BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. tahun. Peningkatan penduduk usia lanjut di Indonesia akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual,

BAB I PENDAHULUAN. pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur. membuat metabolisme dalam tubuh menurun, sehingga proses

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, baik

BAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

hiperkolesterolemia, asam urat, dan lain-lain. Pada tahun 2003 WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. penderita DM pada tahun 2013 (2,1%) mengalami peningkatan dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang tengah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maju dan negara berkembang. Setiap tahun prevalensi obesitas selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan bagi anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan degenerasi organ tubuh yang dipengaruhi gaya hidup. Gaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru-paru, otot dan sendi.

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. didalam tubuh. Kebutuhan zat gizi berkaitan erat dengan masa. perkembangan yang drastis. Remaja yang asupan gizinya terpenuhi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 2 berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sedang mengalami masalah gizi ganda, dimana masalah penyakit menular dan gizi kurang yang belum teratasi, kini bertambah dengan adanya peningkatan penyakit tidak menular seperti obesitas. Obesitas tersebut merupakan suatu kondisi abnormal atau kelebihan lemak yang serius dalam bentuk jaringan adiposa yang berakibat seseorang memiliki berat badan yang lebih dibandingkan berat badan ideal serta gangguan kesehatan (Garrow, 1988; Misnadiarly, 2007). Pembentukan dan penyimpanan lemak yang terjadi secara kontinyu diikuti dengan mobilisasi lemak yang tidak efektif dari jaringan lemak menyebabkan terjadinya kelebihan lemak (Guyton, 1994). Kondisi di atas merupakan faktor risiko dari beberapa penyakit degeneratif (Lee et al., 2009). Asosiasi Jantung Amerika mengidentifikasi bahwa obesitas merupakan faktor risiko dari penyakit jantung koroner. Orang obes memiliki risiko menderita hipertensi dan diabetes tipe 2 dua kali lebih besar dibandingkan orang normal (Jafar et al., 2006). Kejadian obesitas akan meningkat pada usia dewasa dan akan mencapai puncaknya pada usia 45-50 tahun untuk laki-laki dan 50-60 tahun untuk wanita (Khomsan, 2003). WHO telah menyatakan bahwa obesitas merupakan masalah epidemi global yang harus ditangani. Negara yang telah mengalami epidemi obesitas diantaranya adalah Eropa, USA, dan Australia. Prevalensi obesitas telah mengalami peningkatan. Hasil survei gizi nasional di China tahun 1982 dan tahun 1992 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi obesitas pada dewasa muda yang tinggal di perkotaan yaitu dari 9,7 % menjadi 14,9 %. Peningkatan tersebut juga terjadi di pedasaan China yaitu dari 6,2 % menjadi 8,4 % (Keyou, 2001). Peningkatan prevalensi obesitas juga terjadi di Indonesia. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 (Depkes, 2008) dan tahun 2010 (Kemenkes, 2010) 1

2 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi obesitas dari 19,1 % menjadi 21,7%. Tahun 2007 Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki prevalensi obesitas di atas prevalensi nasional yaitu 20,4 % (Depkes, 2008) namun tahun 2010 Jawa Timur memiliki prevalensi obesitas di bawah prevalensi nasional yaitu 20,6 % (Kemenkes, 2010). Obesitas terjadi karena berbagai faktor penyebab yang kompleks antara lain genetik, konsumsi makan, aktivitas fisik dan faktor sosial budaya (Nammi et al., 2004). Perubahan pola makan (diet tinggi lemak dan tinggi kalori serta rendah serat) dan menurunnya aktivitas fisik berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu mengalami obesitas (Almatsier, 2005). Sudikno et al., (2010) menyatakan bahwa kelompok orang yang bekerja sebagai TNI/PNS/BUMN memiliki aktifitas fisik yang kurang. Mereka memiliki risiko obesitas 3,54 kali lebih besar jika di bandingkan dengan petani. Hasil studi pendahuluan tahun 2013 menunjukkan bahwa sebanyak 18,34 % polisi di Kepolisian Resor (Polres) Madiun mengalami obesitas. Prevalensi tersebut hampir mendekati prevalensi obesitas nasional. Penyebab lain dari obesitas adalah konsumsi energi yang melebihi pengeluaran (Renakusuma, 1990). Hasil penelitian Wahdani (2010) menunjukkan bahwa polisi obes memiliki tingkat konsumsi energi 110% angka kecukupan gizi (AKG), mengkonsumsi karbohidrat 60% dan lemak 25% dari total konsumsi energi. Ketika polisi sedang menjalani pendidikan kemiliteran dituntut untuk memiliki berat badan yang ideal oleh karena itu mereka mengendalikan berat badan melalui aktifitas fisik dan konsumsi makanan. Mereka mengendalikan konsumsi makanan yang disukai. Namun setelah pendidikan kemiliteran berakhir mereka cenderung tidak mengendalikan berat badan. Mereka kurang melakukan aktifitas fisik dan mengkonsumsi secara berlebihan makanan yang disukai. Tinggi rendahnya konsumsi makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ketersediaan pangan, psikologis, regulasi hipotalamus dan preferensi

