BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

BAB II PROSES PENYERAHAN JAMINAN SEBAGAI PELUNASAN KREDIT PADA PT. BANK DANAMON INDONESIA TBK. WILAYAH VI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB II JAMINAN PERSEORANGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT. Pengertian perjanjian diatur dalam Bab II Buku III KUHPerdata (Burgerlijk

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, CEK KOSONG, DAN JAMINAN. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB II TINJAUAN YURIDIS HUKUM JAMINAN PADA UMUMNYA. Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of Law,

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN. Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari security of law,

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing.

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang

BAB III TINJAUAN UMUM. pembangunan nasional perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. KEWENANGAN PIHAK KETIGA SEBAGAI PENJAMIN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1 Oleh : Sarah D. L.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BENTUK-BENTUK JAMINAN MENURUT HUKUM INDONESIA

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang

sebagaimana tunduk kepada Pasal 1131 KUHPer. Dengan tidak lahirnya jaminan fidusia karena akta fidusia tidak didaftarkan maka jaminan tersebut

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

JAMINAN KEBENDAAN DAN JAMINAN PERORANGAN SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK PIUTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Unsur-Unsur Jaminan Kredit Pengertian jaminan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari adanya suatu utang piutang yang terjadi antara pihak yang berutang dengan yang pihak berpiutang. Bagi pihak berpiutang adanya jaminan yang diserahkan yang berutang akan menambahkan keyakinan baginya bahwa uang yang dipinjam tersebut akan dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan bahwa seorang debitur dalam mengajukan permohonan kredit tidak terlepas dari adanya persyaratan untuk menyerahkan jaminan atas kreditnya. Menurut Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) ditegaskan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan. Dari ketentuan tersebut di atas, berarti bila debitur berutang kepada kreditur maka seluruh harta kekayaan debitur tersebut Secara otomatis menjadi jaminan atas utangnya, meskipun kreditur tidak meminta kepada debitur untuk menyediakan jaminan harta debitur. 8 Secara hukum seluruh kekayaan debitur menjadi jaminan dan diperuntukkan bagi pemenuhan kewajiban kepada semua kreditur secara bersama-sama. 9 8 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Bandung: CV. Alpabeta, 2003), hal. 145 9 Indrawati Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 2002), hal. 7 10

11 Pengertian jaminan yang dimaksud dalam Pasal 1131 KUH Perdata tersebut diatas mengandung arti secara umum bahwa seluruh harta kekayaan seseorang yang berutang merupakan jaminan atas utangnya baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Walaupun dalam perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit tidak disebutkan secara khusus, namun menurut ketentuan Pasal 1131 tersebut seluruh harta kekayaan debitur baik yang ada pada saat perjanjian kredit dibuat maupun yang ada dikemudian hari termasuk sebagai jaminan atas bersangkutan. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pada Pasal 8 berikut penjelasannya dapat disimpulkan bahwa pengertian jaminan pemberian kredit dapat diartikan sebagai keyakinan akan kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. Bila terhadap unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Bank tidak wajib meminta agunan yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, lazim disebut agunan tambahan. Agunan merupakan istilah yang dikenal di lingkungan perbankan, dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa agunan adalah tambahan yang diserahkar, debitur kepada bank dalam rangka

12 pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. 10 Dilihat dari segi hukum jaminan sebagaimana tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pengertian jaminan yang dipergunakan dalam ketentuan dan praktik perbankan lebih menitikberatkan pada aspek sosial ekonomi. Hasanuddin Rahman menyatakan bahwa yang dimaksud dengan jaminan atau agunan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur karena pihak kreditur mempunyai kepentingan bahwa debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan. 11 Ada beberapa pengertian jaminan dan kredit yang terdapat di dalam literatur hukum, yaitu : 1. Mariam Darus Badrulzaman merumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. 12 2. Thomas Suyatno, ahli perbankan menyatakan bahwa jaminan adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang. 13 3. Hartono Hadisaputro menyatakan jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari 10 Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang- Undang tahun 1992 tentang Perbankan 11 Hasanuddin Rahman, Pendekatan Teknis dan Filosofis Legal Audit Operasional Perbankan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000) hal. 108 12 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Cet. 2, (Bandung : PT. Alumni, 2005), hal. 12. 13 Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta : PT. Gramedia, 1989), hal. 70.

