dan pengendaliannya DEPARTEMEN PERTANIAN BAGIAN PROYEK INFOMASI PERTANIAN IRAN JAYA 1986.

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat


HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

BAB I PENDAHULUAN. Hama dan Penyakit pada Tanaman Pangan Page 1 Tanaman Padi

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

Hama penghisap daun Aphis craccivora

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di

BLAS (BLAST) Blas pada tulang daun: luka pada tulang daun berwarna coklat kemerahan hingga coklat yang dapat merusak seluruh daun yang berdekatan.

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

RAKITAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA KEONGMAS PENDAHULUAN

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Abdul Hamid 1) dan Herry Nirwanto 2) 2). UPN Veteran Jawa Timur ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

PAKET TEKNOLOGI USAHATANI Padi Penyusun : Wigati Istuti dan Endah R

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

Peta Konsep. Tujuan Pembelajaran. gulma biologi hama predator. 148 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Tikus. Hama. Ulat. Kutu loncat. Lalat. Cacing.

Teknologi Produksi Ubi Jalar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

Daun dan Biji Sirsak: Pestisida Alami Untuk Mengendalikan Wereng

J. Sains & Teknologi, Agustus 2005, Vol.5 No. 2: ISSN

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK ABSTRAK PENDAHULUAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1986 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN HAMA WERENG COKLAT PADA TANAMAN PADI

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama

Hama Kedelai dan Kacang Hijau

1) Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan 2) Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor ABSTRAK

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI

II. TINJAUAN PUSTAKA

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1986 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN HAMA WERENG COKLAT PADA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TUMPANG GILIR (RELAY PLANTING) ANTARA JAGUNG DAN KACANG HIJAU ATAU KEDELAI SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KERING DI NTB

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

KARAKTERISTIK PETANI KARAKTERISTIK USAHATANI

Diselenggarakan Oleh LPPM UPN Veteran Jawa Timur

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu

PERKEMBANGAN POPULASI WERENG HIJAU

commit to users I. PENDAHULUAN

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT SEMANGKA. Dr. M. SYUKUR, SP, MSi INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hama karena mereka menganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - TADAH HUJAN Individu petani

Teknologi Budidaya Kedelai

PERANAN PUPUK NPK PADA TANAMAN PADI

JENIS HAMA DAN TEHNIK PENGENDALIANNYA PADA TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

Paparan Pestisida. Dan Keselamatan Kerja

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - IRIGASI Individu petani

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

Transkripsi:

TUNGRO dan pengendaliannya DEPARTEMEN PERTANIAN BAGIAN PROYEK INFOMASI PERTANIAN IRAN JAYA 1986.

Kata Pengantar Salah satu kendala dalam berusaha-tani ialah kurangnya pengetahuan petani dalam hal pengendalian tungro, sehingga petani tidak memperoleh hasil yang optimal. Diterbitkannya brosur ini diharapkan akan dapat membantu dan memperlancar tugas Penyuluh dalam memberikan pelayanan penyuluhan kepada para petani yang sangat memerlukannya. Mudah-mudahan dengan diterbitkannya brosur ini upaya peningkatan pengendalian tungro dapat kita tingkatkan, sehingga para petani dapat memperoleh hasil yang optimal dari usaha taninya. Segala saran dan koreksi terhadap isi buku ini senantiasa kami nantikan untuk perbaikan dimasa mendatang. Bagian Proyek Informasi Pertanian Irian Jaya

Daftar Isi Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN II. PENYEBAB DAN PENYEBARAN PENYAKIT A. Penyebab Penyakit B. Faktor-Faktor yang mendukung penyebaran penyakit tungro 1. Serangga penular 2. Tanaman inang dan faktor lingkungan III. GEJALA SERANGAN IV. PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO 1. Sanitasi 2. Penggunaan varietas tahan 3. Pola tanam a. Penerapan pola tanam b. Pergiliran varietas padi 4. Perlakuan dengan Insektisida V. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PEMAKAIAN INSEKTISIDA Daftar Pustaka

