BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA

BAB VI SISTEM KEKERABATAN DAN DERAJAT PENGAKUAN TOKOH MASYARAKAT

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitiatif dan kualitatif.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

DAFTAR TABEL. 1. Produksi tanaman sayuran menurut kabupaten/kota dan jenis sayuran di Provinsi Lampung

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Sejarah pembangunan di wilayah pedesaan di Indonesia memperlihatkan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

III. KERANGKA PEMIKIRAN

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

PERAN WANITA DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA LAWADA KECAMATAN SAWERIGADI KABUPATEN MUNA BARAT. Oleh : Nur Rahmah dan Erni Wati ABSTRAK PENDAHULUAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN TANAH DI SUMATERA BARAT *

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

1 Universitas Indonesia

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

LEMBAR KERJA MAHASISWA FIELDTRIP MANAJEMEN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) ASPEK SOSIAL EKONOMI

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

LAMPIRAN I INSTRUMEN PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

Gambar 3 Penetapan Responden menggunakan snowball sampling technique.

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

BAB I PENDAHULUAN. Pengrajin bambu merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Banjararum terletak sekitar 26 km dari Puasat Pemerintahan Kabupaten Kulon

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN)

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga/rumah tangga petani yang berkenaan dengan hak atas harta (termasuk sumberdaya agraria) pada masyarakat desa Cipeuteuy secara adil mengakui tingkat akses dan kontrol anggota rumah tangga petani laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria dengan beranggapan bahwa anak laki-laki dan perempuan merupakan dua entitas yang berbeda, dimana keduanya harus diperlakukan secara adil, Sistem tersebut telah mengkonstruksikan peran-peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga maupun pembagian peran pada kegiatan usahatani sedari dini. Masyarakat Desa Cipeuteuy telah menerapkan pembagian kerja laki-laki dan perempuan dan mempengaruhi bagaimana mereka memperlakukan anggota keluarga laki-laki dan perempuan baik pada lingkungan keluarga hingga lingkungan yang lebih tinggi yakni lingkungan sosial ART laki-laki dan ART perempuan. Sebelum melakukan praktek kegiatan usahatani anak laki-laki berperan sebagai pencari rumput dan kayu bakar sedangkan perempuan lebih kepada pekerjaan domestik, seperti menyediakan makanan, mengasuh adik, tapi tidak jarang anak-anak perempuan juga membantu mencari rumput dan menyiangi tanaman. Menurut penuturan salah satu responden perempuan di wilayah Sukagalih memang telah terbiasa melakukan kegiatan usahatani sejak usia dini sehingga hal tersebut mempengaruhi kepemilikan lahan oleh perempuan karena perempuan cenderung akan terus

164 melakukan kegiatan usahatani pada lahannya sendiri. Perbedaan perlakuan antara RTP satu dengan lainnya relatif berbeda menurut perspektif tiap keluarga dalam memandang kebutuhan laki-laki dan perempuan. Hal ini turut mempengaruhi sistem alokasi sumberdaya, dimana, terdapat tiga cara alokasi sumberdaya melalui pewarisan, yakni dengan syari at islam, pembagian dua tahap, yakni pembagian pertama menggunakan syariat islam dan pembagian kedua tergantung pada kebijakan keluarga, dan pembagian cara ketiga secara merata. Cara pembagian alokasi sumberdaya melalui pewarisan ini tergantung kepada kebijakan keluarga yang tentunya dipengaruhi oleh bagaimana keluarga tersebut memposisikan anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga Masyarakat/komunitas ikut mengakui adanya hubungan antara sistem nilai status anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga/rumah tangga dengan pola penguasaan sumberdaya agraria pada rumah tangga petani.. Dalam hal ini sangat jelas, bahwa adanya sistem pewarisan sebagai pintu masuk atas akses anak laki-laki dan perempuan, yang kemudian akan membentuk pola-pola kepemilikan baik secara individu, dua kombinasi atau tiga kombinasi sekaligus. Adanya pengakuan komunitas dan desa terhadap kepemilikan laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria secara tidak langsung mempengaruhi akses keduanya terhadap kepemilikan lahan, karena laki-laki dan perempuan diberikan kesempatan yang sama untuk memiliki sumberdaya agraria melalui proses jual beli. Pengakuan komunitas/desa dimanifestasikan melalui pencatatan bukti kepemilikan pada Letter C dan SPPT, dimana kepemilikan individu telah diakui mulai dari usia 17 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa desa mengakui adanya sistem pewarisan yang mempengaruhi alokasi sumberdaya kepada laki-laki dan

