BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Analitis dalam Memecahkan Masalah Matematika

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORITIK. suatu peristiwa karena tidak yakin seperti apa hasilnya nanti (Ormrod,

BAB II KAJIAN TEORITIK. mempelajari pola dari struktur, perubahan dan ruang. Adjie (2006) mengatakan bahwa matematika adalah bahasa, sebab matematika

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORI. emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. baik secara fisik maupun secara mental aktif.

BAB I A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Menurut NCTM (2000) pemecahan

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki sebuah proyek dari sudut pandang yang tidak biasa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Supardi Uki S (2012: 248), siswa hanya diarahkan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Quasy eksperimen merupakan desain perlakuan tunggal (one shot case study)

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB II KAJIAN TEORI. A. Masalah Matematika. Masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan tujuan yang

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIK. sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Winkel

BAB I PENDAHULUAN. harus dicapai oleh anak. Menurut Polmalato (Wardhani, 2008), salah satu

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan menurut bentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

BAB II KAJIAN TEORITIK

Noor Fajriah 1), R. Ati Sukmawati 2), Tisna Megawati 3) Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORI. didefinisikan sebagai pemikiran tentang pemikiran (thinking about

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ini berguna untuk menghasilkan ide-ide baru yang kreatif.

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Analitik Matematis. yang terpadu, memahami prosesnya, cara kerja dan sistematikanya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dikerjakan untuk menyelesaikannya. Menurut Shadiq (2004) Suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA. Oleh

KAJIAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF & BERPIKIR KREATIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan mata pelajaran matematika yang dimuat dalam Standar Isi

PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN-ENDED SMP SULTAN AGUNG PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Suatu studi di SDN 01 Poasia) Kota Kendari tahun 2012.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. direncanakan oleh guru untuk siswa agar terjadinya proses. pembelajaran yang saling berinteraksi satu sama lain.

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

Profil Berpikir Analitis Masalah Aljabar Siswa Ditinjau dari Gaya Kognitif Visualizer dan Verbalizer

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat biasanya mengartikan anak berbakat sebagai anak yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang sama sekali

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta cepatnya dalam mendapatkan suatu informasi di

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH ARITMETIKA SOSIAL

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PEMECAHAN MASALAH PADA SOAL CERITA UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR

3/22/2012. Definisi Intelek : Kekuatan mental manusia dalam berpikir Kecakapan (terutama kecakapan berpikir) Pikiran dan intelegensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II KAJIAN TEORI. melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan suatu negara. Tanpa pendidikan suatu negara akan tertinggal jauh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Analitis dalam Memecahkan Masalah Matematika Menurut Polya (1973), terdapat tiga macam masalah matematika, yaitu masalah untuk menemukan sesuatu, masalah untuk membuktikan dan masalah perhitungan. Dalam menemukan/menafsirkan sesuatu, guru membawa siswa mendekati ide dari pemecahan masalah. Dalam masalah pembuktian yang paling penting adalah bagaimana hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya. Dalam masalah perhitungan siswa harus menyatakan informasi yang belum diketahui dengan variabel kemudian menemukan konsep dan menerapkan dalam perhitungannya. Dalam memecahkan masalah matematika terdapat empat langkah, yaitu: 1) understanding the problem (memahami masalah), 2) devising a plan (memikirkan suatu rencana), 3) carrying out the plan (melaksanakan rencana penyelesaian), dan 4) looking back (memeriksa kembali). Memahami masalah (understanding the problem) berarti memahami kondisi masalah dan apakah mungkin untuk memenuhinya, mencari informasi yang belum diketahui, kemudian membuat gambaran dan notasi yang mewakili masalah tersebut. Dalam merencanakan suatu penyelesaian 21