I Pendahuluan Penyakit virus tungro sampai saat ini masih merupakan masalah bagi kita dan telah banyak menimbulkan kerugian besar di beberapa daerah, tentu saja hal ini akan berpengaruh terhadap produksi dan produktivitas path dan merupakan kendala bagi swasembada dan keamanan pengadaan pangan Nasional. Daerah penyebaran Tungro di Indonesia adalah Sulawesi utara, Sulawesi tenggara, Sulawesi selatan, Kalimantan timur, Kalimantan selatan, Kalimantan barat, Bali, Nusa tenggara barat, Nusa tenggara timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Penyakit tungro ini di Irian Jaya mulai menyerang pada tahun 1985. Walaupun usaha pengendalian hama wereng hijau yang merupakan vektor virus tungro telah banyak dilakukan, tetapi ternyata sampai saat ini hama tersebut masih merupakan hama utama bagi tanaman padi di Indonesia. Oleh karena itu penerapan pengendalian berdasarkan konsep pengendalian hams dan penyakit terpadu perlu lebih ditingkatkan pelaksanaannya.

II Penyebab dan Penyebaran Penyakit A. PENYEBAB PENYAKIT Penyakit tungro disebabkan oleh virus yang disebut dengan virus tungro padi (VTP). Virus ini bersifat non persisten, artinya virus tersebut hanya dapat menyerang tanaman dalam masa yang pendek saja. Sudah diketahui bahwa VTP terdiri dari dua bentuk yaitu yang berbentuk batang (RTBV = Rice Tungro Bacciliform Virus) dan virus yang bulat isometri (RTSV = Rice Tungro Spherical Virus). Tanaman yang terserang tungro bisa mengandung kedua virus tersebut namun dapat juga mengandung hanya salah satu saja. VTP tersebut berada dalam jaringan tanaman sakit, terutama dalam jaringan daun. B. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG PENYEBARAN PENYAKIT TUNGRO lain : Penyebaran penyakit tungro padi (VTP), dipengaruhi oleh beberapa faktor antara 1. Serangga penular Virus tungro padi ditularkan melalui serangga penular (vektor) yaitu wereng hijau (Nephotettix spp) atau wereng loreng [Recilia Dorsalis]. VTP ditularkan secara non persisten oleh vektornya. Serangga vektor hanya memerlukan waktu pengisapan dari tanaman sakit 3-5 menit, kemudian sudah mampu menularkan virus. kepada tanaman sehat yang rentan. Virus dapat tetap tahan di dalam badan serangga selama kurang lebih S hari. Setelah periode tersebut, serangga tidak mempunyai kemampuan lagi untuk menularkannya. Serangga akan berperan kembali bila tubuhnya telah mengandung virus tungro, yakni setelah menghisap tanaman yang sakit. Demikian pula serangga yang telah berganti kulit tidak efektif setelah mengisap tanaman sakit. Nephottetix sp. dikenal sebagai wereng hijau, karma warnanya hijau Ban menyerang bagian daun tanaman path. Serangga dewasa berukuran 4-6 mm, telurnya berbentuk bulat panjang atau lonjong berwarna terang (kuning pucat), berukuran 1,3 X 0,30 mm. Telur ini diletakkan berderet-deret sebanyak 5-25 butir. Serangga betina mampu bertelur 200-300 butir yang diletakkan di dalam jaringan pelepah daun. Telur menetas setelah 4-8 hari Ban membentuk serangga muda (nimfa). Nimfa ini mengalami 5 kali ganti kulit selama 16-18 hari Ban menjadi dewasa setelah 2-3 hari kemudian. Terdapat dua jenis Nephotettix sp yang dominan yaitu N. Virescensdan N. Nigropictus, keduanya dapat dibedakan sebagai berikut

- N. Virescena, serangga dewasa berwarna hijau agak kekuningan dengan Ujung kepala meruncing. Serangga jantan mempunyai ukuran 4 mm Ban yang betina 6 mm, sedangkan serangga yang masih

