BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum pendidikan nasional selalu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I BAB I PENDAHULUAN. peserta didik ataupun dengan gurunya maka proses pembelajaran akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan matematika. Matematika mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dhelvita Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Poppy Diara, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Penyempurnaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DITINJAU DARI KEMAMPUANKOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengajaran matematika tidak sekedar menyampaikan berbagai informasi seperti aturan, definisi, dan prosedur untuk

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses untuk menumbuhkembangkan potensi dalam. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun

TINJAUAN PUSTAKA. baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung melalui media.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Depdiknas (2006) mengungkapkan bahwa dalam pendidikan, siswa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi matematika (mathematical communication), penalaran. (mathematical problem solving), mengaitkan ide ide (connection), dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dilaksanakan untuk meningkatkan serta mengembangkan potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TPS berbantuan Autograph,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara nasional, pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi salah satu prioritas utama

I. PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan salah satu Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Padahal metode ceramah memiliki banyak kekurangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2006:145),

I. PENDAHULUAN. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta mampu

BAB I PENDAHULUAN. masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang pendidikan yang di survey oleh Organisation for Economic

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu yang mendukung untuk pengembangan ilmu yang lain, sehingga matematika sering disebut alat untuk ilmu. Matematika disajikan menggunakan simbol-simbol, istilah-istilah, rumus, diagram, ataupun tabel, sehingga matematika juga dipandang sebagai suatu bahasa. Matematika sebagai sebuah bahasa, tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, menemukan pola, menyelesaikan masalah, atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga alat yang tak ternilai untuk mengkomunikasikan berbagai gagasan dengan jelas, akurat, dan ringkas. Salah satu standar proses yang harus dikuasai siswa adalah komunikasi matematis (mathematical communication). NCTM (dalam Ansari, 2009:9) mengemukakan bahwa: Matematika sebagai alat komunikasi merupakan pengembangan bahasa dan simbol untuk mengkomunikasikan ide matematik, sehingga siswa dapat:(1) mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematik dan hubungannya, (2) merumuskan defenisi matematik dan membuat generalisasi yang diperoleh melalui investigasi, (3) mengungkapkan ide matematik secara lisan dan tulisan, (4) membaca wacana matematika dengan pemahaman, (5) menjelaskan dan mengajukan serta memperluas pertanyaan terhadap matematika yang telah dipelajarinya, dan (6) menghargai keindahan dan kekuatan notasi matematik, serta peranannya dalam mengembangkan ide/gagasan matematik. Hal di atas menegaskan bahwa, kemampuan komunikasi matematis siswa sangat perlu untuk dikembangkan, karena melalui komunikasi matematis siswa dapat melakukan organisasi berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan, siswa bisa memberi respon dengan tepat, baik diantara siswa itu sendiri maupun antara siswa dengan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik, cenderung dapat membuat berbagai representasi yang beragam, sehingga mudah dalam mendapatkan alternatif-alternatif penyelesaian berbagai permasalahan matematis. 1

2 Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika di Indonesia dalam aspek komunikasi matematis masih rendah. Sebagaimana yang diungkapkan Izzati (dalam Prayitno, 2013:566), bahwa gambaran lemahnya kemampuan komunikasi siswa dikarenakan pembelajaran matematika selama ini masih kurang memberi perhatian terhadap pengembangan kemampuan ini. Hal yang sama juga ditemukan oleh Kadir (dalam Prayitno, 2013:566), bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa SMP di pesisir masih rendah, baik ditinjau dari peringkat sekolah, maupun model pembelajaran. Sejalan juga dengan yang diungkapkan Qohar (dalam Prayitno, 2013:567), bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa SMP (terutama di daerah bukan perkotaan) masih kurang, baik lisan maupun tertulis. Dalam tingkat Internasional, prestasi matematika siswa Indonesia juga masih berada jauh dari prestasi negara lain, terutama dalam hal kemampuan komunikasi matematis, seperti yang diungkapkan oleh Fachrurazi (2011): Pada laporan TIMSS 2003, siswa Indonesia berada pada posisi 34 dari 45 negara yang disurvei. Prestasi Indonesia jauh di bawah Negara-negara Asia lainnya. Dari kisaran rata-rata skor yang diperoleh oleh setiap Negara 400-625 dengan skor ideal 1.000, nilai matematika Indonesia berada pada skor 411. Khususnya kemampuan komunikasi matematis siswa Indonesia, laporan TIMSS menyebutkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam komunikasi matematika sangat jauh di bawah Negaranegara lain. Sebagai contoh, untuk permasalahan matematika yang menyangkut kemampuan komunikasi matematis, siswa Indonesia yang berhasil benar hanya 5% dan jauh di bawah Negara seperti Singapura, Korea, dan Taiwan yang mencapai lebih dari 50%. Dari beberapa hal di atas, menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah, baik komunikasi lisan (talking) yang terlihat dari saling interaksi (dialog) yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas maupun komunikasi tertulis (writing) yang terlihat dari kemampuan siswa dalam menggunakan kosa kata-nya, notasi, dan struktur matematik baik dalam bentuk penalaran, koneksi, maupun dalam problem solving. Untuk itu sangat penting arti dan peranan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Salah satu implikasi terhambatnya komunikasi dalam matematika adalah

