BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan peredaran gelap narkotika telah meluas di dunia dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

STRUKTUR ORGANISASI BNNK SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat karena

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan pengobatan manusia, yaitu sebagai obat untuk mengobati suatu

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

KEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

KEBIJAKAN NASIONAL P4GN

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 "... yang melindungi

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

SOSIALISASI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) OLEH : AKBP AGUS MULYANA

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia sekarang ini melaksanakan pembaharuan hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemidanaan terhadap Pecandu Narkotika merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI LEM

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Reni Jayanti B ABSTRAK

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

BAB III PENUTUP. hukum ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB III PENUTUP. mengambil kesimpulan sebagai berikut: dilakukan oleh anak-anak, antara lain : bentuk penanggulangan secara preventif yaitu :

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan peredaran gelap narkotika telah meluas di dunia dan termasuk juga berdampak di tanah air. Indonesia tidak hanya sebagai tempat transit dalam perdagangan dan peredaran gelap narkotika namun juga sebagai tempat produksi narkotika bahkan memiliki pangsa pasar yang cukup menjanjikan. Di sisi lain dengan tingginya permintaan atas narkotika maka semakin meningkat pula pasokan narkotika yang beredar di Indonesia. Hal itu didukung karena Indonesia merupakan wilayah yang strategis di antara benua Asia dan Australia yang secara tidak langsung telah meningkatkan perkembangan tindak pidana narkotika. Selain itu karena Indonesia terdiri dari pulau-pulau maka pintu masuk jaringan pun kadangkala melalui jalur-jalur tikus. Meskipun tidak terpungkiri juga yang masuk melalui pelabuhan resmi dengan berbagai modus kemasan untuk mengelabui petugas bea cukai, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan petugas lainnya. 1 Perkembangan penggunaan narkotika yang semakin meningkat tidak untuk tujuan kepentingan pengobatan atau kepentingan ilmu 1 Republika, Indonesia Menjadi Target Pasar Narkoba Paling Menggiurkan,http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek- /16/04/14/o5lzir335- indonesia-menjadi-target-pasar-narkoba-paling-menggiurkan diakses 26 September 2016

pengetahuan namun bertujuan memperoleh keuntungan yang sangat besar. 2 Kasus narkotika mengalami perubahan, tidak hanya melibatkan orang dewasa namun juga melibatkan anak-anak yang masih berstatus pelajar atau mahasiswa hingga ibu rumah tangga. Hal ini merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup bangsa karena dampak narkotika mengakibatkan kerusakan kesehatan baik jasmani maupun mental penggunanya serta meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. 3 Ada berbagai faktor pendukung penyalahgunaan narkotika baik faktor dalam diri pelaku contohnya seperti rasa ingin tahu, membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan yang berbahaya, frustasi, mempermudah penyaluran perbuatan seksual, dan faktor di luar diri pelaku seperti pengaruh gaya hidup, pergaulan sosial. 4 Akibat dari perdagangan dan peredaran gelap narkotika yang terus meluas ialah modus operandi yang beraneka macam. Menurut Aslie sebagaimana dikutip dalam Romli Atmasasmita, modus operandi tindak pidana narkotika dengan cara menjerat sebanyak-banyaknya pemakai baru sebagai korban dan dilakukan secara terus menerus telah menjerumuskan pemakainya ke dalam kehidupan yang bersifat kontra produktif seperti: 2 Romli Atmasasmita, 1997, Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung hlm 1 3 Badan Narkotika Nasional, Dampak Langsung dan Tidak langsung Penyalahgunaan Narkoba,http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2014/03/20/957/dampak-langsung-dan-tidaklangsung-penyalahgunaan-narkoba diakses 18 Desember 2016 4 Hari Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana Untuk Mahasiswa dan Praktisi Serta Penyuluh Masalah Narkoba, Mandar Maju, Bandung, hlm 6

