BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, berisi mengenai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. merupakan faktor yang paling penting agar pendapatan negara dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

Bab 1 PENDAHULUAN. kepentingan rakyat dengan sebaik-baiknya guna mewujudkan aspirasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. ini ditandai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bentuk kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. masyarakat berdasarkan asas desentralisasi serta otonomi fiskal maka daerah

BAB I PENDAHULUAN. dukungan dari sumber sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. mengamanatkan bahwa setiap kepala daerah wajib menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. Perangkat Daerah dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam bentuk dana bergulir. Dana

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang mensejahterakan rakyat dapat dilihat dari tercukupinya

BAB I PENDAHULUAN. kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak belum

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN SURAT KETETAPAN PAJAK DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitik beratkan pada pemerintah

I. PENDAHULUAN. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pengendalian internal dibutuhkan dalam semua lingkungan

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya sistem desentralisasi maka pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset. a. Sejarah singkat DPPKAD Kabupaten Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang Indonesia memiliki pendapatan dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. seperti jalan, jembatan, rumah sakit. Pemberlakuan undang-undang tentang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, berisi mengenai indikasi terjadinya permasalahan. Bab ini juga berisi rumusan masalah yang merupakan identifikasi masalah yang akan diteliti. Pembahasan dilanjutkan dengan pertanyaan, tujuan, motivasi, dan kontribusi penelitian serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Kebijakan Pemerintah dalam penerapan otonomi daerah, memberikan kewenangan kepada daerah untuk dapat mengurus dan mengatur sendiri urusan di daerahnya. Hal ini diikuti pula dengan kebijakan desentralisasi fiskal guna mendukung kualitas pelayanan publik di daerah. Secara konsisten kebijakan desentralisasi fiskal ini semakin diperkuat dan disempurnakan. Salah satu wujud kebijakan ini yaitu mengalihkan penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ke daerah. Pengalihan BPHTB bertujuan untuk penguatan penerimaan daerah melalui perluasan kemampuan pajak daerah (local tax power) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai payung hukum bahwa pemerintah daerah telah diberikan kewenangan dalam memungut pajak tersebut. Kewenangan daerah untuk memungut pajak tersebut, dalam pelaksanaannya termasuk kegiatan pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan serta pelayanan. 1

2 Adanya pengalihan ini tentunya membutuhkan perencanaan dan persiapan yang matang terutama bagi daerah sebagai pelaksana. Hal tersebut penting karena jenis pajak ini merupakan jenis pajak yang baru dan pemerintah daerah sebelumnya tidak pernah terlibat secara langsung dalam proses pemungutannya. Pemerintah daerah hampir tidak melakukan upaya-upaya nyata dalam menghimpun pendapatan BPHTB. Pelaksanaan pemungutan sebelumnya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, sedangkan daerah akan memperoleh pendapatan berupa bagi hasil BPHTB dengan besaran bagi hasil 16% untuk provinsi dan 64% untuk pemerintah kabupaten/kota. Perumusan dan penetapan Perda tentang BPHTB, penyusunan tata cara pemungutan BPHTB (Sistem dan Prosedur Pemungutan) yang berupa peraturan Bupati/Walikota, penyediaan sarana dan prasarana, serta penyiapan SDM yang memadai. Dibutuhkan pula adanya sistem pengendalian internal yang memadai dan mampu mengendalikan pada setiap proses dalam memperoleh pendapatan BPHTB, mulai dari perencanaan hingga pelaporan. Proses yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan juga timbul resiko, sehingga pengendalian internal dibutuhkan sebagai evaluasi berkelanjutan dalam proses tersebut. Masih awamnya pemerintah daerah akan informasi dan pengetahuan tentang proses pemungutan dan pengadministrasian BPHTB juga turut mempertinggi resiko ini. Adanya sistem pegendalian internal yang memadai menjadi hal penting dalam mencapai keberhasilan proses pengalihan BPHTB ke daerah. Selanjutnya diharapkan dengan suksesnya pengalihan ini pemerintah daerah menjadi lebih kuat dalam sisi penerimaan. Sistem pengendalian intern

3 yang memadai ini akan dapat mengoptimalkan pendapatan dari pajak daerah khususnya BPHTB. Pengelolaan pendapatan daerah termasuk pajak daerah, harus mempertimbangkan asas akuntabilitas dalam perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pengendalian operasionalnya. Hal ini bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pemungutan pendapatan daerah. Kondisi sosial ekonomi masyarakat menjadi pertimbangan dalam perencanaan target pendapatan asli daerah. Besaran pajak dan retribusi daerah yang ditetapkan harus mampu menggambarkan nilai rasional, transparansi dan akuntabilitas, hal ini harus diperhatikan dalam pengganggaran pendapatan daerah (Halim, 2007). Kabupaten Klaten telah melaksanakan pemungutan BPHTB sejak 1 Januari 2011, sesuai dengan amanah Undang-undang Nomor 28 tahun 2009. Persiapan yang telah dilakukan berupa penetapan Peraturan Daerah tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yaitu Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2010 serta Peraturan Bupati Klaten Nomor 49 Tahun 2010 tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Bea Hak atas Tanah dan Bangunan. Pada awal pelaksanaannya target pendapatan yang ditetapkan hanya sebesar Rp. 2.500.000.000,00 jauh dibawah target pendapatan BPHTB ketika terakhir sebagai pajak pusat dengan target bagi hasil sebesar Rp.9.147.482.000,00. Penetapan target dalam anggaran pendapatan ini yang cenderung menurun dikarenakan daerah masih menghadapi banyak masalah dalam proses pemungutan, diantaranya masalah kelembagaan, data, teknologi serta sumber daya manusia. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Asistensi Kementrian Keuangan bidang

