HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN MUSIK DISKOTIK DAN MASA KERJA DENGAN FUNGSI PENDENGARAN KARYAWAN DISKOTIK DI PONTIANAK TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN INTENSITAS KEBISINGAN DAN NILAI AMBANG DENGAR PEKERJA DI DISKOTIK CLOUD9, HOLLYWOOD, KOWLOON MANADO TAHUN 2015

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Keywords : Noise Intensity, Hearing Threshold Values, Ground Handling Labor

ABSTRAK. Pembimbing I : July Ivone,dr., M.K.K., MPd.Ked. Pembimbing II: Drs. Pinandojo Djojosoewarno,dr.,AIF.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PETUGAS GROUND HANDLING PT. GAPURA ANGKASA BANDARA ADI SOEMARMO BOYOLALI SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta

ABSTRAK HUBUNGAN TOTAL LAMA KERJA DENGAN STATUS PENDENGARAN PADA PENERBANG TNI AU

Volume 2 No. 5 April 2016 ISSN :

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata Kunci: Intensitas Kebisingan, Kelelahan Kerja, Tenaga Kerja Ground Handling

TINGKAT KEBISINGAN PETUGAS GROUND HANDLING DI BANDARA NGURAH RAI BALI

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per

PENGARUH PAPARAN BISING MESIN TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA DI BAGIAN PRODUKSI PT ALAS KUSUMA KABUPATEN KUBURAYA TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN

TINGKAT KEBISINGAN DAN TAJAM DENGAR PETUGAS GROUND HANDLING DI BANDARA NGURAH RAI BALI

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesehatan, aktivitas karyawan perlu dipertimbangkan berbagai potensi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

PENGARUH PAPARAN BISING TERHADAP AMBANG PENDENGARAN SISWA SMK NEGERI 2 MANADO JURUSAN TEKNIK KONSTRUKSI BATU BETON

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan di bidang industri dari industri tradisioal menjadi industri

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU

HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DENGAN FUNGSI PENDENGARAN PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI COLOMADU KARANGANYAR

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP PENURUNAN DAYA DENGAR PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI DESA BANGUN ASRI KARANG MALANG SRAGEN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado

Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : Kholid Ubaidilah NIM : J

HUBUNGAN DURASI TERPAPAR BISING DENGAN KEJADIAN NOISE INDUCED HEARING LOSS PADA PEKERJA PABRIK SPEAKER X DI PASURUAN

PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA BAGIAN WEAVING DI PT ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V10.i3 ( )

ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG

Hubungan Paparan Kebisingan Dengan Gangguan Pendengaran Pada Pekerja Industri Kerajinan Pandai Besi Di Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah penyebab utama dari penurunan pendengaran. Sekitar 15 persen dari orang

HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PEKERJA LAUNDRY RUMAH SAKIT KOTA MAKASSAR

NASKAH PUBLIKASI GAMBARAN PERSEPSI PEKERJA TENTANG RISIKO KECELAKAAN KERJA DI PT. PERTAMINA

STUDI APLIKASI ALAT PELINDUNG DIRI SEBAGAI FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN KARYAWAN UNIT PRODUKSI PT. SEMEN TONASA

STUDI HEARING LOSS TENAGA KERJA DAN MASYARAKAT DI WILAYAH BANDARA HASANUDDIN MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident

HALAMAN JUDUL UNIVERSITAS UDAYANA

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin

Suryani., Mulyadi, A., Afandi, D 2015 : 9 (1)

Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu, 26 September 2015 ISBN :

PENGARUH BISING TERHADAP AMBANG PENDENGARAN PADA KARYAWAN YANG BEKERJA DI TEMPAT MAINAN ANAK MANADO TOWN SQUARE

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN NILAI AMBANG DENGAR TENAGA KERJA DI BAGIAN PRODUKSI PT. PUTRA KARANGETANG POPONTOLEN MINAHASA SELATAN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci : intensitas kebisingan, nilai ambang dengar, tenaga kerja bagian produksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TIMBULNYA GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING PADA TENAGA KERJA DI PT

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui undang- undang No. 13

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN LAMA TINGGAL DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA MASYARAKAT YANG TERPAPAR BISING JALAN RAYA DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Erman, D., Sukendi., Suyanto 2014:8 (2)

Blood Pressure and Noise (Studies to Meubel Employees at Bukir Village, Gadingrejo District, Pasuruan City)

Hubungan kebisingan terhadap fungsi pendengaran pekerja mesin pembangkit listrik tenaga diesel di PLTD Suluttenggo kota Manado

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN DAN STATUS GIZI TERHADAP KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA DI PT. PUTRA NUGRAHA TRYAGAN

HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN ALAT DENGAR TELINGA DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

HUBUNGAN LAMA PAPARAN MONITOR KOMPUTER DENGAN KELUHAN COMPUTER VISION SYNDROME DI BPJS, SURAKARTA

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Abstract ASSOCIATION OF ATRIAL FIBRILLATION AND ISCHEMIC STROKE ANALYSIS FROM RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

PREVALENSI GANGGUAN PENDENGARAN PADA SISWA SMA SWASTA RAKSANA DI KOTA MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NOISE INDUCED HEARING LOSS DAN TINITUS PADA PEKERJA BENGKEL MESIN TERPAPAR BISING DI PT DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA

Program Konservasi Pendengaran (1) Hearing Conservation Program (1)

NOISE-INDUCED HEARING LOSS PADA MUSISI GEREJA SATU JAM SAJA (GSJS) SURABAYA

Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Gangguan Pendengaran pada Karyawan Tambang

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENDENGARAN DAN RADIUS RUMAH PADA WARGA MASYARAKAT DI SEKITAR PLTD SIANTAN HILIR. Naskah Publikasi

STUDI KEJADIAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA MASINIS UPT CREW KERETA API SOLO BALAPAN TAHUN 2012

HUBUNGAN KEBISINGAN TERHADAP TAJAM DENGAR DAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA DI DEPARTEMEN PRODUKSI PT. SAG KUPANG

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN STRES KERJA PADA PEKERJA KANTOR BANDARA DOMINI EDUARD OSOK SORONG

HUBUNGAN PENGGUNAAN EARPHONE DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA SISWA SMA NEGERI 9 MANADO.

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DAN MASA KERJA DENGAN STRES KERJA PEKERJA DI BAGIAN WINDING PT. BMSTI SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL).

Sahniriansa Sahionge,2013. Pembimbing I : Decky Gunawan,dr.,M.Kes.AIFO Pembimbing II : Endang Evacusiany,Dra.Apt.MS.AFK

BAB III METODE PENELITIAN. (PLTD) Telaga. Pemilihan lokasi bertujuan untuk melihat dampak sumber

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PENGGERGAJIAN KAYU

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1


Kualitas hidup lansia dengan gangguan pendengaran

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta

Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan Abstrak

DINASTI TUNGGAL DEWI J

Hubungan Antara Lama Kerja dengan Terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL) pada Masinis DAOP-IV Semarang

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT.INKA (PERSERO) MADIUN

Hubungan Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Pada Pekerja Lapangan PT. Gapura Angkasa Di Bandar Udara Sam Ratulangi, Manado.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

PENGARUH KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI DUSUN JAGALAN TEGALTIRTO BERBAH SLEMAN ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KARYA TULIS ILMIAH POLA ASUPAN KALSIUM PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Oleh: GAHYAATRI DEVWI A/P SABAPATHY

HUBUNGAN KENAIKAN BERAT BADAN IBU HAMIL DENGAN BERAT BAYI BARU LAHIR DI BPM R JATISRONO KARYA TULIS ILMIAH

PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER

Transkripsi:

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN MUSIK DISKOTIK DAN MASA KERJA DENGAN FUNGSI PENDENGARAN KARYAWAN DISKOTIK DI PONTIANAK TAHUN 2013 SANDY TAMBUNAN I11109015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA 2013

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN MUSIK DISKOTIK DAN MASA KERJA DENGAN FUNGSI PENDENGARAN KARYAWAN DISKOTIK DI PONTIANAK TAHUN 2013 Sandy Tambunan 1 ; Widi Raharjo 2 ; Mitra Handini 3 Intisari Latar Belakang. Gangguan pendengaran adalah gangguan sensoris yang paling sering terjadi dalam populasi manusia, mempengaruhi lebih dari 250 juta penduduk dunia. Pada tahun 2002 prevalensi gangguan pendengaran di Indonesia sebesar 4,2% dari populasi penduduk atau sekitar 9,3 juta penduduk. Salah satu penyebab gangguan pendengaran adalah kebisingan. Intensitas kebisingan musik diskotik sudah melewati nilai ambang batas (NAB) kebisingan yaitu 85 dba. Karyawan diskotik terpapar pada kebisingan tersebut sehingga berisiko mengalami gangguan pendengaran. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas kebisingan musik diskotik dan masa kerja dengan fungsi pendengaran karyawan diskotik di Pontianak tahun 2013. Metodologi. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di 2 diskotik di Pontianak, yaitu Diskotik Biztro Hotel Kapuas Palace dan Diskotik MGM Hotel Garuda. Sampel pada penelitian ini berjumlah 23 orang. Penelitian dilakukan dengan mengukur intensitas kebisingan, anamnesis, dan pemeriksaan fungsi pendengaran karyawan dengan menggunakan alat audiometer. Hasil. Intensitas tertinggi yang didapatkan dari hasil pengukuran kebisingan adalah sekitar 101,3 dba. Jumlah karyawan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sebanyak 4 orang (17,4%). Uji statistik Fisher menunjukkan intensitas kebisingan tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan fungsi pendengaran (p = 1) dan masa kerja juga tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan fungsi pendengaran (p = 0,26). Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara intensitas kebisingan dan masa kerja dengan fungsi pendengaran karyawan diskotik di Pontianak tahun 2013. Kata kunci: intensitas kebisingan, masa kerja, fungsi pendengaran, diskotik Keterangan 1) Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat. 2) Departemen Kesehatan Masyarakat, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat. 3) Departemen Fisiologi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat. 1