22 masalah (devising a plan) hendaknya menemukan hubungan antara fakta/keterangan yang diketahui dan yang belum diketahui. Pernahkah melihat masalah yang sama atau berhubungan sebelumnya, adakah teorema yang dapat membantu. Dapatkah menggunakan hasil atau metode yang berhubungan. Dalam melaksanakan suatu rencana (carrying out the plan) harus dipikirkan apakah setiap langkah sudah benar dan dapatkah membuktikannya. Sedangkan memeriksa kembali berati (looking back) apakah jawaban yang diperoleh sudah memenuhi pemecahan masalah yang dikehendaki. Masalah dalam matematika menurut Adjie dan Maulana (2007) adalah sesuatu yang muncul karena akibat melakukan suatu pekerjaan, tetapi tidak secara langsung bisa dijawab karena harus menyeleksi informasi (data) yang diperoleh. Dalam memahami masalah, kita harus mengidentifikasi fakta atau informasi yang diberikan, apa yang ditanyakan, diminta untuk dicari atau dibuktikan. Dalam memilih pendekatan, misalkan membuat diagram, grafik tabel atau gambar, memilih dan menggunakan konsep yang relevan untuk membentuk model matematika. Dalam menyelesaikan model, kita harus melakukan operasi hitung yang benar dalam menerapkan pendekatan. Dalam menafsirkan solusi, kita harus memeriksa apakah jawabannya masuk akal dan sudah memberikan pemecahan maslah. Untuk menyelesaikan masalah dibutuhkan berbagai kemampuan, yaitu berbagai pengetahuan, sikap dan

23 psikomotor. Berbagai kemampuan yang dimaksud adalah mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Menurut Ihsan (2010) menganalisis berarti membagi-bagi objek yang complex menjadi unsur-unsur yang simplex. Pembagian tersebut dapat dilakukan dengan cara experimental (sesuai realitas) dan rasional (secara teoritis). Menganalisis berarti seseorang harus berjalan dari akibat ke sebabsebabnya, faktum-faktum ke hukum-hukumnya, dari hal-hal yang khusus ke hal-hal yang umum. Adapun analisis dilakukan berdasarkan hukum pembagian yaitu: adekuat/lengkap (tidak berubah), setiap unsur tidak saling mengandung unsur yang lain, dan berdasarkan dasar yang sama.menurut Amer (2005), berpikir analitis sangat berguna untuk memahami bagianbagian dari situasi, kemampuan untuk meneliti dan merinci fakta dan berpikir pada kekuatan dan kelemahannya. Mengembangkan kapasitas untuk berpikir dengan bijaksana, membedakan cara, untuk menyelesaikan masalah, menganalisis data, mengingat dan menggunakan informasi, sebagaimana dikemukakannya bahwa: 1) Analythical thinking is a powerful thinking tool-for understanding the parts of situation, is the ability to scrutinize and break down facts and thougths into their strengths and weaknesses. 2) Developing the capacity to think in thoughtful, discerning way, to solve problem, analyze data, and recall and use information. Menurut Barttlet (Amer, 2005), berpikir analitis memungkinkan kita untuk memahami bagian-bagian dari situasi, merinci suatu menjadi

24 komponen-komponennya, dan mengidentifikasi tentang perbedaannya, sebagaimana pendapatnya bahwa: 1) Analytichal thinking enables us to understand the parts of the situation, 2) Breaks things down into their component parts, 3) About identifying differences Menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan bagaimana hubungan-hubungan antar-bagian dan antara setiap bagian tersebut dan hubungan antara bagianbagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan (Anderson & Krathwohl, 2010). Kategori proses menganalisis meliputi proses membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan. 1) Membedakan melibatkan proses memilah potongan-potongan informasi yang relevan atau penting dari sebuah struktur. Kata kerja untuk membedakan adalah menyendirikan, memilah, memfokuskan dan memilih. 2) Mengorganisasikan merupakan proses mengidentifikasi elemen-elemen suatu situasi dan mengenali bagaimana elemen-elemen ini membentuk sebuah struktur yang koheren (masuk akal). 3) Mengatribusikan melibatkan proses dekonstruksi, yang di dalamnya siswa menentukan tujuan dari elemen-elemen yang membentuk sebuah struktur. Menurut Sudjana (2013), analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur yang jelas susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks karena memanfaatkan tiga kecakapan sebelumnya. Dengan analisis seseorang diharapkan mampu memilah suatu menjadi

