daerah sebagai pihak yang diberikan wewenang menjalankan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan pertanggung jawaban keuangan daerahnya dalam bentuk laporan keuangan yang disusun berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan nomor 1 tentang penyajian laporan keuangan. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegaitan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Akuntanbilitas dapat digunakan untuk pelaku anggaran dalam memberikan pertanggunggjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dalam bentuk laporan. Untuk menciptakan akuntanbilitas pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah harus menyampaikan laporan pertanggunnjawaban berupa laporan keuangan kepada masyarakat dengan mengembangkan sistem informasi keuangan daerah. Selain menyajikan laporan keuangan, hal lain yang perlu dilakukan 4

pemerintah daerah adalah memberikan kemudahan akses laporan keuangan bagi para pengguna laporan keuangan. Dengan menyajikan laporan keungan dan dilakukan kemudahan akses bagi pengguna laporan keuangan maka rencana untuk menciptakan akuntanbilitas pengelolaan keuangan akan berjalan efektif. Peggi Sande (2013) dalam penelitian skripsinya dengan judul Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Dan Aksebilitas Laporan Keuangan Terhadap Akuntanbilitas Pengelolaan Keuangan Daerah menyimpulkan bahwa penyajian laporan keuangan berpengaruh positif terhadap akuntanbilitas pengelolaan keuangan daerah. Kesimpulan lainnya yaitu aksebilitas laporan keuangan berpengaruh signifikan positif terhadap akuntanbilitas pengelolaan keuangan daerah. Penyajian laporan keuangan dan kemudahan dalam mengakses laporan keuangan akan memudahkan para praktisi akademik untuk bisa menilai kinerja pemerintahan daerah. Kinerja pemerintahan dalam hal ini dikhususkan dalam penilaian kinerja keuangan yang tertuang dalam laporan keuangan pemerintahan daerah tiap tahunnya. Penggunaan analisis keuangan pada organisasi sektor publik, khususnya pemerintahan daerah belum banyak dilakukan, tidak seperti untuk sektor privat yang sudah sering dilakukan. Hal tersebut karena: a. Keterbatasan penyajian laporan keungan pada organisasi pemerintahan daerah yang sifat dan cakupannya berbeda dengan penyajian laporan keuangan oleh organisasi yang bersifat privat 5

b. Penilaian keberhasilan APBD sebagai penilaian pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah lebih ditekankan pada pencapaian target, sehingga kurang memperhatikan perubahan yang terjadi pada komposisi ataupun struktur APBD. Aspek pengukuran kinerja juga menjadi keharusan untuk provinsi Sumatera Barat sebagai salah satu pelaksana otonomi daerah. Laporan keuangan yang bersifat akuntanbiltas tentu akan memudahkan penulis untuk menghitung dalam bentuk rasio-rasio kinerja keuangan Pemerintah Daerah Sumatera Barat. Pada Provinsi Sumatera Barat terdapat 19 pemerintah kabupaten dan kota yang diwajibkan untuk melaporakan harus kinerja keuangan mereka dalam bentuk laporan keuangan dalam periode pelaporan. Setiap pemerintah kabupaten dan kota ini tentu memiliki kinerja keuangan yang berbeda-beda. Dari penjelasan diatas penulis tertarik ingin meneliti kinerja kabupaten/kota di Sumatera Barat dengan mengacu pada aspek finansial. Pengukuran rasio keuangan pada tiap pemerintahan kabupaten dan kota untuk pengukuran kinerja keuangan yang penulis tuangkan dalam bentuk penelitian dengan judul Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Sumatera Barat untuk Tahun 2009-2013. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjabaran singkat pada bagian latar belakang masalah di atas yang ingin diteliti oleh penulis mengenai analisis laporan keuangan Pemerintah Daerah Sumatera Barat maka penulis akan merumuskan masalah masalah yang akan diteliti sebagai berikut: 6

a. Bagaimana rasio keuangan pada pemerintah daerah di Provinsi Sumatera Barat untuk tahun kerja 2009-2013? b. Bagaimana kinerja pengelolaan keuangan Pemerintah Sumatera Barat untuk tahun 2009-2013 dengan melihat dari analisis rasio keuangan? 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Penelitian ini dibataskan untuk mengalisa data keuangan yang dimulai dari tahun 2009 sampai dengan 2013 karena data ini cukup bisa diakses dan cukup untuk menggambarkan kondisi keuangan terbaru Pemerintah Daerah Sumatera Barat. b. Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis rasio keuangan yang akan diambil dari laporan anggaran dan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan menggunakan komponen laporan keuangan lain yang dianggap perlu. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian skripsi ini mempunyai tujuan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui berapa besar rasio keuangan pada Pemerintah Daerah Sumatera Barat untuk tahun kerja 2009-2013 b. Untuk mengetahui kinerja dalam aspek keuangan Pemerintah Daerah Sumatera Barat dengan melihat dari analisis perbandingan rasio keuangan. 7

1.5 Manfaat Penelitian Dari penelitian skripsi yang penulis lakukan ini, diharapkan manfaat sebagai berikut: a. Untuk memberikan pengetahuan bagi penulis tentang kinerja pengelolaan keuangan pemerintah di Sumatera Barat. b. Sebagai bahan referensi bagi teman-teman mahasiswa untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan. c. Sebagai referensi bagi masyarakat umum tentang kinerja keuangan Pemerintah Sumatera Barat. 1.6 Sistematika Penelitian Untuk mempermudah mengetahui isi proposal ini maka penulis mendeskripsikan sistematika penyajian proposal sebagai berikut : BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini terdiri dari uraian uraian mengenai latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penulisan serta sistematika penulisan proposal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas teori-teori yang akan digunakan sebagai dasar pembahasan dari penulisan ini yang meliputi otonomi daerah, rasio keuangan, laporan keuangan, pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja keuangan. 8

BAB III METODE PENELITIAN Bab ini membahas dan menjelaskan mengenai populasi dan sampel, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data, dan metode analisis yang digunakan. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini merupakan bab pembahasan mengenai perhitungan rasio-rasio keuangan dari laporan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk kerja 2009-2013 BAB V PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dari hasil analisis yang peneliti lakukan dan saran dari hasil penelitian tersebut 9