BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian ekperimental dengan pendekatan uji klinis kelompok kontrol dan intervensi secara acak. Subjek yang diteliti diberikan susu formula asam amino sebagai kelompok intervensi dan susu formula prematur standar sebagai kelompok kontrol. B. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di unit PerinatologiRSUD dr. Moewardi Surakarta dengan waktu penelitian antara bulan Februari 2015 Februari 2016 C. Populasi Populasi target pada penelitian ini adalah neonatus dengan bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) sedangkan populasi terjangkaunya adalah BBLSR yang dirawat di unit Perintologi RSUD dr. Moewardi Surakarta pada bulan Februari 2015 Februari 2016. D. Penentuan Subjek dan Randomisasi Kelompok Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan rumus Slovin dengan dasar ukuran populasi menggunakan data populasi BBLSR yang dirawat di unit Perinatologi RSUD dr. Moewardi Surakarta pada periode Januari Desember 2014 yaitu sebesar 52 bayi, taraf signifikansi yang diinginkan sebesar 0,05 (α). Rumus Slovin yang digunakan adalah : Dimana : n = Jumlah sampel yang diinginkan N = Jumlah populasi α = Taraf signikansi; 0,05 1
2 Dari rumus di atas ditetapkan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini sebesar 30 bayi. Randomisasi pada penelitian dilakukan selain untuk meningkatkan validasi penelitian, digunakan juga untuk mengatasi faktor- faktor perancu pada peniltian ini. Tehnik pengacakan atau randomisasi kelompok subjek menggunakan tehnik pengundian atau simple randomized. Penentuan kelompok sampel ditentukan dengan tabel nomor acak 0 1 yang diolah dalam program Excel 2007 dimana nomor 1 subjek akan mendapatkan susu formula protein terhidrolisis atau kelompok perlakukan dan nomor 2 subjek akan mendapatkan susu formula prematur standar atau kelompok kontrol. Semua BBLSR yang memenuhi kriteria akan langsung diberikan terapi awal yaitu pemberian nutrisi parenteral baru kemudian dilakukan pengundian. Pencatatan kelompok randomisasi dilakukan oleh peneliti dan dirahasiakan kepada petugas pemberi intervensi. E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi penelitian ini adalah BBLSR atau neonatus yang lahir dengan berat lahir antara 1000-1499 gram serta minimal sekali mendapatkan formula enteral selama perawatan. Sedangkan variabel usia kehamilan kehamilan tidak dimasukkan ke dalam kriteria. Subjek yang mendapatkan ASI dari ibu kandungnya tetap dimasukkan ke dalam penelitian mengingat secara etika pemberian ASI tidak boleh dihentikan kecuali ASI tidak tersedia subjek dapat diberikan intervensi formula sesuai kelompok penelitian. Keadaan lain dimasukkan ke dalam kriteria eksklusi karena dimungkinkan dapat mempengaruhi hasil penelitian adalah : 1. Anomali dan malformasi kongenital yang dapat menghambat pemberian nutrisi enteral. 2. Neonatus dengan kecurigaan adanya kelaianan kromosom yang mempengarhui metabolisme di dalam tubuh neonatus.
3 F. Identifikasi Variabel 1. Variabel Bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian susu formula yang terdiri dari susu formula prematur standar (SPF / Standard premature formula) dan susu formula asam amino (AAF / Aminoacid-based formula) 2. Variabel Tergantung 1. Toleransi formula yang terdiri dari : 1) Persentase residu tidak tertoleransi 2) Volume residu rerata 2. Keefektifitas formula yang terdiri dari : 1) Lama hari pencapaian nutrisi enteral penuh 2) Berat badan pada umur 21 dan 28 hari post natal 3. Efek samping formula yang terdiri dari 1) Insidensi enterokolitis nekrotikan 2) Kematian 3. Variabel Perancu Beberapa variabel perancu yang diperkiran dapat mempengaruhi hasil penelitian antara lain : a. Umur kehamilan b. Sepsis c. Gangguan pernafasan berat d. Persentase pemberian ASI G. Definisi Operasional 1. Susu Formula Definisi : Susu formula yang diberikan kepada neonatus BBLSR secara enteral baik oral maupun melalui pipa orogastrik yang terdiri dari susu formula asam amino atau susu formula prematur standar. Kandungan dan komposisi nutrisi kedua produk tercantum dalam lampiran. Skala pengukuran susu formula menggunakan skala dikotomi dimana :
4 1 = Dengan susu formula asam amino 2 = Dengan susu formula prematur standar 2. Toleransi formula Toleransi formula digunakan sebagai tanda kemampuan sistem pencernaan subjek dalam mencerna formula asam amino dan formula prematur standar. Pengukuran toleransi formula asam amino dan formula prematur standar menggunakan 2 jenis indek yang digunakan pada penelitian sebelumnya yang mengevaluasi toleransi formula pada bayi yaitu : - Persentase residu tidak tertoleransi, yaitu zat campuran antara susu formula yang diberikan pada BBLSR dan cairan yang dihasilkan oleh gaster dengan total volume >2 ml/kgbb. Residu yang muncul ketika formula tidak diberikan seperti saat subjek mengalami komplikasi pencernaan berat akibat sepsis dan hipoksia tidak dihitung. Rumus yang digunakan adalah : - volume residu rerata, yaitu volume rerata residu yang keluar setelah susu formula yang diberikan pada subjek. Rumus yang digunakan adalah Skala pengukuran persentase residu tidak tertoleransi dan volume residu rerata menggunakan skala numerik 3. Lama pencapaian nutrisi enteral penuh (TEN / Total enteral nutrition) Definsi : Lama dalam hari sejak neonatus mulai diberikan susu formula secara enteral dengan dosis naik bertahap tiap hari sampai mencapai nutrisi enteral penuh. Skala pengukuran lama pencapaian nutrisi enteral penuh menggunakan skala numerik.