3 proses membangun sebuah kerangka pemahaman serta respon terhadap pembelajaran tidak akan berjalan lancar. Berikut ini adalah hasil pekerjaan siswa yang diberikan tes diagnostik. Tes yang diberikan berbentuk uraian untuk melihat kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa. Tabel.1.1. Data Kesalahan Hasil Pekerjaan Siswa No Hasil Pekerjaan Siswa Keterangan Soal 2 Tidak dapat memberikan jawaban dari permasalahan secara jelas, dan sistematis. 3 Tidak dapat membuat gambar dari permasalahan matematika secara lengkap dan jelas 5 Tidak dapat memodelkan permasalahan secara benar, sehingga tidak dapat memberikan solusi. Tabel di atas menunjukkan kelemahan-kelemahan siswa dalam kemampuan komunikasi matematis tertulisnya. Pemberian tes diagnostik kemampuan komunikasi matematis tertulis kepada 35 orang siswa, diperoleh ratarata kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa sebesar 1,14. Sebanyak 22 siswa (62,8%) masih berada dalam kategori sangat rendah dan sisanya sebanyak 13 siswa (37,2%) dalam kategori rendah. Pada umumnya, komunikasi yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran matematika di kelas hanya berlangsung secara linier, yang berarti komunikasi hanya berlangsung satu arah, dengan guru sebagai pemberi informasi, dan siswa

4 sebagai penerima informasi. Padahal komunikasi yang terjadi sebaiknya adalah komunikasi yang konvergen, yaitu komunikasi yang berlangsung secara multi arah sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung secara dinamis dan berkembang ke arah pemahaman kolektif yang berkesinambungan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Ansari (2009:9), Komunikasi konvergen dalam pembelajaran ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pembelajaran. Sehubungan dengan hal tersebut, maka guru sangat berperan dalam mendorong terjadinya proses belajar secara optimal sehingga siswa belajar secara aktif. Seperti yang diungkapkan Ansari (2009:2007), Perlu bagi guru mengetahui cara menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematis di kalangan siswanya. Dari hasil observasi yang dilakukan terhadap tiga orang guru matematika yang mengajar di SMP Negeri 1 P.S Tuan pada tanggal 26 dan 28 Maret 2014 diperoleh nilai rata-rata ketiga orang guru tersebut sebagai berikut: Tabel 1.2 Hasil Penilaian Lembar Observasi Kegiatan Guru Dalam Pembelajaran No Aspek yang dinilai Skala Penilaian Kategori 1 Keterampilan Membuka Pelajaran 1,83 Kurang Baik 2 Penyajian Materi 2,23 Baik 3 Metode Pembelajaran 1,92 Kurang Baik 4 Pengelolaan Kelas 2,0 Kurang Baik 5 Komunikasi dengan Siswa 2,08 Kurang Baik 6 Pemanfaatan Alat Peraga 1,67 Kurang Baik 7 Melaksanakan Evaluasi 2,22 Baik 8 Keterampilan Menutup Pelajaran 1,92 Kurang Baik 9 Efisiensi Penggunaan Waktu 3,3 Sangat Baik Hasil observasi diatas menunjukkan bahwa pada aspek metode pembelajaran yang digunakan dan komunikasi dengan siswa masih berada pada kategori kurang baik. Kurang baiknya komunikasi dengan siswa ini diakibatkan karena metode pembelajaran yang digunakan guru kurang dapat mengaktifkan siswa untuk berkomunikasi dan mengeluarkan ide-ide matematikanya dengan baik karena pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru (teacher oriented). Guru menyampaikan materi pembelajaran secara langsung dengan siswa tidak dituntut untuk menemukan pemahaman mereka sendiri. Metode mengajar seperti ini

