EFEKTIVITAS MENDENGAR CERITA FIKSI TERHADAP PENINGKATAN KREATIVITAS VERBAL ANAK

dokumen-dokumen yang mirip
EFEKTIVITAS PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS VERBAL PADA MASA ANAK SEKOLAH SKRIPSI

PENGARUH KEGIATAN SENI RUPA DI SEKOLAH DASAR TERHADAP KREATIVITAS ANAK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas pendidikan. daya manusia dan merupakan tanggung-jawab semua pihak, baik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai bakat kreatif tertentu yang dibawa sejak lahir.

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang pula. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dari media internet ketimbang harus membaca.kecenderungan ini ternyata

kreatif yang dimiliki oleh anak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki sebuah proyek dari sudut pandang yang tidak biasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu

Kemampuan berpikir kreatif mendapatkan perhatian yang cukup besar dalam bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan suatu dinamika proses yang mengacu kepada halhal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. globalisasi ini, karena yang dibutuhkan bukan hanya sumber daya manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia sepanjang hidupnya dan dapat terjadi kapan di mana saja, proses

BAB I PENDAHULUAN. jasmani, rohani (moral atau spritual), motorik, akal pikiran, emosional, sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu TPA, Playgroup dan PAUD sejenis (Posyandu). Pendidikan formal yaitu. Taman Kanak-kanak (TK) maupun Raudhatul Athfal (RA).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI DENGAN METODE FIELD TRIP PADA SISWA KELAS VB SD NEGERI GEMOLONG 1 TAHUN AJARAN 2009/2010

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia

JURNAL PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2005: 461).

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pada bab-bab terdahulu, terdapat tiga kesimpulan pokok yang dapat diungkapkan

METODE PENGENALAN BAHASA UNTUK ANAK USIA DINI*

BAB I PENDAHULUAN. ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak

I. PENDAHULUAN. suatu konsep baru (Semiawan, 2009: 44). Menurut Munandar (2009: 12),

PERANAN METODE PEMBERIAN TUGAS MEWARNAI GAMBAR DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK DI KELOMPOK B TK JAYA KUMARA DESA BALINGGI JATI

Created by Neevia Document Converter trial version

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan persaingan hidup yang semakin tinggi. Tanpa pendidikan sama sekali

BAB I PENDAHULUAN. berperan bagi perkembangan anak. Menurut Gagner dalam Multiple

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi suatu dasar dan kebutuhan dari hidup seseorang, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan berpikir kreatif sehingga mampu memecahkan permasalahan dan

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain baik yang lebih muda usianya, teman sebaya. Kanak-kanak kelompok B antara 5 6 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. hidup sehingga pendidikan bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan potensi sumber daya manusia serta penerus cita-cita perjuangan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik, akal

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak didik dikaruniai potensi kreatif sejak lahir. Hal ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan usia yang sangat baik bagi anak-anak untuk. mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Prof. Dr.

BAB I PENDAHULUAN. mengarahkan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik. Berbagai. Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan salah satu bidang kajian pembelajaran Bahasa

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang tepat bagi anak sejak masa usia dini. aspek perkembangan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0486/UI/1992 tentang Taman Kanak-

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Pendidikan Taman Kanak-Kanak memiliki peran yang sangat penting

HALAMAN PERSETUJUAN ARTIKEL. : Peningkatan Kreativitas Anak Melalui Pemanfaatan Bahan Sisa Kardus Bekas Taman Kanak- Kanak Padang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis untuk menganalisis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah Tunas harapan bangsa. Mereka ibarat bunga yang tengah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kemampuan untuk berbuat dan belajar pada masa-masa berikutnya. Rentangan

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAVI DAN RME PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK DITINJAU DARI KREATIVITAS BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan

PENERAPAN IPTEKS. Nasriah

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya diikuti oleh perkembangan anak setelah dilahirkan dan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. aspek fisik dan non fisik. Secara alamiah, perkembangan anak berbeda-beda, baik

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek BAB 1 PENDAHULUAN

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

PENINGKATAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK MELALUI BERMAIN PERAN DI TAMAN KANAK-KANAK SYUKRILLAH AGAM. Azwinar

