2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

dokumen-dokumen yang mirip
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi wilayah pesisir menurut Soegiarto (1976) yang diacu oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Wilayah Pantai Kawasan Pesisir

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

TINJAUAN PUSTAKA. peralihan antara daratan dan lautan. Ditinjau dari garis pantai (Coastline), suatu

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

TINJAUAN PUSTAKA. Secara ekologis terpisah dari pulau induk (mainland island), memiliki batas fisik

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai merupakan suatu wilayah yang dimulai dari titik terendah air laut

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

3.1 Metode Identifikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekosistem Mangrove

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Karakteristik Pulau Kecil: Studi Kasus Nusa Manu dan Nusa Leun untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Maluku Tengah

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. maka lautan merupakan satu-satunya tempat kumpulan organisme yang sangat. besar di planet bumi (Resosoedarmo, dkk, 1990).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

Transkripsi:

5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai 2.1.1. Kawasan pesisir Menurut Dahuri (2003b), definisi kawasan pesisir yang biasa digunakan di Indonesia adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastal line), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu : batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross shore) (Dahuri, 2003b). Batas di daratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang-surut, angin laut, dan intrusi garam, sedangkan batas di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh prosesproses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Bengen, 2001). Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Bengen (2001) menyatakan kawasan pesisir dari sudut ekologis sebagai lokasi dari beberapa ekosistem yang unik dan saling terkait, dinamis dan produktif. Ekosistem pesisir mempunyai kemampuan terbatas terhadap masukan limbah. Hal ini sangat tergantung pada volume dan jenis limbah yang masuk. Apabila limbah tersebut melampaui kemampuan asimilasi perairan pesisir, maka kerusakan ekosistem dalam bentuk pencemaran akan terjadi. Dalam suatu kawasan pesisir terdapat satu atau lebih ekosistem dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami ataupun buatan (manmade). Ekosistem alami yang terdapat di kawasan pesisir antara lain : terumbu karang (coral reef), hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir (sandy beach), formasi pes-caprae, formasi baringtonia, estuaria, laguna, dan delta. Sementara itu, ekosistem buatan antara lain : tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, agroindustri dan kawasan pemukiman (Dahuri et al., 2004).

6 Sumberdaya di kawasan pesisir terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih dan sumberdaya alam yang tidak dapat pulih. Sumberdaya yang dapat pulih antara lain meliputi sumberdaya perikanan (plankton, bentos, ikan, moluska, krustacea, mamalia laut), rumput laut, padang lamun, hutan mangrove dan terumbu karang. Sumberdaya yang tidak dapat pulih dapat berupa minyak dan gas, bijih besi, pasir, timah, bauksit dan mineral serta bahan tambang lainnya. Pada kelompok sumberdaya yang dapat pulih, hidup dan berkembang berbagai macam biota laut, sehingga dengan keanekaragaman sumberdaya tersebut diperoleh potensi jasa jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata (Dahuri et al., 2004). 2.1.2. Kawasan pantai Bagian kawasan pesisir yang paling produktif adalah wilayah muka pesisir atau pantai. Pantai merupakan suatu kawasan pesisir beserta perairannya dimana daerah tersebut masih terpengaruh baik oleh aktivitas darat maupun laut. Garis pantai merupakan suatu garis batas pertemuan (kontak) antara daratan dengan air laut. Posisinya bersifat tidak tetap, dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Pantai terletak antara garis surut terendah dan air pasang tertinggi (Bengen, 2001). Karakteristik bentuk pantai berbeda beda antara tempat yang satu dengan tempat lainnya. Ada pantai yang berlumpur, berpasir yang datar dan landai, berbatu dan terjal. Keadaan topografi dan geologi wilayah pesisir mempengaruhi perbedaan bentuk pantai, yaitu : 1. Pantai berpasir Umumnya pantai berpasir terdapat di seluruh dunia dan lebih dikenal dari pada pantai berbatu. Hal ini disebabkan pantai berpasir merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas rekreasi (Nybakken, 1992). Pantai berpasir sebagian besar terdiri atas batu kuarsa dan feldspar, bagian yang paling banyak dan paling keras sisa sisa pelapukan batu di gunung. Pantai yang berpasir dibatasi hanya di daerah dimana gerakan air yang kuat mengangkut partikel yang halus dan ringan. Total bahan organik dan organisme hidup di pantai yang berpasir jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jenis pantai lainnya