13 suatu perikatan. 14 4. J. Satrio berpendapat bahwa hukum jaminan adalah peraturan hokum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. 15 5. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan berpendapat bahwa hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. 16 6. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pada Pasal 1 ayat 11 yang berbunyi kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga. 17 7. J.A. Levy menyatakan bahwa pengertian kredit adalah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit, penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu di belakang hari. 18 14 Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Jilid 2, (Jakarta : Ind - Hil Co, 2002), hal. 6. 15 J. Satrio, Hukum Jaminan. Hak-hak Jaminan Kebendaan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 3. 16 Indrawati Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 2002), hal. 9. 17 Undang-Undang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, Pasal 1 ayat 11. 18 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Cet. 1, (Bandung : Alumni, 1989), hal. 24.

14 Unsur-unsur dari jaminan kredit adalah : 19 1. Adanya kaidah hukum Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum tertulis dan kaidah hukum tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan hukum tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan. 2. Adanya pemberi dan penerima jaminan Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminaan ini adalah orang atau badan hukum. 3. Adanya jaminan Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan material dan immaterial. Jaminan material merupakan jaminan yang berupa hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan immaterial merupakan jaminan non kebendaan. 19 Salim, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 7.

15 4. Adanya fasilitas Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan lainnya. B. Sumber-Sumber Hukum Jaminan Kredit Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukkan hukum, misalnya hubungan sosial, kekuatan politik, situasi sosial ekomomi, tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, dan keadaan geografis. Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal berlaku. Contoh dari sumber hukum formal adalah undang-undang, perjanjian antar negara, yurisprudensi, dan kebiasaan. Sumber hukum formal dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu sumber hukum formal tertulis dan tidak tertulis. Dengan hal ini, maka sumber hukum jaminan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum jaminan tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan sumber hukum jaminan tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum jaminan yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya sumber hukum jaminan tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan sumber hukum jaminan tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum

16 jaminan yang berasal dari sumber tidak tertulis, seperti terdapat dalam hukum kebiasaan. Adapun yang menjadi sumber hukum jaminan tertulis antara lain: 20 1. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Kitab Undang- Undang Hukum Perdata merupakan ketentuan hukum yang berasal dari produk Pemerintah Hindia Belanda, yang diundangkan pada tahun 1848. Diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas konkordasi. KUH Perdata terdiri atas 4 buku, yaitu Buku I tentang Orang, Buku II tentang Hukum Benda, Buku III tentang Perikatan, dan Buku IV tentang Pembuktian dan Kadaluarsa. Jaminan-jaminan yang masih berlaku dalam Buku II KUH Perdata hanyalah gadai (pand) dan hipotek kapal laut. Gadai diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan 1160 KUH Perdata dan hipotek diatur dalam Pasal 1162 sampai 1232 KUH Perdata. Sedangkan ketentuan tentang hipotek atas tanah kini sudah tidak berlaku lagi karena telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan ketentuan yang masih berlaku hanya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hipotek kapal laut, yang beratnya 20 m3 (dua puluh meter kubik) ke atas. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang) KUH Dagang diatur dalam Staatsblad 1847 Nomor 23. KUH Dagang terdiri atas 2 buku, yaitu Buku I tentang Dagang pada umumnya dan Buku II tentang Hak-hak dan Kewajiban yang timbul dalam Pelayaran. Pasal-pasal yang erat kaitan dengan jaminan adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan hipotek kapal laut. Pasal- 20 Ibid., hal. 14.

17 pasal yang mengatur hipotek kapal laut adalah Pasal 314 sampai dengan Pasal 316 KUH Dagang. 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (UUPA) Ketentuan-ketentuan yang erat kaitannya dengan jaminan adalah Pasal 51 dan Pasal 57 UUPA. Pasal 51 UUPA berbunyi Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan undang-undang. Sedangkan dalam Pasal 57 UUPA berbunyi Selama undang-undang mengenai Hak Tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam Staatsblad (Stb). 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190. 4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang-undang ini mencabut berlakunya hipotek sebagaimana yang diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Stb. 1908-542 sebagaimana telah diubah dalam Stb. 1937-190. Tujuan pencabutan ketentuan yang tercantum dalam Buku II KUH Perdata dan Stb. 1937-190 adalah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata perekonomian Indonesia.

