BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap badan usaha, baik badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), yayasan, maupun bentuk-bentuk badan usaha lainnya, pasti memiliki tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan yang didapat biasanya digunakan untuk membiayai operasi perusahaan dan untuk ekspansi perusahaan melalui berbagai kegiatan di masa yang akan datang. Terjamin atau tidaknya kelangsungan hidup perusahaan juga dapat dilihat melalui keuntungan yang didapat. Agar suatu perusahaan dapat memperoleh keuntungan seperti yang ditargetkan, maka perlu adanya pegelolaan secara profesional. (Kasmir, 2012:2) Salah satu badan usaha yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat luas adalah bank. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 31 tentang Akuntansi Perbankan bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Dalam rangka mengembangkan industri perbankan di Indonesia, bank diharapkan mampu memobilisasi dana tabungan masyarakat. Pada dasarnya bank harus memiliki kinerja yang baik karena dengan kinerja yang baik bank akan dapat lebih mudah mendapatkan kepercayaan dari para nasabah (agent of trust). Selain memiliki kinerja yang baik, kesehatan bank pun harus diperhatikan. Menurut Totok Budisantoso bank yang sehat dan unggul harus memenuhi persyaratan sehat modal, sehat manajemen dalam arti profesional dan berintegrasi tinggi, sehat aset produktifnya (risiko, aset, dominan kredit, sehat likuiditas) dan sehat profitabilitas untuk menjamin kelangsungan hidup bank. Peraturan Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Umum menetapkan bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara triwulan. Adapun yang menjadi tolak ukur 1
2 dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum adalah penilaian faktor CAMELS yaitu permodalan (capital), kualitas aset (asset quality), manajemen (management), rentabilitas (earning), likuiditas (liquidity), dan sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity of market risk). Tidak semua bank di Indonesia dapat dikatakan sehat, khususnya dibidang permodalan. Peranan modal sangat penting dalam usaha perbankan. Sesuai dengan Surat Edaran Indonesia Nomor 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Umum yang dinyatakan dalam rasio modal dibagi Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), Indonesia menetapkan kebijaksanaan bagi setiap bank untuk memenuhi rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) minimal 8%. Jika kurang dari 8% maka akan dikenakan sanksi oleh Indonesia. Ketentuan CAR pada prinsipnya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku secara internasional, yaitu standar for International Settlement (BIS). Berdasarkan data yang diperoleh dari situs resmi Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013, posisi CAR 15 bank berada di atas 8% sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi permodalan bank-bank tersebut dalam kondisi yang sehat. Namun dari periode pengamatan tersebut ada kecenderungan penurunan nilai CAR untuk tiga tahun terakhir yang terjadi pada Negara Indonesia (BNI) dan Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Nilai CAR di BNI dan BJB CAR (%) BNI 13,8 18,6 17,6 16,7 15,1 BJB 21,20 22,85 18,36 18,11 16,51
3 Meskipun CAR BNI dan BJB mengalami peningkatan dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar 4,8% tapi sebaliknya tiga tahun terakhir mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,9% dan 1,6%. Walaupun penurunannya tidak begitu drastis, namun hal ini harus tetap diwaspadai oleh Indonesia sebagai otoritas perbankan. CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi untuk menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Dengan nilai CAR yang terus menurun maka perlu diperhatikan keamanan dan kesehatan bank bila dilihat dari sisi modal pemiliknya. Kegiatan operasional bank dapat berjalan dengan lancar apabila bank tersebut memiliki modal yang cukup untuk antisipasi agar bank tetap dalam posisi yang aman pada saat-saat kritis terjadi. Untuk dapat terus memiliki modal yang cukup atau untuk dapat terus memenuhi standar CAR yang sehat, maka bank harus bisa memperoleh profit yang nantinya akan menambah permodalan bank. Selain CAR, ada dua kelompok rasio keuangan yang merupakan faktor utama yang mempengaruhi kesehatan bank sesuai dengan faktor CAMELS yaitu profitabilitas/rentabilitas (earning) dan likuiditas (liquidity). Rasio profitabilitas menunjukkan tingkat kemampuan bank untuk memperoleh laba dari aktivitas usahanya. Sedangkan rasio likuiditas menggambarkan kesehatan bank terutama dalam posisi jangka pendek. (Andreani Caroline Barus, 2011:2) Rasio profitabilitas, yang diukur menggunakan ROA dan ROE, di BNI dan BJB periode 2009-2013 dapat dilihat di tabel berikut: Tabel 1.2 Nilai ROA di BNI dan BJB ROA (%) BNI 1,7 2,5 2,9 2,9 3,4 BJB 3,24 3,15 2,65 2,46 2,61