3 makanan (Sanjur, 1982). Preferensi makanan adalah ukuran suka atau tidak suka pada makanan (Suhardjo, 1989). Preferensi makanan merupakan prediktor asupan zat gizi. Preferensi makanan dapat digunakan untuk penilaian kualitas asupan zat gizi (Drewnowski dan Hann, 1999). Derajat kesukaan seseorang diperoleh dari pengalamannya terhadap makan yang akan memberikan pengaruh pada angka preferensinya (Sanjur, 1982). Preferensi makanan lebih ditekankan berkaitan dengan risiko terjadinya penyakit yang ditimbulkan dari makanan seperti jantung, diabetes mellitus, obesitas, dan kanker (Rozin, 2001). Preferensi terhadap makanan berkarbohidrat atau berkalori menentukan status gizi orang obes. Lieberman, et al (1986) dan Wurtman, et al (1985) menyatakan bahwa orang obes memiliki selera pada makanan berkarbohidrat seperti daging atau makanan ringan meskipun tersedia beberapa makanan lain. Makanan berlemak juga merupakan preferensi orang obes. Tingginya lemak tubuh berhubungan dengan diet lemak (Dreon et al., 1988) dan preferensi pada makanan berlemak (Mela & Sacchetti, 1991). Makanan berlemak dan berkarbohidrat merupakan sumber energi berkonsentrasi tinggi. Penelitian Handayani (2000) menunjukkan bahwa lansia obes (33,3%) lebih menyukai makanan tinggi lemak seperti gulai, rendang dan tunjang dibandingkan lansia tidak obes (16,7%) serta hanya sedikit dari mereka yang menyukai buah (6,7%) dan sayur (13,3%). Pengetahuan gizi mempengaruhi seseorang dalam menyukai serta memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Kemampuan menerapkan pengetahuan gizi dalam pemilihan dan pemanfaatan pangan akan mempengaruhi status gizi. Seseorang yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan cenderung menyukai makanan yang baik untuk kesehatan (Suhardjo, 1989). Pendapatan tinggi dan keragaman pangan subtitusi mendorong seseorang untuk mengikuti preferensinya. Orang dengan pendapatan menengah ke atas cenderung menyukai makanan yang berlemak dan bergula serta rendah serat. Makanan tersebut merupakan makanan tinggi energi yang dapat menyebabkan kegemukan (Galler, 1984). Preferensi

4 makanan juga dipengaruhi oleh harga makanan. Harga merupakan faktor penting dalam preferensi makanan. Seseorang dapat menyukai suatu makanan, namun karena harga membuat seseorang menyukai makanan yang lain (Honkanen, 2010). Saat ini polisi obes telah menerima intervensi berupa peningkatan aktivitas fisik melalui olah raga. Peningkatan aktivitas fisik tanpa pengendalian makan kurang berhasil dalam mengatasi masalah obesitas. Oleh karena itu, untuk keberhasilan penurunan prevalensi obesitas pada polisi perlu dikendalikan juga konsumsi makan dengan melihat preferensi makanan khususnya pada makanan tinggi kalori dan tinggi lemak. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah : 1. Apakah terdapat hubungan antara preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak dan konsumsi makanan? 2. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dan preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak? 3. Apakah terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dan preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak? 4. Apakah terdapat hubungan antara harga makanan dan preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak? C. Tujuan penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui konsumsi dan preferensi makanan pada polisi obesitas di Polres Madiun Kota, sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