7 (Dahuri et al., 2004). Menurut Islami (2003) peruntukan pantai dengan substrat pasir hitam adalah boating, sedangkan pantai berpasir putih lebih bervariasi, seperti boating, selancar, renang, snorkling, dan diving. 2. Pantai berbatu Pantai berbatu merupakan pantai dengan topografi yang berbatu batu memanjang ke arah laut dan terbenam di air (Dahuri et al., 2004). Pantai berbatu yang tersusun dari bahan yang keras merupakan daerah yang paling padat mikroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Keadaan ini berlawanan dengan pantai berpasir dan berlumpur yang hampir tandus (Nybakken, 1992). Pantai berbatu menjadi habitat berbagai jenis moluska, bintang laut, kepiting, anemon, dan juga ganggang laut (Bengen, 2001). 3. Pantai berlumpur Pantai berlumpur memiliki substrat yang halus. Pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal yang benar benar terlindung dari aktivitas laut terbuka. Pantai berlumpur dapat berkembang dengan baik jika ada suatu sumber partikel sedimen yang butirannya halus. Pantai berlumpur terdapat di berbagai tempat, sebagian di teluk yang tertutup, goba, pelabuhan, dan terutama estuaria (Nybakken, 1992). Dahuri (2003b) menjelaskan pantai-pantai yang terdapat di Indonesia secara morfologi dapat dibagi dalam beberapa bentuk, yaitu: 1. Pantai terjal berbatu Biasanya terdapat di kawasan tektonis aktif yang tidak pernah stabil karena proses geologi. Kehadiran vegetasi penutup ditentukan oleh 3 faktor, yaitu tipe batuan, tingkat curah hujan, dan cuaca. 2. Pantai landai dan datar Pantai jenis ini ditemukan di wilayah yang sudah stabil sejak lama karena tidak terjadi pergerakan tanah secara vertikal. Kebanyakan pantai di kawasan ini ditumbuhi oleh vegetasi mangrove yang padat dan hutan lahan basah lainnya.

8 3. Pantai dengan bukit pasir Pantai ini terbentuk akibat transportasi sedimen clastic secara horizontal. Karena adanya gelombang besar dan arus yang menyusur pantai (long shore current) yang dapat menyuplai sedimen yang berasal dari daerah sekitarnya. Sedimen yang telah mengalami pengeringan kemudian terbawa oleh angin yang kuat sehingga terkumulasi di tebing membentuk bukit pasir yang tinggi. Perubahan berlangsung cepat dan terjadi di daerah yang kering, maka bukit pasir biasanya miskin tanaman penutup. 4. Pantai beralur Proses pembentukan pantai ini lebih ditentukan oleh faktor gelombang ketimbang angin. Proses penutupan yang berlangsung cepat oleh vegetasi menyebabkan zona supratidal tidak terakumulasi oleh sedimen yang berasal dari erosi angin. 5. Pantai lurus di dataran pantai yang landai Pantai tipe ini ditutupi oleh sedimen berupa lumpur hingga pasir kasar. Pantai ini merupakan fase awal untuk berkembangnya pantai yang bercelah dan bukit pasir apabila terjadi perubahan suplai sedimen dan cuaca (angin dan kekeringan). 6. Pantai berbatu Pantai ini dicirikan oleh adanya belahan batuan cadas. Komunitas organisme pada pantai berbatu hidup di permukaan. Bila dibandingkan dengan habitat pantai lainnya, pantai berbatu memiliki kepadatan mikroorganisme yang tinggi, khususnya di habitat intertidal di daerah angin (temperate) dan subtropik. 7. Pantai yang terbentuk karena adanya erosi Sedimen yang terangkut oleh arus dan aliran sungai akan mengendap di daerah pantai. Pantai yang terbentuk dari endapan semacam ini dapat mengalami perubahan dari musim ke musim, baik secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia yang cenderung melakukan perubahan terhadap bentang alam.

9 2.2. Pariwisata dan Ekowisata Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda, 2007). Pariwisata merupakan kegiatan perpindahan atau perjalanan orang secara temporer dari tempat mereka biasa bekerja dan menetap ke tempat luar, guna mendapatkan kenikmatan dalam perjalanan atau di tempat tujuan. (Holloway dan Plant 1989 in Yulianda, 2007). Dalam UU No 9 Tahun 1990 (Menteri Dalam Negeri, 1990), ada beberapa istilah yang berhubungan dengan kegitan pariwisata antara lain: 1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. 2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. 3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusaha objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. 4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. 5. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. 6. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. 7. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Ekowisata merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan (Ballantine, 1994). Ekowisata bahari merupakan ekowisata yang memanfaatkan karakter sumberdaya pesisir dan laut. Kegiatan wisata bahari dapat dilakukan pada bentang laut maupun bentang pantai. Kegiatan yang dapat dilakukan di bentang laut berupa olahraga renang, memancing, menyelam, berlayar, dan