25 bagian-bagian yang terpadu, memahami prosesnya, cara kerja dan sistematikanya. Kecakapan yang termasuk dalam proses analisis menurut Sudjana yaitu: 1) Mengklasifikasikan berdasarkan kriteria analitik tertentu; 2) Menjelaskan sifat-sifat yang tidak tersebut dengan jelas secara langsung; 3) Meramalkan kualitas, asumsi atau kondisi berdasarkan kriteria dan hubungan materinya; 4) Memilah relevansi, mengenali pola, melihat sebab-akibat; 5) Mengenali prinsip-prinsip organisasi dari unsur-unsur; dan 6) Menentukan sudut pandang dari suatu kerangka dan tujuan materi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir analitis dalam memecahkan masalah matematika merupakan kemampuan menguraikan masalah matematika menjadi unsur-unsur pokoknya, membedakan unsur-unsur yang relevan dan tidak relevan dengan masalah, mencari keterkaitan dari tiap-tiap unsur, mengorganisasikan atau membangun hubungan dari potongan-potongan informasi yang telah diberikan serta mengenali tujuan bagaimana setiap unsur dalam masalah matematika saling terkait. Peneliti menyimpulkan indikator berpikir analitis dalam memecahkan masalah matematika sebagai berikut: 1) Mengurai. Mengurai berarti menguraikan masalah matematika menjadi unsur-unsur pokoknya, menentukan dan membedakan unsur-unsur yang relevan atau

26 penting dari masalah matematika. Berikut contoh soal yang termasuk kategori mengurai: Soal: Diketahui = 1 dengan x dan n adalah bilangan bulat positif. Tentukan nilai x dan n yang memenuhi persamaan tersebut. Penyelesaian: = 1 Sehingga diperoleh, =, karena semua bilangan dipangkatkan nol hasilnya 1. Misalkan, Maka,, karena maka,

27 Dari dua nilai a di atas, yang memenuhi persamaan, dimana x dan n adalah bilangan bulat positif, adalah a=4. Jadi nilai x dan n yang memenuhi adalah x=2 dan n=2. 2) Mengorganisasikan Mengorganisasikan berarti melihat hubungan bagaimana setiap unsur dari masalah matematika saling terkait dan mampu menentukan cara untuk menata unsur-unsur tersebut. Berikut contoh soal yang termasuk kategori mengorganisasikan: Soal: Empat bilangan prima berurutan kurang dari 25, yaitu a,b,c, dan d dipilih, sehingga rata-rata keempat bilangan tersebut senilai dengan rata-rata dari bilangan terkecil dan terbesar. Rata-rata keempat bilangan tersebut juga senilai dengan bilangan kedua ditambah dengan dua. Tentukan bilangan-bilangan prima yang memenuhi syarat tersebut. Penyelesaian: Misal: Bilangan terkecil : a. Bilangan terbesar : d. Bilangan kedua b.

28... (1)... (2) Ditanya: bilangan-bilangan prima yang memenuhi syarat tersebut. Dari persamaan (1)... (3) Subtitusi persamaan (3) ke persamaan (2).... (4)

29 Bilangan prima kurang dari 25, yaitu : 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23 Dari persamaan (4), bilangan ketiga adalah bilangan kedua ditambah dengan 4. Jadi urutan bilangan yang mungkin adalah : 5, 7, 11, 13 dan 11, 13, 17, 19. Dari persamaan (3), b+c=a+d. 7 + 11 = 5 + 13 = 18 13 + 17 = 11 + 19 = 30 Keduanya memenuhi. Dari persamaan (2),. = 9 = 7+2 = b+2 = 15 = 13 + 2 = b + 2 Karena persamaan (3) dan (1) senilasi maka kedua urutan bilangan prima tersebut memenuhi syarat. Jadi urutan bilangan prima yang memenuhi syarat di atas adalah 5, 7, 11, 13 dan 11, 13, 17, 19. 3) Mengatribusikan. Mengatribusikan berarti menentukan tujuan dari informasi yang relevan dengan masalah matematika atau mampu mengenali pola dari unsur-unsur dalam masalah matematika. Berikut contoh soal yang termasuk kategori mengatribusikan: Soal:

30 Sebuah bola dijatuhkan ke atas permukaaan tanah dari ketinggian h 0 dan memantul kembali. Setiap bola memantul, tinggi bola berkurang seperlima dari tinggi sebelumnya. Berapa ketinggian bola pada pantulan ke tujuh? Penyelesaian: Tinggi bola awal: h 0. Tinggi bola pada pantulan pertama: h 1 = h 0 5 1 h0 = 5 4 h0 1 4 4 4 16 Tinggi bola pada pantulan kedua: h 2 = h 1 h1 = h1 = h0 = h0 5 5 5 5 25 1 4 4 16 64 Tinggi bola pada pantulan ketiga: h 3 = h 2 h2 = h2 = h0 = h0 5 5 5 25 125 Dari uraian di atas dapat diperoleh bahwa: 4 Tinggi bola awal: h 0 = ( ) 0 h 5 0 4 4 Tinggi bola pada pantulan pertama: h 1 = h0 = ( ) 1 h 5 5 0 16 4 Tinggi bola pada pantulan kedua: h 2 = = h0 = ( ) 2 h 5 5 0 64 4 Tinggi bola pada pantulan ketiga: h 3 = h0 = ( ) 3 h 125 5 0 4 Maka tinggi bola pada pantulan ke tujuh adalah h 7 = ( ) 7 h. 5 2. Creativity Quotient (CQ) Menurut Alder (2002), acuan yang tetap untuk menyatakan tingkat kreativitas orang, anak-anak, dan orang dewasa menggunakan Creativity Quotient (CQ). Quotient dalam Creativity Quotient ini sama halnya dengan Quotient pada Emotinal Quotient 0

31 (EQ) dan Inteligence Quotient (IQ). Creativity Quotient adalah cara dalam menyatakan bagian pokok dari kreativitas. Menurut Sternberg (Munandar, 1999) kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologi, yaitu: intelegensi, gaya kognitif, dan motivasi. Inteligensi meliputi kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan keseimbangan serta integrasi intelektual secara umum. Gaya kognitif menunjukan kelonggaran dan keterikatan pada konvensi (kebiasaan), menyukai hal-hal yang menuntut kreativitas, menyukai masalah yang tidak terlalu berstruktur. Motivasi meliputi kelenturan, toleransi, dorongan untuk berprestasi, keuletan dalam menghadapi rintangan dan pengambilan resiko. Guilford (Munandar, 1999) membedakan ciri-ciri utama dari kreativitas, yaitu ciri bakat (aptitude) dan ciri non-bakat (non-aptitude trait). Ciri-ciri bakat aptitude (berpikir kreatif) meliputi kelancaran, kelenturan atau keluwesan (fleksibilitas), dan orisinilitas dalam berpikir, dan ciri-ciri dioperasionalkan dalam tes berpikir divergen. Ciri non-aptitude meliputi sejauh mana seseorang mampu menghasilkan prestasi kreatif. Menurut Munandar (1999), kreativitas diartikan sebagai kemampuan umum untuk mencipta sesuatu yang baru, memberi gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah, melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Hal ini didukung oleh definisi konvensional yang menyatakan bahwa berpikir kreatif berhubungan dengan penemuan sesuatu yang baru menggunakan sesuatu yang telah ada sebelumnya (Slameto, 2013).