RELATION BETWEEN INTENSITY OF DISCOTHEQUE MUSIC NOISE AND WORKING PERIOD WITH HEARING FUNCTION AMONG DISCOTHEQUE EMPLOYEES IN PONTIANAK IN 2013 Sandy Tambunan 1 ; Widi Raharjo 2 ; Mitra Handini 3 Abstract Background. Hearing loss is the most common sensoric impairment found in human population, affects more than 250 million of world society. In 2002 prevalence of hearing loss in Indonesia was 4,2% of population or about 9,3 million people. One of the causes of hearing loss is exposure to intensity of noise. Discotheque music noise exceed noise threshold limit value (85 dba), so that discotheque employees are at risk of having hearing loss. Objective. The aim of this study was to assess the relation between intensity of discotheque music noise and working period with hearing function among discotheque employees in Pontianak in 2013. Method. This research was an analytic study with cross sectional design. The data was obtained from Biztro Discotheque of Kapuas Palace Hotel and MGM Discotheque of Garuda Hotel. Twenty three employees were included in this research. Noise intensity was measured by sound level meter, anamnesis was taken from the employees, and hearing function was assessed by audiometer. Result. The rate of highest noise intensity measured was 101,3 dba. Sensorineural hearing loss was found in 4 employees (17,4%). Fisher test showed no relation between noise intensity or working period with hearing function (p = 1 and p = 0,26, respectively). Conclusion. There was no significant relation between intensity of discotheque music noise and working period with hearing function among discotheque employees in Pontianak in 2013. Keywords: noise intensity, working period, hearing function, discotheque Notes 1) Medical School, Faculty of Medicine, Tanjungpura University, Pontianak, West Kalimantan. 2) Department of Public Health, Medical School, Faculty of Medicine, Tanjungpura University, Pontianak, West Kalimantan. 3) Department of Physiology, Medical School, Faculty of Medicine, Tanjungpura University, Pontianak, West Kalimantan. 2

PENDAHULUAN Fungsi pendengaran begitu penting dalam kehidupan manusia. Studi menunjukkan bahwa anak-anak dan dewasa dengan pendengaran terganggu memiliki kualitas hidup lebih rendah yang berhubungan dengan penurunan interaksi sosial, isolasi, perasaan terabaikan, depresi, dan kemungkinan fungsi kognitif yang terganggu 1. Gangguan pendengaran adalah gangguan sensoris yang paling sering ditemui dalam populasi manusia, mempengaruhi lebih dari 250 juta penduduk dunia 2. Pada tahun 2002 prevalensi gangguan pendengaran di Indonesia sebesar 4,2% dari populasi penduduk atau sekitar 9,3 juta penduduk 3. Salah satu penyebab gangguan pendengaran adalah kebisingan. Di Indonesia diperkirakan sedikitnya satu juta karyawan terancam kebisingan dan akan terus meningkat jumlahnya. Pada pertemuan konsultasi WHO-SEARO (South East Asia Regional Office) Intercountry Meeting, dinyatakan bahwa gangguan pendengaran akibat kebisingan merupakan penyebab gangguan pendengaran ketiga terbanyak di Indonesia 4. Menikmati hiburan di diskotik adalah salah satu alternatif rekreasi yang sering dipilih masyarakat. Intensitas kebisingan musik diskotik sudah melewati nilai ambang batas (NAB) kebisingan yaitu 85 dba 5. Karyawan diskotik terpapar pada kebisingan tersebut sehingga berisiko mengalami gangguan pendengaran 6. Diskotik yang masih aktif beroperasi di Pontianak menurut Dinas Pendapatan Daerah Kota Pontianak berjumlah 2 diskotik, yaitu Diskotik Biztro Hotel Kapuas Palace dan Diskotik MGM Hotel Garuda. Para karyawan di kedua diskotik ini berisiko mengalami gangguan fungsi pendengaran karena terpapar kebisingan yang tinggi selama 8 jam dalam sehari selama beberapa bulan bahkan tahun tanpa alat pelindung telinga. 3