18 5. Undang-Undang Nomor 42 Tv ahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Ada tiga pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, yaitu : pertama kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan, kedua jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundangundangan secara lengkap dan komprehensif, ketiga untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. 6. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran yang berbunyi ayat pertama kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek, ayat kedua ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat pertama diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah tentang penjabaran Pasal ini sampai saat ini belum ada, namun di dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 ditentukan substansi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yang meliputi syarat dan tata cara pembebanan hipotek. Sedangkan pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

19 C. Sifat Perjanjian Jaminan Kredit Dalam hukum perdata terdapat berbagai pembedaan perjanjian sebagaimana yang terkait dengan hukum perikatan. Perjanjian dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang sering dikemukakan adalah mengenai adanya perjanjian pokok dan perjanjian accessoir (perjanjian buntut atau perjanjian turutan). Kedua jenis perjanjian tersebut terutama ditemukan dalam suatu kegiatan pinjaman uang. 21 1. Perjanjian Pokok Perjanjian Pokok adalah perjanjian yang mendasari atau mengakibatkan dibuatnya perjanjian lain. Perjanjian lain tersebut adalah perjanjian accessoir (perjanjian buntut atau perjanjian turutan). Salah satu contoh perjanjian pokok adalah berupa perjanjian kredit yang dibuat bank bersama debitur dalam rangka kegiatan usaha pemberian kredit perbankan. 2. Perjanjian Accessoir Perjanjian Accessoir adalah perjanjian yang dibuat berdasarkan atau berkaitan dengan perjanjian pokok. Pejanjian accessoir timbul (terjadi) karena adanya perjanjian pokok yang mendasarinya. Salah satu perjanjian accessoir adalah berupa perjanjian pengikatan objek jaminan kredit yang dibuat bank bersama debitur atau pemilik objek jaminan kredit. Beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan perjanjian pokok dan perjanjian accessoir adalah sebagai berikut: 21 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 132.

20 1. Tidak ada suatu Perjanjian accessoir bila sebelumnya tidak ada perjanjian pokok. Perjanjian pengikatan jaminan hutang dibuat karena adanya perjanjian uang. Perjanjian pengikatan objek jaminan kredit dibuat berdasarkan perjanjian kredit yang telah ditandatangani oleh bank dan debitur. 2. Bila perjanjian pokok berakhir maka perjanjian accessoir harus diakhiri. Perjanjian pengikatan jaminan kredit harus diakhiri dengan berakhirnya perjanjian kredit karena pinjaman debitur kepada bank telah dilunasinya dan perjanjian kredit sudah berakhir. Dengan adanya dua jenis perjanjian yang timbul dari kegiatan peminjaman uang, hendaknya bank menyadari pentingnya perbuatan perjanjian pengikatan jaminan kredit bagi kelengkapan pengamanan pemberian kreditnya. Sementara itu, dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku juga terdapat ketentuan yang menegaskan keterkaitan perjanjian pengikatan jaminan hutang dengan perjanjian pinjaman uang atau perjanjian pokok, misalnya dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dan Pasal 4 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Sifat dari accessoir dari hak jaminan dapat menimbulkan akibat hukum antara lain sebagai berikut : 1. Adanya dan hapusnya perjanjian tambahan tergantung pada perjanjian pokok. 2. Jika perjanjian pokok batal, maka perjanjian tambahan juga batal. 3. Jika perjanjian pokok beralih, maka perjanjian tambahan ikut beralih.

21 4. Jika perjanjian pokok beralih karena cessie, subrogasie maka perjanjian tambahan juga beralih tanpa penyerahan khusus. D. Macam-Macam Jaminan Kredit Jaminan dapat dibedakan menjadi dua yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mencerminkan suatu jaminan umum. Sedangkan Pasal 1132 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) disamping sebagai kelanjutan dan penyempurnaan Pasal 1131 yang menegaskan persamaan kedudukan para kreditur, juga memungkinkan diadakannya suatu jaminan khusus apabila diantara kreditur ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dan hal ini dapat terjadi karena ketentuan Undang-Undang maupun karena diperjanjikan. 22 1. Jaminan Umum Dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Sedangkan dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersamasama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar 22 Frieda Husni Hasbullah, Op. Cit., hal. 8