5 disebut sebagai metode ekspositori. Komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa pada metode ekspositori ini menggunakan komunikasi satu arah yang mengakibatkan kegiatan belajar siswa kurang optimal, sebab terbatas kepada mendengarkan uraian guru, mencatat, dan sekali-sekali bertanya kepada guru. Maka, untuk mengatasi permasalahan di atas, peneliti merasa perlu adanya perbaikan yang dilakukan guru dalam menerapkan suatu model pembelajaran yang lebih efektif, yang dapat lebih mengaktifkan siswa, terutama dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa mengingat pentingnya kemampuan komunikasi matematis tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dinilai mampu mendukung kemampuan komunikasi matematika siswa adalah model pembelajaran kooperatif, karena salah satu manfaat pembelajaran kooperatif adalah terjadinya sharing process antara peserta belajar. Bentuk sharing ini dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan pikirannya baik lisan maupun tulisan. Selain itu, penting bagi guru untuk menetapkan suatu pendekatan pembelajaran yang dipandang tepat untuk memudahkan siswa memahami pelajarannya dan mampu memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan. Untuk itu peneliti tertarik untuk menerapkan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yaitu Numbered Heads Together yang berdasarkan dari pengamatan peneliti pada saat observasi belum pernah dilaksanakan di SMP N 1 P.S Tuan. Selanjutnya, pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together ini dipadukan dengan pendekatan induktif dan deduktif, karena selama ini kegiatan pembelajaran di kelas berpusat pada guru yang menurunkan pembelajaran dengan pendekatan deduktif atau pembelajaran ekspositori, sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa yang menurunkan pembelajaran dengan pendekatan induktif masih sangat jarang diterapkan sehingga siswa tidak dapat menemukan pemahamannya sendiri, sehingga peneliti tertarik untuk menerapkan pendekatan deduktif dan induktif bersama-sama dalam penyampaian materi pembelajaran.

6 Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Tertulis Siswa yang Diajar Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together yang Dipadukan dengan Pendekatan Induktif dan Deduktif dan Metode Ekspositori pada Pokok Bahasan Fungsi di Kelas VIII SMP Negeri 1 P.S Tuan T.A 2014/2015. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa. 2. Kegiatan pembelajaran matematika yang umum digunakan guru di kelas adalah dengan menerapkan metode ekspositori yaitu guru menyampaikan materi pelajaran dengan berceramah. 3. Kemampuan guru dalam aspek metode pembelajaran yang digunakan dan komunikasi dengan siswa masih dalam kategori kurang baik. 4. Penerapan model pembelajaran kooperatif masih jarang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran termasuk pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together. 5. Pembelajaran di kelas cenderung menerapkan pendekatan deduktif dan sangat jarang dilakukan dengan pendekatan induktif sehingga siswa tidak dapat menemukan pemahamannya sendiri. 1.3 Pembatasan Masalah Mengingat terbatasnya kemampuan peneliti, dana, waktu, serta luasnya cakupan identifikasi masalah, maka agar pokok permasalahan tidak mengambang maka masalah dibatasi pada kemampuan komunikasi matematis tertulis yang rendah, metode ekspositori yang masih umum digunakan guru, penerapan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together yang belum pernah dilaksanakan, serta penerapan pendekatan induktif dan deduktif.

7 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together yang dipadukan dengan pendekatan induktif dan deduktif lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa yang diajar dengan metode ekspositori pada materi fungsi di kelas VIII SMP Negeri 1 P.S Tuan T.A 2014/2015? 1.5 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together yang dipadukan dengan pendekatan induktif dan deduktif lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa yang diajar dengan metode ekspositori pada materi fungsi di kelas VIII SMP Negeri 1 P.S Tuan T.A 2014/2015. 1.6 Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi guru, sebagai bahan masukan mengenai pembelajaran dengan model Numbered Heads Together yang dipadukan dengan pendekatan induktif dan deduktif dapat mengetahui peningkatan dan komunikasi matematis tertulis siswa dan mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa. 2. Bagi siswa, melalui penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together yang dipadukan dengan pendekatan induktif dan deduktif dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tertulisnya. 3. Pihak pengelola sekolah, sebagai masukan dan sumbangan pemikiran dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran dan dalam mengambil kebijakan inovasi pembelajaran matematika di sekolah.

8 4. Bagi peneliti, sebagai bahan informasi sekaligus sebagai bahan pegangan bagi peneliti dalam menjalankan tugas pengajaran sebagai calon tenaga pengajar di masa akan datang. 5. Bagi penelitian sejenisnya, sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang berkaitan.