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. produktif yang memiliki potensi untuk berkembang. Dalam kehidupan

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MENULIS CERITA PENDEK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Endang Permata Sari, 2014

BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI

KEMAMPUAN RECALL MEMORY DITINJAU DARI METODE BELAJAR VISUAL DAN METODE BELAJAR AUDIO PADA ANAK-ANAK S K R I P S I

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP

BAB II LANDASAN TEORI

UPAYA MENGEMBANGKAN KREATIFITAS ANAK MELALUI BERMAIN BALOK DI TK. PGRI 1 KANDANGSAPI, JENAR, SRAGEN TAHUN 2014 / 2015 NASKAH PUBLIKASI

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Juwita Mega Ningsih, 2015 Meningkatkan Kreativitas Menari Anak D engan Menggunakan Properti Tari

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana ia memperoleh pendidikan, perlakuan, dan. kepengasuhan pada awal-awal tahun kehidupannya (Santoso, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Anak memiliki kharakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan keterampilan dasar

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa dalam mata pelajaran bahasa

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBAHASA MELALUI NYANYIAN/LAGU BAGI ANAK USIA DINI

UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI PERMAINAN BALOK DI TK PELANGI NUSA KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi dan kenyataan bahwa kreativitas masyarakat yang rendah pada

UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

EFEKTIVITAS MENDENGAR CERITA FIKSI TERHADAP PENINGKATAN KREATIVITAS VERBAL ANAK SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun Oleh : NUR ATHIATUL MAULA F 100 040 240 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir masa kanak-kanak (late childhood) berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Banyak ahli psikologi menamakan masa akhir kanak-kanak sebagai usia kreatif, karena pada masa ini berkembang kemampuan dalam hal kegiatan-kegiatan yang orisinal (Hurlock, 1996). Pemikiran kreatif atau sering disebut sebagai berpikir divergen perlu dilatih, karena membuat anak lancar dan luwes (fleksibel) dalam berpikir, mampu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, dan mampu melahirkan banyak gagasan (Munandar, 1999b). Bakat kreatif sesungguhnya dimiliki setiap anak, tetapi perkembangan bakat kreatif ini sangat tergantung pada lingkungan dimana anak berada. Lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bakat kreatif adalah lingkungan yang memberi keamanan dan kebebasan psikologis pada anak untuk berkembang, baik kemampuan kognisi, kemampuan afeksi, maupun kemampuan psikomotoriknya secara bersamasama. Lingkungan harus mampu memberi kesempatan pada anak untuk mendapatkan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan atau motivasi agar bakat kreatif itu dapat terwujud (Munandar, 1999a). 1

2 Lingkungan yang diharapkan mampu mewujudkan kreativitas anak adalah keluarga dan sekolah. Sekolah diharapkan mampu memberi suasana pendidikan untuk mengembangkan bakat kreatif anak, tetapi pada kenyataannya, sekolah hanya mengoptimalkan salah satu aspek saja. Lebih lanjut Munandar (1999a) menjelaskan bahwa di sekolah, yang dilatih adalah pengetahuan, kemampuan berpikir logis, atau penalaran, dan hafalan saja. Gowan dan Erikson (dalam Goleman, 1997) menjelaskan bahwa pembebanan otak dengan pengetahuan hafalan, latihan ulangan, drill yang berlebihan akan menjadikan anak tidak berpikir kreatif, sehingga mempengaruhi pola pikir menjadi konvergen yaitu bentuk pemikiran yang terfokus pada satu jawaban yang paling tepat terhadap suatu persoalan atau masalah, padahal dalam memecahkan suatu masalah dibutuhkan cara berpikir kreatif yang membawa seseorang menemukan metode atau cara baru. Berk (2003) juga mengatakan pada saat usia sekolah dasar, anak diharapkan dapat lebih kritis dalam melihat ide-ide baru yang orisinal, akan tetapi pada kenyataannya potensi kreativitas tersebut cenderung menurun saat anak masuk sekolah dasar, karena pengajaran disekolah dasar terlalu menekankan pada penyelesaian tugas-tugas yang mengharuskan siswa mencari satu jawaban benar (berpikir konvergen), sementara kemampuan berpikir divergen atau kreatif, yaitu menjajaki berbagai kemungkinan jawaban atas suatu masalah jarang diperhatikan. Hal tersebut menyebabkan kemampuan kreativitas anak menurun.