22 kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Dari isi pasal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa jaminan umum adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta kekayaan debitur. Hal ini berarti benda jaminan tidak diperuntukkan bagi kreditur tertentu dan dari hasil penjualannya dibagi diantara para kreditur seimbang dengan piutang-piutang masing-masing. Karena jaminan umum menyangkut seluruh harta benda debitur maka ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata dapat menimbulkan dua kemungkinan yaitu pertama adalah kebendaan tersebut sudah cukup memberikan jaminan kepada kreditur jika kekayaan debitur paling sedikit (minimal) sama ataupun melebihi jumlah hutang-hutangnya artinya hasil bersih penjualan harta kekayaan debitur dapat menutupi atau memenuhi seluruh hutang-hutangnya, sehingga semua kreditur akan menerima pelunasan piutang masing-masing karena pada prinsipnya semua kekayaan debitur dapat dijadikan pelunasan hutang. Kemungkinan kedua adalah, harta benda debitur tidak cukup memberikan jaminan kepada kreditur dalam hal nilai kekayaan debitur itu kurang dari jumlah hutang-hutangnya atau bila pasivanya melebihi aktivanya. Hal ini dapat terjadi mungkin karena harta kekayaannya menjadi berkurang nilainya atau apabila harta kekayaan debitur dijual kepada pihak ketiga sementara hutang-hutangnya belum dibayar lunas atau dapat juga terjadi ada lebih dari seorang kreditur melaksanakan eksekusi, sementara nilai kekayaan

23 debitur hanya cukup untuk menutupi satu piutang kreditur. Jika hanya ada satu kreditur saja, maka ia dapat melaksanakan eksekusi atas kekayaan debitur secara bertahap sampai piutangnya terlunasi semuanya atau sampai harta benda debitur habis terjual. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jaminan umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Para kreditur mempunyai kedudukan yang sama atau seimbang, artinya tidak ada yang lebih didahulukan dalam pemenuhan piutangnya dan disebut sebagai kreditur yang konkuren. 2. Ditinjau dari sudut haknya, para kreditur konkuren mempunyai hak yang bersifat perorangan, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu. 3. Jaminan umum timbul karena undang-undang, artinya antara para pihak tidak diperjanjikan terlebih dahulu. Dengan demikian para kreditur konkuren secara bersama-sama memperoleh jaminan umum berdasarkan undang-undang. 2. Jaminan Khusus Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada jaminan umum, Undang-Undang memungkinkan diadakannya jaminan khusus. Hal ini tersirat dari Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang berbunyi Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing

24 kecuali apabila diantara para piutang itu ada alasan-alasan yang sah didahulukan. Dengan demikian Pasal 1132 mempunyai sifat mengatur / mengisi / melengkapi (aanvullendrecht) karena para pihak diberi kesempatan untuk membuat perjanjian yang menyimpang. Dengan kata lain ada kreditur yang diberikan kedudukan yang lebih didahulukan dalam pelunasan hutangnya dibanding kreditur-kreditur lainnya. Kemudian Pasal 1133 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan pernyataan yang lebih tegas lagi yaitu Hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai, dan dari hipotek. Jaminan Khusus dapat dibedakan menjadi dua yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan perorangan dapat dilakukan melalui perjanjian penanggungan misalnya borgtocht, garansi dan lain sebagainya sedangkan jaminan kebendaan dapat dilakukan melalui gadai, fidusia, hipotek, dan lain sebagainya. Jaminan Perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang atau kreditur dengan seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajibankewajiban si berhutang atau debitur. Adapun ciri-ciri dari jaminan perorangan antara lain : 1. Mempunyai hubungan langsung dengan orang tertentu. 2. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu. 3. Seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan pelunasan hutang misalnya borgtocht.