malas belajar atau tidak bekerja, akhlak semakin runtuh, bersifat asosial dan melakukan kejahatan untuk memenuhi ketagihannya atas narkotika. 5 Penyalahgunaan narkotika telah menjerat segala elemen anak bangsa Indonesia. Hal ini terjadi karena komoditi narkotika yang terdapat banyak jenis dan memiliki variasi harga mulai dari harga paling mahal hingga ada yang paling murah, maka dari itu pemerintah telah menyatakan Indonesia darurat narkotika sejak tahun 2014 dengan perkiraan pengguna mencapai lebih dari 4 juta orang. 6 Penyalahgunaan narkotika ialah tindakan menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Penyalahgunaan narkotika dapat dilakukan oleh pecandu, penyalah guna serta korban penyalahgunaan narkotika. Pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis. 7 Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. 8 Sedangkan korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika. 9 5 Ibid, hlm 5 Istman,Tempo, Budi Waseso: Indonesia Masih Darurat Narkoba https://m.tempo.co/read/news/2016/06/26/078783153/budi-waseso-indonesia-masih-daruratnarkoba diakses 17 Desember 2016 7 Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkoika. 8 Pasal 1 angka 15 Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. 9 Pasal 1 angka 3 Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Jaksa Agung, Keplaa Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Tentang penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi.

Niat melawan penyalahgunaan narkotika tersebut diupayakan oleh pemerintah dengan cara meningkatkan sosialisasi dan kampanye anti narkotika, meningkatkan kualitas penegakan hukum, serta untuk seseorang yang telah terlanjur menjadi pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, dan Penyalah Guna narkotika pemerintah telah mengalokasikan anggaran rehabilitasi. Penyalah Guna narkotika di Indonesia pada tahun 2015 terdapat 4.098.029 Penyalah Guna, hal ini ada peningkatan daripada tahun 2014 yang terdapat 4.022.228 Penyalah Guna. 10 AKP Rony Are Setia, Kepala Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Sleman mengatakan bahwa terdapat peningkatan yakni pada tahun 2014, Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Sleman mengungkap 50 kasus penyalahgunaan narkotika dengan 70 orang tersangka, tahun 2015 mengalami peningkatan pengungkapan kasus narkotika, yakni 54 kasus dengan 83 tersangka, lalu 2016 hingga bulan Agustus tahun 2016, ada 41 kasus penyalahgunaan narkotika dengan 63 tersangka yang terungkap. 11 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menganut double track system yakni selain adanya sanksi berupa pidana namun ada pula sanksi berupa tindakan dalam hal ini ialah rehabilitasi. Hal yang menarik ialah walaupun ada sanksi berupa tindakan (rehabilitasi) namun masih terdapat hakim yang cenderung memberikan sanksi berupa 10 Laporan kinerja BNN tahun 2015 hasil penelitian dengan Puslitkes-UI tahun 2015, http://www.bnn.go.id/_multimedia/.../laporan_kinerja_bnn_2015-20160311155058.pdf, diakses 17 Desember 2016 11 Jihad Akbar, Tribun Jogja, Kasus Penyalahgunaan Narkoba di Sleman Didominasi Tersangka Usia Produktif,http://jogja.tribunnews.com/2016/08/19/kasus-penyalahgunaan-narkoba-disleman-didominasi-tersangka-usia-produktif diakses 27 September 2016

pidana kepada pecandu maupun Penyalah Guna narkotika, karena terdapat 23.779 warga binaan di lembaga pemasyarakatan Indonesia yang merupakan Penyalah Guna narkotika sedang menjalani pidana penjara 12. Hal ini salah satu faktor yang menyebabkan lembaga pemasyarakatan di Indonesia over capacity. Lembaga pemasyarakatan menjadi tempat yang paling aman untuk penyalahgunaan narkotika bahkan ada pula narkotika yang diproduksi di dalam lembaga pemasyarakatan. 13 Dalam hal ini dibutuhkan suatu solusi khususnya dalam pola pikir/orientasi penegak hukum untuk menyembuhkan para pelaku penyalahgunaan narkotika tidak hanya menyembuhkan keseimbangan sosial yang tergangggu akibat tindak pidana yang dilakukan namun juga menyembuhkan secara pribadi para pelaku penyalahgunaan narkotika tersebut dari efek candu narkotika. Pemerintah melakukan upaya guna menanggulangi hal tersebut dengan cara mempersiapkan para aparat penegak hukum beserta instansi terkait untuk melaksanakan kewenangannya secara profesional dengan didukung peningkatan sarana dan prasarana. Peran aparat penegak hukum dalam hal ini penting untuk menanggulangi perdagangan dan peredaran gelap narkotika yakni memutus mata rantai transaksi jual beli narkotika baik dengan memproses 12 BNN, Dekriminalisasi Penyalahguna Narkotika dalam Konstruksi Hukum Positif di Indonesia,http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2013/11/19/813/dekriminalisasipenyalah-guna-narkotika-dalam-konstruksi-hukum-positif-di-indonesia, diakses 18 September 2016 13 Dani Krisnawati & Niken Subekti B.U, 2014, Pelaksanaan RehabilitasiBagi Pecandu Narkotika Pasca Berlakunya Peraturan Bersama 7 (tujuh) Lembaga Negara Republik Indonesia, Mimbar Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, hlm 227