5 1. Mengetahui hubungan antara preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak dan konsumsi makanan pada polisi obes di Polres Madiun Kota. 2. Mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dan preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak pada polisi obes di Polres Madiun Kota. 3. Mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dan preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak pada polisi obes di Polres Madiun Kota. 4. Mengetahui hubungan antara harga makanan dan preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak pada polisi obes di Polres Madiun Kota. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi institusi : memberikan informasi bagi Polres Madiun Kota mengenai makanan tinggi kalori tinggi lemak yang menjadi preferensi bagi polisi obes serta sebagai dasar untuk menentukan program untuk meningkatkan kesehatan. 2. Bagi masyarakat khususnya polisi menambah wawasan tentang obesitas dan preferensi makanan. 3. Bagi penulis : menambah wawasan tentang obesitas dan preferensi makanan serta menambah pengalaman di lapangan. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini memiliki persamaan dengan beberapa penelitian lain, diantaranya adalah : 1. Kay (1987), dengan judul Food Preferences of Obese and non Obese Women After Consuming Meals High in Protein and Carbohydrate. Penelitian ini di lakukan pada 30 perempuan (15 obes dan 15 tidak obes) yang menjadi mahasiswa di Universitas Texas Tech. Penelitian ini bertujuan untuk

6 menentukan apakah terdapat perbedaan konsumsi karbohidrat, lemak dan protein pada perempuan obes dan tidak obes; menentukan apakah terdapat perbedaan preferensi makanan pada perempuan obes dan tidak obes sebelum dan setelah mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat atau protein; menentukan apakah terdapat perbedaan peringkat/rating preferensi untuk sucrose solution antara perempuan obes dan tidak obes. Desain penelitian ini adalah eksperimental. Terdapat dua variabel eksperimen yaitu makanan tinggi protein dan tinggi karbohidrat. Penilaian masing-masing eksperimen dilakukan pada hari sabtu dengan jarak waktu 1 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan konsumsi karbohidrat, lemak dan protein pada wanita obes dan tidak obes (p<0,05). Konsumsi makanan yang tinggi protein dapat menurunkan kesukaan terhadap makanan sumber protein pada kedua kelompok namun konsumsi makanan yang tinggi karbohidrat meningkatkan kesukaan terhadap makanan sumber protein pada kedua kelompok. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tujuan, desain studi, sampel dan analisis hasil penelitian. 2. Drewnoski, et al (1992), dengan judul Food Preference in Human Obesity: Carbohydrates Versus Fats. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit St Luke s- Roosevelt, Univesitas Columbia, New York dan Klinik Rehabilitasi Obesitas, rumah sakit Universitas Michigan, An Arbor dimana rumah sakit tersebut sedang menjalankan program penurunan berat badan bagi orang obes. Besar sampel adalah 479 orang obes yang terdiri dari 93 laki-laki obes dan 386 perempuan obes. Mereka mendapatkan program penurunan berat badan berupa diet, exercise, konseling dan pendidikan gizi selama 10-12 minggu. Selama mengikuti program tersebut, mereka diminta untuk mendaftar sepuluh bahan makanan yang paling disuka dan sering dimakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan favorit laki-laki obes adalah makanan sumber protein dan lemak (daging) sedangkan makanan favorit perempuan obes

7 adalah makanan sumber karbohidrat dan lemak (donat, biskuit dan kue) serta makanan yang manis. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tujuan penelitian. Penelitian ini hanya melihat perbedaan preferensi makanan pada laki-laki dan perempuan obes tampa melihat faktor yang berhubungan dengan preferensi makanan. 3. Adam, et al (1998), dengan judul Adolescent Acceptance of Different Food by Obesity Status and by Sex. Penelitian ini dilakukan di dua sekolah dasar yang berada di Osijek, Croatia dengan sampel sebanyak 101 anak (40 anak perempuan dan 61 anak laki-laki). Rata-rata usia mereka adalah 13,1 tahun. Status obesitas diukur dengan menggunakan IMT. Responden diminta untuk mengisi kuesioner preferensi makanan (dengan tujuh skala), makanan dikelompokkan dalam 9 kategori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang tidak obes lebih menyukai makanan yang manis (p=0,028), daging (p=0,018), dan sereal (p=0,005) dibandingkan anak yang obes. Anak laki-laki yang tidak obes lebih menyukai makanan manis dan daging (p=0,005 dan p=0,0004) dari pada anak perempuan yang tidak obes, hal ini dikarenakan adanya persepsi dari bentuk tubuh yang ideal. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini membedakan preferensi makanan berdasarkan jenis kelamin dan status obesitas tanpa melihat faktor yang berhubungan dengan preferensi makan.