25 4. Menimbulkan hak perseorangan yang mengandung asas kesamaan atau keseimbangan (konkuren) artinya tidak membedakan mana piutang yang terjadi lebih dahulu dan mana piutang yang terjadi kemudian. Dengan demikian tidak mengindahkan urutan terjadinya karena semua kreditur mempunyai kekedukan yang sama terhadap harta kekayaan debitur. 5. Jika suatu saat terjadi kepailitan, maka hasil penjualan dari benda-benda jaminan dibagi diantara para kreditur seimbang dengan besarnya piutang masing-masing. Jaminan kebendaan ialah jaminan yang memberikan kepada kreditur atas suatu kebendaan milik debitur untuk memanfaatkan benda tersebut jika debitur melakukan wanprestasi. Jika debitur melakukan wanprestasi maka dalam jaminan kebendaan kreditur mempunyai hak didahulukan (preferent) dalam pemenuhan piutangnya diantara kreditur-kreditur lainnya dari hasil penjualan harta benda milik debitur. Dengan demikian jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri yang berbeda dari jaminan perorangan. Adapun ciri-ciri dari jaminan kebendaan antara lain : 1. Merupakan hak mutlak (absolut) atas suatu benda. 2. Kreditur mempunyai hubungan langsung dengan benda-benda tertentu milik kreditur. 3. Dapat dipertahankan terhadap tuntutan oleh siapapun. 4. Selalu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada (droit de suite / Zaaksqevolg).

26 5. Mengandung asas prioritas, yaitu hak kebendaan yang lebih dulu terjadi akan lebih diutamakan daripada yang terjadi kemudian (droit de preference). 6. Dapat diperalihkan seperti hipotek. 7. Bersifat perjanjian tambahan (accessoir). E. Asas-Asas Hukum Jaminan Kredit Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai literatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 asas penting dalam hukum jaminan, sebagaimana dipaparkan sebagai berikut : 23 1. Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten / Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departeman Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar. 2. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu. 23 Salim, Op. Cit., hal. 9

27 3. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian. 4. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai. 5. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai. F. Ruang Lingkup dan Obyek Jaminan Kredit Ruang Lingkup dalam jaminan kredit meliputi jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan Khusus dibagi menjadi dua macam, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan tidak bergerak. Yang termasuk dalam jaminan benda bergerak meliputi gadai dan fidusia, sedangkan jaminan benda tidak bergerak meliputi hak tanggungan, hipotek kapal laut, dan pesawat udara. Sedangkan jaminan perseorangan meliputi borg, tanggungmenanggung (tanggung renteng), dan garansi bank. Sebagaimana obyek jaminan hutang yang lazim digunakan dalam suatu hutang-piutang, secara umum jaminan kredit dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu barang bergerak, barang tidak bergerak, dan jaminan perorangan (penanggungan hutang). Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 42 Tahun

28 1999, barang bergerak terdiri atas yang berwujud dan yang tidak berwujud. Masing-masing kelompok jaminan kredit tersebut terdiri dari bermacam jenis dan nama yang sulit untuk dirinci secara tegas. Barang bergerak yang berupa barang berwujud, misalnya, adalah barang-barang perhiasan, surat berharga, kendaraan bermotor, perlengkapan rumah tangga, perlengkapan kantor, alat berat, alat transportasi laut dan sungai, alat transportasi udara, barang persediaan, barang dagangan dan sebagainya. Barang tidak bergerak dapat berupa tanah dan benda-benda yang berkaitan (melekat) dengan tanah seperti rumah tinggal, gedung kantor, gudang, hotel dan sebagainya. Barang yang tidak berwujud dapat berupa tagihan, piutang, dan sejenisnya. Sementara itu penanggungan hutang dapat berupa jaminan pribadi (personal guaranty) dan jaminan perusahaan (company / corporate / guaranty). Sebagaimana penanggungan hutang itu sendiri diatur oleh ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Buku Ketiga. Penanggungan hutang lebih dikenal dalam lingkungan perbankan dengan istilah borgtocht. 24 G. Syarat-syarat dan Manfaat Benda Jaminan Kredit Pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada lembaga perbankan dan lembaga keuangan nonbank, namun benda yang dapat dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Syaratsyarat benda jaminan yang baik adalah : 25 24 M. Bahsan, Op. Cit., hal. 108 25 J. Satrio, Op. Cit., hal. 4