hukum pengedar, pecandu, termasuk pula penyalah guna narkotika. Upaya pemerintah tersebut telah ada payung hukum yakni Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yakni diharapkan aparat penegak hukum dapat melaksanakan sebagaimana tujuan dari pembentukan undang-undang tersebut ialah mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika serta melindungi generasi bangsa dari efek negatif narkotika. Kewajiban rehabilitasi sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut hingga pada tahun 2014 belumlah secara signifikan dipakai oleh hakim dalam putusannya. Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Ridwan Mansyur mengungkapkan, hakim dihadapkan pada situasi dilema dalam menjatuhi putusan perkara narkotika. Belum adanya sosialisasi tempat rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika yang tersedia di seluruh Indonesia, juga menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan di sisi lain terdapat hakim yang belum percaya pada lembaga rehabilitasi yang telah ada dapat memperbaiki terpidana. Jika dilakukan putusan rehabilitasi, hakim akan terkena pemeriksaan baik dari Bawas (Badan Pengawas) maupun Komisi Yudisial nantinya, belum seluruh daerah di Indonesia ada tempat rehabilitasi, seperti di Kupang, Nusa Tenggara Timur misalnya, sehingga hakim merasa belum yakin terhadap sistem rehabilitasi sebagai penghukuman lain. 14 14 Suara Pembaharuan Putusan Rehabilitasi Pengguna Narkoba Jadi Dilema Hakim http://sp.beritasatu.com/home/putusan-rehabilitasi-pengguna-narkoba-jadi-dilema-hakim/40195, diakses 20 September 2016

Hal ini perlu dikritisi bahwa Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial sebagai bentuk revisi atas Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 07 tahun 2009. SEMA Nomor 4 Tahun 2010 ini mengatur bahwa rehabilitasi dapat dikenakan kepada Pecandu Narkotika apabila tertangkap tangan dengan barang bukti pemakaian maksimal 5 gram dan diatur halhal khusus lainnya. Terkait Penyalah Guna narkotika, ketika hakim akan memutus rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika hakim dapat mempertimbangkan Penyalah Guna tersebut untuk tidak dijatuhi pidana penjara namun dikenakan rehabilitasi. Hal lain yang membuat hakim cenderung tidak memberikan putusan rehabilitasi ialah adanya ketidakpercayaan hakim kepada polisi bahwa pelaku tersebut akan dibawa ke tempat rehabilitasi. Hakim beranggapan bahwa para pelaku tidak langsung dibawa ke lembaga rehabilitasi melainkan dititipkan di rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan bersama penjahat-penjahat lain berbulan-bulan hingga bertahun-tahun sehingga para hakim cenderung memberikan putusan pemidanaan. 15 15 Ridwan Mansyur (Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung RI), Tempo, Mengapa Hakim Jarang Beri Vonis Rehabilitasi Kasus Narkoba,https://m.tempo.co/read/news/2013/08/05/063502369/mengapa-hakim-jarang-berivonis-rehabilitasi-kasus-narkoba.html, diakses 26 September 2016

Pemerintah telah menyatakan bahwa Indonesia darurat narkotika pada tahun 2014 sehingga dibutuhkan penguatan dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika di seluruh instansi terkait. Sebagai bentuk persatuan antar lembaga penegak hukum melawan penyalahgunaan narkotika telah dikeluarkan suatu Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor: 01/PB/MA/III/2014; Nomor: 03 Tahun 2014; Nomor: 11/Tahun 2014; Nomor: 03 Tahun 2014; Nomor: PER- 005/A/JA/03/2014; Nomor: 1 Tahun 2014; Nomor: PERBER/01/III/2014/BNN Tentang Penanganan Pecandu Narkotika Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi selanjutnya disingkat Peraturan Bersama. Peraturan bersama ini tidak hanya mengatur mengenai penanganan pecandu narkotika (orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis) dan korban penyalahguna narkotika (seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa dan/atau diancam untuk menggunakan Narkotika), namun juga termasuk Penyalah Guna (orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum).

