BAB I PENDAHULUAN. yang makin bertambah dan makin padat, bangunan-bangunannya yang semakin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan arti teknis, atau dalam arti hasil dan dalam arti proses. Dalam arti yang

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2018

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 17 TAHUN 2017

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2016

STANDAR LABORATORIUM KOMPUTER SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya disebabkan oleh perbedaan dalam ketersediaan sumber daya alam,

BAB I PENDAHULUAN. sosio-ekonomi dan budaya serta interaksi dengan kota kota lain di sekitarnya. Secara

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ALIKOTA YO GYAKARTYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk memberi arah dan bimbingan bagi para pelaku sekolah dalam

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 048 TAHUN 2014 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

KAJIAN SEBARAN SPASIAL SEKOLAH SMP/MTs DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN (Suatu Studi Kasus Di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan)

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG MUATAN LOKAL KURIKULUM 2013

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG

EVALUASI KESESUAIAN JUMLAH PENDUDUK USIA SEKOLAH DAN FASILITAS PENDIDIKAN DI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2011 SKRIPSI

Indikator Sarana Prasarana Pendidikan

NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar. Jumlah penduduk dunia pada tahun 2010 menurut IDB (International

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... xi

BERITA NEGARA. No.256, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBDAYAAN. Dana Alokasi Khusus. Pendidikan Menengah. TA Petunjuk Teknis.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

KAJIAN KETERSEDIAAN DAN POLA DISTRIBUSI FASILITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/ SEDERAJAT DI KABUPATEN KARANGANYAR

KAJIAN JANGKAUAN PELAYANAN DAN KEBUTUHAN FASILITAS PENDIDIKAN DI KECAMATAN SINGKIL KABUPATEN ACEH SINGKIL

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 16

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 3 TAHUN 2017

BAB II DESKRIPSI ORGANISASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang terus mengalami perubahanperubahan

WALIKOTA BANJAR. PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32.a TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA SEKOLAH (APBS)

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 129a/U/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. berdiri di bawah naungan Diknas. SMA memiliki cita-cita agar output (keluaran)

Jurnal Geodesi Undip AGUSTUS 2015

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 2 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN SEKOLAH SWASTA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 069 TAHUN 2014

WALI KOTA METRO PERATURAN WALI KOTA METRO NOMOR TAHUN 2011 TENTANG. SISTEM ONLINE PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB) SMP/MTs, SMA/MA DAN SMK

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 2 TAHUN 2016

IV.GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Gedung Aji memiliki luas wilayah sekitar 114,47 km 2 beribukota di

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 41 Tahun 2014 Seri E Nomor 32 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG

BAB IV ANALISIS. Berikut adalah tabel program kebutuhan ruang pada proyek Sekolah Menengah Terpadu:

NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG

HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI RIAU TAHUN 2016

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, serta penegasan istilah.

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAN PEMBANGUNAN SARANA SANITASI BERBASIS SEKOLAH

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

2015 ANALISIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN JAMINAN PENDIDIKAN DAERAH WALIKOTA YOGYAKARTA,

C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 728 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN DAN PERUBAHAN SATUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemekaran wilayah merupakan suatu proses pemecahan wilayah, dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara merata dan berkesinambungan ( Sugiharto 2007). manusia maupun sarana dan prasarana penunjang yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Negara-negara sedang berkembang. Indnesia merupakan salah satu jiwa (Badan Pusat Statistik, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. penelitian ini mengenai implementasi KTSP dalam pemanfaatan laboratorium

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 13 TAHUN 2008 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG BADAN AKREDITASI PROVINSI SEKOLAH/MADRASAH TINGKAT PROVINSI JAWA TENGAH

pekanbarukota.bps.go.id

KEBIJAKAN- KEBIJAKAN PENDIDIKAN FORMAL. Rahmania Utari, M. Pd.