32 Tes untuk mengukur kecerdasan kreativitas seseorang meliputi ciri kognitif (aptitude traits) dan ciri afektif (non-aptitude traits) dari kreativitas. Tes luar negeri yang mengukur kreativitas adalah tes Guilford yang mengukur kemampuan berpikir divergen dengan membedakan aspek kelancaran, kelenturan, orisinalitas dan elaborasi dalam berpikir, Tes Torrance (Torrance Test of Creative Thinking) dapat digunakan mulai usia prasekolah sampai tamat sekolah menengah, mempuanyai bentuk verbal dan figural. Tes yang khusus dikonstruksi dan sudah dibakukan di Indonesia adalah Tes Kreativitas Verbal dan Tes Kreativitas Figural. Tes kreativitas Verbal berlandaskan pada model struktur Intelek dari Guilford sebagai kerangka teoritis. Tes ini memiliki enam subtes, yaitu: permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifat yang sama, macam-macam penggunaan dan apa akibatnya. Sedangkan Tes Kreativitas Figural diadaptasi dari circle test dari Torrance. Tes ini terdiri dari konten figural yang diselesaikan dalam waktu 10 menit. Kedua tes ini mengukur kelancaran, orisinalitas dan fleksibilitas dalam berpikir. Kedua tes ini yang digunakan untuk mengukur kreativitas siswa kelas akselerasi 1 SMP Negeri 1 Purwokerto yang bekerjasama dengan dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Untuk mengetahui hasil tes tersebut, peneliti mengambil data hasil tes yang telah dilaksanakan oleh sekolah. Berikut tabel pengkategorian kreativitas berdasarkan skor CQ. Tabel 2.1 Pengkategorian Kreativitas Skor CQ 147 Kategori Tinggi

33 123 146 Cukup Tinggi (Di atas rata-rata) 99 122 Sedang (Rata-rata) 75 98 Agak Rendah ( Di bawah rata-rata) 74 Rendah B. Penelitian Relevan Penelitian Parjono dan Wardaya (2009), yang berjudul Peningkatkan Kemampuan Analisis, Sintesis, Dan Evaluasi Melalui Pembelajaran Problem Solving menunjukan suasana yang lebih kondusif untuk belajar dapat dilihat dari peningkatan aktivitas siswa dalam menjawab pertanyaan, berkurangnya ketidak-aktifan dalam tugas, dan berkurangnya ketergantungan terhadap orang lain. Selain itu, tingkat gangguan di kelas juga berkurang dapat dilihat dengan berkurangnya jumlah siswa yang ramai dan malas serta kemajuan kemampuan inteligensi juga tinggi yang dapat dilihat dari nilai mereka yang meningkat dan hasil pekerjaan mereka setelah pelajaran. Peneltitian Nuariana Wahyu Wulandari, dkk (2014) dengan judul Kemampuan Analisis Siswa dalam Menyelesaikan Soal Materi Kalor Tipe Grafik merupakan penelitian kualitatif yang dilaksanakan di SMP Negeri 33 Semarang menunjukkan bahwa dalam mengerjakan soal tipe grafik siswa cenderung menghafal langkahnya. Siswa juga mengalami kesulitan dalam menguraikan dan menghitung melalui setiap proses. Penelitian Medianta dan Heli Ihsan demgan judul Creativity Quotient Pada Siswa SMA Kelas Berstandar Internasional merupakan studi deskriptif dan komparatif, menunjukan bahwa kreativitas pada siswa SBI SMAN 1 Sumedang dengan kelas

34 reguler SMAN IV Jogjakarta memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi beban tugas, waktu luang dan fasilitas yang berbeda yang dimiliki oleh kedua kelompok tersebut. Berdasarkan kajian penelitian terdahulu, maka peniliti mengangkat judul Deskripsi Kemampuan Berpikir Analitis Dalam Memecahkan Masalah Matemtatika Siswa Kelas Akselerasi 1 SMP Negeri 1 Purwokerto Ditinjau dari Creativity Quotient (CQ). C. Kerangka Pikir Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk memahami situasi yang sedang terjadi, kemudian memenuhi situasi tersebut dengan sesuatu yang berbeda dari kebiasaan pada umumnya yang menunjukan kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas dalam berpikir, menggunakan unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Berpikir analitis merupakan proses mengurai dan melihat hubungan dan mengenali tujuan dari sebuah struktur. Sebelum menemukan sesuatu, gagasan atau hubungan baru, unsurunsur yang sudah ada sebelumnya diuraikan terlebih dahulu, dan dicari keterkaitannya apakah unsur-unsur itu bisa dibangun ulang untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Dengan kreativitas yang tinggi, kemampuan berpikir analitis yang dimiliki orang tersebut juga semakin baik, begitu juga saat mereka memecahkan masalah matematika. Dalam memecahkan masalah matematika dibutuhkan berbagai kemampuan yaitu: mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.