5 4. Berat badan pada umur 21 dan 28 hari post natal Berat badan subjek yang diukur dengan menggunakan timbangan digital pada umur 21 dan 28 hari terhitung sejak bayi dilahirkan. Skala pengukuruan berat badan menggunakan skala numerik. 5. Kematian Kematian yaitu kehilangan nyawa pada bayi yang ditandai dengan berhentinya jantung berdetak pada pemeriksaan fisik ataupun dibuktikan dengan alat rekam jantung setelah diberikan tindakan resusitasi. Skala pengukuran kejadian kematian menggunakan skala dikotomi, dimana : 1 = Subjek yang meninggal 2 = Subjek yang hidup 6. Enterokolitis Nekrotikan Enterokolitis nekrotikan (EKN) didefinisikan sebagai peradangan saluran cerna usus halus dan usus besar yang ditandai dengan nekrotik atau kematian jaringan yang terkena. Pengukuran EKN berdasarkan kriteria Bell yang sudah dimodifikasi. Skala pengukuran EKN menggunakan skala ordinal dimana : 1 = Tanpa EKN 2 = Dengan EKN (tersangka EKN, EKN Definitif, dan EKN Advanced) Tabel 3.1. Kriteria BELL yang dimodifikasi untuk menentukan diagnosis EKN Kriteria Klinis X-RAY Tersangka EKN Distensi abdomen ringan, Poor feeding, Muntah Ileus ringan EKN Definitif Seperti di atas ditambah : Distensi abdomen yang nampak jelas, perdarahan saluran cerna EKN advanced Seperti diatas ditambah : Tanda vital yang tidak stabil, syok sepsis Illeus berat Pneumatosis intestinalis PVG Pneumo-peritoneum
6 7. Umur kehamilan Definisi : Lama dalam minggu sejak hari pertama menstruasi terakhir sampai subjek dilahirkan. Skala pengukuran menggunakan skala dikotomi, dimana : 1 = Prematur awal (usia kehamilan <28 minggu) 2 = Prematur menengah (usia kehamilan 28-32 minggu) 3 = Prematur akhir (usia kehamilan 32-37 minggu) 8. Distres pernafasan Definisi : Gangguan pernafasan pada neonatus yang dihitung dengan skor Downe yang terdiri dari frekuensi nafas, ada tidaknya retraksi, sianosis, merintih, dan udara masuk. Skala pengukuran asfiksia menggunakan skala ordinal dimana : 1 = Gangguan nafas berat dengan skor Downe 6 10 2 = Gangguan nafas sedang dengan skor Downe 4 dan 5 3 = Gangguan nafas ringan dengan skor Downe 1 3 4 = Tanpa gangguan nafas dengan skor Downe 0 9. Sepsis Definisi : Kejadian ditemukannya pertumbuhan kuman dalam biakan darah atau secara klinis dengan didapatnya kelainan multisistem organ (>2 sistem organ) yang didukung dengan kelainan hematologi (leukositosis, peningkatan rasio IT). Skala pengukuran asfiksia menggunakan skala dikotomi dimana : 1 = Dengan sepsis 2 = Tanpa sepsis 10. Pemberian ASI Definisi : Jumlah kali pemberian ASI dari total kali pemberian nutrisi enteral. Skala pengukuran menggunakan skala dikotomi dimana : 1 = ASI [>50], jika diberikan > 50 % dari total kali pemberian nutrisi enteral 2 = ASI [<50], jika diberikan < 50 % dari total kali pemberian nutrisi enteral
7 11. Pemberian ASI Definisi : Anomali dan malformasi kongenital yang dapat mempengaruhi pemberian nutrisi enteral seperti atresia esofagus, fistula trakea-esofagus, megakolon kongenital, gastroskisis, atresia ani, dan lain-lain Skala pengukuran asfiksia menggunakan skala dikotomi dimana : 1 = Dengan anomali dan malformasi kongenital 2 = Tanpa anomali dan malformasi kongenital 12. Kecurigaan adanya kelainan kromosom yang mempengarui metabolisme di dalam tubuh neonatus. Definisi : Semua kelainan kromosom yang bermanifestasi sebagai kumpulan gejala atau sindrom kelainan-kelainan dismorfik yang nampak pada tubuh subjek yang dicurigai dapat mempengaruh metabolisme nutrisi pada neonatus. Skala pengukuran kecurigaan adanya kelainan kromosom menggunakan skala dikotomi dimana : 1 = Dengan kecurigaan adanya kelainan kromosom 2 = Tanpa kecurigaan adanya kelainan kromosom H. Cara Pengumpulan Data 1. Lama pencapaian nutrisi enteral penuh (NEP). Lama pencapaian nutrisi enteral penuh dihitung saat subjek mulai diberikan formula asam amino ataupun formula prematur standar sampai mencapai pemberian nutrisi enteral penuh dimana subjek dapat diberikan formula dengan dosis 150 ml/kgbb/hari tanpa adanya intoleransi formula. 