3 Penyediaan lingkungan yang merangsang berkembangnya kreativitas belum optimal, sehingga peserta didik belum sepenuhnya mengaktualisasikan diri lewat kreativitas. Hal tersebut menyebabkan rendahnya kreativitas sumber daya manusia di Indonesia. Daulat T. Tampubolon, anggota Tim Manajemen Mutu Terpadu Higher Education Development Support DIKTI mengemukakan bahwa kreativitas dan kemandirian siswa sekarang ini berkembang lambat. Hal ini dikarenakan sistem pendidikan yang senantiasa bergantung pada pendidik. (Prayitno, 2001). Fakta tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hans Jellen dari Universitas Utah, AS dan Klaus Urban dari Universitas Hannover, Jerman bulan Agustus 1987 terhadap anak-anak berusia 10 sampai 12 tahun (dengan sampel 50 anak-anak di Jakarta). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat kreativitas anak-anak Indonesia adalah terendah diantara anak-anak seusianya dari 8 negara lainnya. Berturut-turut dari skor tertinggi sampai terendah adalah Filipina, AS, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia (Djunaedi, 2005). Kreativitas merupakan salah satu faktor penting yang dapat menunjang bagi masa depan anak. Anak yang kreatif diharapkan mampu menciptakan ide-ide baru, memiliki daya imajinasi yang baik serta memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Kreativitas merupakan proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan, menilai dan meguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan hasilnya. Melalui kreativitas, anak diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam

4 memecahkan masalah yang dihadapi sehingga akan muncul ide-ide kaya yang progresif dan divergen sehingga pada akhirnya dapat bersaing dalam kompetisi global yang selalu berubah (Thohar, dalam http://www.pendidikannetwork.com). Kreativitas merupakan kemampuan untuk membuat kombinasi baru yang berdasarkan data informasi atau unsur-unsur yang ada. Pengertian kreativitas tidak hanya kemampuan untuk bersikap kritis pada dirinya sendiri melainkan untuk menciptakan hubungan yang baik antara dirinya dengan lingkungan dalam hal material, sosial, dan psikis (Munandar, 1999b). Lebih lanjut Hurlock (1992) menjelaskan bahwa kreativitas merupakan proses mental yang dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda, dan orisinal. Hurlock menambahkan kreativitas menekankan pada pembuatan sesuatu yang baru dan berbeda. Kreativitas juga tidak selalu menghasilkan sesuatu yang dapat diamati dan dinilai. Kreativitas anak berkembang hari demi hari dengan cara mempelajari hal-hal baru di sekelilingnya, salah satunya interaksi terhadap teman sebaya. Proses interaksi tersebut memberikan kesempatan kepada anak untuk banyak bicara, sebab dengan berbicara anak menunjukkan seberapa besar kemampuannya dalam berkomunikasi dengan orang lain. Hurlock (1996) menambahkan, minat untuk bergabung dalam keanggotaan kelompok meningkat pada akhir masa kanak-kanak, hal itu berarti meningkat pula minat anak-anak untuk berkomunikasi dengan anggota-anggota kelompok. Anak-anak mengetahui bahwa komunikasi yang bermakna akan dicapai bila ia mengerti arti dari apa yang dikatakan oleh orang lain kepadanya. Hal ini