4 Desentralisasi Fiskal (TADF) pada tahun 2012 yang menyebutkan bahwa masih adanya permasalahan di daerah ini mengakibatkan sebagian daerah yang telah melaksanakan pengalihan memperoleh hasil pemungutan yang rendah. Selain faktor internal terkait data, teknologi dan SDM masih terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi diantaranya perubahan pertumbuhan ekonomi, perubahan density (kepadatan penduduk) yang berpengaruh positif terhadap perubahan penerimaan BPHTB. Meskipun secara internal kelembagaan, data dan SDM telah diperbaiki belum bisa secara langsung berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan BPHTB. Namun perbaikan faktor internal tersebut sangat diperlukan untuk mempermudah daerah dalam melaksanakan pengalihan pemungutan BPHTB, juga perbaikan sistem pengendalian internal dalam pengelolaannya. Pelaksanaan pemungutan telah dilakukan sejak tahun 2011, namun hingga saat ini masih banyak masalah dan kendala yang dihadapi dalam upaya pemerintah kabupaten Klaten untuk mengoptimalkan pendapatan BPHTB. Pengendalian internal dalam pemungutan BPHTB ini menjadi sangat penting untuk dapat memberikan jaminan tentang kebenaran jumlah pemungutan dan untuk menghindari terjadinya manipulasi hasil pemungutan pajak. Tujuan dari pengendalian internal sendiri adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset dan ketaatan terhadap peraturan perundangan yang berlaku. Pengendalian internal yang baik diharapkan mampu mencegah dan mengurangi terjadinya kesalahan dan penyelewengan dalam suatu organisasi.

5 Lemahnya sistem pengendalian internal mengakibatkan kegagalan dalam pencapaian tujuan. Disain sistem pengendalian yang tidak sesuai dan implementasi yang tidak tepat dapat mengurangi efektifitas dan kemampuan sistem pengendalian internal sehingga sistem yang digunakan menjadi tidak memadai untuk dapat menjalankan fungsi pengendalian. Evaluasi dan pengembangan sistem pengendalian internal penting dilakukan untuk dapat meningkatkan kemampuan dan efektifitas sistem pengendalian internal dalam upaya pengelolaan resiko yang dihadapi. Adanya temuan BPK atas sistem pengendalian internal yang menyatakan bahwa pengalihan pemungutan BPHTB di kabupaten Klaten belum didukung dengan mekanisme pemungutan yang memadai seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah dalam hal ini DPPKAD sebagai SKPD pengelola, untuk membenahi sistem pengendalian dalam pengelolaan penerimaan BPHTB. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sistem pengendalian internal yang diterapkan oleh pemerintah kabupaten Klaten dalam pengelolaan BPHTB masih lemah. 1.3 Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah, pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perencanaan, penentuan dan penetapan target pendapatan BPHTB dalam APBD?

6 2. Bagaimanakah pelaksanaan sistem pengendalian internal dalam pengelolaan BPHTB di Kabupaten Klaten? 3. Apakah kelemahan-kelemahan sistem pengendalian internal dalam pengelolaan BPHTB di Kabupaten Klaten? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1 Untuk mengevaluasi penyusunan target pendapatan BPHTB dalam APBD di kabupaten Klaten sebagai salah satu upaya pengendalian pemungutan BPHTB. 2 Untuk mengevaluasi pelaksanaan sistem pengendalian internal dalam pengelolaan BPHTB. 3 Untuk mengevaluasi kelemahan-kelemahan dalam sistem pengendalian internal pengelolaan BPHTB yang diterapkan di Kabupaten Klaten. 1.5 Motivasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan berlandaskan motivasi untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah kabupaten Klaten dalam upaya meningkatkan pendapatan pajak daerah yang bersumber dari BPHTB. Upaya peningkatan pendapatan BPHTB dengan melalui perbaikan sistem pengendalian internal dan evaluasi terhadap pengendalian internal dalam pengelolaan BPHTB. 1.6 Kontribusi Penelitian Penelitian mengenai evaluasi sistem pengendalian internal dalam pemungutan BPHTB diharapkan dapat memberikan kontribusi:

7 1. Akademis, menambah referensi untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan perencanaan pendapatan dan sistem pengendalian internal dalam proses penerimaan pendapatan daerah 2. Praktis, bagi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dalam perencanaan dan penganggaran pendapatan daerah serta memperkuat sistem pengendalian internal pada penerimaan BPHTB guna meningkatkan kinerja dan optimalisasi pendapatan BPHTB 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Pertanyaan Penelitan, Tujuan penelitian, Motivasi Penelitian, Proses Penelitan dan Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini membahas tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian serta hasil penelitian terdahulu. BAB III LATAR BELAKANG KONTEKSTUAL PENELITIAN Pada bab ini membahas tentang deskripsi objek penelitian dan aplikasi teori dan konsep pada objek penelitian BAB IV RANCANGAN PENELITIAN Pada bab ini membahas mengenai metoda yang digunakan dalam penelitian. Bab ini juga membahas tentang teknik pengumpulan dan pengolahan data, jenis dan sumber data dan proses analisis data.

8 BAB V PEMAPARAN TEMUAN Pada bab ini membahas tentang temuan-temuan dalam investigasi kasus dan fakta-fakta yang diperoleh pada objek penelitian yang dapat menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan untuk dapat mencapai tujuan penelitian. BAB VI RINGKASAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini membahas tentang muatan ringkas namun lengkap mengenai latar belakang, cara dan hasil penelitian. Penjelasan yang mendalam mengenai hasil yang diperoleh dan implikasinya. BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini membahas secara ringkas kesimpulan hasil dari kegiatan penelitian serta rekomendasi berupa implikasi hasil penelitian untuk diterapkan dan praktik untuk memecahkan masalah yang diteliti.