PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1985 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1975 (3/1975) Tanggal: 27 AGUSTUS 1975 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA

Undang Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang : Organisasi Kemasyarakatan

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 Tentang ORGANISASI KEMASYARAKATAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1986 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1986 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA EsA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1976 TENTANG KEANGGOTAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PARTAI POLITIK ATAU GOLONGAN KARYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT T UHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

*13595 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2002 (31/2002) TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN DASAR PARTAI PENGUSAHA DAN PEKERJA INDONESIA

KEPPRES 76/1993, PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1987 TENTANG KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 21 ayat (2) Anggaran Rumah Tangga Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Tahun 2015.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG UNDANG KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PARTAI MAHASISWA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEANGGOTAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PARTAI POLITIK ATAU GOLONGAN KARYA Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1976 Tanggal 7 Agustus 1976

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1988 TENTANG PERSETUJUAN ATAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

POSDAYA BERSERI DUSUN I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN UNDANG UNDANG NO. 5 TAHUN 1979 PEMERINTAHAN DESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Seperti yang tercantum di dalam

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1981 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN KEPADA SEKOLAH SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA

2017, No kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif; d. bahwa terdapat organisasi kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBERIAN BANTUAN KEPADA SEKOLAH SWASTA (Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1981 Tanggal 14 Agustus 1981) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XI/2013 Badan Hukum Koperasi, Modal Penyertaan, Kewenangan Pengawas Koperasi dan Dewan Koperasi Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

KUASA HUKUM Tommy Albert M. Tobing, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 21 Maret 2013

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2003 NOMOR 4 SERI D

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGURUS BESAR IGPKhI SELAKU PIMPINAN MUNAS I IGPKhI Sekretaris Jenderal,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

ANGGARAN DASAR Tunas Indonesia Raya TIDAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 9 TAHUN 2005 T E N T A N G LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 6 TAHUN 1988 TENTANG KOORDINASI KEGIATAN INSTANSI VERTIKAL DI DAERAH

Buku Pintar Calon Anggota & Anggota Legislatif

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

AD dan ART. Ditulis oleh AMPI Kukar Selasa, 28 May :42 - P E M B U K A A N

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1985 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, maka Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1976 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 dipandang perlu diganti dan ditetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1985; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3062) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1985 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3285); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1985. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1985; 2. Partai Politik adalah organisasi kekuatan sosial politik yang bernama Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia;