Serangga jantan berukuran 3,6 mm, sedangkan serangga muda (nimfa) berwarna kuning coklat hingga gelap. Di camping itu terdapat 2 species Nephotettix lainnya yaitu N. malayanus dan N. parvus. Reciha dorsalis serangga ini lebih dikenal dengan nama wereng loreng, karena serangga yang dewasa bersayap putih dengan pits berwarna coklat muda berbentuk huruf W, ukurannya 3,5-4,0 mm. Telurnya berbentuk lonjong, berwarna keputih-putihan yang kemudian akan berubah menjadi gelap menjelang menetas. Serangga betina mampu bertelur sebanyak 100-200 butir, diletakkan dalam pelepah daun berbentuk barisan. Setelah 7-9 hari kemudian, telur menetas; serangga muda yang keluar berwarna coklat kekuningan dan akan menjadi serangga dewasa 16-18 hari kemudian. Diantara beberapa jenis wereng hijau dan loreng, N. yirescens merupakan serangga yang paling efektif sebagai vektor, seperti terlihat pada tabel berikut: Species Wereng N. Virescens N. Malayanus N. Nigropictus N. Parvus Recilia dorsalis Daya tular 83 42 27 7 8 Penyebaran/aktivitas VTP selain dipengaruhi oleh Species wereng seperti tersebut dalam tabel, juga dipengaruhi oleh stadia vektor itu sendiri serta kepadatan populasi vektor. Jarak penyebaran VTP oleh wereng hijau dari cumber inoculum kira-kira 250 mm, tetapi apabila ada angin penyebarannya dapat lebih luas lagi. 2. Tanaman hung dan faktor lingkungan Tanaman padi merupakan inang utama bagi VTP maupun serangga penularannya. Perkembangan penyakit tungro maupun vektornya dipengaruhi oleh kepekaan tanaman path terhadap virus maupun terhadap serangga penularannya (vektornya). Selain kepekaan tanaman, perkembangan VTP dan vektornya juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik faktor biologic maupun non biologic. Faktor biologis antara lain adanya parasit pathogen dan predator dari serangga penular (vektor), kompetisi antar species, serta adanya tanaman inang pengganti (inang alternatif) bagi VTP maupun vektor. Di Indonesia yang tergolong parasit penting bagi wereng hijau antara lain parasit Anagrus spp dan Gonatocerus spp, serta parasit nimfa dan dewasa Elenchus spp dan Echttrodelphax spp. sedangkan phatogen penting adalah cendawan Entomopthora spp dan Isaria spp serta Hirsutella spp [StilbaceaeJ. Adapun beberapa predator yang banyak dikenal Cyrtorrhinuslevidipennis Renter,

Microveliado reglasi Scot, Casnodea interstialis, Paederus tamulus, Coccinella spp, Verania sppserta laba-laba Lycosa pseudoanulata. Hasil penilitian di IRRI menunjukkan bahwa kompetisi antara wereng hijau dan wereng coklat berakibat menurunnya populasi wereng hijau. Inang pengganti yang merupakan habitet tambahan bagi wereng antara lain: jagung, tebu, kacang tanah, kedele, ubi kayu, ubi jalan. Dilaporkan wereng coklat dan hijau didapati juga pada Pematang-pematang yang banyak ditumbuhi tanaman padi liar dan rerumputan. Rerumputan yang berperan sebagai inang penggantl adalah Ecginochloa colonum (tutori), Echinochloa crusgalt (jawan) dan Paspalum vaginatum. Wereng hijau dipematang semacam ini lebih banyak didapati dari pada wereng coklat atau wereng lainnya.

Dari kenyataan ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa peranan pematang yang ditumbuhi oleh jenis rerumputan tertentu cukup penting bagi pertumbuhan dan perkembangan wereng hijau. Faktor non biologis yang mempengaruhi perkembangan VTP dan serangga penular yaitu curah hujan, temperatur dan teknologi modern. Oleh karena itu populasi serangga penular dan intensitas serangan penyakit tungro bervariasi dari bulan kebulan dan dari musim kemusim. Curah hujan yang tinggi berpengaruh langsung terhadap aktivitas serangga, sedangkan meningkatnya kelembaban udara memacu perkembangan jamur pathogen untuk tumbuh lebih baik pada tubuh serangga, hal ini dapat menghambat perkembangan serangga. Teknologi modern yang diterapkan oleh manusia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ekosistim sawah. Cara bercocok tanam varietas, pemupukan, pengairan dan penggunaan pestisida merupakan hal-hal yang panting dalam berbunganya dengan pertumbuhan populasi serangga penular. Varietas peka, penanaman padi terus menerus dan tidak serempak, pemupukan nitrogen yang berat dan tidak seimbang serta pengairan yang baik, akan memberi kondisi lingkungan yang cukup baik dan menguntungkan terhadap pertumbuhan populasi wereng padi. Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat menimbulkan pengaruh samping negatif seperti resistensi, resurgensi timbulnya hama sekunder dan atau hams baru serta keracunan pada manusia dan hewan bukan sasaran.