2. Residu Residu merupakan cairan yang terdapat pada lambung yang tidak dapat dicerna lebih lanjut oleh sistem pencernaan bayi. Residu digunakan untuk menentukan toleransi formula. Residu diukur sesaat sebelum dimasukkan susu formula enteral dengan cara menghitung cairan yang telah keluar baik dari pipa nasogastrik ataupun dari muntahan
8 ditambah sejumlah cairan lambung yang ditarik melalui pipa. Pencatatan kemudian dilakukan. 3. Berat Badan Berat badan subjek diukur menggunakan 1 buah timbangan digital dengan satuan gram yang telah dilakukan kalibrasi sebelum penelitian dimulai. Prosedur pengukuran berat badan dilakukan tiap pagi setelah bayi lahir atau setiap masuk unit. Sebelum dilakukan pengukuran dilakukan reset angka 0 pada timbangan kemudian bayi yang akan diukur dibebaskan dari benda-benda yang dapat mempengaruhi ketepatan pengukuran seperti selimut, baju, celana, dan popok kecuali alat bantu hidup bayi seperi pipa endotrakeal, pipa nasogastrik. Berat badan ditentukan dari angka yang muncul pada timbangan digital dalam satuan gram.
9 I. Alur dan Cara Penelitian BBLSR Informed consent Pecatatan Awal Tatalaksana awal BBLSR Bayi siap diberikan nutrisi enteral atau residu (-) Kelompok Uji Randomisasi Kelompok Kontrol Pemberian nutrisi enteral minimal (MEN) dengan formula asam amino Pemantauan harian Pemberian nutrisi enteral minimal (MEN) dengan formula standar prematur Pemantauan harian Hidup Meninggal Hidup Meninggal Mencapai nutrisi enteral penuh Mencapai nutrisi enteral penuh Ganti formula prematur standar ANALISIS Gambar 3.1. Alur Penelitian 1. Pengukuran awal : Semua neonatus yang dirawat di unit NICU RSUD dr. Moewardi Surakarta baik yang lahir di dalam RS ataupun di luar RS (kasus rujukan) dilakukan pemeriksaan kriteria eksklusi. Subjek yang masuk ke dalam penelitian kemudian dilakukan pencatatan awal yang terdiri pencatatan identitas, umur kehamilan, jam kelahiran, apgar score, jenis
10 kelamin, berat badan lahir, panjang tubuh, cara kelahiran, dan riwayat persalinan. Pencatatan awal dilakukan oleh petugas yang tidak mengetahui adanya penelitian. 2. Prosedur Perawatan Awal : Subjek kemudian dilakukan perawatan di NICU dengan tatalaksana sesuai prosedur awal perawatan BBLSR di unit NICU RSUD dr.moewardi Surakarta. Prosedur tatalaksana awal BBLSR di RSUD dr. Moewardi Surakarta antara lain : a. Pemasangan selang orogaster (OGT), subjek dipuasakan minimal 24 jam. b. Pemasangan kateter umbilical. c. Pemberian dukungan respirasi sesuai indikasi seperti pemberian cairan surfaktan; oksigenasi CPEP menggunakan tekanan akhir ekspirasi 5 mmhg, FiO2 30% dan flow 5 liter permenit; atau penatalaksaan sesuai indikasi seperti intubasi endotrakeal dan pemasangan ventilator bila terjadi gagal nafas. d. Pemberian nutrisi parenteral awal yaitu dengan pemberian cairan infus yang terdiri dari dektrosa, protein plasma dan lemak dengan kebutuhan cairan yang disesuaikan. e. Pemberiaan antibiotik dengan pemberian injeksi ampicillin sebagai tatalaksana potensial infeksi atau pemberiaan injeksi ampicillin ditambah dengan pemberian injeksi gentamycin jika sudah terdapat tanda sepsis. f. Perawatan di dalam inkubator untuk pengaturan suhu. 3. Pemilihan Kelompok secara acak Subjek kemudian dilakukan randomisasi untuk diberikan susu formula setelah minimal 24 jam dengan pemberiaan susu formula asam amino untuk kelompok intervensi dan pemberian susu formula prematur standar untuk kelompok kontrol. Pengacakan dilakukan oleh peneliti. 4. Pemberian Susu Formula a. Petugas pemberi susu formula Pemberian susu formula dilakukan oleh perawat NICU yang tidak mengetahui jenis susu yang diberikan karena baik susu formula asam amino maupun susu formula
