Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di RS X Bandung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion

Kontribusi Determinan Intensi terhadap Intensi Berhenti Mengkonsumsi Minuman Beralkohol pada Anggota Klub Mobil X di Kota Bandung

Studi Mengenai Intensi Membuang Sampah di Sungai Cikapundung pada Ibu-Ibu RW 15 Kelurahan Tamansari Bandung. ¹Raisha Ghassani, ²Umar Yusuf

Studi Mengengenai Intensi dan Determinan Intensi Perilaku Berkendara Pada Anak dan Remaja di Kecamatan Coblong Bandung

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

Prosiding Psikologi ISSN:

GAMBARAN INTENSI MELAKUKAN OBSESSIVE CORBUZIER S DIET (OCD) PADA MAHASISWA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

Studi Deskriptif Mengenai Intensi Merokok pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unisba

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Theory of Planned. dikemukakan oleh Bandura (2000) tentang seberapa baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi terhadap Intensi Perilaku Prolingkungan pada Mahasiswa Universitas Islam Bandung

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses

STUDI ANTESEDEN INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA. Woro Endah Sulistyaningrum Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

hidup mandiri sehingga kesehatan seharusnya menjadi

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

STUDI MENGENAI INTENSI BERPERILAKU ASERTIF DALAM KEGIATAN PERKULIAHAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

THEORY OF REASONED ACTION

Rizka Fitriana Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)

BAB I PENDAHULUAN. perilaku merokok hampir di setiap sudut kota, baik di ruang - ruang publik

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

Abstrak. Kata kunci : intensi berwirausaha. Fak. Psikologi - Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Deskriptif Mengenai Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Pelayanan Tenaga Nonpendidik UNISBA

4.1.1 jenis kelamin Data demografis berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut :

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

1. Pendahuluan FAKTOR KONTROL PERILAKU MEROKOK PADA ANAK SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan salah satu perilaku yang mudah kita jumpai

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

STUDI MENGENAI INTENSI SAFETY RIDING BEHAVIOR PADA MAHASISWA MENGENDARA MOTOR DI UNIVERSITAS PADJADJARAN DESTYA FINIARTY ABSTRACT

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI INTENSI MEMBUANG SAMPAH PADA TEMPAT SAMPAH OLEH PENGUNJUNG CAR FREE DAY DAGO KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Hubungan Antara Persepsi Terhadap Peran Teman Dengan Religiusitas Pada Komunitas Motor X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I PENDAHULUAN. Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia semakin berkembang.

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI INTENSI PERILAKU MELAWAN ARAH ARUS JALAN RAYA DI JATINANGOR PADA PENGENDARA OJEK SEPEDA MOTOR DI JATINANGOR

ABSTRAK. viii Universitas Kristen Maranatha

Bab 2. Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perparkiran di Stikom Surabaya yang menggunakan teknologi RFID (Radio

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT MAHASISWA KOS UNTUK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI TEMBALANG SEMARANG ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA ANGGOTA LANUD ADI SOEMARMO YANG MENJELANG PENSIUN.

Kata kunci: Remaja Akhir, Sexting, Intensi

HUBUNGAN BEHAVIOUR INTENTION TENTANG PERILAKU PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DENGAN STATUS KEPESERTAAN DALAM KELUARGA BERENCANA

Anteseden Niat Berwirausaha: Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia

ANALISIS PENGARUH THEORY OF PLANNED BEHAVIOR TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN PROVIDER TELKOMSEL PADA MAHASISWA DAN PELAJAR DI WILAYAH BEKASI TIMUR

PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DAN LATAR BELAKANG KELUARGA TERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA SISWA SMK IT MARINAH AL-HIDAYAH MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang

BAB I PENDAHULUAN. gambaran menakutkan (Mangkuprawira, 2011). Hal itu biasanya muncul pada

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. menggolongkan perbedaan antara jenis obat psikotropika dan obat narkotika, serta

III KERANGKA PEMIKIRAN

Umur. Frequency Percent Valid Percent

Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di Dealer Yamaha Cabang PT Jayamandiri Gemasejati Motor Bandung

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan merokok sudah dimulai sejak jaman nenek moyang dan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN INTENSI MENYONTEK PADA MAHASISWA KRISTEN PROTESTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR DUMORA SILAEN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

BAB III METODE PENELITIAN. ini akan membahas metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini.