III Gejala Serangan Gejala serangan penyakit virus tungro pada tanaman padi tergantung ketahanan tanaman dan umur tanaman sewaktu terinfeksi. Secara garis besar gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1. Daun-daun menjadi berwarna kuning oranye atau jingga dan daun-daun muda yang baru keluar memendek dan menggulung. 2. Pertumbuhan tanaman terhambat atau kerdil. 3. Anakan berkurang. 4. Bila serangan telah terjadi, sejak di pesemaian atau pada tanaman muda yang berumur kurang dari satu bulan, bulir yang dihasilkan relatif lebih kecil, bahkan bila serangan berat, tanaman tidak menghasilkan bulir sama sekali. 5. Bila infeksi terjadi setelah tanaman berbunga atau berumur kira-kira 60 hari, hasil tanaman tidak berpengaruh. Gejala tanaman padi yang terserang virus tungro sangat mirip dengan gejala tanaman yang kekurangan unsur hara (penyakit fisiologis), sehingga untuk menentukan apakah suatu tanaman terserang virus tungro atau karena kekurangan unsur hara dapat dilakukan test sederhana yaitu penularan secara buatan melalui perantaraan vektor (wereng hijau), caranya sebagai berikut: 1. Buat pesemaian padi dari varietas peka di dalam pot yang disungkup dengan kasa kedap wereng. 2. Bila pesemaian telah berumur 7 hari, kemudian di infeksi dengan wereng hijau yang diambil dari tanaman yang diduga terserang virus tungro. 3. Pengamatan dilakukan setelah 10 hari, jika pesemaian menunjukkan gejala yang sama dengan gejala tanaman terserang virus tungro, berarti pertanaman terserang virus tungro dan bukan kekurangan hara.

IV Pengendalian Penyakit Tungro Agar pengendalian penyakit tungro/vektornya dapat berhasil baik dalam arti dapat dipertanggung jawab kan baik dari segi ekonomis maupun ekologis maka Konsep Pengendalian Hama Terpadu harus diterapkan. Adapun komponen pengendalian yang dapat diterapkan secara terpadu untuk mengatasi hama/penyakit tersebut adalah sebagai berikut: 1. SANITASI. Tujuan sanitasi untuk menghilangkan sumber penyakit. Tanaman sakit yang berumur kurang dari 2 bulan sisa-sisa tanaman sakit dan tanaman inang pengganti harus dimusnahkan. Apabila serangan terjadi pada tanaman yang sudah keluar malainya, sanitasi dilakukan dengan cara selektif yaitu ditujukan pada tanaman yang terserang. Cara pemusnahannya (sanitasi) dengan membakar atau membenamkan seluruh bagian tanaman, sisa-sisa tanaman dan rerumputan kedalam Lumpur, kemudian diikuti dengan pengolahan tanah dan lahan dibiarkan dalam keadaan terolah sampai dengan saat mulai bertanam secara bersamaan. Inang pengganti yang ada disekitar areal pertanaman padi jugs hams dimusnahkan. 2. PENGGUNAAN VARIETAS TAHAN Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan varietas tahan merupakan cara paling aman dan murah bagi petani. Penanaman varietas padi tahan terhadap tungro dan wereng hijau telah lama dilakukan, namun demikian pelaksanaannya di lapangan masih terus diadakan perbaikan. Hasil evaluasi ketahanan varietas dari tahun ke tahun ternyata bervariasi, artinya varietas yang semula tahan setelah ditanam beberapa musim menjadi tidak tahan. Usaha untuk memantapkan ketahanan varietas dilakukan dengan cara - memilih varietas yang mempunyai resistensi horisontal - pergiliran tanaman dengan non padi - menanam tanaman peka sebagai perangkap, kemudian diperlukan dengan pestisida - pergiliran varietas - menanam beberapa varietas yang mempunyai gentahan beraneka ragam