3. Golongan Karya adalah organisasi kekuatan sosial politik yang bernama Golongan Karya; 4. Rapat adalah rapat Pengurus sesuai dengan tingkat kepengurusannya dan atau rapat antar tingkat kepengurusan; 5. Pertemuan adalah pertemuan Komisaris dan Pembantu Komisaris Kecamatan atau Komisaris dan Pembantu Komisaris Desa/Kelurahan. BAB II ASAS, TUJUAN, DAN PROGRAM Pasal 2 Partai Politik dan Golongan Karya berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas yang wajib dicantumkan dalam Anggaran Dasar organisasi masing-masing, dan tidak dibolehkan mencantumkan istilah atau pengertian lain yang dapat mengurangi atau mengaburkan maksud ditetapkannya Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Partai Politik dan Golongan Karya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 3 Partai Politik dan Golongan Karya bertujuan: a. Dalam mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, Partai Politik dan Golongan Karya berupaya terus menerus mengembangkan kepeloporannya dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa; b. Dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata spiritual dan materiil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partai Politik dan Golongan Karya berperan aktif menggairahkan peranserta seluruh rakyat dalam pembangunan dan menyukseskan pelaksanaan pembangunan nasional; c. Dalam mengembangkan kehidupan demokrasi Pancasila, Partai Politik dan Golongan Karya berperan aktif mewujudkan kehidupan konstitusional, demokrasi dan tegaknya hukum, memantapkan stabilitas politik yang dinamis serta melaksanakan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan Pemilihan Umum sebagai sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila dalam Negara Republik Indonesia. Pasal 4 (1) Partai Politik dan Golongan Karya dalam upaya mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, menyusun programnya masing-masing. (2) Program Partai Politik dan Golongan Karya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan asas dan tujuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3. (3) Program Partai Politik dan Golongan Karya dapat mencerminkan sifat kekhususannya yang nampak pada pendekatan dan penekanan dalam pemikiran dan pemecahan masalah-masalah luas yang dihadapi dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. (4) Program Partai Politik dan Golongan Karya dilaksanakan dengan jiwa dan semangat kekeluargaan, musyawarah, dan gotong royong. BAB III FUNGSI, HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 5 (1) Dalam menjalankan fungsinya sebagai salah satu lembaga demokrasi Pancasila, Partai Politik dan Golongan Karya menyalurkan pendapat dan aspirasi masyarakat secara sehat dan mewujudkan hak-hak politik rakyat dengan melaksanakan komunikasi sosial timbal balik, merumuskan gagasan-gagasan atau pemikiran yang berguna bagi keberhasilan pembangunan yang diperjuangkan secara tertib sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam menjalankan fungsinya sebagai salah satu wadah untuk mendidik kesadaran politik rakyat, Partai Politik dan Golongan Karya membina anggota-anggotanya menjadi Warganegara Republik Indonesia yang bermoral Pancasila, setia terhadap Undang-Undang Dasar 1945, dengan berusaha semakin meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warganegara serta mempunyai wawasan dan disiplin nasional untuk mernperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Pasal 6 Untuk melaksanakan hak dan kewajiban mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partai Politik dan Golongan Karya berperan aktif dalam mewujudkan ketahanan nasional dan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Pasal 7 Untuk melaksanakan hak dan kewajiban ikut serta dan menyukseskan Pemilihan Umum, Partai Politik dan Golonpn Karya berhak dan wajib menjadi peserta Pemilihan Umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan meningkatkan kesadaran rakyat dalam menggunakan hak pilihnya secara bertanggungjawab. BAB IV KEANGGOTAAN DAN KEPENGURUSAN Pasal 8 (1) Keanggotaan Partai Politik dan Golongan Karya bersifat terbuka, sehingga Warganegara Republik Indonesia secara sukarela dapat menjadi anggota salah satu Partai Politik atau Golongan Karya setelah melalui penelitian/penyaringan oleh

Pengurus Partai Politik atau Golongan Karya yang bersangkutan dan telah memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan. (2) Partai Politik dan Golongan Karya mendaftar anggota-anggotanya yang dicatat dalam buku tersendiri dan dipelihara secara ketatausahaan. (3) Tata cara pendaftaran dan pemeliharaan daftar anggota diatur dan ditetapkan oleh Partai Politik dan Golongan Karya. Pasal 9 (1) Pengurusan Partai Politik dan Golongan Karya ditentukan oleh organisasi masingmasing sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. (2) Susunan Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik dan Golongan Karya dan perubahannya, disampaikan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri oleh Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik dan Golongan Karya yang bersangkutan. (3) Susunan Pengurus Daerah Tingkat I atau Daerah Tingkat II dan perubahannya, disampaikan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II oleh Pengurus Daerah Tingkat I atau Tingkat II Partai Politik dan Golongan Karva yang bersangkutan. Pasal 10 (1) Partai Politik dan Golongan Karya mempunyai kepengurusan di: a.ibukota Negara Republik Indonesia untuk Tingkat Pusat; b.lbukota Propinsi untuk Daerah Tingkat I; c.ibukota Kabupaten/Kotamadya untuk Daerah Tingkat II. (2) Kepengurusan untuk Daerah Administratif di lingkungan Daerah Khusus lbukota Jakarta Raya dan Wilayah Administratif lainnya yang ditetapkan setingkat dengan Daerah Tingkat II, dipersamakan dengan Daerah Tingkat II sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c. Pasal 11 Partai Politik dan Golongan Karya dapat memasang papan nama dan lambang organisasi masing-masing di tempat kedudukan Pengurus Pusat, Pengurus Daerah Tingkat I, dan Pengurus Daerah Tingkat II. BAB V KOMISARIS Pasal 12 (1) Di Kota Kecamatan dan Desa/Kelurahan dapat ditetapkan seorang Komisaris sebagai pelaksana Pengurus Daerah Tingkat II, yang untuk selanjutnya disebut Komisaris Partai Politik atau Golongan Karya Kecamatan atau Desa/Kelurahan. (2) Komisaris Partai Politik atau Komisaris Golongan Karya Kecamatan dibantu oleh

sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang Pembantu. Komisaris, dan Komisaris Desa/Kelurahan dibantu oleh sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang Pembantu Komisaris. (3) Komisaris dan Pembantu Komisaris Partai Politik dan Golongan Karya Kecamatan atau Desa/Kelurahan ditetapkan oleh Pengurus Partai Politik atau Golongan Karya yang bersangkutan dari anggotanya masing-masing yang bertempat tinggat dalam wilayah Kecamatan atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan. Pasal 13 (1) Komisaris dapat mempunyai tanda pengenal tanpa mencantumkan lambang Partai Politik atau Golongan Karya. (2) Bentuk, ukuran, isi, dan hal-hal mengenai tanda pengenal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri. BAB VI RAPAT Pasal 14 (1) Partai Politik dan Golongan Karya dalam melaksanakan fungsinya dapat mengadakan rapat Pengurus Tingkat Pusat, Daerah Tingkat I, dan Daerah Tingkat II, yang diselenggarakan di tempat kedudukan Pengurus yang bersangkutan. (2) Rapat Pengurus yang diselenggarakan di luar ketentuan ayat (1), rapat antar Tingkat Kepengurusan atau rapat-rapat lainnya, dapat diselenggarakan setelah mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII PERTEMUAN Pasal 15 (1) Komisaris Kecamatan atau Desa/Kelurahan dapat mengadakan pertemuan untuk menyampaikan dan melaksanakan kebijaksanaan Pengurus Partai Politik atau Golongan Karya Daerah Tingkat II serta untuk menyalurkan pendapat dan aspirasi masyarakat Kecamatan atau Desa/Kelurahan kepada Pengurus Partai Politik atau Golongan Karya Daerah Tingkat II yang bersangkutan. (2) Pertemuan diadakan di tempat kedudukan Komisaris Kecamatan atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan.

BAB VIII PENGAWASAN Pasal 16 (1) Pengawasan terhadap ditaatinya ketentuan Pasal 4, Pasal 7 huruf a, dan Pasal 12 Undang-undang, dilakukan oleh Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Menteri Dalam Negeri. (2) Dalam pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat meminta keterangan yang dipandang perlu kepada Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik dan Golongan Karya. (3) Menteri Dalam Negeri dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyampaikan laporan kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pasal 17 (1) Apabila terdapat petunjuk Partai Politik atau Golongan Karya melakukan tindakan yang bertentangan dengan Pasal 4, Pasal 7 huruf a, dan Pasal 12 Undang-undang, Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat memberikan peringatan/tegoran kepada Pengurus Pusat Partai Politik atau Golongan Karya yang bersangkutan. (2) Apabila peringatan/tegoran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diindahkan oleh Partai Politik atau Golongan Karya yang bersangkutan, maka Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat memberitahukan adanya tindakan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Mahkamah Agung dengan menyerahkan surat, dokumen atau bahan bukti lain yang memperkuat adanya tindakan pelanggaran tersebut. Pasal 18 (1) Segera setelah menerima pemberitahuan mengenai adanya tindakan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), Mahkamah Agung melakukan penelitian terhadap surat, dokumen atau bahan bukti lain yang berkaitan dengan tindakan pelanggaran tersebut dan bilamana perlu dapat mendengar keterangan Pengurus Pusat Partai Politik atau Golongan Karya yang bersangkutan atau pihak lain yang dipandang perlu. (2) Setelah melakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Mahkamah Agung segera menyampaikan pertimbangan kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pasal 19 (1) Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat setelah mendengar

