BAB I PENDAHULUAN. badan badan usaha swasta, badan badan usaha milik negara, bahkan lembaga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. saat ini dan masa yang akan datang tidak akan lepas dari sektor perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. dan memperkokoh dalam tatan perekonomian nasional. peningkatan pembangunan pemerintah maupun bagi pengusaha-pengusaha swasta

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penanganan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

BAB I PENDAHULUAN. barter merupakan suatu sistem pertukaran antara barang dengan barang atau

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 3/15/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK PERKREDITAN RAKYAT DALAM PENGAWASAN KHUSUS DAN PEMBEKUAN KEGIATAN USAHA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perbankan yang tidak sehat diturunkan melalui Bank Indonesia sebagai Bank

BAB I PENDAHULUAN. rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. 1 Bidang perumahan

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan atau badan usaha. Bank sebagai perantara pihak-pihak yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/34/PBI/2005 TENTANG TINDAK LANJUT PENANGANAN TERHADAP BANK PERKREDITAN RAKYAT DALAM STATUS PENGAWASAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa K

BAB I PENDAHULUAN. sebagai mitra dalam melakukan transaksi keuangan. 1 Semua sektor usaha maupun

PENYELESAIAN KREDIT MACET DI KOPERASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (KBPR) VII KOTO PARIAMAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Lembaga keuangan memiliki peranan penting dalam hal pembangunan. dan perkembangan perekonomian negara, karena fungsi utama dari lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1992 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan sudah dikenal di Indonesia sejak VOC mendirikan Bank

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis bank adalah bisnis yang rentan mengalami masalah secara tiba-tiba

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 31 Tahun 1992 TLN Nomor 3472, Pasal 4. Aditya Bakti, 2003), hal 86. Universitas Indonesia

METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bank di Indonesia mengalami proses pasang surut, dimulai pada

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan produk perbankan seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Undang-Undang No.7 Tahun 1992, yang telah diubah menjadi

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I. KETENTUAN UMUM

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. Secara konstitusional hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sebagian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai

PEMBAHASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kebutuhan keuangan masyarakat terus meningkat. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. keberlanjutan entitas bisnis dan untuk mengukur kemampuan bersaing dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. beresiko ketika beroperasi pada masa krisis. Dari sinilah usaha mikro. menjadi salah satu solusi pemberian modal.

BAB I PENDAHULUAN. kiprah dan sepak terjang industri perbankan syariah di tanah air. Hal ini dengan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

Pertemuan 7. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. keuangan ini dapat menyediakan dana bagi pengusaha-pengusaha swasta atau

No. 4/1/DPBPR Jakarta, 24 Januari 2002 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. usaha kecil atau usaha mikro dan sektor informal, terutama di daerah pedesaan.

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di tempat.

BAB I PENDAHULUAN. menunculkan bidang-bidang yang terus berkembang di berbagai aspek

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1824 dengan nama Nederlandsche

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan berfungsi sebagai financial intermediary atau perantara

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 6 /PBI/2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan, dan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/11/PBI/2000 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan negara hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut. rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. 1.

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan perbankan dan situasi bisnis di pasar saat ini berubah sangat cepat. Kondisi

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI. BAB I KETENTUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan badan usaha swasta, badan badan usaha milik negara, bahkan lembaga lembaga pemerintahan menyimpan dana dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1 Di Indonesia masalah yang terkait dengan bank diatur dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998. Dilihat dari segi fungsinya bank ada dua macam bank yaitu bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan kegiatannya tersebut bank umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar pada kegiatan tertentu. Adapun yang dimaksud mengkhususkan diri untuk melakukan kegiatan tertentu antara lain melaksanakan kegiatan pembiayaan untuk mengembangkan 1 Hermansyah. 2012. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta:Kencana hlm 7

koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah, pengembangan ekspor nonmigas, dan pengembangan pembangunan perumahan. 2 Sementara itu Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya bukan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya jasa jasa perbankan yang ditawarkan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan atau jasa bank umum. 3 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bertugas memberikan bantuan kepada masyarakat kecil yang membutuhkan dana di pasar pasar dan di desa desa. Selain itu, tugasnya menghimpun dana tabungan masyarakat berupa deposito berjangka. 4 Bank Perkreditan Rakyat terdapat dua jenis setelah dikeluarkannya. Paket Oktober 1998 (Pakto 1988), yaitu BPR gaya lama (BPR yang telah memperoleh izin sebelum Pakto 1988), dan BPR gaya baru (BPR yang memperoleh izin usaha setelah Pakto 1988). BPR gaya lama terdiri dari atas Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari, Lembaga Perkreditan Desa, Badan Kredit Desa, dan lembaga lembaga lain yang dipersamakan dengan itu. Sementara itu BPR gaya baru hanya dapat didirikan dan menjalankan usaha di Kecamatan dan di desa desa di luar ibukota negara, ibukota provinsi dan ibukota kabupaten. 2 Supramono, Gatot. 2009. Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis. Jakarta: Rineka Cipta. hlm 47 3 Ibid. hlm 47 4 Gazali, Djoni S. dan Rahmadi Usman. 2010. Hukum Perbankan. Jakarta: Sinar Grafika hlm 51

Dalam Pakto 1988 disebutkan bahwa kebijakan ekonomi tersebut dikeluarkan untuk memulai pengembangan bank bank sekunder seperti Bank Desa, Bank Pasar, dan Bank Kredit Desa yang kemudian diubah menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Tujuan utama pengembangan BPR adalah memperluas jangkauan bantuan pembiayaan untuk mendorong peningkatan ekonomi, terutama di daerah pedesaan. 5 Pengaturan mengenai perubahan status bank bank desa tersebut diatur fi dalam Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun 1998 tentang Bank Perkreditan Rakyat. Disebutkan bahwa bank bank desa semuanya menjadi Bank Perkreditan Rakyat. 6 Setelah berlakunya Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992, yang kemudian diubah dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998, bank bank desa dan yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan undang undang dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Hal ini mengingat lembaga lembaga dimaksud telah tumbuh dan berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat Indonesia, maka keberadaan lembaga tersebut tetap diakui. Karenanya Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan kejelasan status dari lembaga lembaga keuangan desa dimaksud. Untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka dengan Peraturan Pemerintah telah ditetapkan persyaratan dan tata cara pemberian status 5 www.bi.go.id. Diakses pada tanggal 28 Desember 2015 Pukul 14:50 WIB 6 Gazali, Djoni S. dan Rahmadi Usman. Op.Cit. hlm 52

lembaga lembaga dimaksud sebagai Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat. 7 Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1992 menyatakan Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari, Lembaga Perkreditan Desa, Badan Kredit Desa, Badan Kredit, Kecamatan, Kredit Usaha Rakyat Kecil, Lembaga Perkreditan Kecamatan, Bank Karya Produksi Desa, dan/atau lembaga lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu, yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan dinyatakan menjadi Bank Perkreditan Rakyat. Kemudian Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1992 menegaskan Lembaga atau badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah berdiri sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan belum mendapatkan izin usaha sebagai Bank perkreditan Rakyat wajib mengajukan permohonan izin usaha sebagai Bank Perkreditan Rakyat kepada Menteri Keuangan selambat lambatnya 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Bank Indonesia sebelum dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan merupakan bank sentral yang salah satu fungsinya bertugas mengatur dan mengawasi bank. Menurut ketentuan Pasal 24 Undang Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, bahwa Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan izin dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari suatu bank, melaksanakan pengawasan bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang undangan. 7 Ibid. hlm 53

Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat untuk memperoleh suatu usaha sebagai bank harus memperoleh izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia. Kewajiban untuk memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dikarenakan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat, oleh siapapun, pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi berhubung kegiatan ini terkait dengan kepentingan masyarakat (nasabah) yang menyimpan dananya pada pihak bank. 8 Bank Perkreditan Rakyat dalam izin pendiriannya mengenai persyaratan dan tata cara perizinannya diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat, yang kemudian dicabut, diganti dan disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/26/PBI/2006 tentang Bank Perkreditan Rakyat. Setelah dikeluarkannya Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tugas pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang mencakup salah satunya Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang sebelumnya berada pada kewenangan Bank Indonesia beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan sesuai yang dinyatakan dalam Pasal 6 huruf a yang menyatakan bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan. Dalam Pasal 7 huruf a Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa 8 Ibid. hlm 173