5 mendorong anak untuk meningkatkan pemahamannya. Menurut Hurlock (1996) sama seperti anak yang lebih muda, pada akhir masa kanak-kanak peningkatan pemahaman dapat dilakukan dengan melihat dan mendengar, baik mendengar informasi dari radio dan televisi, ataupun mendengarkan cerita yang diberikan guru atau orang tua mereka. Proses interaksi anak dengan orang lain tersebut juga membutuhkan kemampuan berkomunikasi yang baik. Melalui komunikasi secara verbal dengan teman sebayanya, anak mampu menyusun kemampuan bahasanya dan banyak kosakata yang muncul. Kosakata yang dimiliki anak akan terus meningkat dan berkembang seiring dengan semakin banyaknya pengalaman yang didapat maupun yang diajarkan langsung kepada anak. Matsumoto (1996) mengemukakan, aspek yang pertama kali muncul dalam berkomunikasi adalah bahasa verbal. Lebih lanjut Matsumoto juga menjelaskan bahwa penguasaan bahasa akan meningkatkan fleksibilitas berpikir dan kreativitas (verbal) seseorang. Kreativitas verbal adalah kemampuan berkomunikasi yang diawali dengan pembentukan ide melalui kata-kata, serta mengarahkan fokus permasalahan pada penguasaan bahasa atau kata-kata, yang akan menentukan jelas tidaknya pengertian mengenai ide yang disampaikan (Sinolungan, 2001). Torrance (Munandar, 1999b) menjelaskan lebih lanjut bahwa kreativitas verbal sebagai kemampuan berpikir kreatif yang terutama mengukur kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam bentuk verbal.

6 Berkaitan dengan tugas perkembangan, Havighurts (dalam Hurlock, 1996) menyatakan bahwa tugas perkembangan anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) adalah mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung. Pada usia ini diharapkan anak memperoleh kesenangan melalui membaca. Tetapi kenyataannya minat membaca anak-anak Indonesia masih rendah. Kumara (2001) menyatakan bahwa minat membaca anak-anak Indonesia masih rendah, yang mengakibatkan penguasaan perbendaharaan kata-kata masih sedikit, sehingga kreativitas verbal mereka cenderung rendah. Selain itu, penelitian yang dilakukan Kaligis (1996) terhadap siswa kelas lima di Jawa Barat juga mengungkapkan bahwa kemampuan berbahasa Indonesia khususnya penguasaan perbendaharaan kata siswasiswanya cukup memprihatinkan, hal tersebut juga mengakibatkan kreativitas verbal mereka cenderung rendah. Suatu kenyataan bahwa kreativitas verbal pada anak kurang dirangsang dan dikembangkan dalam sistem pendidikan, karena yang dilatih hanya pengetahuan, ingatan dan kemampuan berpikir logis, atau penalaran. Selain itu, sistem pengajaran di sekolah juga terlalu menekankan pada penyelesaian tugas-tugas yang mengharuskan siswa mencari satu jawaban yang benar (berpikir konvergen). Sementara kemampuan berpikir divergen atau kreatif, yaitu menjajaki berbagai kemungkinan jawaban atas suatu masalah jarang diperhatikan. Berbagai upaya dilakukan banyak kalangan untuk merangsang kreativitas anak sejak dini, mulai dari sebelum kelahiran (pre natal), masa bayi, hingga masa sekolah anak, misalnya saja dengan musik, berbagai jenis permainan dan alat-alat

7 permainan hingga memberi tugas pada anak untuk membaca atau mendengarkan cerita yang merangsang daya kreasi anak. Mulyadi (Kompas, 08 Desember 1997) menjelaskan bahwa kreativitas, khususnya kreativitas verbal anak dapat dikembangkan melalui kegiatan mendengar cerita. Melalui kegiatan ini anak-anak akan mendapatkan perbendaharaan kata baru, selain itu imajinasi anak akan terkontrol, maka anak pun bisa menyampaikan ide atau gagasan-gagasan yang orisinal. Melalui kegiatan mendengar cerita, banyak informasi dan pengetahuan yang diperoleh anak. Informasi dan pengetahuan tersebut disimpan dalam ingatan. Menurut Kartono (1995) ingatan anak pada akhir masa kanak-kanak mencapai intensitas paling besar dan kuat, selain itu pada masa ini juga daya memorisasi (dengan sengaja memasukkan dan meletakkan pengetahuan dalam ingatan) adalah paling kuat sehingga anak mampu memuat jumlah materi ingatan paling banyak. Informasi dan pengetahuan tersebut bisa diperoleh melaui cerita yang didengar. Kumara (2001) menambahkan pada tahap usia kelas 5 SD, siswa-siswa sudah sangat lancar mencari dan menyerap berbagai bentuk informasi dari lingkungan sekitar, dan informasi tersebut tidak selalu harus bersumber dari guru. Informasi tersebut bisa diperoleh dari melihat tayangan televisi, membaca, ataupun mendengar cerita. Kegiatan mendengar cerita mengajak anak untuk bereksplorasi terhadap makna yang terkandung di dalam cerita, selain itu anak juga dapat diajak untuk mengembangkan daya imajinasinya, misalnya saja mengimajinasikan seorang