pertimbangan Mahkamah Agung dapat mengambil keputusan yang menyatakan pembekuan Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau Golongan Karya yang bersangkutan. (2) Keputusan pembekuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Pengurus Pusat Partai Politik atau Golongan Karya yang bersangkutan serta diumumkan dalam Berita Negara. Pasal 20 (1) Dalam hal Pengurus Tingkat Daerah Partai Politik atau Golongan Karya melakukan tindakan melanggar ketentuan Pasal 4, Pasal 7 huruf a, dan Pasal 12 Undangundang, Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat meminta keterangan kepada Pengurus Tingkat Pusat yang bersangkutan mengenai hal tersebut. (2) Pengurus Tingkat Pusat wajib mengambil langkah-langkah penertiban untuk menyelesaikan persoalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Dalam hal Pengurus Tingkat Pusat tidak mengambil langkah-langkah penertiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat setelah mendengar pertimbangan Mahkamah Agung dapat membekukan Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau Golongan Karya yang bersangkutan. (4) Tata cara penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 serta tata cara pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berlaku terhadap pembekuan yang diatur dalam pasal ini. Pasal 21 Apabila Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat memandang telah terdapat cukup alasan untuk mencairkan kembali Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau Golongan Karya yang dibekukan, Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat mengambil keputusan pencairan dan disampaikan kepada Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau Golongan Karya yang bersangkutan serta diumumkan dalam Berita Negara. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 22 Partai Politik dan Golongan Karya wajib melaporkan pelaksanaan ketentuan Pasal 15 Undang-undang selambat-lambatnya tanggal 19 Pebruari 1986 kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat.

BAB X PENUTUP Pasal 23 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1976 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 24 Ketentuan teknis yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 25 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 April 1986 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd. SUDHARMONO, S.H. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 April 1986 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1986 NOMOR 25

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986 PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1985 UMUM Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, maka Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1976 perlu diganti untuk disesuaikan. Partai Politik dan Golongan Karya harus sudah selesai melakukan penyesuaian diri dengan ketentuan Undang-undang selambat-lambatnya tanggal 19 Pebruari 1986 sesuai batas waktu yang ditentukan Pasal 15 Undang-undang. Partai Politik dan Golongan Karya wajib melaporkan hasil penyesuaian diri tersebut secara tertulis kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat. Laporan yang disampaikan meliputi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Program masing-masing Partai Politik atau Golongan Karya. Hal ini dilandasi oleh wewenang Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk melakukan pengawasan terhadap ditaatinya ketentuan Undang-undang oleh Partai Politik dan Golongan Karya. Dengan diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya asas, maka dalam Program Partai Politik dan Golongan Karya dapat dicerminkan kekhususan masing-masing yang nampak pada pendekatan dan penekanan dalam pemikiran dan pemecahan masalah-masalah luas yang dihadapi dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Walaupun penyusunan program menjadi wewenang masing-masing Partai Politik, dan Golongan Karya namun harus tetap mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dalam rangka mencapai tujuan nasional. Keanggotaan Partai Politik dan Golongan Karya bersifat perseorangan atas dasar kesukarelaan dan terbuka bagi semua Warganegara Republik Indonesia yang telah memenuhi persyaratan dan melalui penelitian/penyaringan oleh Pengurus Partai Politik atau Golongan Karya. Untuk memimpin Partai Politik atau Golongan Karya dan untuk melaksanakan programnya diperlukan Pengurus yang terdiri dari Warganegara Republik Indonesia yang setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta bersedia melakukan pengabdian guna meningkatkan peranan Partai Politik dan Golongan Karya yang mempunyai arti penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pengaturan mengenai kepengurusan Partai Politik dan Golongan Karya adalah wewenang organisasi masing-masing sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya. Kepengurusan Partai Politik dan Golongan Karya hanya sampai tingkat kepengurusan Daerah Tingkat II. Pembatasan kepengurusan sampai tingkat kepengurusan Daerah Tingkat II tidak berarti mengurangi peranannya dalam membina anggota-anggotanya maupun dalam menyalurkan aspirasi masyarakat, sebab di setiap

Kecamatan, Desa/Kelurahan ada/dapat ditetapkan Komisaris Partai Politik dan Golongan Karya sebagai pelaksana Pengurus Daerah Tingkat II. Komisaris Partai Politik dan Golongan Karya di kota Kecamatan dibantu oleh sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang Pembantu Komisaris dan Komisaris Desa/Kelurahan dibantu oleh sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang Pembantu Komisaris. Komisaris Partai Politik atau Golongan Karya dapat mempunyai tanda pengenal Komisaris di tempat kedudukan Komisaris yang bersangkutan dengan tanpa menimbulkan penafsiran penyimpangan terhadap asas massa mengambang, tanda pengenal tersebut tidak memuat lambang Partai Politik atau Golongan Karya, karena Komisaris bukan merupakan Pengurus Partai Politik atau Golongan Karya yang berdiri sendiri. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai organisasi kekuatan sosial politik, maka Pengurus Partai Politik dan Golongan Karya dapat mengadakan rapat, sedangkan Komisaris dapat mengadakan pertemuan. Pengawasan oleh Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat terhadap Partai Politik dan Golongan Karya dalam upaya agar kehidupan Partai Politik dan Golongan Karya dapat tumbuh sehat dengan dilandasi oleh semangat kekeluargaan, menjunjung tinggi kehidupan konstitusional, demokrasi dan tegaknya hukum dalam rangka melestarikan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Dalam melaksanakan pengawasan, Presiden/ Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat membekukan Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau Golongan Karya yang melanggar Pasal 4, Pasal 7 huruf a dan Pasal 12 Undang-undang setelah mendengar pertimbangan Mahkamah Agung. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Yang dimaksud dengan pencantuman Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam Anggaran Dasar adalah pencantuman dalam pasal-pasal Anggaran Dasar. Pasal 3 Pasal 4 Ayat (3) Ayat (4)

Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Yang dimaksud dengan keanggotaan yang bersifat terbuka adalah keanggotaan tanpa pembedaan suku, agama, asal keturunan, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan pekerjaan. Penelitian/penyaringan calon anggota Partai Politik dan Golongan Karya oleh pengurus masing-masing organisasi meliputi : a. kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; b. kesetiaan kepada Negara dan Pemerintah Republik Indonesia; c. tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam pemberontakan G30.S/PKI atau organisasi terlarang lainnya. Untuk keperluan tersebut maka Partai Politik dan Golongan Karya dapat meminta bantuan instansi Pemerintah. Ayat (3) Pasal 9 Ayat (3) Pasal 10

Pasal 11 Yang dimaksud dengan di tempat kedudukan pengurus adalah alamat kantor Pengurus Partai Politik dan Golongan Karya yang bersangkutan. Pasal 12 Ayat (3) Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Ayat (3) Pasal 17 Ketentuan ini mencerminkan bahwa dalam melaksanakan pengawasan, Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat menggunakan pendekatan yang bersifat persuasif dalam rangka menjamin kehidupan politik yang sehat demi tegaknya Demokrasi Pancasila.

Pasal 18 Pasal 19 Apabila Pengurus Pusat dibekukan, maka Pengurus Daerah tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan organisasi sampai ada ketentuan lebih lanjut. Pasal 20 Ayat (3) Ayat (4) Pasal 21 Pasal 22 Laporan penyesuaian diri terhadap ketentuan Undang-undang disampaikan kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui Menteri Dalam Negeri. Pasal 23 Pasal 24 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3332