UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PELAPOR

dokumen-dokumen yang mirip
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WHISTLE BLOWER DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERAMPOKAN DIDALAM TAKSI DITINJAU DARI PERSEPEKTIF VIKTIMOLOGI

ABSTRACT. Keywords : Compensation, Restitution, Rehabilitation, Terrorism.

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN PRIVASI KONSUMEN DALAM BERTRANSAKSI ONLINE

SANTUNAN OLEH PELAKU TINDAK PIDANA TERHADAP KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

KEABSAHAN PERNYATAAN MAJELIS HAKIM SIDANG TERBUKA DAN TERBATAS UNTUK UMUM (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG DIRUGIKAN AKIBAT PRAKTIK PERSEKONGKOLAN DALAM PENGADAAN TENDER

PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENJAMIN APABILA TERSANGKA ATAU TERDAKWA MELARIKAN DIRI DALAM MASA PENANGGUHAN PENAHANAN

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

RINGKASAN SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT YANG BERPERAN SERTA DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

KEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING )

KONSEKUENSI HUKUM PENGINGKARAN ISI BERITA ACARA PEMERIKSAAN OLEH TERDAKWA DI PERSIDANGAN Oleh :

PEMBERIAN GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN DALAM TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIS

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA. R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI

LEGALITAS SHORT MESSAGE SERVICE (SMS)

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP DAFTAR MENU MAKANAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN HARGA

HAK UNTUK MELAKUKAN UPAYA HUKUM OLEH KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI MEDIA ELEKTRONIK BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) DALAM PRA PENUNTUTAN

PEMBERIAN KOMPENSASI SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KERUSUHAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYELIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA PENCURIAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI PEMBELI BARANG HASIL KEJAHATAN DITINJAU DARI PASAL 480 KUHP TENTANG PENADAHAN

OPTIMALISASI PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BALITA SEBAGAI KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI TINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI

Oleh: R.Caesalino Wahyu Putra IGN.Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

TINJAUAN YURIDIS TERKAIT FAKTOR DAN UPAYA MENANGGULANGI ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA Oleh :

KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI PENGAKUAN YANG DIBERIKAN DI LUAR PERSIDANGAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU SODOMI TERHADAP KORBAN YANG TELAH CUKUP UMUR

TELAAH NORMATIF PASAL 138 AYAT (2) KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA TENTANG PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA DARI PENUNTUT UMUM KEPADA PENYIDIK

Riva Lovianita Lumbantoruan ABSTRAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

PENJATUHAN HUKUMAN UNTUK PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN HEWAN

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

JURNAL IMPLEMENTASI HAK KORBAN UNTUK MENDAPATKAN RESTITUSI MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENCURIAN PRATIMA DI BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DARI PELAKU USAHA YANG TUTUP TERKAIT DENGAN PEMBERIAN LAYANAN PURNA JUAL/GARANSI

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 17 TAHUN 2005 TENTANG

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

KINERJA KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT GIANYAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGATUR LALU LINTAS UDARA DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA

DASAR HUKUM KEWENANGAN PRAPERADILAN DALAM MEMUTUS PENETAPAN TERSANGKA

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

ABSTRAK. Aldy Christian Tarigan ( )

TESIS SUPRAYITNO NPM OLEH :

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Masalah

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA GAS ELPIJI

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

PENOLAKAN WARIS BERDASARKAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP MALPRAKTEK UPAYA MEDIS TRANSPLANTASI ORGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

Transkripsi:

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PELAPOR Oleh : I Gst. Agung Rio Diputra A. A. Gede Duwira Hadi Santosa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract : The entire community participation is needed in law enforcement efforts such as the example can be translated into witness. That where a witness is a necessity in a state of law. The purpose of this paper is to determine how the legal protection of a witness, on the occurrence of a criminal event, in addition to provide a general knowledge of the public about the laws and regulations governing the reporting witness protection. Method used is a normative law research because of a conflict of norms in Article 10 paragraph (2) due to the presence of lawsuits against witnesses whereas in Article 10 paragraph (1) is actually openly stated that the witness can not be prosecuted so on research The obtained data by reading and analyzing literature, legislation and other library materials related to the material covered in this paper. The conclusion of this paper is a guarantee for a a witness set forth in article 5, paragraph 1 of Law No. 31 of 2014 on Protection of Witnesses and Victims that every witness to the protection of personal security, family, possessions, and free from the threat with regard to testimony to be, being, or have been given as well as provide information without pressure. Key Words : Criminalevents, WitnessRapporteur, legalprotection Abstrak : Seluruh masyarakat partisipasinya sangat diperlukan dalam upaya penegakan hukum seperti pada misalnya dapat diwujudkan menjadi saksi. Yang dimana menjadi saksi merupakan suatu keharusan pada negara hukum. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi saksi pelapor atas terjadinya suatu peristiwa pidana, di samping itu agar dapat memberikan pengetahuan umum kepada masyarakat mengenai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan saksi pelapor. Metode penulisan yang digunakan adalah penelitian hukum normatif karena adanya konflik norma pada Pasal 10 ayat (2) karena terdapatnya tuntutan hukum terhadap saksi sedangkan pada Pasal 10 ayat (1) ini justru secara terang-terangan menyatakan bahwa saksi tidak dapat dituntut secara hukum sehinggapada penelitian inimemperoleh data dengan membaca dan menganalisa literatur, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan materi yang dibahas dalam makalah ini. Kesimpulan dari penulisan ini adalah jaminan bagi seorang menjadi saksi yang diatur dalam pasal 5 ayat 1 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban bahwa setiap saksi memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, harta bendanya, dan bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya serta memberikan keterangan tanpa tekanan. 1

Kata Kunci : Peristiwa Pidana, Saksi Pelapor, Perlindungan hukum I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berbicara tentang saksi, seluruh masyarakat partisipasinya sangat diperlukan dalam upaya penegakan hukum seperti pada misalnya dapat diwujudkan menjadi saksi. Yang dimana menjadi saksi merupakan suatu keharusan pada negara hukum. Pada Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2014tentang Perlindungan Saksi dan Korban pasal 1 nomor 1 berbunyi Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri. Sebagai suatu upaya penting dalam mencari suatu kebenaran, maka saksi pelapor sebagai pihak yang memberikan informasi langsung atas terjadinya suatu peristiwa pidana merupakan salah satu alat pembuktian dalam hukum acara pidana. Berdasarkan alat-alat bukti yang ada maka keterangan saksi dan keterangan ahli merupakan alat bukti yang utama. 1 M. Yahya Harahaf mengatakan pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang penting utama dalam perkara pidana, sekurang-kurangnya disamping pembuktian dengan alat bantu yang lain masih tetap selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi. 2 Agar dapat menjamin hak dan kewajiban bagi saksi pelapor di dalam memberikan laporan diperlukan suatu aturan-aturan yang mengaturnya dan sampai saat ini pengaturan terhadap saksi pelapor belum diatur dalam KUHAP. Pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban dibuat agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat mengenai betapa pentingnya perlindungan terhadap saksi dan korban tindak pidana sehingga pada penegakan hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana tidak mengalami kesulitan pada waktu menghadirkan saksi yang disebabkan adanya undang-undang yang mengatur perlindungan saksi dan korban. 1 Soedirjo, 1985, Jaksa Dan Hakim Dalam Proses Pidana, Akademika Presido, Jakarta, h. 55. 2 M. Yahya Hrahaf, 1993, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Jilid 2, Pustaka Kartini, Jakarta, h. 509. 2

1.2 TUJUAN Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi saksi pelapor atas terjadinya suatu peristiwa pidana, di samping itu agar dapat memberikan pengetahuan umum kepada masyarakat mengenai peraturan perundangundangan yang mengatur tentang perlindungan saksi pelapor. II. ISI MAKALAH 2.1 METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif karena karena adanya konfliknorma pada Pasal 10 ayat (2) karena terdapatnya tuntutan hukum terhadap saksi pelapor sedangkan pada Pasal 10 ayat (1) ini justru secara terang-terangan menyatakan bahwa saksi tidak dapat dituntut secara hukum sehingga menggunakan sumber data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan teori hukum. Pendekatan yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan. Analisis terhadap bahan hukum yang dilakukan dengan analisis dan argumentatif. 2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN Peristiwa Pidana Menjadi saksi adalah kewajiban bagi setiap orang. Seseorang yang menjadi saksi biasa dan setelah di panggil secara patut untuk memberikan kesaksiannya di sidang pengadilan tetapi menolak kewajibannya dapat dikenakan pidana berdasarkan hukum yang berlaku, seperti misalnya yang disebutkan dalam Pasal 522 KUHPyang menentukan bahwa Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Saksi adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang dan dapat mengakibatkan terangnya suatu perkaramengenai hak-hak yang dirinya alami, dengar ataupun ia lihat secara langsung. Pada keterangan saksi dibagi menjadi 2 yaitu keterangan saksi biasa dan keterangan saksi ahli. Menurut Wirjono Prodjodikoro mengatakan perbedaan dari kedua keterangan saksi tersebut adalah bahwa keterangan seorang saksi biasa mengenai 3

hal-hal yang dialami oleh saksi itu sendiri (ergen waarneming), sedangkan keterangan saksi ahli adalah mengenai suatu penghargaan (waarneming) dari hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan dari hal-hal itu. 3 Untuk penyelidik dan penyidik tentang suatu tindak pidana akan dipengaruhi dengan kesadaran dari warga masyarakat untuk ikut dalam penegakan hukum. Sehingga upaya perlindungan terhadap saksi terlihat dengan diaturnya Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban bahwa setiap saksi berhak : 1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; 2. Memberikan keterangan tanpa tekanan; Upaya Perlindungan Khusus Dalam Peraturan KAPOLRI No. 17 Tahun 2005 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus terhadap Pelapor dan Saksi khusus terhadap pelapor, saksi dan keluarganya meliputi beberapa hal, yaitu : Pertama, perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental. Kedua, perlindungan terhadap harta. Ketiga, perlindungan berupa kerahasiaan dan penyamaran identitas. Keempat, pemberian keterangan tanpa bertatap muka (konfrontasi) dengan tersangka atau terdakwa pada setiap tingkat pemeriksanaan perkara. Sebagai contoh, pernah dilakukan pemeriksaan saksi oleh kepolisian denganmenyamarkan identitas pelaku dengan berita acara penyamaran. Saksi diberikan nama danjenis kelamin yang berbeda dengan keadaan sebenarnya. Biaya yang timbul dalampelaksanaan perlindungan khusus ini dibebankan kepada anggaran Kepolisian NegaraRepublik Indonesia.Namun, dalam pelaksanaannya masih ada aparatur penegak 3 Wirjono Prodjodikoro, 1983, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sumur, Bandung, h.15 4

hukum yang belum mengertimengenai ketentuan perlindungan pelapor dan saksi ini. Perlindungan hukum lain adalah berupa larangan bagi siapapun untuk membocorkan namapelapor atau kewajiban merahasiakan nama pelapor disertai dengan ancaman pidana terhadappelanggarannya. Semua saksi, pelapor dan korban memerlukan perlindungan hukum ini. III.KESIMPULAN Menjadi saksi adalah kewajiban bagi setiap orang. Pada keterangan saksi dibagi menjadi 2 yaitu keterangan saksi biasa dan keterangan saksi ahli. Jaminan bagi seorang menjadi saksi yang diatur dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban bahwa setiap saksi memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, harta bendanya, dan bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya serta memberikan keterangan tanpa tekanan. IV. DAFTAR PUSTAKA Harahaf M. Yahya, 1993,Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana Jilid 2, Pustaka Kartini, Jakarta. Prodjodikoro Wirjono, 1983, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sumur, Bandung. Soedirjo, 1985, Jaksa Dan Hakim Dalam Proses Pidana, Akademika Presido, Jakarta. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 5