TINJAUAN PUSTAKA. atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah

dokumen-dokumen yang mirip
I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang. didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang melakukan tindak

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

I. PENDAHULUAN. didasarkan pada Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

I. PENDAHULUAN. dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan menyalurkan pembiayaan bagi usaha-usaha produktif maupun

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap orang/subjek hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

I. PENDAHULUAN. Fenomena peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan internasional, regional dan

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

TINJAUAN PUSTAKA. akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. TINJAUAN PUSTAKA. hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. 1945, khususnya penjelasan tentang Sistem Pemerintahan Negara dinyatakan :

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak yang menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

I. PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Anak pada dasarnya merupakan amanah Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Penahanan dapat dilihat dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus dihindari dan arang siapa melanggarnya maka akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara wajib dicantumkan dalam undangundang maupun peraturan-peraturan pemerintah. 1 Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan 2 1 P.A.F. Lamintang Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung. 1996. hlm. 7. 2 Andi Hamzah. Op. Cit. hlm. 22

17 Jenis-jenis tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan atas dasar-dasar tertentu, sebagai berikut: a) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku ke III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam perundang-undangan secara keseluruhan. b) Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang pencurian. Tindak Pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana. c) Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan sengaja melukai orang lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya seseorang, contoh lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 188 dan Pasal 360 KUHP.

18 d) Menurut macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak Pidana pasif dibedakan menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak pidana murni, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP.Tindak Pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal 3 Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak pidana terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana formil dan tindak pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta tindak pidana aktif dan pasif. Unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut: a) Kelakuan dan akibat (perbuatan ) b) Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan c) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana d) Unsur melawan hukum yang objektif e) Unsur melawan hukum yang subyektif. 4 3 Ibid. hlm. 25-27 4 Ibid. hlm. 30

19 Tindak pidana sebagai perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, di mana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. B. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error) baik kesesatan mengenai keadaannya (error facti) maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan kepadanya 5 Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) adalah suatu mekanisme untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undang-undang. 5 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 23.

20 Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya. Dengan kata lain orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut. 6 Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang bertujuan untuk untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat; menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindak pidana; memulihkan keseimbangan; mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Pertanggungjawaban pidana harus memperhatikan bahwa hukum pidana harus digunakan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur merata materiil dan spirituil. Hukum pidana tersebut digunakan untuk mencegah atau menanggulangi perbuatan yang tidak dikehendaki. Selain itu penggunaan sarana hukum pidana dengan sanksi yang negatif harus memperhatikan biaya dan kemampuan daya kerja dari insitusi terkait, sehingga jangan sampai ada kelampauan beban tugas (overbelasting) dalam melaksanakannya 7 6 Moeljatno, Op. Cit. hlm. 41. 7 Ibid, hlm. 42.

21 Perbuatan agar dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, harus mengandung kesalahan. Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan (opzet) dan kelalaian (culpa). 1. Kesengajaan (opzet) Sesuai teori hukum pidana Indonesia, kesengajaan terdiri dari tiga macam, yaitu sebagai berikut: a. Kesengajaan yang bersifat tujuan Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan, si pelaku dapat dipertanggungjawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh khalayak ramai. Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku pantas dikenakan hukuman pidana. Karena dengan adanya kesengajaan yang bersifat tujuan ini, berarti si pelaku benar-benar menghendaki mencapai suatu akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukuman ini. b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian Kesengajaan ini ada apabila si pelaku, dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu. c. Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. Selanjutnya mengenai kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang menghasilkan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang yang dilakukannya 8 8 Ibid, hlm. 46.