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian apakah terdapat hubungan antara intensitas kebisingan musik diskotik dan masa kerja dengan fungsi pendengaran karyawan yang bekerja di diskotik tersebut. BAHAN DAN METODE Sebanyak 23 subjek penelitian berasal dari karyawan diskotik di Pontianak yang diambil pada bulan Mei-Juli 2013. Subjek penelitian yang diinklusikan ke dalam penelitian adalah seluruh subjek yang bersedia menjadi responden. Subjek penelitian yang berusia di atas 40 tahun, yang mengkonsumsi obat ototoksik, yang dalam masa cuti, yang tinggal di daerah yang terpapar dengan kebisingan tinggi, dan yang memiliki pekerjaan lain di lingkungan dengan kebisingan tinggi merupakan subjeksubjek penelitian yang dieksklusikan dalam penelitian ini. Subjek penelitian dikelompokkan ke dalam 2 kelompok berdasarkan fungsi pendengaran, yaitu kelompok yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural dan kelompok yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineuiral. Pemeriksaan fungsi pendengaran dilakukan dengan menggunakan audiometer. Pemeriksaan dilakukan pada rentang frekuensi 250-6000 Hz. Pada setiap frekuensi, operator mengatur volume suara yang dapat didengar oleh karyawan dan kemudian menurunkan volume suara perlahan-lahan sampai diperoleh ambang pendengaran yang konsisten. Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan pada beberapa titik yang mewakili tempat karyawan diskotik bekerja, meliputi tempat Disc Jockey (DJ), bartender, loket dan kasir. Pengukuran intensitas kebisingan masing-masing titik dilakukan selama 10 menit dengan menggunakan Sound Level Meter. Pencatatan intensitas kebisingan dilakukan setiap 5 detik dalam 10 menit tersebut. Jadi total pencatatan intensitas kebisingan 4

pada masing-masing titik adalah 120 kali kemudian dihitung nilai rata-rata intensitas kebisingan pada masing-masing titik Data dianalisis secara univariat dan bivariat. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Fisher. Analisis data dilakukan menggunakan program SPSS 20.0. Hipotesis (Ha) pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara intensitas kebisingan musik diskotik dan masa kerja dengan fungsi pendengaran karyawan diskotik di Pontianak. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Intensitas tertinggi yang didapatkan dari hasil pengukuran kebisingan adalah sekitar 101,3 dba yaitu di lokasi kasir Diskotik Biztro. Nilai tingkat kebisingan di masing-masing titik dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Diskotik di Pontianak Tahun 2013 Lokasi Intensitas Kebisingan (dba) Jumlah Diskotik Biztro Diskotik MGM Sampel DJ 98,0 100,6 0 Bartender 99,9 98,9 17 Kasir 101,3 98,9 5 Loket 67,9 59,5 1 Pemeriksaan audiometri dilakukan pada 23 orang karyawan. Setelah melakukan interpretasi hasil pemeriksaan maka diketahui bahwa jumlah karyawan yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sebanyak 19 orang dan jumlah karyawan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sebanyak 4 orang. Hasil pemeriksaan audiometri karyawan yang bekerja di diskotik dapat dilihat pada tabel 2. 5

Tabel 2. Distribusi Fungsi Pendengaran Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Audiometri Karyawan Diskotik di Pontianak Tahun 2013. Hasil pemeriksaan audiometri Jumlah Persentase Tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural Mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural 19 82,6% 4 17,4% Total 23 100% Berdasarkan pengukuran kebisingan pada lokasi kerja masing-masing karyawan yang bekerja di diskotik maka diketahui dari 23 orang karyawan yang diperiksa, karyawan yang bekerja di lokasi dengan intensitas kebisingan < 85 dba sebanyak 1 orang dan karyawan yang bekerja di lokasi dengan intensitas kebisingan 85 dba sebanyak 22 orang. Distribusi jumlah karyawan berdasarkan intensitas kebisingan yang diterimanya di masing-masing lokasi kerja dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Intensitas Kebisingan Diskotik di Pontianak Tahun 2013. Intensitas Jumlah Persentase < 85 dba 1 4,3% 85 dba 22 95,7% Total 23 100% Berdasarkan data masa kerja karyawan yang diperoleh melalui wawancara, maka diketahui dari 23 orang karyawan yang diperiksa, karyawan yang masa kerjanya < 5 tahun sebanyak 14 orang, sedangkan karyawan yang masa kerjannya sudah 5 tahun sebanyak 9 orang. Distribusi jumlah karyawan berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada tabel 4. 6