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan

B. Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Mutiara Kabupaten Asahan.

Pengaruh Kualitas Pelayanan Karyawan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Minimarket Indomaret Di Jl.Kemakmuran Depok 2 Tengah

Pengaruh Konsep Diri Dan Efikasi Diri Terhadap Motivasi Berprestasi (Survei Pada Mahasiswa Pe Fkip Universitas Kuningan)

Keywords: intentions, self study, small group discussion

Nama : Angga Praid Fitrian NPM : Jurusan : Manajemen Pembimbing : Dr. Prihantoro, SE., MM

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

STUDI MENGENAI INTENSI KARYAWAN DI PLAZA MANDIRI YANG MEMILIKI KENDARAAN PRIBADI UNTUK MENGGUNAKAN BUS TRANSJAKARTA KE TEMPAT KERJA

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

Penyusunan Alat Pengukur Berbasis Theory of Planned Behavior 1

4. INTERPRETASI DAN ANALISIS DATA

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA

HUBUNGAN KONSEP DIRI INDEPENDEN DENGAN INTENSI MEMBELI SEPEDA FIXIE SKRIPSI. Oleh : Veva Ardhyaning Kencana Sari

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam

Transkripsi:

Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di RS X Bandung 1) Febby Zoya Larisa, 2) Suhana 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail : 1) febbyzoya@gmail.com Abstrak : Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan salah satu penyakit paru yang menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan di Indonesia. Orang-orang yang menderita penyakit PPOK harus menjalankan pengobatan, salah satu hal yang harus dilakukan penderita PPOK untuk mendukung pengobatan dengan cara berhenti merokok. Namun pada kenyataannya, pada pasien PPOK yang berada di Rumah Sakit X Bandung walaupun dianjurkan oleh dokter dan keluarga untuk berhenti merokok mereka tetap saja melakukan perilaku merokok. Berdasarkan hasil wawancara didapat bahwa pasien PPOK memiliki pandangan yang positif dengan merokok akan mendatangkan suatu keuntungan seperti membuat perasaan nyaman, tenang dan percaya diri. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran intensi untuk melakukan perilaku merokok pada pasien PPOK, mengetahui determinan pembentuk intensi yakni determinan attitude toward behavior, subjective norm dan perceived behavioral control serta untuk mengetahui determinan yang memberikan kontribusi terbesar dalam membentuk intensi perilaku merokok ditinjau melalui Theory of Planned Behavior (Ajzen, 2005). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Penentuan sampel menggunakan teknik accidental sampling dengan didapatkan sampel sebanyak 43 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui kuisioner yang disusun berdasarkan Theory of Planned Behavior dari Icek Ajzen. Kuisioner alat ukur menggunakan skala Osgood dan data ordinal yang diperoleh dari skala Osgood dikonversi menjadi data interval menggunakan metode successive interval. Pengolahan data dilakukan menggunakan teknik statistik multiple regression untuk melihat kontribusi setiap determinan terhadap intensi melakukan perilaku merokok. Hasil yang didapatkan pasien PPOK memiliki intensi kuat untuk melakukan perilaku merokok sebesar 62,8%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien PPOK memiliki keinginan yang kuat untuk melakukan perilaku merokok, sehingga memiliki kecenderungan yang kuat untuk melakukan perilaku merokok. Determinan pembentuk intensi yang paling memberikan kontribusi terhadap perilaku merokok pasien PPOK adalah perceived behavioral control dengan koefisien regresi sebesar (0,638). Dengan demikian dapat diartikan pasien PPOK akan melakukan perilaku merokok saat terdapat faktor - faktor yang mempermudahnya untuk melakukan perilaku merokok. Kata Kunci : Intensi, Merokok, Pasien PPOK A. Pendahuluan Perilaku merokok merupakan pola hidup tidak sehat yang menyebabkan berbagai macam penyakit, salah satunya adalah penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Faktor resiko utama dari PPOK adalah merokok aktif. Sebuah penelitian dilakukan pada tahun 1990-2004 pada 28 negara mendapatkan prevalensi PPOK lebih tinggi pada pasien perokok dibandingkan bukan perokok (National Institutesof Heart, Lung & Blood Institute, 2004). Berhenti merokok menjadi hal yang sangat penting dalam manajemen PPOK, karena dapat mengurangi penurunan fungsi paru, memperbaiki prognosis dan meningkatkan kualitas hidup (Kara, 2005). Salah satu rumah sakit yang memiliki pasien PPOK yang banyak adalah Rumah Sakit X Bandung, yaitu sebagai satu-satunya rumah sakit khusus penyakit paruparu di Bandung. Rumah sakit X adalah rumah sakit negeri kelas A, rumah sakit ini oleh pemerintah ditetapkan sebagai rujukan tertinggi atau disebut pula sebagai rumah 597