8 pahlawan yang gagah dan berani dan berkhayal seolah-olah dirinya menjadi seorang pahlawan. Ketua Kelompok Pecinta Bacaan Anak (KKPBA) Murti Bunanta, menyatakan bahwa anak-anak di bangku sekolah dasar perlu diberi penjelasan tentang sastra anak, termasuk mendengar cerita, karena hal tersebut sangat penting sebagai sarana pendidikan anak. Mendengar cerita atau mendongeng mempunyai kekuatan menanamkan nilai-nilai dan etika, menanamkan empati, bahkan dapat membangun imajinasi dan daya kreativitas anak (Kompas, 01 September 1997). Pentingnya aktivitas bercerita disadari oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dengan mencantumkan kegiatan mendengarkan cerita dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran untuk Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) yang kebijakannya dilakukan sesuai dengan tahap perkembangan dan pengembangan kemampuan berbahasa. Menurut Nurcahyanik, Kepala-Sub Direktorat Sarana Prasarana TK-SD Depdiknas, kegiatan bercerita atau mendongeng berperan penting dalam pengajaran bahasa, disamping dapat mengembangkan kemampuan bahasa, menambah perbendaharaan kata, mengembangkan daya imajinasi, daya pikir, pengetahuan emosi dan moral serta berfungsi untuk melatih kreativitas dan daya kritis anak (Kumara, 2001). Telah dikemukakan sebelumnya bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya kreasi anak adalah dengan mendengarkan cerita. Melalui kegiatan mendengar cerita, anak dapat berpikir kritis, imajinatif dan kreatif, selain itu,

9 mendengar cerita juga dapat mengembangkan kemampuan bahasa, daya imajinasi, daya pikir, memperbanyak perbendaharaan kata, dan mengembangkan kreativitas. Salah satu jenis cerita adalah cerita fiksi. Cerita fiksi merupakan cerita yang bersifat khayalan atau hanya berdasar rekaan pengarang saja. Kartono (1995) mengatakan cerita fiksi membantu memberikan gambaran cerita kepada anak sehingga mampu memahami dan mengerti seolah-olah merasakan apa yang diceritakan penulis dalam cerita tersebut. Walgito (1997) menambahkan melalui cerita fiksi anak dapat menyikapi apa yang didengar dan dilihatnya, serta dapat berfantasi tentang keadaan atau tempat-tempat lain dengan perantaraan buku cerita, sehingga fantasinya dituntun oleh buku cerita. Cerita fiksi terdiri dari berbagai tema, salah satunya adalah cerita fiksi yang bertema kepahlawanan. Gunawan (2007) mengungkapkan bahwa anak, pada akhir masa kanak-kanaknya menyukai cerita tentang detail sejarah masa lampau, kisahkisah petualangan, dan cerita kepahlawanan. Al-Khalili (2005) juga menjelaskan bahwa pada usia 11 tahun, anak-anak sedang menaiki jenjang kedewasaan, maka mereka cenderung menyukai cerita-cerita keperkasaan (heroisme), cinta, dan cerita tentang para pahlawan, dimana mereka akan berkhayal tentang dirinya untuk menjadi seorang pahlawan, dan mengambil teladan dari tokoh-tokoh tersebut. Hurlock (1980) menambahkan bahwa anak yang berada pada masa akhir anak-anak menyukai cerita atau kisah-kisah petualangan, karena ia dapat mengidentifikasi tokoh kepahlawanan dari cerita tersebut. Hurlock (1996) juga menjelaskan bahwa di akhir masa kanak-