Tabel 4. Distribusi Masa Kerja Karyawan Diskotik di Pontianak Tahun 2013. Masa kerja Jumlah Persentase < 5 Tahun 14 60,9% 5 Tahun 9 39,1% Total 23 100% Hubungan antara intensitas kebisingan dan fungsi pendengaran Melalui pemeriksaan audiometri terhadap fungsi pendengaran dan pengukuran intensitas kebisingan di masing-masing lokasi kerja karyawan di diskotik, diketahui dari 23 orang karyawan yang diperiksa, karyawan yang bekerja di lokasi dengan intensitas kebisingan < 85 dba yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sebanyak 1 orang dan tidak ada karyawan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural. Karyawan yang bekerja di lokasi dengan intensitas 85 dba yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sebanyak 18 orang dan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sebanyak 4 orang. Distribusi jumlah karyawan berdasarkan hubungan intensitas kebisingan dengan fungsi pendengaran dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Distribusi Berdasarkan Intensitas Kebisingan dengan Fungsi Pendengaran Karyawan Diskotik di Pontianak Tahun 2013 Intensitas Tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran Mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sensorineural < 85 dba 1 (5,3%) 0 (0%) 85 dba 18 (94,7%) 4 (100%) Total 19 (100%) 4 (100%) Melalui tabel di atas diketahui bahwa karyawan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural paling banyak pada karyawan yang bekerja di lokasi dengan intensitas kebisingan 85 dba 7

yaitu sebanyak 100%. Berdasarkan uji statistik Fisher terhadap hubungan antara intensitas kebisingan dengan fungsi pendengaran didapatkan hasil tidak terdapat hubungan yang bermakna antara intensitas kebisingan dengan fungsi pendengaran (p=1). Diagram yang menunjukkan hubungan antara intensitas kebisingan dan fungsi pendengaran ditunjukkan pada gambar 1. jumlah 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 94,7 % 5,3% 100% 0% tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural fungsi pendengaran mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural < 85 dba 85 dba Gambar 1. Diagram Hubungan antara Intensitas Kebisingan dan Fungsi Pendengaran Hubungan antara masa kerja dan fungsi pendengaran Melalui pemeriksaan audiometri terhadap fungsi pendengaran dan riwayat masa kerja di diskotik, diketahui dari 23 orang karyawan yang diperiksa, karyawan yang masa kerjanya < 5 tahun yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sebanyak 13 orang dan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sebanyak 1 orang. Karyawan yang masa kerjanya 5 tahun yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sebanyak 6 orang dan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sebanyak 3 orang. Distribusi jumlah karyawan berdasarkan hubungan masa kerja dengan fungsi pendengaran dapat dilihat pada tabel 6. 8

Tabel 6. Distribusi Berdasarkan Masa Kerja dengan Fungsi Pendengaran Karyawan Diskotik di Pontianak Tahun 2013 Masa Kerja Tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran Mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sensorineural < 5 Tahun 13 (68,4%) 1 (25%) 5 Tahun 6 (31,6%) 3 (75%) Total 19 (100%) 4 (100%) Melalui tabel di atas diketahui bahwa karyawan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural paling banyak pada karyawan yang bekerja 5 tahun yaitu sebanyak 75%. Berdasarkan uji statistik Fisher terhadap hubungan antara masa kerja dengan fungsi pendengaran didapatkan hasil tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan fungsi pendengaran (p=0,26). Diagram yang menunjukkan hubungan antara masa kerja dan fungsi pendengaran ditunjukkan pada gambar 2. 14 12 10 jumlah 8 6 68,4% 4 2 0 31,6% tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural 25% 75% mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural < 5 tahun 5 tahun fungsi pendengaran Gambar 2. Diagram Hubungan antara Masa Kerja dan Gangguan Fungsi Pendengaran 9