10 berselancar. Sedangkan kegiatan yang dapat dilakukan di bentang pantai dalam bentuk kegiatan voli pantai, panjat tebing, bersepeda pantai, dan penelusuran gua pantai (Rompas et al. 2008). Kegiatan ekowisata bahari yang dapat dikembangkan adalah wisata pantai. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim. Pertimbangan perlu dilakukan dalam pengembangan dan perencanaan wisata pantai yang meliputi angin, gelombang laut, arus laut, pasang surut, bentuk pantai, bentuk butir pasir, biota pantai, dan bahaya tsunami (Fandeli, 2000). Sumberdaya ekowisata terdiri dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen terpadu bagi pemanfaatan wisata. Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat diklasifikasikan menjadi (Fandeli, 2000; META 2002 in Yulianda 2007) : 1. Wisata alam (nature tourism), merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya. 2. Wisata budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan. 3. Ekowisata (ecotourism, green tourism atau alternative tourism), merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan. Menurut Damanik dan Weber (2006), ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Dalam ekowisata, kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata. Pihak yang berperan penting dalam ekowisata bukan hanya wisatawan, tetapi juga pelaku wisata lain (tour operator) yang menfasilitasi wisatawan untuk menunjukkan tanggung jawab tersebut. Konsep pengembangan ekowisata sejalan dengan misi pengelolaan konservasi yang mempunyai tujuan untuk menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan, melindungi keanekaragaman hayati, menjamin kelestarian, dan pemanfaatan spesies ekosistemnya serta memberikan kontribusi kepada kesejateraan masyarakat. Dengan demikian, suatu

11 konsep pengembangan ekowisata hendaknya dilandasi pada prinsip dasar ekowisata yang meliputi (Yulianda 2007) : 1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat. 2. Pendidikan konservasi lingkungan; mendidik pengunjung dan masyarakat akan pentingnya konservasi. 3. Pendapatan langsung untuk kawasan; retribusi atau pajak konservasi (conservation tax) dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan. 4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan; merangsang masyarakat agar terlibat dalam perencanaan dan pengawasan kawasan. 5. Penghasilan bagi masyarakat; masyarakat mendapat keuntungan ekonomi sehingga terdorong untuk menjaga kelestarian kawasan. 6. Menjaga keharmonisan alam; kegiatan dan pengembangan fasilitas tetap mempertahankan keserasian dan keaslian alam. 7. Daya dukung sebagai batas pemanfaatan; daya tampung dan pengembangan fasilitas hendaknya mempertimbangkan daya dukung lingkungan. 8. Kontribusi pendapatan bagi negara (pemerintah daerah dan pusat). 2.3. Pemanfaatan dan Pengelolaan Wisata Pantai Daya tarik wilayah pesisir untuk wisatawan adalah keindahan dan keaslian lingkungan seperti misalnya kehidupan di bawah air, bentuk pantai (gua-gua, air terjun dan sebaginya) dan hutan-hutan pantai dengan kekayaan jenis tumbuhtumbuhan, burung dan hewan-hewan lain (Goodwin, 1996). Keindahan dan keaslian lingkungan ini menjadikan perlindungan dan pengelolaan merupakan bagian integral dari rencana pengembangan pariwisata, terutama bila didekatnya dibangun penginapan/hotel, toko, pemukiman dan sebagainya yang membahayakan atau mengganggu keutuhan dan keaslian lingkungan pesisir tersebut. Kegiatan di daerah pariwisata dan rekreasi dapat menimbulkan masalah ekologis yang khusus dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lain. Mengingat bahwa keindahan dan keaslian alam merupakan modal utama. Bila suatu wilayah pesisir dibangun untuk

12 tempat rekreasi, biasanya fasilitas-fasilitas pendukung lainnya juga berkembang dengan pesat (Dahuri et al. 1996). Sumberdaya hayati baik secara langsung maupun tidak langsung yang terdapat dalam suatu wilayah pesisir memiliki manfaat yang besar sehingga perlu dilakukan suatu upaya konservasi dalam pengelolaan dan pengembangan yang diarahkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarkat tentang seluruh nilai atau nilai yang sebenarnya (the true value) dari manfaat sumberdaya tersebut (Cater, 1993). Setiap kebijakan selayaknya diarahkan pada penggunaan keanekaragaman hayati pasisir dan laut secara berkelanjutan, mencegah tindakan yang merusak melalui penyediaan alernatif mata pencaharian yang bersifat lestari, meningkatkan pendapatan masyarakat lokal dan pendapatan daerah melalui upaya konservasi, serta melestarikan sumberdaya laut melalui partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan pelestarian (Dahuri, 2003a).