Peraturan Bersama ini dapat dikatakan sebagai peraturan pelengkap atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, karena dalam peraturan bersama ini merupakan wujud sinergi antar lembaga dalam satu pemikiran yang sama mengenai penanganan pecandu, penyalah guna dan korban penyalahgunaan narkotika yang dalam UU Narkotika masih mengandung kelemahan dalam penerapan pasal mengenai rehabilitasi. Hal ini guna menyamakan orientasi para penegak hukum bersama instansi terkait dalam penanganan pecandu, penyalah guna dan korban penyalahgunaan narkotika. Dalam Peraturan Bersama ini disepakati dibentuk Tim Asesmen Terpadu diusulkan oleh masing-masing pimpinan instansi terkait di tingkat Nasional, Propinsi dan Kabupaten /Kota dan ditetapkan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Propinsi, Badan Narkotika Nasional Kabupaten/ Kota. Tim Asesmen Terpadu terdiri dari Tim Dokter dan Tim Hukum. Tim Dokter yang meliputi dokter dan psikolog serta Tim Hukum yang meliputi dari unsur Polri, BNN, Kejaksaan dan Kementerian Hukum dan HAM. Tim Hukum bertugas dalam melakukan analisis dalam kaitan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika dan penyalahgunaan narkotika berkoordinasi dengan penyidik yang menangani perkara. Surat hasil asesmen tersebut menjadi bahan pertimbangan penempatan tersangka /terdakwa di lembaga rehabilitasi medis/ lembaga rehabilitasi sosial.

Kepala BNN pada tahun 2014 Anang Iskandar menjelaskan bahwa asesmen terpadu akan dilakukan di 16 lokasi yang sudah dinilai siap dari segi infrastruktur. Keenam belas kota yang menjadi pilot project, yakni Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Bogor, Tangerang Selatan, Semarang, Surabaya, Makassar, Maros, Samarinda, Balikpapan, Padang, Sleman, Pontianak, Banjar Baru, Mataram, dan Kepulauan Riau. Kota-kota itu dipilih menjadi pilot project karena memiliki infrastruktur seperti Pusat Rehabilitasi. 16 Terkait hal itu BNN berusaha mengoptimalkan peran Tim Asesmen Terpadu (TAT). Menurut Kepala BNNP Jawa Barat Iskandar Ibrahim, Tim ini sebagai asesor dalam memberikan rekomendasi bagi hakim mengenai tingkat ketergantungan pada narkotika dan keterlibatan tersangka pada tindak pidana narkotika. Tim ini menjadi ujung tombak dalam menentukan apakah pelaku penyalahgunaan narkotika tersebut termasuk dalam kualifikasi pecandu, penyalah guna atau korban penyalahgunaan narkotika, sehingga perlu mendapatkan perawatan rehabilitasi agar pulih dari efek negatif narkotika. 17 Penentuan kualifikasi peran seseorang dalam perkara penyalahgunaan narkotika menjadi penting guna mempermudah tugas jaksa penuntut umum dalam penentuan pasal yang didakwakan dan 16 Tribun news, BNN: Peraturan Bersama Narkotik Tergantung Orientasi penegak Hukum, http://www.tribunnews.com/nasional/2014/08/07/bnn-peraturan-bersama-narkotik-tergantungorientasi-penegak-hukum,diakses 26 September 2016 17 Dian Rosadi, BNN optimalkan Tim Asesmen Terpadu untuk pulihkan pecandu narkoba, https://www.merdeka.com/peristiwa/bnn-optimalkan-tim-asesmen-terpadu-untuk-pulihkanpecandu-narkoba.html diakses 26 September 2016

mempermudah tugas hakim dalam memutus perkara nanti. Hakim dapat dengan yakin dan cukup mempertimbangkan peran pelaku tersebut dalam tindak pidana narkotika. Hal ini supaya menjadi jelas dan tepat penanganan perkara narkotika baik penanganan proses peradilan maupun proses penanganan pelaku pasca putusan hakim. Adanya kebijakan pemerintah untuk merehabilitasi para tersangka/terdakwa penyalahgunaan narkotika tentunya tidak akan menghentikan proses hukum atas tindak pidana narkotika yang telah dilakukan. Oleh karena itu perlu ditelusuri pelaksanaan asesmen tersebut sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi aparat penegak hukum dalam menempatkan tersangka/terdakwa di lembaga rehabilitasi. Dengan adanya asesmen terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika akan menjadi bahan pertimbangan bagi jaksa penuntut umum untuk menuntut berupa rehabilitasi atau menuntut sanksi pidana sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Apabila dengan tuntutan jaksa tersebut, ketika hakim juga mempertimbangkan asesmen yang telah dilakukan oleh Tim Asesmen Terpadu dalam memberikan putusan terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika, terdapat kemungkinan hakim memiliki pendapat tersendiri atau mempertimbangkan tuntutan penuntut umum. Perlu adanya penelitian terkait pelaksanaan asesmen yang dilakukan Tim Asesmen Terpadu dalam proses peradilan tindak pidana narkotika, mengingat Tim Asesmen Terpadu ini memiliki kewenangan dalam menentukan peran seseorang