PEMBAHASAN Sumber kebisingan di diskotik adalah pengeras-pengeras suara yang menghasilkan bunyi musik dengan intensitas yang tinggi. Pada penelitian ini kebisingan diukur di beberapa titik, yaitu DJ (Disc Jockey), bartender, kasir, dan loket. Berdasarkan pengukuran intensitas kebisingan di beberapa titik tersebut didapatkan intensitas kebisingan di semua lokasi, kecuali di ruang loket, mencapai lebih dari 85 dba, yaitu berkisar dari 98 dba hingga 101,3 dba. Intensitas tertinggi yaitu di lokasi kasir Diskotik Biztro yaitu 101,3 dba. Lokasi ini merupakan lokasi yang dekat dengan pengeras suara diskotik. Intensitas kebisingan tersebut telah melebihi nilai ambang batas bagi karyawan yang terpapar kebisingan dalam waktu 8 jam setiap harinya menurut lampiran II Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Sumber kebisingan berasal dari pengeras suara diskotik yang tersebar di dalam diskotik. Kebisingan tersebut diperburuk oleh kondisi ruangan yang tertutup sehingga bunyi terperangkap di dalam dan membahayakan fungsi pendengaran baik karyawan maupun pengunjung. Loket diskotik sendiri memiliki kebisingan yang tidak tinggi, yaitu < 85 dba karena ruangan loket terpisah dengan ruangan diskotik. Setelah dilakukan pemeriksaan audiometri, hasil pemeriksaan diinterpretasikan untuk menilai apakah karyawan mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural atau tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural. Berdasarkan pemeriksaan fungsi pendengaran dengan audiometer pada 23 orang karyawan diketahui bahwa jumlah karyawan yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sebanyak 19 orang (82,6%) dan jumlah karyawan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sebanyak 4 orang (17,4%). Gangguan fungsi pendengaran sensorineural tersebut terjadi karena para karyawan terpapar kebisingan di atas 85 dba selama 8 jam perhari tanpa alat perlindungan telinga. Paparan kebisingan 10

dengan intensitas tinggi yang terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel rambut pada organ Corti yang terdapat pada telinga dalam. Pada penelitian ini jumlah karyawan yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural lebih banyak daripada karyawan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural. Karyawan yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural sebanyak 19 orang yang terdiri dari karyawan yang fungsi pendengarannya normal, yaitu sebanyak 9 orang dan karyawan yang mengalami tuli konduktif, yaitu sebanyak 10 orang. Banyaknya karyawan yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural terjadi karena masa kerja karyawan yang rata-rata masih di bawah 20 tahun. Selain karena faktor paparan intensitas kebisingan yang tinggi, terjadinya gangguan fungsi pendengaran akibat kerja memerlukan paparan kebisingan dalam jangka waktu yang lama. Menurut penelitian Yadnya et al. 7 pada karyawan yang bekerja di ground handling Bandara Ngurah Rai Bali, hubungan yang bermakna antara masa kerja dan fungsi pendengaran karyawan baru terlihat setelah paparan kebisingan minimal selama 20 tahun. Hubungan antara intensitas kebisingan dan fungsi pendengaran Intensitas adalah ukuran tingkat suara 8. Intensitas menentukan derajat kebisingan, semakin tinggi tingkat kebisingan semakin tinggi risiko terjadinya penurunan pendengaran 9. Berdasarkan tabel 5. diketahui gangguan fungsi pendengaran sensorineural mempunyai persentase kejadian yang lebih besar pada lokasi dengan intensitas 85 dba bila dibandingkan dengan karyawan yang bekerja dengan intensitas kebisingan < 85 dba, sedangkan karyawan yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural juga mempunyai persentase kejadian yang lebih besar pada lokasi dengan intensitas 85 dba 11

dibandingkan dengan karyawan yang bekerja dengan intensitas kebisingan < 85 dba. Berdasarkan diagram hubungan antara intensitas kebisingan dan fungsi pendengaran yang ditunjukkan pada gambar 4.1. terlihat pada lokasi dengan intensitas kebisingan < 85 dba terdapat karyawan yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural dan tidak ada karyawan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural. Sedangkan pada lokasi dengan intensitas kebisingan 85 dba terdapat karyawan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural dengan jumlah karyawan yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural lebih banyak dibandingkan dengan karyawan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural. Berdasarkan uji statistik Fisher diketahui nilai p = 1 (p > 0,05) sehingga Ha ditolak yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna pada kejadian gangguan fungsi pendengaran sensorineural antara karayawan yang bekerja pada lokasi dengan intensitas kebisingan < 85 dba dan yang bekerja pada lokasi dengan intensitas kebisingan 85 dba. Penelitian Lee 10 membandingkan fungsi pendengaran antara responden yang bekerja di diskotik lokal di Singapura dengan intensitas kebisingan > 85 dba dan responden lain yang terpapar kebisingan < 85 dba. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa secara statistik prevalensi gangguan fungsi pendengaran sensorineural pada kelompok responden yang bekerja di diskotik lebih tinggi (41,9%) daripada kelompok kontrol (13,5%). Hal tersebut menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna pada kejadian gangguan fungsi pendengaran sensorineural antara kelompok yang terpapar kebisingan dengan intensitas > 85 dba dan kelompok yang terpapar kebisingan dengan intensitas < 85 dba. 12