598 Febby Zoya Larisa, et al. sakit pusat. Di rumah sakit X Bandung ini terdapat 202 pasien penyakit PPOK rawat jalan dan 43 orang diantaranya mengaku masih menjadi perokok aktif walaupun telah didiagnosa menderita penyakit PPOK. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan 7 pasien PPOK, mereka mengaku masih menjadi perokok aktif walaupun sudah didiagnosa terkena penyakit PPOK. Alasan mereka masih merokok adalah karena sulitnya menahan keinginan untuk merokok, mereka memang sempat berpikir untuk berhenti merokok demi kesehatannya dan sempat berhenti merokok akan tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama karena mereka mengaku sulit untuk menahan kebiasaannya merokok. Beberapa dari pasien PPOK sempat berhenti merokok selama kurang lebih 2 tahun, terdapat pula pasien PPOK yang hanya sanggup berhenti kurang dari setahun. Mereka kemudian mencoba kembali untuk merokok karena merasa kesehatannya sudah membaik. Mereka mencoba kembali merokok dengan intensitas yang ringan yaitu hanya sekitar satu sampai dua batang rokok. Pada saat itu mereka tidak merasakan efek buruk terhadap penyakitnya sehingga mereka menambah intensitas merokoknya menjadi lebih banyak yang asalnya sehari 1 sampai 2 batang sehari menjadi 3 sampai 5 batang dalam sehari, begitu seterusnya sampai mereka merasakan kecanduan kembali. Kini mereka menghabiskan 1 15 batang rokok perhari. Di samping menyebabkan penyakitnya kambuh namun mereka mengaku merasakan adanya kepuasan tersendiri saat mereka merokok. Mereka dihadapkan pada kondisi-kondisi yang dapat menghambat mereka untuk merokok, diantaranya pasangan dan keluarga mereka yang sangat melarang mereka untuk merokok. Di samping itu peringatan dan larangan keras dari dokter dan perawat mengenai penyakitnya membuat mereka ketakutan untuk merokok, tapi hal itu semua tidak membuat mereka untuk mengurangi niatnya merokok. Mereka selalu mencari cara untuk tetap merokok. Dari hasil wawancara tersebut di atas, peneliti melihat adanya niat dari para pasien ini untuk tetap merokok meskipun sudah didiagnosa menderita penyakit PPOK. Hal tersebut berkaitan dengan adanya kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka untuk tetap mempertahankan perilaku merokoknya. Perilaku tersebut dapat diprediksi dengan mengukur intensi mereka terhadap perilaku merokok. Secara definisi, intensi adalah kemungkinan subyektif individu untuk melakukan tingkah laku tertentu (Ajzen, 1975). Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Mendapatkan gambaran mengenai bagaimana intensi perilaku merokok pasien PPOK di RS X Bandung ditinjau dengan menggunakan Theory of Planned Behavior ;(2) Memberikan gambaran mengenai setiap determinan intensi dan untuk mengetahui determinan mana yang paling berkontribusi terhadap kuat lemahnya intensi merokok serta memperoleh gambaran intensi merokok pada pasien PPOK di RS X Bandung yang ditinjau dengan menggunakan Theory of Planned Behavior. B. Landasan Teori Fishben dan Ajzen pada tahun 1975 (dalam Ajzen, 288) mendefinisikan intensi sebagai berikut,...as a person s location on subjective probability dimension on revolving a relation between himself and some action. A behavioral intention, therfore, refers to person s subjective probability that he will perform some behavior. (Attitides, Personality, and Behavior, Icek ajzen, 288). Dari pernyataan di atas, intensi didefinisikan sebagai dimensi kemungkinan subyektif individu untuk melakukan tingkah laku tertentu (Fishben dan Ajzen, 1975:288). Intensi merupakan Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora)

Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) 599 indikasi seberapa besar seseorang individu akan berusaha untuk memunculkan tingkah laku tertentu (Ajzen, 1988:113). Menurut Theory of Planned Behavior intensi merupakan fungsi dari tiga determinan dasar yaitu faktor personal, mencerminkan pengaruh sosial, dan menangani isu kontrol diri. Determinan pertama adalah faktor personal yang merupakan sikap terhadap perilaku (Attitude Toward Behavior). Tidak seperti sikap pada umumnya, sikap ini adalah evaluasi positif atau negatif dari individu terhadap suatu perilaku tertentu yang ditampilkan. Determinan kedua adalah penghayatan individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu. Karena berhubungan dengan penghayatan terhadap tekanan sosial maka faktor ni disebut dengan norma subjektif (Subjecyive Norms). Determinan ketiga adalah Self-efficacy atau kemampuan untuk melakukan perilaku tertentu, faktor ini disebut dengan penghayatan terhadap kontrol perilaku (Perceived Behavior Control). Secara umum, seorang individu berniat untuk melakukan perilaku ketika individu mengevaluasi secara positif, mengalami tekanan sosial untuk melakukan perilaku tersebut, dan ketika individu percaya bahwa mereka memiliki kemampuan dan kesempatan untuk melakukannya (Icek Ajzen, 2005:117-118) C. Hasil Penelitian Frekuensi dan Persentase Intensi Merokok Pasien PPOK Intensi Merokok F % Kuat Lemah Jumlah 27 16 43 62,8 % 37,2 % 100% Berdasarkan tabel 1 sebanyak 27 orang atau 62,8% pasien PPOK memiliki intensi yang kuat untuk merokok, artinya pasien tersebut memiliki kecenderungan yang besar untuk melakukan perilaku merokok. Sisanya sebanyak 16 orang atau 37,2% pasien PPOK memiliki intensi yang lemah untuk melakukan perilaku merokok, artinya pasien tersebut memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku merokok yang rendah. Distribusi Frekuensi Determinan Pembentuk Intensi Berdasarkan Kategori Intensi Intensi Sikap Norma Sujektif Kontrol Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Kuat 13 (76%) 14 ( 54%) 16 (84%) 11 (46%) 9 (82%) 18 (56%) Lemah 4 ( 24%) 12 (46%) 3 (16%) 13 (54%) 2 (18%) 14 (44%) Total 17 ( 40%) 26 ( 60%) 19 (44%) 24 (56%) 11 (26%) 32 (74%) Pada tabel 2 terlihat bahwa subjek penelitian yang memiliki intensi perilaku merokok yang kuat sebagian besarnya memiliki determinan pembentuk intensi yang Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

600 Febby Zoya Larisa, et al. positif. Hal ini berarti pada sebagian besar subjek penelitian yang memiliki intensi kuat untuk merokok menyukai perilaku tersebut dan mempersepsikan bahwa orang yang penting untuknya menyetujui jika mereka melakukannya dan merasa mampu untuk merokok. Pada subjek penelitian yang memiliki intensi merokok yang lemah memiliki hasil determinan pembentuk intensi yang negatif. Hal ini berarti pada sebagian besar subjek penelitian yang memiliki intensi lemah untuk merokok mempunyai sikap negatif terhadap perilaku merokok dan mempersepsikan bahwa orang yang penting untuknya tidak menyetujui jika mereka melakukan perilaku merokok, selain itu mereka tidak memiliki kemampuan untuk menampilkan perilaku merokok. Pada tabel di atas memperlihatkan juga distribusi penyebaran subjek penelitian menurut kategori sikap, norma subjektif dan persepsi terhadap kontrol perilaku merokok. Dari hasil pengukuran sikap terhadap perilaku merokok, terdapat 40% atau 17 subjek penelitian yang memiliki sikap positif terhadap perilaku merokok. Sedangkan subjek penelitian yang memiliki sikap negatif adalah sebanyak 60% atau 26 subjek penelitian dari keseluruhan responden. Terlihat bahwa lebih banyak pasien PPOK yang memiliki sikap negatif dibandingkan yang memiliki sikap positif. Sikap terhadap suatu perilaku dapat menggambarkan perasaan suka atau tidak sukanya individu terhadap perilaku tersebut. Sikap suka atau tidak suka terhadap perilaku merokok ditentukan dari evaluasi individu mengenai konsekuensi-konsekuensi yang muncul jika perilaku tersebut ditampilkan. Artinya sebagian besar pasien PPOK di RS X Bandung tidak menyenangi perilaku merokok karena dianggap akan mendatangkan konsekuensi yang negatif. Untuk penyebaran subjek penelitian menurut kategori norma subjektif, terdapat 44% atau 19 subjek penelitian yang memiliki norma subjektif positif terhadap perilaku merokok. Sedangkan subjek penelitian yang memiliki norma subjektif negatif terdapat sebanyak 56% atau 24 subjek penelitian dari keseluruhan responden. Terlihat bahwa lebih banyak pasien PPOK yang memiliki norma subjektif negatif dibandingkan yang memiliki norma subjektif positif. Norma subjektif merupakan tekanan individu terhadap tekanan sosial dari orang-orang yang penting baginya dan mengharapkan individu untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Artinya sebagian besar pasien PPOK di RS X Bandung meyakini bahwa orang-orang yang penting baginya tidak menyetujui jika dirinya menampilkan perilaku merokok. Pada penyebaran subjek penelitian untuk kategori persepsi terhadap kontrol perilaku merokok terdapat sebanyak 26% atau 11 subjek penelitian yang memiliki persepsi terhadap kontrol perilaku merokok yang positif. Sedangkan subjek penelitian yang memiliki persepsi negatif terhadap kontrol perilaku merokok terdapat sebanyak 74% atau 32 subjek penelitian dari keseluruhan responden. Terlihat bahwa lebih banyak pasien PPOK yang memiliki persepsi negatif terhadap kontrol perilaku merokok dibandingkan yang memiliki persepsi positif terhadap kontrol perilaku merokok. Persepsi terhadap kontrol perilaku merupakan persepsi individu terhadap kemampuannya dalam menampilkan suatu perilaku. Artinya sebagian besar pasien PPOK di RS X Bandung mempersepsi dirinya tidak mampu untuk menampilkan perilaku merokok. Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora)

Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) 601 Model Perhitungan kontribusi pembentuk intensi dengan Analisis Multiple Regression Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Collinearity Statistics B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF 1 (Constant) 12.741 7.234 1.761.086 ATTITUDE -.106.077 -.267-1.387.173.329 3.038 SUBJECTIVE.265.081.411 3.281.002.782 1.279 CONTROL.232.072.638 3.199.003.309 3.240 Dependent Variable: INTENSI Dari ketiga hasil koefisien regresi yang didapatkan memperlihatkan bahwa determinan persepsi terhadap kontrol tingkah laku terhadap perilaku merokok merupakan determinan yang memberikan kontribusi paling besar dalam pembentukan intensi melakukan perilaku merokok. Hal ini berarti persepsi subjek penelitian mengenai mampu atau tidak mampu dirinya untuk menampilkan perilaku merokok adalah hal yang paling menentukan untuk terbentuknya intensi melakukan perilaku merokok. Data Demografi Penyebaran skor intensi berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian Kategori Laki-laki % Perempuan % Jumlah Kuat 16 64 % 11 61 % 27 Lemah 9 36 % 7 39% 16 Total 25 100 % 18 100 % 43 Tabel 4 memperlihatkan bahwa dari dua kategori jenis kelamin yang ada, yakni laki-laki dan perempuan. terlihat bahwa pada kelompok responden laki-laki memiliki persentase intensi kuat lebih besar yakni 64% dibandingkan dengan responden perempuan sebesar 61 %. Hal ini berarti intensi kuat lebih banyak dimiliki oleh responden laki-laki daripada perempuan. Maka responden laki-laki memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan perilaku merokok dibandingkan dengan responden perempuan. Data Demografi Penyebaran skor intensi berdasarkan status bekerja subjek penelitian Kategori Bekerja Persentase Tidak Bekerja Persentase Jumlah Kuat 22 69% 5 45% 27 Lemah 10 31% 6 55% 16 Total 32 100 % 11 100 % 43 Tabel 5 memperlihatkan bahwa subjek penelitian yang bekerja memiliki persentase intensi kuat untuk melakukan perilaku merokok yang lebih besar dibandingkan dengan persentase dari kategori subjek penelitian yang tidak bekerja, yakni sebesar 69% (bekerja) dibandingkan dengan 45% (tidak bekerja). Pada kategori intensi lemah, subjek penelitian dari kategori tidak bekerja memiliki persentase yang lebih besar yakni 55% dibandingkan dengan persentase subjek penelitian yang bekerja yakni 31 %. Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