22 2. Kelalaian (culpa) Kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan, bagaimanapun juga culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja, oleh karena itu delik culpa, culpa itu merupakan delik semu (quasideliet) sehingga diadakan pengurangan pidana. Delik culpa mengandung dua macam, yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan yang tidak menimbulkan akibat, tapi yang diancam dengan pidana ialah perbuatan ketidak hati-hatian itu sendiri, perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian yang menimbulkan akibat dengan terjadinya akibat itu maka diciptalah delik kelalaian, bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat dengan kelalaian itu sendiri sudah diancam dengan pidana. 9 C. Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan Uang dan Peredaran Uang Palsu Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan membuat dan menyimpan uang rupiah palsu, seolah-olah uang tersebut benar atau asli adanya, padahal sesungguhnya bertentangan denganmyangmsebenarnya. Jadi secara umum Tindak Pidana pemalsuan uang adalah kegiatan menirukan keaslian dari suatu nilai mata uang yang di dalamnya mengandung ketidakbenaran untuk diedarkan luas di masyarakat. 10 Pada dasarnya pemalsuan Uang Rupiah (pemalsuan dan pengedaran uang palsu) lebih didasarkan pada kepentingan mendasar yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup pelakunya, karena sebagian besar pelaku dihimpit kesulitan ekonomi dan 9 Ibid, hlm. 48. 10 Hotbin Sigalingging, Ery Setiawan dan Hilde D. Sihaloho, Kebijakan Pengedaran Uang di Indonesia, Bank Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 7.

23 kasus-kasus yang terjadi di negara Indonesia adalah mempunyai tipikal yang sama yaitu pelaku terdorong untuk melakukan kejahatan uang palsu karena jeratan segi finansialnya. Begitu pula untuk kasus yang terjadi di luar negeri kebanyakan kasus uang palsu terjadi juga mempunyai kemiripan yang sama dengan kejahatan uang palsu yang terjadi di wilayah negara Indonesia. 11 Terdapat beberapa kasus yang tidak didasari oleh kesulitan ekonomi. Kejahatan uang palsu yang demikian biasanya dipengaruhi oleh kepentingan politik. Namun sangat jarang kasus demikian terjadi karena untuk membuat uang palsu demi kepentingan politik sangat banyak faktor yang mempengaruhinya seperti misalnya negara dalam keadaan genting karena perang, ataupun untuk kepentingan pemilihan seorang pemimpin negara ataupun untuk kepentingan yang sama dengan itu. Uang palsu adalah hasil perbuatan Tindak Pidana Melawan Hukum berupa meniru dan/atau memalsukan uang yang dikeluarkan sebagai satuan mata uang yang sah. Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah merupakan kejahatan yang serius karena selain bertujuan untuk memperkaya diri sendiri secara ekonomis, juga bertujuan untuk menghancurkan perekonomian negara secara politis. Kejahatan tersebut juga semakin canggih karena kemajuan teknologi. Tanggung jawab terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah tentu saja bukan tugas dari Bank Indonesia dan pihak Kepolisiansemata, melainkan tugas dari seluruh lapisan masyarakat untuk bersama memerangi kejahatan tersebut. 12 11 Ibid, hlm. 30. 12 Bank Indonesia, Materi Penataran Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah, Jakarta, 2004, hlm. 2.

24 Upaya untuk menanggulangi tindak pidana pemalsuan mata Uang Rupiah, memerlukan peran serta masyarakat secara aktif, mengingat semua kegiatan transaksi ekonomi di suatu negara, keberadaan uang palsu merupakan suatu hal yang sulit untuk dihindari, karena uang memiliki fungsi yang strategis dalam kelangsungan suatu pemerintahan atau negara. Sifat strategis tersebut disebabkan karena selain uang dapat dijadikan sebagai alat transaksi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat, uang juga dapat dijadikan sebagai alat politik untuk menjatuhkan perekonomian suatu negara.agar keberadaan uang di suatu negara tetap selalu dalam fungsinya sesuai dengan tujuannya, maka pencegahan uang palsu perlu diupayakan baik secara preventif maupun represif. Pemalsuan uang dilatarbelakangi oleh situasi perekonomian yang terpuruk, menyebabkan banyak masyarakat yang ingin mendapatkan uang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang mudah. Hal itu menjadi salah satu motivasi yang kuat bagi para pemalsu dalam melakukan perbuatannya, di samping motivasi lainnya seperti motivasi politis untuk mengacaukan perekonomian negara. Kejahatan Pemalsuan Uang sebagian besar adalah: a. Kejahatan yang sifatnya tidak berdiri sendiri namun merupakan kejahatan yang terorganisir dengan baik, bahkan sangat mungkin merupakan kejahatan yang bersifat transnasional; b. Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah pada umumnya para residivis. Hal ini kemungkinan disebabkan hukuman yang dijatuhkan terhadap para pelaku masih ringan; c. Pemalsuan terhadap mata uang memerlukan suatu proses yang cukup rumit, oleh karena itu biasanya pelaku Tindak Pidana merupakan orang-orang yang memiliki keahlian khusus 13 13 Ibid, hlm. 3.