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang: a. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi, dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; Dalam menjalankan fungsinya mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan yang termasuk di dalamnya Bank Perkreditan Rakyat, OJK mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat. Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 di dalam Pasal 4 mengatur mengenai syarat pendirian suatu Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 4 ayat (1) menyatakan BPR hanya dapat dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia; b. badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia; dan/atau c. Pemerintah Daerah; Lalu di dalam Pasal 5 ayat (1) menyatakan Modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan paling sedikit: a. Rp. 14.000.000.000 (empat belas miliar rupiah), bagi BPR yang didirikan di zona 1; b. Rp. 8.000.000.000 (delapan miliar rupiah), bagi BPR yang didirkan di zona 2; c. Rp. 6.000.000.000 (enam miliar rupiah), bagi BPR yang didirikan di zona 3; dan d. Rp. 4.000.000.000 (empat miliar rupiah), bagi BPR yang didirikan di zona 4.

Dalam perkembangannya Bank Perkreditan Rakyat akhir akhir ini banyak yang telah dicabut izin operasionalnya, salah satu provinsi yang banyak terjadi pencabutan izin BPR adalah Sumatera Barat. Otoritas Jasa Keuangan mencatatkan sejak 2005 telah terjadi pencabutan izin terhadap 13 BPR di Sumatera Barat baik yang dicabutizinnyaoleh Bank Indonesia maupunolehotoritasjasakeuanganyang menjadikan Provinsi Sumatera Barat masuk kedalam tiga besar nasional BPR yang banyak dicabut izin operasionalnya.dengan dicabutnya izin operasional ke 13 BPR tersebut maka jumlah BPR yang tersisa di Sumatera Barat berjumlah 99 unit. 9 Adapun 13 BPR di Sumatera Barat yang dicabut izin usahanya yaitu: 10 Tabel: Daftar BPR yang dicabut di Sumatera Barat No 1 2 3 4 5 6 7 8 Nama Bank Dalam Likuidasi PT BPR Mitra Bunda Mandiri (DL) PT BPR Carano Nagari, Bukittinggi PT BPR Cahaya Nagari (DL) PT BPR Mitra Danagung (DL) PT BPR Berok Gunung Pangilun (DL) BPR LPN Mudik Air (DL) PT. BPR Artha Nagari Madani (DL) PT BPR Dharma Bhakti SMAdang Wilayah Sumatera Barat Sumatera Barat Sawahlunto Sumatera Barat Padang Sumatera Barat Padang, Sumatera Barat Sawah Lunto, Sumatera Barat Padang, Sumatra Barat Sumatera Barat Tanggal CIU 22-Jan- 2016 10-Jul- 2015 06-Dec- 2013 24-Sep- 2013 05-Apr- 2013 01-Jun- 2012 15-Dec- 2011 18-Aug- 2011 Posisi 9 m.bisnis.com Sejak 2005, OJK Cabut Izin 13 Bank Perkreditan Rakyat di Sumbar. Diakses pada tanggal 6 Mei 2016 Pukul 16:40 WIB 10 www.lps.go.iddiakses pada tanggal 1 Mei 2016 Pukul 15:03 WIb