602 Febby Zoya Larisa, et al. Data Demografi Penyebaran skor intensi berdasarkan tipe perokok subjek penelitian Kategori Ringan % Sedang % Berat % Jumlah Kuat 0 0 % 23 74 % 4 100 % 27 Lemah 8 100 % 8 26 % 0 0 % 16 Total 8 100 % 31 100 % 4 100 % 43 Tabel 6 memperlihatkan bahwa dari tiga kategori tipe perokok yang ada, yakni tipe perokok ringan, tipe perokok sedang, tipe perokok berat yang memiliki persentase intensi paling kuat dibandingkan dengan dua kategori lainnya adalah tipe perokok berat sebesar 100 %, diikuti oleh tipe perokok sedang sebesar 74% dan yang paling kecil adalah tipe perokok ringan sebesar 0 %. Pada kategori intensi lemah, tipe perokok ringan memiliki persentase yang paling besar dibandingkan tipe perokok sedang dan tipe perokok berat, yakni 100% dibandingkan 26% untuk tipe perokok sedang dan 0% untuk tipe perokok berat. Data Demografi Penyebaran skor intensi berdasarkan kategori usia subjek penelitian Dewasa Dewasa Dewasa Kategori Awal % Madya % Lanjut % Jumlah Kuat 2 67 % 23 68 % 2 33 % 27 Lemah 1 33 % 11 32 % 4 67 % 16 Total 3 100 % 34 100 % 6 100 % 43 Tabel 7 memperlihatkan bahwa dari tiga kategori usia yang ada, yakni usia dewasa awal, usia dewasa madya dan usia dewasa lanjut. Dari ketiga kategori usia tersebut yang memiliki persentase intensi paling kuat dibandingkan dengan dua kategori lainnya adalah kategori usia dewasa madya sebesar 68 %, diikuti oleh kategori usia dewasa awal sebesar 67% dan yang paling kecil adalah kategori usia dewasa lanjut sebesar 33 %. Pada kategori intensi lemah, kategori usia dewasa lanjut memiliki persentase yang paling besar dibandingkan kategori usia dewasa madya dan kategori usia dewasa awal, yakni 67% dibandingkan 33% untuk kategori usia dewasa awal dan 32% untuk kategori usia dewasa madya. Berdasarkan hasil penelitian, secara keseluruhan pasien PPOK yang memiliki intensi merokok kuat ada sebanyak 27 orang atau 62,8 %. Artinya pasien PPOK tersebut memiliki kemungkinan yang besar untuk melakukan perilaku merokok dan memang telah mereka lakukan. Sisanya sebanyak 16 orang atau 37,2% pasien PPOK memiliki intensi yang lemah untuk melakukan perilaku merokok, artinya pasien PPOK tersebut memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku merokok yang rendah. Dari hasil pengukuran terhadap tiga determinan pembentuk intensi. Pada pasien PPOK dengan intensi yang kuat, sebagian besar memiliki determinan pembentuk intensi yang positif. Sedangkan kelompok pasien PPOK yang memiliki intensi yang lemah, sebagian besar memiliki determinan pembentuk intensi yang negatif. Hal ini menandakan bahwa semakin positif sikap terhadap perilaku merokok, semakin positif norma subyektif terhadap perilaku merokok dan semakin positif persepsi kontrol tingkah laku perilaku merokok, maka semakin besar pula kekuatan intensi untuk merokok. Ketiga determinan menentukan kekuatan dari intensi pasien PPOK untuk merokok. dari hasil perhitungan statistik multiple regression bahwa dua determinan Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora)