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Lee tersebut karena pada penelitian ini didapatkan sedikit jumlah sampel karyawan yang bekerja di lokasi < 85 dba, yaitu hanya 1 orang. Walaupun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna pada kejadian gangguan fungsi pendengaran antara karyawan yang bekerja pada lokasi dengan intensitas kebisingan < 85 dba dan karyawan yang bekerja pada lokasi dengan intensitas kebisingan 85 dba, namun secara teori disebutkan bahwa semakin tinggi tingkat kebisingan semakin tinggi risiko terjadinya penurunan pendengaran 9. Hubungan antara masa kerja dan fungsi pendengaran Berdasarkan tabel 6. dan diagram hubungan antara masa kerja dan fungsi pendengaran yang ditunjukkan pada gambar 2. dapat diketahui bahwa persentase karyawan yang tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural lebih besar pada karyawan yang masa kerjanya < 5 tahun dibandingkan pada karyawan yang masa kerjanya 5 tahun. Sedangkan persentase karyawan dengan gangguan fungsi pendengaran sensorineural lebih besar pada karyawan yang masa kerjanya 5 tahun daripada karyawan yang masa kerjanya < 5 tahun. Berdasarkankan diagram tersebut tampak dengan jelas peningkatan persentase karyawan yang mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural pada karyawan yang masa kerjanya 5 tahun. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin lama sesorang bekerja di lingkungan bising, maka semakin tinggi seseorang memiliki kemungkinan mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural 9. Berdasarkan uji statistik Fisher diketahui nilai p = 0,26 (p > 0,05) sehingga Ha ditolak yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna pada kejadian gangguan fungsi pendengaran antara karyawan yang bekerja < 5 tahun dan yang sudah bekerja 5 tahun. 13

Serupa dengan penelitian Joneri 4 yang meneliti karyawan yang bekerja di Apron Bandara Supadio Pontianak, diketahui karyawan yang masa kerjanya 5 tahun, 62,5% karyawan mengalami gangguan fungsi pendengaran dan 37,5% karyawan masih memiliki fungsi pendengaran yang normal, sedangkan karyawan yang masa kerjanya < 5 tahun diketahui terdapat 40,9% karyawan mengalami gangguan fungsi pendengaran dan 59,1% karyawan mempunyai fungsi pendengaran normal. Pada penelitian tersebut didapatkan kesimpulan tidak terdapat hubungan yang bermakna pada kejadian gangguan fungsi pendengaran antara karyawan yang bekerja < 5 tahun dan yang bekerja 5 tahun. Serupa pula dengan penelitian Pratignyowati 9 yang meneliti karyawan yang bekerja di Apron Bandara Sukarno-Hatta Jakarta, diketahui karyawan yang masa kerjanya selama 5 tahun, 27,78% karyawan mengalami gangguan fungsi pendengaran dan 72,22% karyawan memiliki fungsi pendengaran normal, sedangkan karyawan yang masa kerjanya < 5 tahun diketahui terdapat 28,57% karyawan mengalami gangguan fungsi pendengaran dan 71,43% karyawan memiliki fungsi pendengaran normal. Pada penelitian tersebut didapatkan kesimpulan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada gangguan fungsi pendengaran antara karyawan yang bekerja < 5 tahun dan yang sudah bekerja 5 tahun. Tana et al. 11 melakukan penelitian pada karyawan perusahaan baja di Pulau Jawa. Perusahaan baja tersebut memiliki intensitas kebisingan sebesar 88,3-112,8 dba. Berdasarkan penelitian tersebut, karyawan yang masa kerjanya 20 tahun, 61% karyawan mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural dan 39% karyawan tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural. Karyawan yang masa kerjanya 10-19 tahun, 44% karyawan mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural dan 56% karyawan tidak mengalami gangguan pendengaran sensorineural. Karyawan yang masa kerjanya < 10 tahun, 29% karyawan mengalami gangguan fungsi pendengaran 14