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. dengan jelas dan singkat pokok permasalahan. dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pengertian, fungsi, dan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 158 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara fisik, perkembangan suatu kota dapat dicirikan dari penduduknya yang makin bertambah dan makin padat, bangunan-bangunannya yang semakin rapat dan wilayah terbangun terutama pemukiman yang cenderung semakin luas, serta semakin lengkapnya fasilitas perkotaan yang mendukung kegiatan sosial dan ekonomi kota (Branch, 1996). Wilayah perkotaan memiliki peran sebagai pusat kegiatan masyarakat, baik itu kegiatan ekonomi, pendidikan, kesehatan, perdagangan, jasa dan masih banyak kegitan yang lainnya. Dengan peran besar yang dimiliki kota tersebut dibutuhkan suatu perencanaan wilayah perkotaan yang matang dan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh sebuah kota. Selain itu, wilayah kota merupakan pusat pertumbuhan penduduk dari suatu wilayah administrasi. Perkembangan jumlah penduduk pada daerah perkotaan yang disertai dengan peningkatan arus urbanisasi membawa perubahan besar pada kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan papan beserta fasilitas penunjangnya. Kebutuhan dasar tersebut terus meningkat secara alamiah seiring kompleksitasnya kebutuhan hidup bermasyarakat, seperti kebutuhan untuk aktifitas sosial, aktifitas ekonomi, dan aktifitas pelayanan umum. Fasilitas sosial yang merupakan bagian dari fasilitas kota memegang peranan penting bagi pertumbuhan aktivitas kota. Fasilitas merupakan aspek vital dalam kehidupan suatu kota, karena tanpa ketersediaan fasilitas yang cukup atau seimbang antara kebutuhan dengan pemenuhan, dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas kota, atau bahkan dapat 1

2 mempengaruhi perkembangan kota itu sendiri. Fasilitas menjadi sangat penting karena keberadaannya dapat mempengaruhi pembangunan kembali suatu kota dari keadaan yang terburuk (Yeates dan Garner,1980). Penyediaan fasilitas sosial merupakan salah satu permasalahan perkotaan, bahkan dapat dikatakan sebagai masalah nasional. Pada umumnya kabupaten/kota terus mengalami pertambahan jumlah penduduk yang besar. Pertambahan jumlah penduduk yang besar harus diimbangi dengan penyediaan berbagai fasilitas. Namun keadaan ini tidak seimbang dengan ketersediaan fasilitas perkotaan yang mencakup Pendidikan (SD, SMP, SMA), Kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu), Perekonomian (Pasar, Bank, Koperasi) ketersediaan fasilitas pelayanan tersebut berbeda di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota termasuk di Kota Dumai Kota dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Propinsi Riau. Kota Dumai berada 188 km dari Kota Pekanbaru dan memiliki sumber daya alam (SDA) yang sangat melimpah. Kota dumai merupakan daerah yang terus mengalami peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Khususnya pada sepuluh tahun terakhir meningkat dari 213.929 jiwa pada tahun 2004 menjadi 280.027 jiwa pada tahun 2013 (Badan Pusat Statistik, 2013). Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di Kota Dumai harus diimbangi dengan adanya fasilitas kota yang memadai untuk mencukupi kebutuhan penduduknya. Namun tidak jarang berbagai fasilitas kota yang tersedia belum mencukupi menyebabkan tidak seluruh penduduk dapat memenuhi kebutuhan fasilitas perkotaan serta fasilitas perkotaan yang belum dimanfaatkan secara optimal, karena fasilitas yang

