BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

`BAB I PENDAHULUAN. A. Gambaran Umum Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan. Dan Asset Daerah (Dppkad) Kabupaten Boyolali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian kontribusi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

Rudi Saputro Nengah Sudjana Devi Farah Azizah

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Andriani dalam bukunya Waluyo (2009: 2) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang APBN menurut uu nomor 17 tahun 2003 pasal 1 adalah rencana keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

PERATURAN BUPATI BREBES NOMOR 001 TAHUN 2018 TENTANG TENTANG TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN BREBES

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

Dengan adanya pajak sebagai sumber PAD, daerah dapat membiayai. pembangunan secara optimal. Dalam Undang-undang RI Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Efektivitas 1. Pengertian Efektivitas Hidayat (1986) menjelaskan bahwa: Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana semakin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya. Sedangkan Definisi efektivitas menurut Mardiasmo (2004:134) Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan potensi atau target penerimaan pajak itu sendiri. Efektivitas penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah mengukur hubungan antara hasil pungutan Pajak Bumi dan Bangunan dengan potensi atau target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan itu sendiri. 20

21 Rumus yang digunakan dalam menghitung tingkat efektivitas penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah: Efektivitas = Realisasi Penerimaan PBB Target PBB 100% Tabel 2.1 Nilai Interpretasi Efektivitas Presentase (%) Kriteria >100 Sangat Efektif 90-100 Efektif 80-90 Cukup Efektif 60-80 Kurang Efektif <60 Tidak Efektif Sumber: Munir, dkk, 2004:151 B. Pengertian Pajak Definisi menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H dalam Suandy (2011:8) Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut disempurnakan menjadi Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk

22 membiyai pengeluaran rutin dan surplus -nya diguakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. C. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal 1. Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Desentralisasi Fiskal Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. Sedangkan Desentralisasi Fiskal merupakan salah satu mekanisme transfer dana dari APBN dalam kaitan dengan kebijakan Keuangan Negara. Untuk mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability) dan memberikan stimulus terhadap aktivits perekonomian masyarakat. Kebijakan desentralisasi fiskal diharapkan akan menciptakan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang sepadan. Besarnya kewenangan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah

23 otonom akan menciptakan iklim pemerintahan daerah yang merata di masyarakat (Farida, 2011:348-349). D. Pendapatan Asli Daerah Menurut Halim (2004:94) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerahnya sendiri. Daerah dituntut untuk berperan aktf dalam mengoptimalkan penerimaan pendapatan daerahnya. Hal tersebut sebagai upaya untuk menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah (otoda) sebagai perwujudan dari desentralisasi. E. Pajak Daerah Pajak Daerah adalah pungutan wajib atas orang pribadi atau badan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiaai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah (Prakosa, 2005:2).

24 Sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengelompokan pajak daerah dibagi menjadi: 1. Jenis Pajak Provinsi terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. 2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

25 F. Pajak Bumi dan Bangunan 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak. Sedangkan menurut Diana Setiawati (2009:749) pengertian PBB adalah iuran yang dikenakan terhadap pemilik, pemegang keuasaan, penyewa dan yang memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan. Pengertian bumi adlah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Bumi menunjuk pada permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalama serta laut wilayang Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan perairan dengan digunakan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha. 2. Objek PBB Objek PBB adalah Bumi dan/atau bangunan. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Sedangkan

26 bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara bertahap pada tanah atau perairan (Mardiasmo, 2009:311). 3. Subjek PBB Menurut Waluyo (2009:473) Subjek Pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu ha katas bumi, dan/atau; memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau; memiliki, menguasai atas bangunan, dan/atau; memperoleh manfaat atas banguan. 4. Dasar Pengenaan PBB Dasar pengenaan PBB adalah NJOP. Berdaarkan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 5 Tahun 2012, berikut definisi mengenai Nilai Jual Objek Pajak: a. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh atas transaksi jual beli yang teradi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru atau NJOP pengganti. b. Besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB P2 dtetapkan setiap tiga tahun, kecuali untuk objek pajak tertntu data ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.

27 c. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang selanjutnya disebut NJOPTKP adalah besaran nilai ang merupakan batas tertinggi nilai/harga objek pajak yang tidak dikenai objek pajak. d. Besarnya NJOPTKP ditetapkan Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) 5. Tarif PBB a. Untuk NJOP sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,1% (nol koma satu persen) per tahun; b. Untuk tambahan NJOP diatas Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,2% (nol koma dua persen) per tahun; c. Dalam hal pemanfaatan bumi dan/atau bangunan untuk perusahaan yang memiliki tenaga kerja lebih dari 1000 (seribu) tenaga kerja, maka dapat diberikan pengurangan 15% (lima belas persen) dari tarif pajak bumi dan bangunan; d. Dalam hal pemanfaatan bumi da.atau bangunan untuk usaha pertanian tanaman pangan, maka dapat diberikan pengurangan sebesar 15% (lima belas persen) dari tarif pajak bumi dan bangunan. 6. Penetapan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Tahun 2015 Kabupaten Boyolali Penetapan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Tahun 2015 Kabupaten Boyolali merupakan Surat Keputusan

28 Bupati Boyolali Nomor 971.11.583 Tahun 2004 yang berlaku pada tanggal 01 Januari 2015. Surat Keputusan ini berisi tentang peraturan serta faktor-faktor penyebab adanya kenaikan kelas NJOP di Kabupaten Boyolali. a. Faktor-faktor Penyebab adanya Kenaikan Kelas NJOP 1) Masih rendahnya potensi Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) di Kabupaten Boyolali bahkan cenderung menurun dari tahun ke tahun sedangkan kenaikan pendapatan dari sektor PBB P2 setiap tahun berbanding terbalik dengan potensi yang ada. Tabel 2.2 Target dan Potensi PBB P2 Kabupaten Boyolali Tahun Potensi Target Realisasi 2012 17,3 M 12 M 14,2 M 2013 16,2 M 16,2 M 13,8 M 2014 15,9 M 12,5 M 14 M Sumber: DPPKAD Kabupaten Boyolali 2) Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Boyolali melalui Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) relatif rendah terhadap beban Anggaran Pembangunan sebesar Rp. 13 Milyar disbanding dengan Kabupaten/Kota sekitarnya, Kota Surakarta sebesar Rp. 45 Milyar, Kabupaten Sukoharjo sebesar Rp. 34 Milyar dan

29 Kabupaten Klaten sebesar Rp. 28 Milyar serta Kabupaten Karanganyar sebesar Rp. 28 Milyar. 3) Terjadi kesenjangan yang sangat tajam antara NJOP yang tercantum pada SPPT PBB denga nilai pasar yakni sekitar 5-35 kali lipat dengan NJOP pada SPPT PBB sehingga seringkali menyulitkan verifikator dalam melaksanakan tugas verifikasi sehingga terjadi perolehan hak atas bumi dan bangunan dalam menetakan BPHTB-nya. 4) Kurangnya SDM yang sesuai dalam Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Kabupaten Boyolali. b. Fakta dan Data 1) NJOP Bumi dan Bangunan di Kabupaten Boyolali dinilai sudah tidak sesuai bahkan sangat jauh perbedaannya dengan NJOP (Nilai Pasar) di lapangan. 2) Sejak tahun 2009 (dikelola pratama) sampai dialihkan ke Pemkab Boyolali tahun 2013, menurut peraturan perundangundangan yang berlaku sebenarnya sudah saatnya ditinjau/disesuaikan, namun sesuai wewenang Bupati Boyolali agar database dari KPP Pratama diteruskan dahulu sambil belajar administrasinya dengan benar selama 1-2 tahun selanjutnya baru dievaluasi dan disesuaikan. 3) Menurut hasil pantauan.peneliian sederhana kami di lapangan, nilai transaksi pada proses BPHTB Tahun 2011 sampai tahun

30 2014 bahwa harga pasar di Kabupaten sudah tidak sesuai bahkan sangat jauh perbedaannya dengan NJOP (Nilai Pasar) realita di lapangan. Hal ini dapat dilihat dari contoh transaksi di beberapa wilayah Boyolali, yaitu Desa Ngadirejo Kecamatan Ampel NJOP Rp. 5.000,00/m2 nilai transaksi Rp. 100.000,00/m2; Kelurahan Banaran Kecamatan Boyolali NJOP Rp. 916.000,00/m2 nilai transaksi Rp. 3.210.000,00/m2; Desa Winong Kecamatan Boyolali NJOP Rp. 64.000,00/m2 nilai transaksi Rp. 500.000,00/m2; dan masih banyak lagi desa yang NJOP dalam SPPT dengan nilai pasarnya sudah tidak sesuai, bahkan asih ada NJOP pada SPPT PBB nilai terenah bumi sebesar Rp. 1.200,00/m2 jelas sudah tidak logis lagi. 4) Kurangnya SDM yang sesuai dalam rangka Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan. 7. Kontribusi PBB Pajak Bumi dan Bangunan berkontribusi secara langsung terhadap penerimaan Pajak Daerah dan PAD. Kontribusi PBB terhadap Pajak Daerah dan PAD dapat dihitung dengan rumus: Kontribusi PBB: Realisasi Penerimaan PBB Realisasi Penerimaan Pajak Daerah/PAD 100%

31 Tabel 2.2 Nilai Interpretasi Kontribusi Presentase (%) Kriteria 0.00 10 Sangat Kurang 10.10 20 Kurang 20.10 30 Sedang 30.10 40 Cukup Baik 40.10 50 Baik Sumber: Munir, dkk, 2004:149 >50 Sangat Baik