29 1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya. 2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya. 3. Memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu bersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit. Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yng sangat penting dalam menunjang pembangunan ekonomi. Karena keberadaan lembaga ini dapat memberikan manfaat bagi kreditur dan debitur. Manfaat bagi kreditur adalah : 1. Terwujudnya keamanan terhadap transaksi dagang yang tutup. 2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur. Bagi debitur dengan adanya benda jaminan dapat memperoleh fasilitas kredit dari bank dan tidak khawatir dalam mengembangkan usahanya. Keamanan modal adalah dimaksudkan bahwa kredit atau modal yang diserahkan oleh kreditur kepada debitur tidak merasa takut atau khawatir tidak dikembalikannya modal tersebut. Memberikan kepastian hukum adalah memberikan kepastian bagi pihak kreditur dan debitur. Kepastian bagi kreditur adalah kepastian untuk menerima pengembalian pokok kredit dan bunga dari debitur. Sedangkan bagi debitur adalah kepastian untuk mengembalikan pokok kredit dan bunga yang ditentukan. Disamping itu, bagi debitur adalah adanya kepastian dalam berusaha. Karena dengan modalnya yang dimilikinya dapat mengembangkan bisnisnya lebih

30 lanjut. Apabila debitur tidak mampu dalam mengembalikan pokok kredit dan bunga, maka kreditur dapat melakukan eksekusi terhadap benda jaminan. H. Tinjauan Umum tentang Utang 1. Pengertian Utang Utang adalah kewajiban debitor yang harus dibayar kepada kreditor dalam bentuk mata uang rupiah atau mata uang lainnya yang timbul dari perjanjian peraturan dan aturan sebab apapun. Utang merupakan kewajiban debitor yang harus dibayar kreditor. Sebelum debitor merencanakan penyelesaian Utang-piutang, perlu diketahui prinsip-prinsip penyelesaian Utang-piutang menurut KUH Perdata, karena prinsip-prinsip ini wajib ditaati dan perlu diketahui untuk dapat menyusun penyelesaian utang-piutang. Prinsip pertama dijumpai dalam Pasal 1131 KUH Perdata menyebutkan semua kekayaan debitor baik berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan barang-barang yang dikemudian hari akan dimiliki debitor terikat pada penyelesaian kewajiban pembayaran utang debitor. Sedangkan prinsip kedua terdapat dalam Pasal 1132 KUHPerdata bahwa kekayaan termaksud dalam Pasal 1131 KUHPerdata merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proposional antara mereka masing-masing, kecuali jika antara para kreditor itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya.

31 Dalam perkembangan pembangunan ekonomi pada saat ini banyak kita temui kreditur meminjamkan uangnya atau hartanya pada nasabah. Dalam hal ini debitur meminjam uang kepada Bank TPN yang mana debitur harus membayar kreditnya, tetapi debitur tidak sanggup memenuhi angsuran pembayaran kredit, apabila debitur cidera janji atau wanprestasi maka disaranan akan kreditur di dalamnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri langsung meminta sita gugatan atas harta kekayaan debitur yang tidak diperjanjikan. Dalam hal ini debitur haruslah memenuhi janjinya untuk melunasi utangnya kepada kreditor apabila tidak melunasinya maka disinilah timbul permasalahan seperti kasus Dudy Wahyudi dan PT. BPTN Register No. 276/Pdt.G/2013/PN.Mdn bahwa Penggugat pada tanggal 08 Mei 2012 menandatangani Surat Perjanjian Kredit dengan nomor 0001728-SPK-7001-0512 penggunaan fasilitas kredit dari Tergugat dan Tergugat 2 dan dilanjutkan persetujuan kredit senilai Rp. 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dengan agunan dan pengikatnya pokok yaitu tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Selamat Gang keluarga RT. 000 RW. 000 Kelurahan Sitirejo III Kecamatan Medan Amplas. Maka karena Penggugat tidak memenuhi kewajibannya maka Penggugat agar dapat melakukan pembayaran atas kewajiban Penggugat kepada Tergugat I. Bahwa berdasarkan fakta-fakta diatas, telah terbukti secara hukum bahwa Penggugat telah melakukan ingkar janji untuk mengganti biaya, rugi dan bunga kepada Tergugat I sebagaimana diatur tegas dalam Pasal 1243 KUH Perdata. Sejalan dengan hangatnya pembicaraan-pembicaraan tentang masalah

32 ingkarjanji/ wanprestasi ini dan dihubungkan dengan kasus berdasarkan putusan NO. 276/Pdt.G/2013/PN.Mdn melawan Tergugat I PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk Pusat, Tergugat II PT. Bank Tabunga Pensiunan Nasional Tbk Region Sumbagut-NAD, Tergugat III Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan yang bahwa Penggugat telah wanprestasi sehingga Tergugat meminta ganti rugi atau pelelangan aset-aset Penggugat.