dalam perkara penyalahgunaan narkotika yang ditangkap maupun yang tertangkap tangan dan menjalani proses hukum. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, Peneliti mengajukan dua rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan asesmen dalam perkara penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh Tim Asesmen Terpadu? 2. Bagaimanakah pengaruh asesmen terhadap tuntutan penuntut umum dan putusan hakim dalam perkara penyalahgunaan narkotika? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data-data yang akurat sebagai bahan dasar penyusunan dan penulisan hukum sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh Peneliti dalam memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui pelaksanaan asesmen dalam perkara penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh Tim Asesmen Terpadu.

b. Untuk mengkaji pengaruh asesmen terhadap tuntutan penuntut umum dan putusan hakim dalam perkara penyalahgunaan narkotika. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum khususnya hukum pidana dan hukum acara pidana khususnya dalam menangani perkara tindak pidana narkotika. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Badan Narkotika Nasional (BNN), hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta bahan evaluasi dalam pelaksanaan asesmen dalam perkara penyalahgunaan narkotika. b. Bagi Jaksa Penuntut Umum dan Hakim, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta masukan dalam hal proses peradilan pidana termasuk juga dalam penyusunan tuntutan maupun putusan dalam perkara tindak pidana narkotika. c. Bagi Peneliti dapat memahami lebih lanjut mengenai tindak pidana narkotika beserta upaya penegak hukum dalam penanggulangannya serta pelaksanaan asesmen dalam perkara penyalahgunaan narkotika.

E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran Peneliti di Perpusatakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, terdapat beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Peneliti, diantaranya: 1. Penulisan Hukum berjudul Upaya Penanggulangan Peredaran Gelap Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Narkotika Yogyakarta yang ditulis oleh Arif Budi Nugroho pada tahun 2011. 18 Penelitian tersebut mengangkat permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Narkotika Yogyakarta dalam menanggulangi peredaran gelap narkotika dalam Lapas? b. Hambatan - hambatan apa yang dialami pihak Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Narkotika Yogyakarta dalam menanggulangi peredaran gelap narkotika dalam Lapas? Adapun kesimpulan penelitian tersebut bahwa upaya penanggulangan peredaran gelap narkotika di dalam Lapas hanya menggunakan jalur non penal, yaitu menitikberatkan pada pencegahan atau upaya preventif lain seperti pemasangan CCTV 18 Arif Budi Nugroho,2011, Upaya Penanggulangan Peredaran Gelap Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Narkotika Yogyakarta,Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

dalam Lapas, pemeriksaan atau penggeledahan makanan dan minuman yang dikirim dari luar Lapas. Penelitian yang dilakukan oleh Arif Budi Nugroho berbeda dengan penelitian yang Peneliti teliti. Penelitian yang Peneliti lakukan menekankan pada pelaksanaan asesmen itu sendiri yang dilakukan oleh BNN dan mengkaji kelanjutanya ketika perkara tersebut sampai pada jaksa dan hakim sehingga tidak meneliti Lembaga Pemasyarakatan. Walaupun pada penulisan hukum ini sedikit membahas mengenai peredaran gelap narkotika namun hal tersebut bukanlah fokus utama Peneliti dalam penelitian ini, bahwa Peneliti lebih memfokuskan pada penyalahgunaan narkotika itu sendiri. 2. Penulisan Hukum berjudul Penegakan Hukum Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Penyalahguna Narkotika di Kota Yogyakarta 19 yang ditulis oleh Setyo Istiawan pada tahun 2013. Penelitian tersebut mengangkat permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimanakah upaya penegakan hukum Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 terhadap penyalahguna narkotika di kota Yogyakarta? 19 Setyo Istiawan, 2013, Penegakan Hukum Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Penyalahguna Narkotika di Kota Yogyakarta, Penulisan Hukum, Fakutas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