Daftar kelompok varietas padi berdasarkan tetua ketahanan terhadap tungro dan umur tanaman. Umur tanaman Tetua Genjah 95-125 hari Dalam 125-160 hari T 0 Atomita 1- Atomita 2- Pelita Brantas Cisadane Ayung T 1 PB 26 PB 30 Serayu Citarum, PB 46. T 2 Asahan PB 36 PB 38 Sadang Porong Bogowoto Tondano PB 32 Semeru Cimandiri Barito Kruing Aceh Cipunegara T 3 A. PB 28 PB 50 PB 52, Citanduy PB 34 PB 54 T 3 B. PB 56 Mara 3. POLA TANAM Di dalam pole penanaman padi di kenal penanaman padi sekali atau due kali dalam satu tahun, bahkan pada lahan yang beririgasi baik penanaman padi dilakukan secara terus menerus. Penanaman secara terus menerus tersebut mendorong serangga penular maupun virus tungro menyesuai diri dengan lingkungannya, sehingga akan mampu berkembang den berhasil menghancurkan varietas tanaman yang semula dikatakan tahan. Di samping itu penanaman yang tidak serentak memungkinkan tersedianya makanan den tempat berlindung bagi serangga penular den VTP sepanjang tahun. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut a. Penerapan pole tanam. Pole tanam dilaksanakan dengan pergiliran tanaman bukan padi. Penanaman padi paling banyak dilakukan due kali dalam satu tahun den bile memungkinkan agar ada mesa tidak ada tanaman (mesa bero)

dengan harapan dapat memutuskan daun hidup atau rantai makanan serangga penular. b. Pergiliran varietas padi. Di daerah ya ditanami padi due kali setahun disarankan adanya pergiliran varietas padi. Yang ditanami dimulai dari musim hujan (MH) ke musim kemarau seperti tergambar pada pole berikut:

Keterangan T 0 : Tidak memiliki ketahanan T 1 : Memiliki tetua/gen tahan T 2 : Memiliki tetua/gen tahan T 3 : Memiliki tetua/gen tahan : Arah pergiliran varietas dari musim hujan ke musim kemarau. Hal yang perlu diperhatikan agar pola pergiliran tanaman dapat berjalan dengan baik adalah: - Tidak menanam satu golongan varietas yang sama tetuanya secara terus menerus selama periode dan tempat tertentu. Contoh tidak di anjurkan penanaman varietas padi dari musim hujan ke musim kemarau dengan menggunakan pola: PB 36 - PB 38 atau PB 36 +PB 42 den lain-lain, sebaiknya dengan pole PB 42 - PB 54 atau Brantas + Serayu. - Penanaman dilakukan dengan serentak, paling sedikit mencakup areal satu wilayah kerja penyuluhan pertanian (WKPP). - Untuk daerah-daerah yang dikatagorikan sebagai daerah serangan penyakit tungro disarankan tidak menanam varietas padi yang tidak mempunyai tetua tahan (TO). 4. Perlakuan dengan Insektisida Sampai sekarang pestisida masih dianggap sebagai sate-satunya senjata pamungkas dalam menanggulangi hama maupun penyakit. Apabila di suatu daerah penggunaan varietas tahan belum cukup/mampu untuk menanggulangi penyakit tungro dapat dilakukan dengan pemberian Insektisida adalah balk di pesemaian maupun di pertanaman. Pada prinsipnya pemberian Insektisida adalah untuk mengendalikan serangga penular, yaitu menekan perkembangan populasi wereng hijau, mengingat pestisida yang digunakan untuk pengendalian virus (virusida) sampai saat ini belum diketemukan. Tabel : Dosis pemberian insektisida butiran untuk mengendalikan penyakit tungro. Tingkatan Pertanaman 1. Pesemaian 1 hari sebelum saber Waktu Dosis Insektisida 4 kg/500 m2 - Furadan 3 G - Curater 3 G - Darmafur 3 G 2. Petanaman sesaat-sebelum tanam 17 kg/ha - Furadan 3 G - Curater 3 G - Darmafur 3 G