165 perempuan. Pengakuan pada tingkat komunitas juga dicontohkan pada kelompok tani di Kampung Sukagalih, dimana kelompok tani laki-laki dan perempuan diberikan lahan kelompok untuk dikelola dan dimanfaatkan secara bersama-sama. Adanya pengakuan ini memungkinkan laki-laki dan perempuan untuk menguasai lahan baik melalui waris, hibah, membeli ataupun dengan cara menggarap dengan system kontrak, seperti sewa, gadai dan bagi hasil Berangkat dari adanya sistem pewarisan yang terjadi pada masyarakat sunda yang bilateral, maka di lapangan diperoleh dua kategori kepemilikan sumberdaya agraria. Merujuk pada pola-pola kepemilikan dan penguasaan lahan diperoleh bentuk-bentuk kepemilikan atas individu yang telah diakui oleh komunitas hingga tingkat desa, yakni kepemilikan laki-laki/suami,dan kepemilikan perempuan/istri secara individu, serta kepemilikan bersama, yakni kepemilikan secara gono-gini (guna kaya). Kepemilikan secara inividu ini kemudian menggambarkan akses dan kontrol ART laki-laki dan perempuan atas kepemilikan lahan. Dari bentuk kepemilikan tersebut kemudian ditemukan kombinasi tiga bentuk kepemilikan dan pola-pola kepemilikan. Kombinasi yang pertama adalah kombinasi satu bentuk kepemilikan saja, yakni milik suami (S), milik istri (I) dan gono-gini (G). Selanjutnya adalah kombinasi dua bentuk kepemilikan yakni milik suami dan milik istri (S-I), milik suami dan gono-gini (S- G), milik istri dan gono-gini (I-G). Yang terakhir adalah kombinasi tiga bentuk kepemilikan dalam satu rumahtangga yakni milik suami, milik istri dan gono-gini (S-I-G). Pola-pola kepemilikan tersebut memepengaruhi relasi gender anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan dalam tingkat akses dan tingkat kontrol

166 ART petani laki-laki dan perempuan terhadap kepemilikan sumberdaya agraria yang meliputi lahan sawah, lahan kebun, pekarangan, dan kolam. Mengingat sistem pewarisan yang berlaku dan pengakuan kepemilikan laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria, maka tingkat akses dapat dikatakan tinggi karena keduanya memiliki akses yang sama terhadap lahan orang tua melalui hibah dan pewarisan. Serta keduanya mempunyai hak yang sama untuk membeli secara individu. Namun jika dilihat dari distribusi lahannya, tingkat akses anggota rumahtangga petani perempuan lebih rendah dibandingkan tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki. Hal ini diduga masih kuatnya anggapan bahwa laki-laki lah yang menjadi tumpuan hidup keluarganya sedangkan perempuan hanya ikut suami saja, sehingga perempuan yang masih memiliki lahan, memutuskan untuk menjualnya sedangkan perempuan yang awalnya tidak mempunyai lahan, mengalami kesulitan untuk memutuskan membeli lahan karena beberapa pertimbangan sehubungan dengan pengelolaan lahan. Namun demikian, dari pola pengambilan keputusan, diketahui bahwa meskipun persentasenya lebih rendah dari laki-laki, perempuan memiliki partisipasi dalam pengambilan keputusan yang cukup tinggi secara bersama-sama. Kondisi lahan yang semakin sempit kurang memungkinkan para petani untuk memiliki lahan sendiri, sehingga petani tidak hanya memiliki sumberdaya agraria melalui waris, hibah dan membeli, namun juga menguasai dengan cara menggarap, sewa, gadai dan bagi hasil. Penguasaan sumberdaya agraria ini juga dipengaruhi oleh aksesibilitas terhadap lahan TNGHS dan eks HGU PT. Intan Hepta yang cukup tinggi.

167 Hal ini juga berkaitan dengan Akses dan kontrol terhadap pengelolaan sumberdaya agraria yang dipengaruhi oleh kondisi sumberdaya agrarian yang dimanfaatkan. Akses terhadap pengelolaan sumberdaya agraria diukur melalui kontribusi waktu yang dicurahkan anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan dalam melakukan kegiatan usahatani. Menurut hasil yang diperoleh diketahui bahwa lahan kebun memerlukan tcurahan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan lahan sawah. Adapun pola kepemilikan dan pola penguasaan sumberdaya agraria tidak mempengaruhi pola pengelolaan sumberdaya agraria. Meskipun kontrol terhadap kepemilikan sumberdaya agraria dilakukan oleh masing-masing individu yang menguasainya, namun dalam pengelolaan sumberdaya agrarian tetap dilakukan secara bersama-sama. Hal tersebut salah satunya ditujukan untuk efisiensi biaya, karena petani lebih memilih untuk menggunakan pekerja keluarga dibandingkna tenaga kerja luar keluarga yang memperoleh upah. Relasi gender dalam rumahtangga petani atas kepemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria dipengaruhi pula oleh tingkat akses dan kontrol terhadap manfaat dari pengelolaan usahatani. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan bertujuan untuk mendukung penghidupan keluarga. Hasil pengelolaan lahan usahatani padi-sawah adalah beras yang menjadi makanan pokok pada setiap rumahtangga, sedangkan hasil dari lahan kebun adalah komoditas-komoditas hortikultura yang dapat dikonsumsi dan dijual untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk uang. Dengan demikian akses anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan terhadap pengelolaan usahatani menentukan akses anggota ruamah tangga laki-laki dan perempuan terhadap

168 manfaat dari pengelolaan sumberdaya agraria. Secara keseluruhan perempuan memiliki akses terhadap manfaat pengelolaan lahan lebih besar dari laki-laki. Perempuan lebih akses pada kebutuhan rumahtangga dan pada hasil produksi, karena beberapa responden mengaku bahwa laki-lakinya yang bekerja di luar sektor usahatani memiliki akses yang lebih kecil dari perempuan. Dalam pemanfaatan hasil pengelolaan sumberdaya agraria, akses perempuan dikatakan kurang pada pemenuhan kebutuhan pribadi karena perempuan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan rumahtangga daripada kebutuhan pribadi. 9.2. Saran Pengakuan pemerintah atas kepemilikan dan penguasaan laki-laki dan perempuan yang tertera pada Undang-undang Pokok Agraria Pasal 9 ayat 2 sebaiknya didukung oleh ketersediaan data yang terpilah gender. Hal tersebut dapat dimulai dari pendataan penduduk pada potensi desa yang sebaiknya memang terpilah berdasarkan jenis kelamin. Kajian mengenai agraria sebaiknya juga mengikutsertakan aspek relasi gender di dalamnya, karena permasalahan yang berhubungan dengan agraria, tidak hanya menjadi masalah dalam tataran rumah tangga, namun juga individu laki-laki dan perempuan. Program pemberdayaan perempuan yang dilaksanakan di pedesaan sebaiknya melihat kebutuhan perempuan secara partisipatif sedangkan program yang berkenaan dengan usaha tani, sebaiknya juga melibatkan perempuan, khususnya yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan dan konservasi lingkungan, mengingat Dsa Cipeuteuy masih beririsan dengan Taman Nasional

169 Gunung Halimun Salak, dan masih sedikit sekali perempuan yang berpartisipasi dalam kegiatan TNGHS.