3 dibangun melebihi dari kriteria yang dibutuhkan disebabkan karena jumlah penduduknya yang sedikit yang semestinya dapat dipergunakan seoptimal mungkin, sehingga mengakibatkan masih rendahya cakupan dan mutu pelayanan. ketersediaan fasilitas pendidikan yang dilihat dari 3 Indikator berdasarkan Permendiknas No. 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) yaitu satuan pendidikan, lahan dan prasarana. Sedangkan ketersediaan fasilitas kesehatan yang dilihat berdasarkan kriteria penentuan baku fasilitas pelayanan kesehatan menurut Muta Ali (2000), Teknik Analisis regional yaitu rasio jumlah unit fasilitas kesehatan terhadap jumlah penduduk. Berdasarkan data dari dinas pendidikan tahun 2013, Kota Dumai memiliki penduduk usia sekolah untuk tingkat SD sebanyak 34.693 jiwa dengan rentang usia 6-12 tahun, penduduk usia sekolah SMP sebanyak 11.318 jiwa dengan rentang usia 13-15 tahun, penduduk usia sekolah SMA sebanyak 11.032 jiwa dengan rentang usia 16-18 tahun. Peningkatan mutu kehidupan penduduk di suatu daerah salah satunya mencakup ketersedian fasilitas perkotaan yang meliputi fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan di wilayah tersebut. Dalam hal ini Kota Dumai memiliki 94 Sekolah Dasar, 31 Sekolah Menengah Pertama, dan 16 Sekolah Menengah Atas. Jumlah fasilitas perkotaan di Kota Dumai ini tentu saja berkaitan dengan besarnya jumlah penduduk di wilayah tersebut. Namun demikian keberadaan fasilitas perkotaan tersebut belum tentu dapat mengimbangi jumlah penduduknya yang

4 senantiasa bertambah seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu perlu dianalisis kesesuaian jumlah penduduk dengan fasilitas perkotaan di Kota Dumai tahun 2014. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah pertambahan jumlah penduduk di Kota Dumai yang semakin meningkat akibat dari pertumbuhan penduduk alami maupun perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi). Dengan bertambahnya penduduk tentunya akan menimbulkan masalah, yaitu ketersediaan fasilitas perkotaan yang belum seimbang antara kebutuhan dengan pemenuhan. Fasilitas perkotaan tersebut mencakup fasilitas pendidikan (SD, SMP, SMA), fasilitas kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu), dan fasilitas perekonomian (pasar, bank dan koperasi) serta kesesuaian jumlah penduduk dengan ketersediaan fasilitas perkotaan. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas serta mengingat luasnya permasalahan tentang ketersediaan fasilitas kota, agar masalah dalam penelitian ini lebih terarah dan jelas maka penulis membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti yaitu pada ketersediaan fasilitas kota meliputi fasilitas pendidikan (SD, SMP, SMA), fasilitas kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu), fasilitas ekonomi (Pasar, Bank dan Koperasi)

5 serta kesesuaian antara fasilitas perkotaan dengan jumlah penduduk di Kota Dumai tahun 2014. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kesesuaian jumlah penduduk dengan ketersediaan fasilitas pendidikan (SD, SMP, SMA) di Kota Dumai tahun 2014? 2. Bagaimana kesesuaian jumlah penduduk dengan ketersediaan fasilitas kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu) di Kota Dumai tahun 2014? 3. Bagaimana kesesuaian jumlah penduduk dengan ketersediaan fasilitas perekonomian (Pasar, Bank, Koperasi) di Kota Dumai tahun 2014? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kesesuaian jumlah penduduk dengan ketersediaan fasilitas pendidikan (SD, SMP, SMA) di Kota Dumai tahun 2014. 2. Untuk mengetahui kesesuaian jumlah penduduk dengan ketersediaan fasilitas kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu) di Kota Dumai tahun 2014.

6 3. Untuk mengetahui kesesuaian jumlah penduduk dengan ketersediaan fasilitas perekonomian (Pasar, Bank, Koperasi) di Kota Dumai tahun 2014. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat antara lain sebagai berikut : 1. Sebagai sumbangan pemikiran dan sumber ilmu pengetahuan, khususnya di bidang geografi. 2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak pemerintah daerah setempat dalam mengambil kebijaksanaan pembangunan fasilitas perkotaan yang akan dilaksanakan. 3. Menambah wawasan penulis dan cakrawala peneliti dalam menyusun karya ilmiah dalam bentuk skripsi. 4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin membahas permasalahan yang sama pada waktu dan tempat yang berbeda.