sensorineural dan 71% karyawan tidak mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural. Pada penelitian tersebut didapatkan hubungan yang bermakna pada kejadian gangguan fungsi pendengaran sensorinueural antara karyawan yang bekerja < 10 tahun, 10-19 tahun, dan 20 tahun. Gangguan fungsi pendengaran sensorineural pada masa kerja 20 tahun berbeda bermakna dibandingkan dengan masa kerja 10-19 tahun (p=0,005), sedangkan gangguan fungsi pendengaran sensorineural pada masa kerja 10-19 tahun tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan masa kerja <10 tahun (p=0,16). Karyawan yang bekerja 20 tahun memiliki risiko mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural 3,84 kali lebih besar dibandingkan karyawan dengan masa kerja < 10 tahun. Menurut penelitian Yadnya et al. 7 pada karyawan yang bekerja di ground handling Bandara Ngurah Rai Bali, pada karyawan dengan masa kerja > 20 tahun, 77,3% karyawan mengalami gangguan fungsi pendengaran dan 22,7% karyawan memiliki fungsi pendengaran normal, sedangkan pada karyawan dengan masa kerja 20 tahun, 37,5% karyawan mengalami gangguan fungsi pendengaran dan 62,5% karyawan memiliki fungsi pendengaran normal. Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna pada kejadian gangguan fungsi pendengaran antara karyawan dengan masa kerja > 20 tahun dan karyawan dengan masa kerja 20 tahun. Kelima penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna pada kejadian gangguan fungsi pendengaran antara karyawan yang bekerja < 20 tahun dan yang bekerja > 20 tahun, namun tidak terdapat hubungan yang bermakna pada kejadian gangguan fungsi pendengaran antara karyawan dengan masa kerja < 5 tahun dan karyawan dengan masa kerja 5. Dengan kata lain, hubungan yang bermakna baru terlihat setelah paparan kebisingan minimal selama 20 tahun. 15

Walaupun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna pada kejadian gangguan fungsi pendengaran antara karyawan dengan masa kerja < 5 tahun dan karyawan dengan masa kerja 5 tahun, namun secara teori dikatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja pada tempat dengan paparan bising, maka akan semakin tinggi kemungkinan orang itu mengalami gangguan fungsi pendengaran 9. KESIMPULAN Lokasi kerja yang memiliki intensitas kebisingan tertinggi adalah kasir Diskotik Biztro dengan intensitas rata-rata sebesar 101,3 dba. Karyawan di Diskotik Biztro dan Diskotik MGM memiliki rentang masa kerja 1 bulan hingga 10 tahun. Berdasarkan pemeriksaan fungsi pendengaran dengan menggunakan audiometer, diketahui 17,4% atau 4 orang karyawan mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural. Berdasarkan uji statistik Fisher, intensitas kebisingan tidak mempunyai hubungan yang bermakna terhadap fungsi pendengaran, dengan nilai p = 1 (p > 0,05) dan masa kerja di lingkungan bising tidak mempunyai hubungan yang bermakna terhadap fungsi pendengaran, dengan nilai p = 0,26 (p > 0,05). DAFTAR PUSTAKA 1. Daniel, E., 2007, Noise and Hearing Loss: a review, J Sch Health, 77:225-231. 2. Mathers, C; Smith, A; Concha, M; 2003, Global Burden of Hearing Loss in The Year 2000, WHO (Ed), Global Burden of Disease. Geneva: WHO. 3. World Health Organization (WHO), 2007, Situation Review and Update on Deafness, Hearing Loss and Intervention Programmes, WHO, New Delhi. 4. Joneri, A., 2012, Pengaruh Faktor-faktor Paparan Bising Mesin Pesawat Terbang Terhadap Gangguan Kemampuan Pendengaran pada Karyawan yang Bekerja di Apron Bandara Supadio Pontianak 16

pada Bulan Januari 2011, Universitas Tanjungpura, Fakultas Kedokteran, Pontianak, (Skripsi). 5. Suma mur, 2009, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Sagung Seto, Jakarta. 6. Lawrence, N. and Turrentine, A., 2008, Examination of Noise Hazards for Employees in Bar Environments, Journal of SH&E Research, 5(3):1-10. 7. Yadnya, I; Putra, N; Aryanta, I; 2008, Tingkat Kebisingan dan Tajam Dengar Petugas Ground Handling di Bandara Ngurah Rai Bali, Ecotrophic, 4(2):97-100. 8. Jeyaratnam, J; Koh, D., 2009, Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja, EGC, Jakarta. 9. Pratignyowati, 2004, Survey Penurunan Kemampuan Pendengaran Karena Kepaparan Bising di PT (Persero) Angkasa Pura II Bandara Soekarno Hatta, Universitas Indonesia, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Depok, (Tesis). 10. Lee, 1999, A Study of The Noise Hazard to Employees in Local Discotheques, Singapore Med J, 40(9):571-4. 11. Tana, L; Halim, F; Ghani, L; Delima; 2002, Gangguan Pendengaran Akibat Bising pada Pekerja Perusahaan Baja di Pulau Jawa, J Kedokter Trisakti, 21(3). 17

18