25 Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah perlu diberikan hukuman yang berat (setimpal), antara lain dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian negara. Hukuman terhadap pemalsu uang perlu pula dikaitkan dengan jangka waktu edar suatu emisi uang agar para pemalsu tersebut setelah menjalani hukuman tersebut tidak dapat melakukan pemalsuan lagi terhadap Uang Rupiah dengan emisi yang sama. Selain itu, pidana penjara saja tidak cukup untuk menimbulkan efek jera, oleh karena itu terhadap para pemalsu uang perlu ditambahkan hukuman lain yaitu berupa penggantian kerugian materil yang diakibatkan oleh kejahatan tersebut. Hal ini mengisyaratkan bahwa kejahatan pemalsuan uang yang sangat merugikan perekonomian negara. Untuk menanggulangi pemalsuan Uang Rupiah, dari segi hukum material yang berlaku saat ini sebenarnya sudah cukup mengantisipasi pemalsuan Uang Rupiah baik yang terdapat dalam KUHP maupun dalam Undang-Undang tentang Mata Uang. Akan tetapi dari segi hukum formal perlu memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan profesionalisme aparat, sarana dan prasarana. Dalam rangka penanggulangan preventif pemalsuan Uang Rupiah, khususnya yang berkaitan dengan pemalsuan dan pengedarannya. Bank Indonesia adalah institusi yang berperan penting, sebab yang berhak dan mempunyai kewenangan penuh untuk menentukan rupiah palsu atau tidaknya uang yang beredar adalah Bank Indonesia Upaya penanggulangan secara represif, tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum semata, tetapi juga perlu campur tangan institusi lain tanpa

26 mengecilkan arti institusi penegak hukum yang ada. Hal ini berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu: a. Pemalsuan Uang Rupiah acap kali dilakukan sebagai kejahatan terorganisir bahkan melibatkan orang-orang yang punya kedudukan dan status dalam masyarakat. b. Pemalsuan Uang Rupiah adalah transnational crime yang melewati lintas batas negara. c. Pemalsuan Uang Rupiah adalah kejahatan yang sangat kompleks dalam pengertian tidak menyangkut motivasi ekonomi semata tetapi juga motivasi politik yang bertujuan terhadap instabilitas ekonomi suatu negara. Perihal kedua dan ketiga ini, banyak modus operandi pengedaran uang palsu yang bersumber dari luar negeri. d. Pemalsuan Uang Rupiah, sangat bersifat teknis sehingga untuk menentukan apakah uang tersebut palsu atau tidak, dibutuhkan keahlian tersendiri. e. Pembuktian pemalsuan Uang Rupiah yang berkaitan dengan pemalsuan tidaklah mudah karena si tersangka selalu mengatakan ketidaktahuannya bahwa uang yang dibawanya adalah palsu. 14 Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah merupakan kejahatan yang serius karena selain bertujuan untuk memperkaya diri sendiri secara ekonomis, juga dapat menghancurkan perekonomian negara secara politis. Kejahatan tersebut juga semakin canggih karena kemajuan dan kebaruan teknologi. Tanggung jawab terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah tentu saja bukan tugas dari Bank Indonesia dan pihak Kepolisian semata, melainkan tugas dari seluruh lapisan masyarakat untuk secara bersama-sama memerangi kejahatan tersebut. Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah seharusnya tidak hanya dipandang sebagai kejahatan pemalsuan sebagaimana pemalsuan dokumen, sebab pemalsuan Uang Rupiah merupakan kejahatan yang berdampak luas, karena: a. Kekayaan korban dan kemampuannya untuk menggunakan uang menjadi hilang, sebab yang bersangkutan menjadi pemegang uang palsu yang tidak ada nilainya (kejahatan terhadap mata uang memiliki akibat langsung terhadap menurunnya kemampuan ekonomi korban); 14 Ibid, hlm. 33

27 b. Menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Uang Rupiah baik domestik maupun internasional; c. Mengganggu kestabilan ekonomi nasional. d. Menurunkan wibawa negara e. Menurunnya kepercayaan terhadap rupiah akan menimbulkan biaya ekonomi yang lebih besar yang harus ditanggung oleh negara, karena Bank Indonesia, memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. 15 Bank Indonesia perlu melakukan intervensi pasar dalam rangka memelihara kestabilan nilai rupiah dan hal tersebut membutuhkan biaya besar. Selain itu, Indonesia sebagai negara berkembang, yang pada saat ini daya beli sebagian besar masyarakatnya sangat lemah, penurunan kemampuan ekonomi masyarakat akibat Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah akan semakin memperburuk kondisi ekonomi masyarakat. Dampak ikutannya adalah menurunnya kredibilitas pemerintah di mata masyarakat karena pemerintah dapat dianggap tidak mampu melindungi kepentingan masyarakat. Penurunan kemampuan ekonomi masyarakat perlu mendapat perhatian yang serius, apalagi pada umumnya korban Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah adalah masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang rendah, misalnya pedagang kecil (warung/asongan). Apabila kelompok masyarakat tersebut mendapat uang palsu dari pembeli, hal tesebut tidak hanya menimbulkan kerugian sebesar jumlah uang palsu tersebut, tetapi dapat mengancam kelangsungan usahanya karena pedagang kecil/asongan pada umumnya tidak memiliki simpanan uang yang cukup untuk menutupi kerugian dimaksud. Perumusan Tindak Pidana terhadap mata uang dalam KUHP diatur dalam Pasal 244 252 KUHP, sebagai berikut: 15 Tim Perundang-Undangan dan Pengkajian Hukum, Paradigma Baru dalam Menghadapi Kejahatan Mata Uang (Pola Pikir, Pengaturan, dan Penegakan Hukum), Direktorat Hukum Bank Indonesia, Jakarta, 2005,hlm. 12

28 a. Perbuatan memalsukan mata uang; b. Perbuatan mengedarkan mata uang palsu; c. Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang palsu; d. Perbuatan merusak mata uang berupa perbuatan mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk diedarkan; e. Mengedarkan mata uang yang dirusak; f. Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang yang dikurangi nilainya; g. Perbuatan mengedarkan mata uang palsu atau dirusak; h. Membuat atau mempunyai persediaan bahan untuk pemalsuan uang; i. Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia keping-keping atau lembaran-lembaran perak tanpa ijin. Pengaturan Sanksi Pidana terhadap jenis-jenis Tindak Pidana tersebut dirumuskan dalam dua bentuk, yaitu perumusan sanksi secara tunggal (hanya satu jenis pidana saja, yaitu pidana penjara) dan secara alternatif, yaitu pidana penjara atau denda. Jenis sanksi pidana yang diancamkan selain pidana penjara dan denda juga ada sanksi perampasan uang palsu atau dirusak atau bahan-bahan yang digunakan untuk memalsukan uang dan pencabutan hak-hak terdakwa. Perumusan sanksi pidana secara tunggal diancamkan kepada pelaku pemalsuanan perusakan mata uang (butir a f), sedangkan Sanksi Pidana Alternatif diancamkan kepada pelaku yang mengedarkan dan menyimpan atau memasukkan bahan-bahan untuk pemalsuan Uang Rupiah (butir g i). Mengingat pengaturan Tindak Pidana Terhadap Mata Uang mempunyai fungsi perlindungan terhadap

29 kepentingan publik dalam hal ini kepentingan ekonomi masyarakat dan negara maka disamping pidana penjara penjatuhan pidana denda kepada pelaku Tindak Pidana mata uang sangat penting sebagai kompensasi dari kerugian yang ditimbulkan oleh Tindak Pidana tersebut. Sanksi pidana penjara dalam KUHP menganut sanksi penjara minimum umum dan maksimum umum, yaitu minimum 1 hari dan maksimum 15 tahun. D. Pengertian Anak Pengertian anak menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengatur bahwa anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Konsep anak menurut Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan YME, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

