BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

BAB I PENDAHULUAN. dalam malakukan perekonomian. Ekonomi syariah sendiri merupakan. perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH MENURUT PASAL 55 UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

BAB I PENDAHULUAN. dalam eksistensi lembaga Peradilan Agama saat ini. Salah satu perubahan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia, ada

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

PARADIGMA BARU PERADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

PENGARUH MODERNITAS TERHADAP HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

BAB I PENDAHULUAN. tidak memungkinkan lagi untuk mewujudkan perdamaian, maka hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Oleh : Karmuji 1. Abstrak PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan berkeluarga terjadi melalui perkawinan yang sah, baik menurut

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan

IS BAT WAKAF SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS

A. Gambaran Umum Tentang Kompetensi Absolut peradilan Agama. kekuasaan relatif dan kekuasaan absolut. Kekuasaan relatif berkaitan dengan

PASANG SURUT UNDANG-UNDANG PERADILAN AGAMA: PROBLEM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi adalah merupakan kajian tentang aktivitas manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB IV. Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), tepatnya pada Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa Pengadilan Agama merupakan salah satu lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang

ANALISIS INTERPRETASI DAN IMPLEMENTASI PASAL 55 UUPS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PADA PT BANK SYARI AH BUKOPIN

BAB VI PENUTUP. Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Perbankan Syariah.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB III ALASAN-ALASAN POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA PASURUAN TAHUN 2007

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

Aji Damanuri. PENDAHULUAN. Perkembangan lembaga keuangan shari ah, khususnya perbankan, 1 yang cukup luas dewasa ini juga diiringi dengan

BAB III TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TUGAS LEMBAGA JURU DAMAI DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konsep Islam penyelesaian dengan jalan damai disebut dengan

السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Development Bank (IDB) tahun 1974 oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI).

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Agama Islam sebagai ajaran rahmatan lil alamin, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1998 sampai sekarang perbankan syariah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. membayar zakat pulalah baru diakui komitmen ke-islaman seseorang. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB IV ANALISIS TERHADAP KEDUDUKAN DAN TUGAS MEDIATOR DAN HAKAM DALAM TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian keberadaan badan peradilan dalam menyelesaikan. sengketa di masyarakat terkadang dirasakan belum mampu memberikan

PENGADILAN AGAMA POLEWALI

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian badan, seperti shalat, puasa atau juga melalui bentuk pengabdian berupa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SERTIFIKASI HAKIM EKONOMI SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang sempurna dan komprehensif yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik Negeri Sriwijaya

ANALISIS PASAL 59 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI BIDANG ARBITRASE SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dinilai cukup marak, terbukti

BAB I PENDAHULUAN. ini. Hal ini tidak terlepas dari keinginan umat Islam di Indonesia yang

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diperbaharui dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU

Pada prinsipnya asas pada Hukum Acara Perdata juga berlaku di PA Asas Wajib Mendamaikan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum, kec.

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

BAB I PENDAHULUAN. peradilan dilingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di Ibu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

BAB III IMPLEMENTASI PERMA NO.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DALAM PERKARA PERCERAIAN (STUDI DI PENGADILAN AGAMA KOTA SEMARANG)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu unsur penegak keadilan, advokat dalam peranannya

BAB. VI PEMBIDANGAN HUKUM

السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan kontrak kerja dalam kegiatan muamalah Islam, yaitu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk akad nikah.nikah menurut syarak ialah akad yang membolehkan seorang

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang berdasarkan kepada firman Allah SWT yang. termaktub didalam Al-Qur an dan sunnah Rasulullah saw.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen dinyatakan bahwa Kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan bank syariah di Indonesia dari sisi aset mencapai ± 34% dibanding

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam berinteraksi satu sama lainnya dalam kehidupan masyarakat sering menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi adakalanya konflik tersebut menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak. Agar dalam mempertahankan hak masing-masing pihak itu tidak melampaui batas-batas dari norma yang ditentukan maka perbuatan sekehendaknya sendiri haruslah dihindarkan. Apabila para pihak merasa hak-haknya terganggu dan menimbulkan kerugian, maka orang yang merasa haknya dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama sesuai dengan prosedur yang berlaku. 1 Pada setiap masanya masyarakat juga selalu membutuhkan peradilan, sehingga telah dimaklumi perlunya undang-undang bagi kehidupan bermasyarakat. Imam An- Nabhani juga pernah mengemukakan pendapatnya tentang masalah lembaga seperti ini. Menurutnya inti dari lembaga peradilan adalah bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi dalam kehidupan bernegara. 2 1 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana Perenada Media Group, 2008) Cet.5, hlm. 1 2 Taqiyuddin an-nabhani, Sistem Pemerintahan Islam. Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik, Penerjemah Moh. Maghur Wachid, (Bangil: Al-Izzah, 1996), Hlm. 245

berbunyi: Sebagaimana juga firman Allah SWT dalam Surah Shaad Ayat 26 yang. )سورة ص : )۲٦ Artinya : Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan. (Q.S Shaad : 26) 3 Pada prinsipnya tujuan Pengadilan Agama ada beberapa macam, diantaranya adalah menyelesaikan perkara bagi pencari keadilan yang beragama Islam, peradilan terhadap perkara tertentu dan peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 4 Dalam Pasal 49 Undang-Undang RI No.3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama berbunyi: Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; 3 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al- Qur an, (Jakarta: Terbit Terang,2002), hlm.651 4 Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hlm. 69-72

c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari ah. Dalam penjelasan Undang-undang tersebut disebutkan bahwa yang di maksud dengan Ekonomi Syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip Syariah, antara lain meliputi: (a) Bank Syariah, (b) Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (c) Asuransi Syariah, (d) Reasuransi Syariah, (e) Reksadana Syariah, (f) Obligasi Syariah dan Surat berharga berjangka menengah Syariah, (g) Sekuritas Syariah, (h) Pembiayaan Syariah, (i) Pegadaian Syariah, (j) Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah, (k) Bisnis Syariah. Jelas sudah bahwa tatkala kegiatan usaha dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah terdapat sengketa maka muara penyelesaian sengketa secara litigasi adalah menjadi kompetensi Pengadilan Agama. Adapun penyelesaian melalui non-litigasi dapat dilakukan melalui lembaga arbitrase dalam hal ini BASYARNAS ( Badan Arbitrase Syariah Nasional) dan alternatif penyelesaian sengketa dengan memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip syariah. Persoalan yang muncul kemudian adalah tatkala Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan kompetensi atau kewenangan

kepada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah, khususnya Pasal 55 Bab IX mengenai penyelesaian sengketa yang berbunyi : 1. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Agama. 2. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad, yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad adalah upaya sebagai berikut : a. Musyawarah b. Mediasi perbankan c. Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau Lembaga Arbitrase lain; dan / atau d. Melalui Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum. 3. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah. 5 Penyelesaian Sengketa, Pasal 55 Undang-Undang Perbankan Syariah menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Walau begitu, jika para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa melalui peradilan lain, maka penyelesaian 5 Nur Syamsi Nurlan, Indonesia Incorporated Berpilar Perbankan Syariah & UMKM Lamp: UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Jakarta: Katulis-tiwa Press, 2008),hlm. 168-169

sengketa tetap dilakukan sesuai dengan isi akad. Hal ini belum sesuai dengan undangundang tentang Peradilan Agama yang memberikan kewenangan secara penuh kepada lembaga ini untuk menyelesaikan sengketa yang terkait dengan Ekonomi Syariah. Ketentuan diatas, satu sisi mempertegas peranan Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa dibidang ekonomi Syariah, namun disisi lain tetap memberikan keleluasaan kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketanya di lembaga peradilan lain sesuai dengan akad. Ini merupakan tantangan yang harus di respon dengan baik oleh Peradilan Agama, dengan menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal, sehingga peradilan Agama menjadi uswatun hasanah dalam proses penegakkan hukum di Indonesia. 6 Keberadaan undang-undang tersebut, tentunya membuka peluang terjadinya Hak Opsi (pilihan hukum) bagi para pihak yang berperkara. Mereka kelak akan menyelesaikan sengketa tersebut bisa melalui Lembaga Peradilan Agama, Lembaga Arbitrase Syariah ataupun melalui Lembaga Peradilan Umum. Ketika kewenangan sengketa perekonomian syariah menjadi kewenangan mutlak Pengadilan Agama sebagaimana ketentuan Pasal 49 huruf (i) Undang-Udang No. 3 tahun 2006, setiap Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan perekonomian atau perbankan syariah yang akan diundangkan dikemudian hari harus sejalan dengan undang-undang tersebut. Hak opsi (pilihan hukum) bukanlah suatu solusi, karena akan memberikan dampak dan pembelajaran hukum yang kurang baik bagi masyarakat maupun sistem hukum itu sendiri. 6 Ibid, hlm. 49-50

Karena itu, ketentuan tentang hak opsi dalam Undang-Undang Perbankan Syariah harus dikaji kembali. Ini langkah mundur, karena Pasal 55 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 jelas kontradiksi dengan materi pasal 49 (huruf i) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006.. Ini menjadi titik balik perjuangan umat Islam yang selama ini menuntut sebagian hak-hak perdatanya tetap berada dalam sebuah lembaga peradilan yang diakui eksistensinya oleh negara. Jika ada umat lain yang melaksanakan perbankan Syariah, tidak boleh dijadikan alasan pembenaran mengalihkan Kewenangan Pengadilan Agama. 7 Maka dari itu, penulis merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana persepsi Hakim Pengadilan Agama Banjarmasin tentang adanya hak opsi dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah, khususnya para hakim yang berperan aktif dalam penyelesaian sengketa pada Pengadilan dimaksud.sebagai gambaran awal, penulis telah melakukan wawancara dengan beberapa hakim terkait masalah ini. Persepsi pertama adalah dari hakim yang berinisial SF. Beliau berpendapat bahwa dengan adanya wewenang baru di Lembaga Peradilan Agama (PA) dalam bidang ekonomi Syariah ini sangat bagus, karena Pengadilan Agama memang memiliki kompetensi dan menguasai hukum material Islam yang menjadi kekuasaan Peradilan Agama. Seiring dengan keluarnya pula UU No 21/2008 mengenai perbankan Syariah, telah memberi peluang hak opsi bagi masyarakat. Dimana mereka bisa memilih Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan sengketa. Sementara Pengadilan Negeri bisa disebut sebagai Pengadilan Konvensional. Maka sangat kurang relevan jika masalah Syariah diselesaikan secara 7 Moh. Abduh Ramly, Titik Balik RUU Perbankan Syariah, dikutip dari Internet, www.sebi.ac.id/index.php, 17 Maret 2008

konvensional, bukan secara Syariah. Dan seharusnya hak Opsi ini tidak perlu karena di khawatirkan akan menimbulkan keraguan dari para pihak atau umat Islam, jika mereka lebih memilih penyelesaian sengketa ekonomi tersebut di Pengadilan Negeri. Karena Pengadilan Negeri juga belum mempunyai pedoman Ekonomi Syariah. Untuk itu para hakim harus memperdalam pengetahuan mengenai ekonomi Syariah, karena kompetensi seorang hakim dalam bidang ini bersifat relatif. Persepsi kedua adalah dari hakim yang berinisial SI, menurut beliau, bahwa hak opsi ini lebih berkaitan dengan adanya hukum perjanjian yang sebelumnya telah disepakati oleh para pihak. Karena adanya perjanijan tersebut bersifat mengikat seperti halnya undang-undang. Jika para pihak sepakat diselesaikan melalui lembaga arbitrase, maka penyelesaian sengketa ekonomi di lakukan melalui lembaga arbitrase. Selama ini eksekusi keputusan arbitrase di lakukan oleh Pengadilan Negeri, bukan Pengadilan Agama (Syariah). Ketentuan ini sesuai dengan Undang-undang Arbitrase No. 30 Tahun 1999. Lahirnya UU No 3 Tahun 2006 ini juga membawa implikasi besar bagi seluruh redaksi akad di lembaga perbankan dan keuangan Syariah saat ini. Selama ini dalam setiap akad di lembaga ekonomi Syariah tercantum sebuah klausul yang berbunyi Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara pihak-pihak terkait maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Para pihak cenderung lebih memilih Lembaga Arbitrase Syariah dalam menyelesaikan sengketa ekonomi ini, karena di pandang lebih cepat dan lebih tertutup, daripada melalui Pengadilan Agama yang dianggap proses penyelesaiannya lebih rumit dan membutuhkan waktu lama. Seorang

hakim tidak mesti dituntut untuk mendalami materi ekonomi Syariah ini, karena ia bisa menghadirkan saksi ahli dalam persidangannya, serta dapat mengikuti seminar dan pelatihan-pelatihan ekonomi Syariah yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Demikian terlihat adanya perbedaan pendapat para Hakim Pengadilan Agama mengenai masalah ini. Untuk itu, penulis menuangkannya ke dalam karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul: PERSEPSI HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TERHADAP HAK OPSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH. B. Rumusan Masalah Untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka disusunlah rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana persepsi hakim Pengadilan Agama Banjarmasin terhadap hak opsi dalam penyelesaian sengketa perbankan Syariah? 2. Apa alasan yang mendasar dari persepsi hakim Pengadilan Agama Banjarmasin terhadap hak opsi dalam Penyelesaian sengketa perbankan Syariah? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah, yaitu untuk mengetahui: 1. Persepsi Hakim Pengadilan Agama Banjarmasin terhadap hak opsi dalam Penyelesaian sengketa perbankan Syariah.

2. Alasan yang menjadi dasar dari persepsi hakim Pengadilan Agama Banjarmasin terhadap hak opsi dalam penyelesaian sengketa perbankan Syariah. D. Signifikansi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai berikut : 1. Kepentingan studi ilmiah atau sebagai terapan disiplin ilmu kesyariatan. 2. Menambah wawasan penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. 3. Referensi bagi perpustakaan IAIN Antasari Banjarmasin dan Perpustakaan dan Perpustakaan Fakultas Syari ah khususnya. E. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap beberapa istilah yang dipakai dalam penelitian ini, terutama terhadap judul penelitian ini, maka perlu adanya definisi operasional sebagai berikut : 1. Persepsi yaitu tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, serapan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. 8 Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah daya kreasi seseorang dalam mengamati dan mengeluarkan pendapat atau pemikiran terhadap suatu masalah, kemudian dilaksanakan dalam bentuk pandangan yang bervariasi oleh Hakim Pengadilan Agama Banjarmasin. 2. Hakim yaitu orang pandai atau budiman dan ahli atau orang yang bijaksana. 9 Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang yang mengadili, memutus, dan 8 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 759

menyelesaikan perkara dalam persidangan dan telah terdaftar di Pengadilan Agama Banjarmasin. 3. Pengadilan Agama adalah sebuah unit penyelenggara kekuasaan negara kehakiman dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan. 4. Hak Opsi adalah pilihan hukum. Yang dimaksud disini adalah hak para pihak yang berperkara dalam menentukan pilihan hukum sesuai dengan peradilan yang memiliki wewenang untuk menyelesaikan suatu perkara. 5. Sengketa yaitu perkara (dalam pengadilan). 10 Sengketa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sengketa perbankan syariah. 6. Perbankan Syariah yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan Bank, baik mengenai kelembagaannya, kegiatan usahanya maupun mengenai caranya dalam melaksanakan kegiatan usaha tersebut berdasarkan prinsip syariah. F. Kajian Pustaka Adapun beberapa skripsi terkait dengan permasalahan hak opsi yang penulis teliti sebagai berikut : 1. Wahdah Aliah (1996) Tinjauan Hukum Islam Mengenai Hak Opsi Dalam Perkara Kewarisan Fokus dari penelitiannya adalah kajian pustaka tentang hak opsi dalam perkara waris ditinjau dari hukum Islam. 9 Ibid, hlm. 335 10 W.J.S. Poerwadarminta, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka,2006), Cet.3,hlm.1086

2. Muhammad Rifqi (0301115692) Obligasi Syariah Dalam kewenangan peradilan Agama. Fokus penelitiannya adalah kajian pustaka tentang Obligasi Syariah, mengetahui potensi serta Penyelesaian sengketa Obligasi syariah di lembaga Peradilan Agama. 3. Mashunatul Khairiyah (2007) Kesiapan Sumber Daya Manusia para Hakim Pengadilan Agama Banjarmasin terhadap penambahan wewenang Pengadilan Agama menurut UU No. 3 tahun 2006. Fokus kajiannya untuk mengukur kesiapan SDM para hakim PA Banjarmasin terhadap penambahan wewenang Pengadilan Agama menurut undang-undang No. 3 tahun 2006 dengan indikator pendidikan, pengalaman, dan penguasaan bahan berupa Ilmu Pengetahuan. Perbedaan dengan penelitian yang penulis angkat dalam skripsi ini yaitu penulis lebih dalam mengungkap tentang persepsi hakim Pengadilan Agama Banjarmasin mengenai hak opsi dalam penyelesaian sengketa perbankan Syariah terkait dengan lahirnya Undang-undang Perbankan Syariah ( UU No. 21/2008 ). Serta bagaimana Hakim Peradilan Agama menerapkan hukum dalam penyelesaian sengketa perbankan Syariah ditengah adanya pilihan hukum pada sengketa tersebut. G. Sistimatika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan sistimatika sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, definisi operasional, kajian pustaka, dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan teori yaitu pengertian dan latar belakang hak opsi dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah,tinjauan umum terhadap Peradilan Agama, teori tentang persepsi, serta mengenai teori hukum perjanjian. BabIII : Metode Penelitian yang terdiri dari jenis, sifat dan lokasi penelitian, subjek dan objek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data, serta tahapan penelitian. Bab IV : Laporan Hasil Penelitian dan Analisis yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi hasil wawancara penelitian, matrik hasil wawancara penelitian, serta analisis data. Bab V : Penutup yang meliputi simpulan dan saran.