10 kanak, anak juga senang berkhayal, biasanya ia membayangkan dirinya sendiri sebagai pahlawan. Mendengarkan cerita fiksi dapat dijadikan variabel yang dapat mempengaruhi kreativitas verbal, karena melalui kegiatan ini, anak dapat mengembangkan daya imajinasi, mengembangkan perbendaharaan kata, menyampaikan ide atau gagasangagasan yang orisinal, selain itu juga dapat merangsang anak berpikir kritis, imajinatif, dan kreatif. Budiman (2005) mengatakan bahwa mendengar cerita dapat mengaktifkan otak kiri, dimana otak kiri dapat mendorong anak menjadi aktif dan pintar dalam menciptakan ide-ide yang kreatif. Anak yang sering dibacakan cerita akan memperoleh pengetahuan, pengalaman, perbendaharaan kata baru, selain itu anak yang dibacakan cerita akan memiliki intelegensi yang lebih tinggi daripada anak yang tidak dibacakan cerita. Sebuah penelitian juga menyatakan bahwa anak-anak yang semula intelegensinya kurang menjadi meningkat setelah dibacakan cerita (Kaloh, dalam Ratnawati, 2002). Melalui kegiatan mendengar cerita fiksi, daya imajinasi anak akan berkembang, anak juga akan mendapatkan banyak perbendaharaan kata baru, mempelajari arti baru dari kata-kata yang sudah disimpan sebelumnya, anak juga dapat berbicara dengan menggunakan kosakata dan istilah-istilah yang banyak ditemui dalam cerita fiksi, selain itu ada informasi baru yang diserap anak, proses penyerapan informasi dan perbendaharaan kata baru inilah yang dapat menimbulkan kreativitas verbal anak.

11 Atas dasar penjelasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya anak memiliki potensi kreativitas verbal. Berkembang atau tidaknya potensi tersebut tergantung pada stimulus-stimulus luar seperti kondisi lingkungan dan orang lain yang memungkinkan anak untuk melakukan eksplorasi dari keingintahuannya terhadap sebuah objek. Mendengarkan cerita fiksi dapat dijadikan variabel yang dapat mempengaruhi kreativitas verbal, karena sesungguhnya setiap anak menyukai cerita, apalagi jika cerita tersebut disampaikan dengan cara yang menarik. Melalui kegiatan ini juga, anak dapat mengembangkan daya imajinasi, serta memperbanyak perbendaharaan kata, maka anak pun bisa menyampaikan ide atau gagasan-gagasan yang orisinal, serta dapat merangsang anak berpikir kritis, imajinatif, dan kreatif. Penelitian Rismiati (2002) menunjukkan bahwa dengan membaca cerita fiksi kreativitas verbal anak dapat ditingkatkan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah ada cara lain untuk meningkatkan kreativitas verbal anak, misalnya dengan mendengar cerita fiksi. Beranjak dari uraian sebelumnya, peneliti mengajukan rumusan masalah apakah mendengar cerita fiksi efektif untuk meningkatkan kreativitas verbal anak?. Oleh karena itu penelitian ini mengambil judul Efektivitas Mendengar Cerita Fiksi terhadap Peningkatan Kreativitas Verbal Anak.

12 B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitan ini adalah untuk menguji apakah mendengar cerita fiksi efektif untuk meningkatkan kreativitas verbal anak. C. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan wacana pada pendidikan di sekolah dasar, tentang nilai-nilai yang terkandung didalam kegiatan mendengar cerita fiksi dalam meningkatkan kreativitas verbal anak. Mengingat pentingnya kreativitas verbal anak sejak dini agar mengahsilkan generasi muda yang handal, inovatif, dan kreatif. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada orang tua akan manfaat dari kegiatan mendengar cerita fiksi, serta diharapkan orang tua mau meluangkan waktunya untuk membacakan cerita kepada anak, maka kegiatan mendengar cerita dapat terus dilestarikan. 3. Memberikan masukan bagi guru sekolah dasar, khususnya guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, untuk memasukkan kegiatan mendengar cerita sebagai salah satu kegiatan yang ada dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. 4. Disamping itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmuwan psikologi khususnya psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan anak dalam kajian eksperimen, yang nantinya penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti jenis bidang yang sama.