30 manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam UUD 1945 dan Konvensi PBB tentang Hak- Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi, perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Batas usia pertanggungjawaban pidana anak berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-VIII/2010, adalah perubahan batasan usia minimal pertanggungjawaban hukum bagi anak adalah 12 (dua belas) tahun maka Mahkamah berpendapat hal tersebut membawa implikasi hukum terhadap batas umur minimum bagi anak nakal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Anak yang menyatakan, Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. E.Keadilan Substantif Keadilan substantif terfokus atau berorientasi kepada nilai-nilai fundamental yang terkandung didalam hukum. Sehingga hal-hal yang menitikberatkan kepada aspek prosedural akan di nomorduakan. Secara teoritik, kedalilan substantif dibagi ke dalam empat bentuk keadilan, yakni kedailan distributif, keadilan retributif, kedilan komutatif, dan keadilan korektif. Kedilan distributif menyangkut pengaturan dasar segala sesuatu, buruk baik dalam mengatur masyarakat. Berdasarkan keadilan ini, segala sesuatu dirancang untuk menciptakan hubungan yang adil antara dua pihak/masyarakat. Prinsip pokok dalam keadilan distributif

31 adalah setiap orang harus mendapat/andil/kesempatan yang sama untuk memperoleh keadilan. 16 Alasan yang muncul keharusan ditegakannya keadilan substantif karena keadilan berdasarkan hukum tidak selalu terkait kepada ketentuan-ketentuan formalprosedural. Hal itulah yang kemudian menjadi acuan dalam diri hakim MK saat memberikan putusan pada setiap perkara yang masuk ke lembaganya. Sebagai lembaga yang mengawal konstitusi (the guardian of constitution) dan penafsir konstitusi, maka konsekwensinya menjamin hak-hak rakyat yang telah ditegaskan dalam konstitusi. Salah satu hak yang harus dijamin adalah rasa keadilan. Keadilan secara umum diartikan sebagai perbuatan atau perlakuan yang adil. Sementara adil adalah tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar. Keadilan menurut kajian filsafat adalah apabila dipenuhi dua prinsip, yaitu: pertama tidak merugikan seseorang dan kedua, perlakuan kepada tiap-tiap manusia apa yang menjadi haknya. Jika kedua prinsip ini dapat dipenuhi barulah itu dikatakan adil. 17 Pada praktiknya, pemaknaan keadilan dalam penanganan sengketa-sengketa hukum ternyata masih dapat diperdebatkan. Banyak pihak merasakan dan menilai bahwa lembaga pengadilan kurang adil karena terlalu syarat dengan prosedur, formalistis, kaku, dan lamban dalam memberikan putusan terhadap suatu sengketa. Agaknya faktor tersebut tidak lepas dari cara pandang hakim terhadap hukum yang amat kaku dan normatif-prosedural dalam melakukan konkretisasi 16 Mahfud M.D., Penegakan Keadilan di Pengadilan, http://mahfudmd.com 17 Sudarto. Op Cit. hlm. 64

32 hukum. Hakim semestinya menjadi seorang interpretator yang mampu menangkap semangat keadilan dalam masyarakat dan tidak terbelenggu oleh kekakuan normatif-prosedural yang ada dalam peraturan perundang-undangan, karena hakim bukan lagi sekedar pelaksana undang-undang. Artinya, hakim dituntut untuk memiliki keberanian mengambil keputusan yang berbeda dengan ketentuan normatif undang-undang, sehingga keadilan substansial selalu saja sulit diwujudkan melalui putusan hakim pengadilan, karena hakim dan lembaga pengadilan hanya akan memberikan keadilan formal. Keadilan substantif dimaknai keadilan yang diberikan sesuai dengan aturan hukum substantif, dengan tanpa melihat kesalahan-kesalahan prosedural yang tidak berpengaruh pada hak-hak substantif penggugat. Ini berarti bahwa apa yang secara formal-prosedural benar bisa saja disalahkan secara materiil dan substansinya melanggar keadilan. Demikian sebaliknya, apa yang secara formal salah bisa saja dibenarkan jika secara materiil dan substansinya sudah cukup adil (hakim dapat menoleransi pelanggaran procedural asalkan tidak melanggar substansi keadilan). Dengan kata lain, keadilan substantif bukan berarti hakim harus selalu mengabaikan bunyi undang-undang. Melainkan, dengan keadilan substantif berarti hakim bisa mengabaikan undang-undang yang tidak memberi rasa keadilan, tetapi tetap berpedoman pada formal-prosedural undang-undang yang sudah memberi rasa keadilan sekaligus menjamin kepastian hukum. 18 18 Sudarto. Op Cit. hlm. 65