Selain insektisida butiran dapat pula digunakan Insektisida Sevin 85 SP, Azodrin 15 WSC, Durban 20 EC, Lebaycid 50 EC. Sumithion SO EC, den Agrothion SO EC. Perlakuan dilaksanakan apabila dipertanaman ditemukan populasi wereng hijau yang melebihi ambang ekonomi. Dengan kaitannya dengan ambang ekonomi make peran pengamatan di lapangan sangat panting untuk menentukan kapan penyemprotan insektisida dilakukan. Adapun ambang ekonomi penyakit tungro den wereng hijau adalah sebagai berikut: 1. Bile dari 10 ayunan faring diperoleh 10 ekor wereng hijau dilakukan penyemprotan di pertanaman. 2. Bile ditemukan penyakit tungro den dari 10 ayunan faring diperoleh 1 ekor wereng hijau, tanaman terserang dimusnahkan den penyemprotan dilakukan di petak tersebut serta daerah sekelilingnya.

IV Hal -hal yang harus di perhatikan dalam pemakaian Insektisida. 1. Waktu pemberian insektisida yang tepat, yaitu bile populasi hama telah mencapai betas populasi yang akan merugikan. 2. Dalam menggunakan insektisida dosisnya harus sesuai dengan petunjuk yang ada pada kemasannya. Dosis yang digunakan tidak boleh terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Sebab dosis yang tinggi dapat menghilangkan keselektifan insektisida, sedangkan dosis yang terlalu rendah akan menurunkan daya buruk den mempercepat proses resistensi hama. Jadi dosis yang digunakan hendaklah cukup untuk menurunkan populasi hama sampai bates yang tidak merugikan den tidak ditujukan untuk mencapai daya bunuh 100 % Sebab kalau tidak demikian di samping tidak ekonomis juga akan menimbulkan masalah ekologis yang lebih rumit/sulit mengatasinya. 3. Dalam menggunakan insektisida ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tidak membahayakan si pemakai a. Jika insektisida berbentuk butiran, dianjurkan memakai sarung tangan waktu menaburkan. b. Kalau menyemprot harus diperhatikan - Sebelum mulai bekerja, gunakanlah perlengkapan kerja seperti kaos panjang, penutup mu lot dan hidung atau masker, sarong tangan, 'tutup kepala dan celana panjang. - sediakan wadah/ember untuk tempat mencampur, corong dan pengaduk. - periksa alat semprot; usahakan supaya bersih dan tidak bocor, jangan sekali-kali meniup nozle yang tersumbat. - Hindarkan jangan sampai insektisida terkena kulit, mats, mulut, hidung dan pakaian. Apabila ada luka pads kulit, sebaiknya luka tersebut ditutup sebelum bekerja. - Takar insektisida sesuai kebutuhan. Usahakan tidak ada sisa setelah pekerjaan selesai. - Aduk hingga merata dan masukkan ke dalam tangki dengan bantuan corong. - Menyemprot jangan berlawanan arch angin, karena partikel-partikel insektisida dapat mengenai badan. - Jangan makan, minum atau merokok selama bekerja. - Waktu menyemprot yang baik : pagi jam 07.00-11.00 dan sore hari jam 15.00-18.00. Apabila mungkin, berilah insektisida dalam kemasan botol atau bungkusan sehingga habis dalam sekali pakai. Hal ini dapat mengurangi resiko bahaya dalam penyimpanan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 1985/1986 Pengendalian Hama terpadu pads padi, Balai Informasi Pertanian Banjarbaru. 2. Anonim, 1985 Penyakit Tungro & Cara mengatasinya, Balai Informasi Pertanian Hawa Timor. 3. Kasno & Bambang Suharto. Pengendalian Hama Wereng coklat dan Penyakit Tungro secara terpadu. 4. S. Tarigar, 1984, Program produksi benih sehubungan dengan pelaksanaan Rotasi tanaman/varietas. 5. Tatang Suryana, 1985. Aspek Populasi Beberapa Spesies Hama Wereng Tanaman Padi. Makalah disampaikan pada temu lapang Pengendali an Penyakit Tungro di Daerah Banyumas, Jawa Tengah, 18 September 1985. 16 P. 6. Utami Raharjo, 1982, Pengaruh Perubahan Komposisi & kesukaan memangsa Lycor LPP (Tesis Fak Pertanian UGM).