4 ROA di BNI dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 terus mengalami peningkatan. Akan tetapi dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 nilai ROA nya tetap atau stabil yaitu sebesar 2,9%. ROA kembali meningkat pada tahun 2013 menjadi 3,4%. Sedangkan ROA di BJB dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 terus mengalami penurunan. Akan tetapi dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013 sedikit mengalami peningkatan dari 2,46% menjadi 2,61%. Tabel 1.3 Nilai ROE di BNI dan BJB ROE (%) BNI 16,3 24,7 20,1 20,0 22,5 BJB 28,09 24,95 21,00 25,02 26,73 ROE di BNI terlihat tidak stabil. Dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 8,4%. Dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 terus mengalami penurunan. Akan tetapi di tahun 2013 kembali mengalami peningkatan sebesar 2,5%. Sedangkan ROE di BJB dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 terus mengalami penurunan yang cukup besar. Akan tetapi kembali mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 yang cukup besar. Jika tingkat laba suatu bank semakin tinggi, maka akan berdampak pada meningkatnya modal sendiri (dengan asumsi sebagian besar laba yang diperoleh ditanamkan kemabali ke dalam modal bank dalam bentuk laba yang ditahan). Rasio likuiditas, yang diukur menggunakan LDR, di BNI dan BJB periode 2009-2013 dapat dilihat di tabel berikut:
5 Tabel 1.4 Nilai LDR di BNI dan BJB LDR (%) BNI 64,1 70,2 70,4 77,5 85,3 BJB 82,47 71,54 72,95 74,09 96,47 LDR di BNI dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan yang cukup besar terjadi dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013 yaitu sebesar 7,8%. Sedangkan LDR di BJB hanya mengalami satu kali penurunan yaitu dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010, selebihnya mengalami peningkatan. Namun dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013 pengingkatan yang terjadi cukup drastis yaitu sebesar 22,38%. Likuiditas merupakan jantungnya bank. Sebesar apa pun aset suatu bank jika kondisi likuiditasnya terancam, maka saat itu juga bank akan mengalami kesulitan dalam penarikan dana yang dilakukan oleh pihak deposan. Jadi selain CAR, profitabilitas dan likuiditas juga mempunyai pengaruh sendiri terhadap kesehatan bank. Berdasarkan uraian fenomena dan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Capital Adequacy Ratio (CAR) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Penelitian ini berjudul Pengaruh Likuiditas dan Profitabilitas terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Apakah likuiditas berpengaruh secara parsial terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI?
6 2. Apakah profitabilitas berpengaruh secara parsial terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI? 3. Apakah likuiditas dan profitabilitas berpengaruh secara simultan terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh likuiditas dan profitabilitas terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR). Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar likuiditas berpengaruh secara parsial terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. 2. Seberapa besar profitabilitas berpengaruh secara parsial terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. 3. Seberapa besar likuiditas dan profitabilitas berpengaruh secara simultan terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh likuiditas dan profitabilitas terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR). b. Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan perbaikan dan masukanmasukan mengenai likuiditas, profitabilitas, dan Capital Adequacy Ratio (CAR).
7 c. Bagi Pihak Lainnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lainnya guna mengembangkan penelitian selanjutnya. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perusahaan perbankan yang go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia melalui situs resminya. Sedangkan waktu pelaksanaannya dimulai pada bulan April 2015 sampai dengan selesai.