11 prematur standar dimasukkan ke dalam tempat yang sama dan hanya peneliti yang mengetahui jenisnya. b. Prosedur pembuatan dan pemberian Pembuatan formula disesuaikan dengan panduan yang tercantum pada produk yaitu 1 cup susu diencerkan dalam 30 ml air hangat, dimasukkan dalam botol susu semisteril, dikocok tanpa diaduk. Cara pemberian dapat diberikan melalui oral. Pemberian melalui pipa orogastrik diindikasi apabila reflek isap pada bayi belum berkembang baik dan terjadi takepneu. c. Dosis Dosis awal pemberian susu formula sebesar 6 ml/kg/hari yang terbagi pemberianya dalam tiap 3 jam diberikan jika tidak terdapat residu dan minimal pada umur 24 jam. Dosis susu dinaikkan 16 ml/kg/hari, naik bertahap sampai dosis maksimal 160 ml/kg/hari. Pada keadaan muncul residu formula dengan jumlah >5 ml/kgbb maka dosis susu formula yang diberikan diturunkan ke dosis sebelumnya yang tidak memunculkan residu dengan jumlah >5 ml/kgbb. d. Penghentian susu formula Pemberian susu formula dapat dihentikan apabila terdapat cairan residu darah atau bilier, tanda-tanda EKN, atau tetap muncul residu ketika sedang diberikan formula minimal 2 kali berturut-turut. e. Penurunan bertahap cairan parenteral Dengan semakin naiknya dosis pemberian susu formula secara enteral, pemberian cairan parenteral dapat diturunkan dengan rumus : Dosis pemberian cairan parenteral = Kebutuhan cairan harian Dosis formula yang diberikan. f. Mencapai nutrisi enteral penuh Khusus untuk subjek intervensi, apabila sudah mencapai pemberian nutrisi enteral penuh dengan dosis 160 ml/kgbb/hari, penelitian dihentikan dan bayi mulai diberikan formula prematur standar dengan jumlah yang sama. 5. Hasil output yang diukur antara lain berat badan, kematian dan kejadian EKN.
12 Pemantauan berat badan selain dihitung tiap hari untuk menentukan dosis pemberian cairan harian, juga dicatat pada umur 21 dan 28 hari post natal untuk membandingkan kedua formula. Pada kasus kematian neonatus dicatat waktu kematian dan penyebab kematian. J. Analisis Data Analisis data penelitian dilakukan dengan metode intention to treat atau dimana semua sampel yang putus saat penelitian dilakukan tetap dimasukkan sebagai sumber data analisa. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS 17.0. Karakteristik awalsubjek(usia, jenis kelamin, berat badan lahir, umur kehamilan, skor apgar, distress nafas, dan sepsis awitan dini) dideskripsikan dalam persentase. Semua hasil pada variabel dihitung uji normalitas untuk menentukan jenis uji beda selanjutnya. Ujibeda Mann- Whitney dilakukan pada semua variabel di karakteristik awal antara kelompok uji dan kontrol. Uji beda toleransi antara kelompok uji dan kontrol juga menggunakan uji beda Mann-Whitney pada semua subjek awal sedangkan uji beda lama capai NEP dan penambahan berat badan dilakukan uji pada subjek yang masih hidup. Pengujian pengaruh kelompok uji terhadap kematian dan EKN menggunakan uji chi square. Analisis regresi besar pengaruh variabel uji dan variabel perancu dilakukan setelah dilakukan perhitungan besarnya koefisiensi masing-masing variabel tersebut terhadap output berupa toleransi (persentase residu dan volume rerata residu) dan kematian. Semua analisis menggunakan tingkat kepercayaan (Confidence interval) 95%.