Studi Mengenai Intensi Perilaku Merokok Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) 603 yang memberikan kontribusi paling besar dalam pembentukan intensi merokok adalah persepsi kontrol terhadap tingkah laku (Perceived Behavior Control) dan norma subyektif (Subjective Norms). Hal ini berarti terdapat kontribusi yang besar dari penghayatan pasien PPOK terhadap berbagai hal yang dapat memudahkan dan menyulitkan mereka untuk menampilkan perilaku merokok dan determinan perceived behavior control menjadi determinan yang paling menentukan kuat lemahnya intensi untuk melakukan perilaku merokok. Pada determinan subjective norm yang merupakan determinan paling berkontribusi kedua terhadap prmbentukan intensi perilaku merokok, hal ini berarti pada perilaku merokok adanya orang lain yang penting (significant person) bagi pasien PPOK dalam mengharapkan atau tidak mengharapkan mereka untuk melakukan perilaku merokok berpengaruh dalam menentukan intensi mereka untuk melakukan perilaku merokok. Nilai kontribusi ini berlaku spesifik untuk tingkah laku dan populasi tertentu. Jadi nilai kontribusi ini hanya berlaku untuk tingkah laku merokok pada pasien PPOK di RS X Kota Bandung. D. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, peneliti membuat kesimpulan mengenai gambaran intensi perilaku merokok pada pasien PPOK di RS X Kota Bandung dengan uraian sebagai berikut :(1) Sebanyak 62,8 % pasien PPOK memiliki intensi untuk melakukan perilaku merokok yang kuat, artinya hampir sebagian besar pasien PPOK memiliki keinginan yang kuat untuk melakukan perilaku merokok sehingga memiliki kemungkinan yang kuat untuk melakukan perilaku merokok; (2) Persepsi kontrol terhadap tingkah laku (Perceived Behavior Control) dan norma subyektif (Subjective Norm) adalah determinan pembentuk intensi yang memiliki kontribusi paling besar terhadap intensi merokok pada pasien PPOK. Nilai koefisien kontribusi determinan persepsi kontrol terhadap tingkah laku (Perceived Behavior Control) sebesar 0,638 dan Nilai koefisien kontribusi determinan norma subyektif (Subjective Norm) sebesar 0,411; (3) Secara keseluruhan kontribusi dari ketiga determinan pembentuk intensi terhadap intensi perilaku merokok pasien PPOK sebesar 52,2 %. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku merokok pasien PPOK dipengaruhi secara signifikan oleh determinan penentu intensi merokok pasien PPOK memiliki kecenderungan yang tinggi untuk merokok.;(4) Sebanyak 60 % pasien PPOK memiliki sikap yang negatif terhadap perilaku merokok. Hal ini artinya sebagian besar pasien PPOK memberikan evaluasi yang negatif terhadap konsekuensi dari perilaku merokok yang mereka lakukan; (5) Sebanyak 56 % pasien PPOK memiliki norma subyektif yang negatif terhadap perilaku merokok. Hal ini berarti bahwa sebagian besar pasien PPOK menganggap bahwa orang-orang yang penting bagi mereka tidak menyetujui dan tidak mengharapkan mereka untuk melakukan perilaku merokok; (6) Sebanyak 74 % pasien PPOK memiliki persepsi kontrol tingkah laku yang lemah atau negatif mengenai perilaku merokok. Hal ini berarti bahwa sebagian besar pasien PPOK menganggap dirinya sulit untuk menampilkan tingkah laku merokok. DAFTAR PUSTAKA Aditama, Tjandra Yoga. (1992). Rokok dan Kesehatan. Jakarta : Universitas Indonesia : UI-Press Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

604 Febby Zoya Larisa, et al. Ajzen, Icek. (2005). Attitudes, Personality, and Behavior. Milton-Keynes: Open University Press & Chicago, II: Dorsey Press Ajzen, Icek. (2006). Constructing a Theory of Planned Behavior Questionnare: Conceptual and Methodological Consideration. Alamsyah, Sitepoe (2009). Rokok dan Perokok. Jakarta : Arcan Azwar, S. (1998). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Fishbein, M & Ajzen. I. 1975. Belief, Attitude, Intention and Behavior, an Intro in Theory and Research. Reading, Massacusetts: Addison-Wesley Publishing Company.. Hurlock, E.B. (1973). Adolescent Development. Mc Graw-Hill. New York. Hurlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan edisi kelima. Erlangga. Jakarta. Noor, H. (2009). Psikometri. Aplikasi Dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran Perilaku. Bandung: Fakultas Psikologi Unisba Oskamp, S. (1984). Applied Social Psychology. New Jersey: Prentice Hall Papalia, D. E. Et al. (2009). Human Development Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika Rahayu, Makmuroh Sri. (2008). Diktat Kuliah Metodologi Penelitian I. Bandung Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Sari, O. Dkk. (2003). Empati dan Perilaku Merokok di Tempat Umum. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta: Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Semarang: PT. Gramedia Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora)