Proposal Ke-11 Permintaan Opini Dewan Pengawas Syariah (DPS) Tentang Pengolahan Daging Qurban Menjadi Sosis atau Kornet I. LATAR BELAKANG Sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS), Yayasan Yatim Mandiri mempunyai program qurban. Dulu pertama-tama hewan qurban yang berhasil dihimpun dari donatur atau umat Islam dibagikan berupa hewan hidup kepada anak-anak yatim. Setelah itu dirasa kurang efektif karena anak-anak yatim di panti asuhan kala itu juga sudah banyak menerima hewan qurban hidup. Istilahnya kurang efektif. Maka setelah itu, Yatim Mandiri berpikir tentang bagaimana distribusi tersebut lebih bermanfaat, terutama bagi kebutuhan pemenuhan gizi anak-anak yatim. Muncullah program SUPER GIZI QURBAN, yaitu pengolahan daging qurban menjadi sosis atau kornet. II. PERMASALAHAN Syariat qurban yang diketahui secara luas adalah pembagian daging qurban atau hewan qurban secara hidup. Pengolahan daging qurban belum begitu dikenal dan bahkan belum diketahui status hukum pengolahan daging qurban menjadi sosis atau kornet. Karena ada hadis Rasulullah yang artinya: Dari Salamah bin Al-Akwa Radhiyallahu Anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu Aliahi Wa Sallam bersabda: Barangsiapa di antara kalian menyembelih hewan qurban, maka janganlah ia menyisakan sedikit pun darinya di dalam rumahnya setelah hari (Tasyriq) yang ketiga (tanggal 13 Dzulhijjah, pent). Ketika tiba (hari raya Qurban, pent) tahun berikutnya, mereka (para sahabat) bertanya; Wahai Rasulullah, apakah kami melakukan sebagaimana tahun lalu? Beliau menjawab: (Tidak), tetapi sekarang silakan kalian makan, memberi makan, dan menyimpannya, karena sesungguhnya pada tahun lalu manusia ditimpa kesulitan (kelaparan/krisis ekonomi, pent), sehingga aku ingin kalian membantu mereka (yang membutuhkan makanan, pent). (HR. Bukhari V/2115 no. 5249, dan Muslim III/1563 no.1974) Hadis yang kedua adalah hadis Nabi yang artinya: Dan diriwayatkan dari Abu Sa id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam
bersabda: Wahai penduduk kota Madinah, Janganlah kalian makan daging qurban melebihi tiga hari (Tasyriq, tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, pent). Maka mereka mengadu kepada Rasulullah bahwa mereka memiliki keluarga, sejumlah orang (kerabat) dan pembantu. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: (Kalau begitu) silakan kalian memakannya, memberikannya sebagai makanan, menahannya atau menyimpannya. (HR. Muslim III/1562 no.1973). Sekilas dari hadis tersebut terkesan pengolahan daging qurban menjadi sosis atau kornet TIDAK BOLEH atau DILARANG. Sementara kebutuhan Yatim Mandiri adalah ingin lebih mengefektifkan atau mendayagunakan daging qurban atau bahkan syariat qurban ini. Demikian pula, Yatim Mandiri ingin memberikan sumbangan berupa peningkatan gizi kepada anak-anak yatim melalui sosis atau kornet hasil pengolahan daging qurban ini. III. USULAN Kami ingin mengetahui apakah pengolahan daging qurban menjadi sosis atau kornet tersebut diperbolehkan secara hukum Islam atau fikih? IV. PERMINTAAN OPINI DPS Sehubungan dengan uraian latar belakang, permasalahan, dan usulan di atas, kami mohon Opini Fatwa DPS mengenai hal-hal berikut: 1. Apa makna secara umum hadis tersebut? 2. Di bagian pertama redaksi hadis tersebut terkesan Nabi seakan melarang makan daging qurban lebih dari 3 hari, tapi di bagian akhir redaksi hadis Nabi malah menyuruh makan dan menyimpan daging qurban tersebut. Apa makna hal ini? 3. Apa sebenarnya makna menyimpan di hadis tersebut? 4. Apakah mengolah daging qurban menjadi sosis atau kornet itu termasuk dalam kategori menyimpan sebagai tersebut di dalam hadis tersebut? 5. Akhirnya, bagaimana sebenarnya hukum mengolah daging qurban menjadi sosis atau kornet itu BOLEH?
Jawaban / Opini Fatwa Dewan Pengawas Syariah (DPS) KH Abdurrahman Navis, Lc MHI 1. Pertama, hukum mengawetkan (daging qurban, ach) dalam bentuk kornet (sosis), disimpan di kulkas, atau dalam bentuk apa itu teknis. Tetapi, tidak makan atau tidak digunakan sampai selesai hari tasyriq itu memang ada dua pendapat ulama. Pendapat pertama adalah pendapat jumhur ulama termasuk madzahibul arba ah (madzhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi i, dan Hanbali) itu boleh. Mereka melandasi pendapatnya dengan beberapa hadits shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, di antaranya hadis Nabi SAW yang artinya: Dari Salamah bin Al-Akwa Radhiyallahu Anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu Aliahi Wa Sallam bersabda: Barangsiapa di antara kalian menyembelih hewan qurban, maka janganlah ia menyisakan sedikit pun darinya di dalam rumahnya setelah hari (Tasyriq) yang ketiga (tanggal 13 Dzulhijjah, pent). Ketika tiba (hari raya Qurban, pent) tahun berikutnya, mereka (para sahabat) bertanya; Wahai Rasulullah, apakah kami melakukan sebagaimana tahun lalu? Beliau menjawab: (Tidak), tetapi sekarang silakan kalian makan, memberi makan, dan menyimpannya, karena sesungguhnya pada tahun lalu manusia ditimpa kesulitan (kelaparan/krisis ekonomi, pent), sehingga aku ingin kalian membantu mereka (yang membutuhkan makanan, pent). (HR. Bukhari V/2115 no. 5249, dan Muslim III/1563 no.1974) Dasar hadis yang kedua adalah hadis Nabi yang artinya: Dan diriwayatkan dari Abu Sa id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: Wahai penduduk kota Madinah, Janganlah kalian makan daging qurban melebihi tiga hari (Tasyriq, tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, pent). Maka mereka mengadu kepada Rasulullah bahwa mereka memiliki keluarga, sejumlah orang (kerabat) dan pembantu. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: (Kalau begitu) silakan kalian memakannya, memberikannya sebagai makanan, menahannya atau menyimpannya. (HR. Muslim III/1562 no.1973). Dan hadits-hadits shahih lain yang semakna dengannya. Dari hadis-hadis ini, maka Jumhur Ulama termasuk Madzahibul Arba ah itu menyimpulkan bahwa: menyimpan daging qurban dalam bentuk apa saja (sosis, kornet, atau disimpan di kulkas misalnya) di atas tiga hari itu BOLEH atau DIPERBOLEHKAN. Pendapat kedua adalah pendapat Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyah. Beliau berdua mengatakan bahwa: secara hukum itu tidak di-nasakh (tidak dihapus status
hukumnya) karena ikut kepada hadis yang melarang pada tahun sebelumnya. Sehingga kalau hal itu memang illat -nya (sebabnya tidak terjadi), maka itu tetap tidak boleh menyimpannya (daging qurban). Illat yang dimaksud adalah pada saat itu terjadi paceklik sehingga perlu segera didistribusikan, jangan menunggu sampai tiga hari. Nah kalau sudah tidak paceklik, maka tidak harus dihabiskan sebelum berakhirnya hari tasyriq. Jadi, pendapat Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyah ini kalau illatnya masih ada maka daging qurban itu TIDAK BOLEH DISIMPAN. Nah, dari dua pendapat ini, setelah saya kaji ternyata yang lebih kuat itu adalah pendapatnya Jumhur Ulama terutama pendapatnya Madzahibul Arba ah yaitu YANG DIPERBOLEHKAN. Dan konteksnya di zaman sekarang ini illatnya tadi tidak terjadi. Artinya, di panti asuhan atau di anak-anak yatim di masyarakat itu kalau segera dihabiskan daging qurbannya itu tidak mendukung. Yang baik itu malah justru daging qurban itu diolah menjadi sosis, dendeng, atau kornet, sehingga bisa dimakan di kemudian harinya (setelah hari tasyriq). 2. Dalam Kaidah Ushul Fiqih disebutkan bahwa al-amru ba da al-nahi lil-ibahah (Perintah setelah larangan itu menunjukkan boleh atau diperbolehkan). Misalnya, hadis Nabi SAW yang awalnya melarang ziarah qubur tetapi lalu Nabi memerintahkan untuk berziarah kubur. Nah, ini berarti ziarah kubur itu boleh karena perintah datangnya setelah larangan sebagaimana kaidah ushul fiqih tadi. Nah, termasuk dalam urusan kebolehan mengolah daging qurban menjadi sosis dan lainlain. Dalam hadis tadi, Rasulullah melarang untuk makan daging qurban lebih dari tiga hari itu karena pada waktu itu banyak orang yang membutuhkan, maka daging qurban pada waktu itu harus diberikan kepada mereka dan jangan disimpan. Nah, setelah tahun berikutnya karena sudah tidak terjadi paceklik, maka boleh daging qurban itu disimpan dan diolah. Bahkan, oleh Rasululah SAW malah DIANJURKAN UNTUK DISIMPAN sebagaimana yang tersebut dalam redaksi hadis beliau tadi. 3. Ya maksudnya menyimpan di atas (lebih) dari tiga hari, baik dalam bentuk didendeng, disosis, dikornet, itu hanya masalah teknis. Yang jelas, menyimpan di sini maksudnya adalah tidak dimakan lebih dari tiga hari. Jadi, bukan kornet atau sosisnya yang menjadi masalah, tapi yang menjadi masalah hukum di sini adalah: tidak dimakan lebih dari tiga hari. 4. Mengolah daging qurban menjadi sosis atau kornet itu termasuk dalam kategori menyimpan sebagai tersebut di dalam hadis tersebut.
5. Maka, hukum mengolah daging qurban menjadi sosis atau kornet itu BOLEH, karena illatnya sudah tidak ada bahkan lebih dibutuhkan untuk disosis, didendeng, atau dikornet. Surabaya, Rabu 2 Dzulqa dah 1438 H / 26 Juli 2017 KH Abdurrahman Navis, Lc MHI