b. Apa saja kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 terhadap penyalahguna narkotika di Kota Yogyakarta? Adapun kesimpulan dari penelitian tersebut bahwa penegakan hukum dari pihak kepolisian adalah dalam hal penyelidikan dan penyidikan saja yang dibantu oleh penyelidik dan penyidik dari BNN, penegakan hukum dari pihak kejaksaan adalah dalam hal penyidikan dan penuntutan, sedangkan penegakan hukum dari pihak kehakiman ialah mengacu pada vonis rehabilitasi. Kendala dari pihak kepolisian ialah kurangnya angggota yang cakap, anggaran yang minim, kendala dari pihak kejaksaan ialah sulitnya memanggil saksi serta belum jelasnya pengaturan pemusnahan barang bukti narkotika, kendala dari pihak kehakiman ialah kurangnya koordinasi mengenai rehabilitasi antar instansi penegak hukum. Penelitian yang dilakukan oleh Setyo Istiawan berbeda dengan penelitian yang Peneliti lakukan karena dalam penelitian ini walaupun terdapat kesamaan dalam pembahasan mengenai penyalahguna narkotika dan penegak hukum namun Peneliti meneliti dalam sudut pandang yang berbeda. Bahwa Peneliti dalam penelitian ini akan membahas pelaksanaan asesmen terhadap penyalahguna narkotika yang dilakukan oleh Tim Asesmen Terpadu serta mengkajinya terhadap tuntutan dan putusan hakim.

3. Penulisan Hukum berjudul Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika di Kalangan Mahasiswa di Kabupaten Sleman yang ditulis oleh Cita Ayupraba pada tahun 2015. 20 Penelitian tersebut mengangkat permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Satuan Tugas di BNN Kabupaten Sleman dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa? b. Apa saja faktor penghambat dan pendukung yang dihadapi Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Satuan Tugas di BNN Kabupaten Sleman dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan narkotika di kalangan mahasiswa? Adapun kesimpulan dari penelitian tersebut bahwa upaya penanggulangan tindak pidana narkotika dilakukan dengan cara penal yakni dari proses penyidikan sampai adanya putusan hakim dan non penal yakni dengan melakukan operasi di tempat rawan peredaran narkotika dan pembentukan satgas anti narkoba. Kendala yang dihadapi berasal dari dalam maupun luar, namun upaya penanggulangan dapat diatasi dengan adanya Peraturan Bersama 7 Lembaga Negara tentang penanganan pecandu 20 Cita Ayupraba, 2015, Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika di Kalangan Mahasiswa di Kabupaten Sleman, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika ke lembaga rehabilitasi. Penelitian yang dilakukan oleh Cita Ayupraba berbeda dengan penelitian Peneliti yakni dalam penelitian tersebut tidak ada analisis maupun kajian mengenai pelaksanaan asesmen yang dilakukan oleh Tim Asesmen Terpadu serta pengaruhnya terhadap pertimbangan penuntut umum dalam memberikan tuntutan serta pertimbangan hakim dalam memberikan putusan pemidanaan atau rehabilitasi, dalam penelitian tersebut lebih mengkaji mengenai upaya dari penegak hukum itu sendiri dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika serta hambatannya dalam pelaksanaan tugasnya. Melihat judul serta permasalahan yang diangkat oleh ketiga Peneliti tersebut dalam penelitiannya jelas menunjukan perbedaan dengan rumusan masalah yang dipilih Peneliti dalam penelitian ini sehingga penelitian yang Peneliti lakukan menghasilkan data yang berbeda dengan yang dibuat oleh ketiga Peneliti diatas.

F. Sistematika Penulisan Penulisan hukum ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab tersebut diuraikan kembali dalam beberapa sub bab. Sistematika penulisan hukum ini yakni: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini Peneliti membagi menjadi 4 sub bab yakni tinjauan umum mengenai pidana dan pemidanaan, tinjauan umum mengenai narkotika, tinjauan umum mengenai penuntutan perkara pidana dan tinjauan umum mengenai putusan perkara pidana.. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai jenis penelitian, bahan penelitian, cara dan alat pengumpulan data, lokasi dan subyek penelitian, serta analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini terbagi atas tiga sub bab yakni penyajian data hasil penelitian yang dilakukan mengenai pelaksanaan asesmen dalam perkara penyalahgunaan narkotika dan analisa tuntutan dan putusan hakim dalam perkara penyalahgunaan narkotika yang didalamnya terdapat prosedur asesmen, kemudian terdapat kasus putusan pengadilan perkara

penyalahgunaan narkotika yang didalamnya terdapat prosedur asesmen yang Peneliti analisis. BAB V PENUTUP Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran berdasarkan penelitian yang telah Peneliti lakukan.