9 10 PT. BPR Dharma Bhakti SMAdang (DL) PT BPR Salimpaung Sepakat (DL) PT. BPR Junjung Sirih (DL) PT. BPR Salido Empati (DL) PT. BPR Samudra Air Tawar (DL) Padang, Sumatra barat Tanah Datar, Sumatera Barat 11 Solok, Sumatra Barat 12 Painan, Sumatra Barat 13 Padang, Sumatera Barat Sumber: www.lps.go.id Tahun 2016 18-Jul- 2011 20-Apr- 2011 04-Aug- 2010 09-Mar- 2010 17-Feb- 2010 Selesai Likuidasi Selesai Likuidasi Selesai Likuidasi Pasal 37 ayat (2) Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menetapkan alasan hukum yang memungkinkan suatu bank dicabut izin operasionalnya yaitu: 1. apabila menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank membahayakan sistem perbankan; atau 2. apabila menurut penilaian Bank Indonesia suatu bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya dan tindakan untuk mengatasinya belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank Berdasarkan Pasal 37 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan alasan atau penyebab dicabutnya izin suatu bank diakibatkan karena bank mengalami kesulitan yang membahayakan usahanya seperti turunnya permodalan, kualitas aset dan pengelolaan buruk. Selain itu penyebabnya dikarenakan keadaan suatu bank yang dapat membahayakan sistem perbankan seperti contoh bank tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada pihak lain.

Banyaknya Bank Perkreditan Rakyat yang dicabut diakibatkan bank yang bermasalah. bank yang bermasalah dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal bank yang berupa terjadinya kredit macet, transaksi yang spekulatif, terjadinya kecurangan dan pengaruh negatif konflik interen bank. Sementara itu faktor eksternal diakibatkan oleh faktor yang berasal dari luar bank seperti kabar atau isu yang tidak benar sehingga menyebabkan bank menjadi bermasalah. 11 Salah satu BPR yang dicabut izin operasionalnya oleh OJK adalah PT Bank Perkreditan Rakyat Mitra Bunda Mandiri Painan yang dicabut izinnya pada tanggal 22 Januari 2016 dan menjadi salah satu BPR dari 13 BPR yang dicabut izin operasionalnya di Provinsi Sumatera Barat. Kepala OJK perwakilan Sumatera Barat Indra Yuheri menyebutkan BPR Mitra Bunda Mandiri tidak mampu memperbaiki kondisi keuangan. BPR Mitra Bunda Mandiri tidak mampu memenuhi kewajiban modal minimum atau Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 4% dan rata rata cash ratio dalam enam bulan terakhir minimum sebesar 3%. Adapun per November 2015 kondisi keuangan BPR Mitra Bunda Mandiri aset sebesar Rp. 337.000.000 penghimpunan dana pihak ketiga Rp. 402.000.000 dan kredit Rp. 432.000.000. Dari total penyaluran kredit hanya Rp.201.000.000 kredit berjalan lancar. Sisanya Rp. 51.000.000 macet dan tidak jelas statusnya berkisar Rp.150.000.000. Selain itu jumlah debitur sebanyak 125 orang dan nasabah sebanyak 4.279 orang dengan 3 orang memiliki deposito. Upaya penyehatan yang dilakukan sampai batas waktu 11 Supramono, Gatot.Op.Cit. hlm 83

180 hari dengan status bank pengawasan khusus tidak menuai hasil. OJK terpaksa mencabut izin BPR ini, kata Indra Yuheri. 12 Otoritas Jasa Keuangan sebelum mencabut izin BPR yang bermasalah tentu sesuai dengan prosedur. Sebelum ditetapkan dicabut izin operasionalnya BPR yang bermasalah ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan khusus sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/20/PBI/2009 tentang Tindak Lanjut Terhadap Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus dan Otoritas Jasa Keuangan memerintahkan kepada BPR yang bermasalah untuk melakukan tindakan penyelamatan terhadap bank yang bermasalah sesuai dengan Pasal 37 Undang Undang Perbankan. Akan tetapi jika tindakan penyelamatan terhadap BPR tidak dapat dilakukan oleh BPR yang bermasalah tentu OJK mengambil tindakan pencabutan izin sebagai jalan akhir. Dengan dicabutnya izin operasional PT BPR Mitra Bunda Mandiri hal ini tentu mengakibatkan terjadinya kerugian dari pihak pihak yang berkaitan dengan PT BPR Mitra Bunda Mandiri yang dicabut izin operasionalnya, terutama dari pihak nasabah penyimpan dana yang menyimpan dana simpanan, begitu juga dengan debitur dan kreditur yang terkait di PT BPR Mitra Bunda Mandiri. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengangkat judul PELAKSANAAN PENCABUTAN IZIN OPERASIONAL BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) (Studi ka sus pada PT BPR Mitra Bunda Mandiri Painan). 12 m.bisnis.com OJK cabut izin BPR Mitra Bunda Mandiri Diakses pada tanggal 6 Mei 2016 Pukul 19:33 WIB

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pencabutan izin operasional PT Bank Perkreditan Rakyat Mitra Bunda Mandiri Painan oleh Otoritas Jasa Keuangan? 2. Bagaimana status debitur dan nasabah penyimpan dana setelah pencabutan izin operasional PT Bank Perkreditan Rakyat Mitra Bunda Mandiri Painan oleh Otoritas Jasa Keuangan? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pencabutan izin operasional PT BPR Mitra Bunda Mandiri Painan oleh Otoritas Jasa Keuangan 2. Untuk mengetahui status debitur dan nasabah penyimpan dana setelah pencabutan izin operasional PT BPR Mitra Bunda Mandiri Painan oleh Otoritas Jasa Keuangan D. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian diatas adapun manfaat yang hendak diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis

a. Sebagai sumbangan pemikiran teoritis dan sebagai bahan referensi diharapkan dapat berguna dalam perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan pada Hukum Perdata pada khususnya b. Dapat menjadi sumber referensi bagi mahasiswa, dosen dan masyarakat luas dalam mengembangkan wawasan serta ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya 2. Secara praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pelaksanaan pencabutan izin operasional PT Bank Perkreditan Rakyat Mitra Bunda Mandiri Painan oleh Otoritas Jasa Keuangan b. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan informasi bagi yang memerlukan E. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara yang teratur dan terfikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, maupun guna menguji kebenaran maupun ketidak benaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. Agar suatu penelitian ilmiah dapat berjalan dengan baik maka perlu menggunakan suatu metode penelitiann yang baik dan tepat. Dalam penulisan ini metode yang digunakan adalah: 1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang diajukan, peneliti menggunakan metode penelitian hukumdengan pendekatan yuridis sosiologis yaitu pendekatan penelitian yang menekankan pada aspek hukum (Peraturan Undang Undang) berkenaan dengan pokok masalah yang akan dibahas, dikaitkan dengan kenyataan dilapangan atau mempelajari tentang hukum positif suatu objek penelitian dan melihat praktek yang terjadi di lapangan. 13 Khususnya yang berkenaan dengan pelaksanaan pencabutan izin operasional PT Bank Perkreditan Rakyat Mitra Bunda Mandiri Painan oleh OJK. Dengan kata lain pendekatan ini melakukan penelitian lapangan dengan melihat fakta fakta yang terjadi di lapangan. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan sifat sifat suatu individu, keadaan dan gejala kelompok tertentu untuk menentukan penyebaran suatu gejala sosial dalam masyarakat. 3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Data Primer Data primer atau primary atau basic data adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni perilaku warga 13 Sunggono, Bambang. 2011. Metode Penelitian Hukum. Rajawali Pers. Jakarta. hlm 73

masyarakat, melalui penelitian. 14 Data tersebut diperoleh langsung melalui wawancara dengan pihak pihak yang terlibat langsung dengan pelaksanaan pencabutan izin operasional PT BPR Mitra Bunda Mandiri Painan oleh OJK. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang sudah terolah dan didapatkan dari data kepustakaan (library research). Data sekunder yaitu berupa: a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer yaitu semua bahan hukum yang mengikat dan berkaitan langsung dengan objek penelitian yang dilakukan dengan cara memperhatikan, mempelajari Undang Undang dan peraturan tertulis lainnya yang menjadi dasar penulisan skripsi ini. Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang UndangNomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, Undang Undang Nomor 21 Tahun2011 tentangotoritas Jasa Keuangan, Undang UndangNomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, Undang UndangNomor 24 Tahun 2004 tentanglembagapenjaminsimpanandan Peraturan Perundang undangan yang terkait. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yaitu berupa bahan hukum yang membantu dalam memberikan penjelasan terhadap bahan hukum 14 Soekanto,Soerjono. 2008. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia. Jakarta. hlm 12

primer, seperti buku buku, jurnal jurnal, media cetak dan elektronik. c. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier yaitu berupa bahan hukum yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. bahan hukum tersier ini berupa kamus hukum, kamus bahasa indonesia, ensiklopedia dan sebagainya. b. Sumber Data Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Penelitian kepustakaan (library research) Pengumpulan bahan hukum dalam penulisan ini dilakukan melalui serangkaian aktivitas pengumpulan bahan bahan yang dapat membantu terselenggaranya penulisan, terutama dengan melakuka penelitian kepustakaan dan melakukan analisis terhadap dokumen dokumen kepustakaan yang merupakan bahan hukum primer. Kemudian dikelompokkan dan diidentifikasi sesuai dengan topik yang dibahas. Tujuan dan kegunaan penelitian kepustakaan pada dasarnya adalah menunjukkan jalan pemecahan permasalahan penulisan. 2. Studi lapangan (field research) Dalam pengumpulan data data di lapangan, penulisa akan melakukan penelitian di Kantor Otoritas Jasa Keuangan Kantor

Wilayah Sumatera Barat sebagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan pencabutan izin PT BPR Mitra Bunda Mandiri Painan 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Studi Dokumen Studi kasus merupakan kasus atau data yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dan dilakukan dengan cara menganalisis dokumen dokumen yang peneliti dapat di lapangan serta berhubungan dengan masalah yang diteliti. b. Wawancara Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab secara lisan antara pewawancara dengan responden atau narasumber yaitu dengan pihak Otoritas Jasa Keuangan. 5. Teknik Pengolahan Data Setelah penulis mengumpulkan data-data dilapangan, maka penulis akan mengolah dan menganalisis data tersebut dengan cara sebagai berikut: a. Editing Data yang diperoleh penulis akan diedit terlebih dahulu guna mengetahui apakah data-data yang diperoleh tersebut sudah cukup baik dan lengkap untuk mendukung pemecahan masalah yang sudah dirumuskan. b. Coding

Yaitu proses pemberian tanda atau kode tertentu terhadap hassil wawancara dari responden. 6. Analisis Data Setelah didapatkan data data yang diperlukan baik dari data primer maupun data sekunder dilakukan analisis secara kualitatif yakni dengan melakukan penilaian terhadap data data yang penulis dapatkan di lapangan dengan bantuan literatur - literatur atau bahan bahan yang terkait dengan bentuk kalimat kemudian ditarik kesimpulan dan dijabarkan dalam penulisan yang deskriptif. F. Sistematika Penulisan Sistematika Penulisan ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan bab, dimana masing masing bab diuraikan masalahnya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Seacara sistematis, menempatkan materi pembahasan keseluruhannya kedalam 4 (empat) BAB yang diperinci sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Pada bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisikan tinjauan umum tentang Perbankan, tinjauan umum tentang Bank Perkreditan Rakyat, tinjauan umum tentang

Bank Indonesia, tinjauan umum tentang Otoritas Jasa Keuangan, tinjauan umum tentang Lembaga Penjamin Simpanan. BAB III: PEMBAHASAN Pada bab ini menguraikan tentang bagaimana pelaksanaan pencabutan izin PT Bank Perkreditan Rakyat Mitra Bunda Mandiri Painan oleh Otoritas jasa Keuangan dan untuk mengetahui status debitur dan nasabah penyimpan dana setelah pelaksanaan pencabutan izin PT Bank Perkreditan Rakyat Mitra Bunda Mandiri oleh Otoritas Jasa Keuangan. BAB IV: PENUTUP Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan kesimpulan dari yang diambil berdasarkan uraian uraian pada bab sebelumnya, serta mengemukakan sasaran yang berkaitan dengan objek penelitian. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN