1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca, menyimak dan berbicara saja, namun belajar juga tentang sastra. Secara umum Akhadiyah (1991: 1) menjelaskan beberapa tujuan pengajaran Bahasa Indonesia, diantaranya agar siswa: 1) Mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. (2) Mampu menghayati bahasa dan sastra Indonesia. (3) Mampu menggunakan bahasa sesuai situasi dan tujuan berbahasa. (4) Mampu mengembangkan pengalaman belajar bahasa sastra. Dari tujuan tersebut jelas tergambar bahwa dalam belajar bahasa Indonesia siswa tidak hanya belajar bahasa tetapi juga sastra. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pengajaran sastra masih menjadi bagian dari pengajaran bahasa Indonesia. Nurgiantoro (2001: 319) menjelaskan bahwa pengajaran sastra di sekolah tidak berdiri sendiri sebagai mata pelajaran yang mandiri tetapi hanya menjadi bagian mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dengan kondisi yang demikian, dapat disimpulkan bahwa pengajaran sastra masih belum mendapat perhatian yang khusus oleh guru dan siswa. Hal ini juga dikuatkan dengan kebijakan yang belum secara eksplisit menyebutkan sastra dalam KTSP dan belum 1
2 munculnya nilai sastra dalam rapor. Ruang kreativitas menjadi terkendala karena target mengejar nilai ujian yang tinggi sehingga kreativitas sastra tergusur dalam lintasnyamateri pelajaran agar sesuai dengan standar lulusan ujian. Hal ini terlihat soal soal ujian nasional yang lebih mengedepankan sisi kognitif daripada sisi apresiatif. Pembelajaran bahasa Indonesia di SD juga menjadi sarana untuk membentuk sikap berbahasa yang positif serta memberikan dasar untuk menikmati dan menghargai sastra Indonesia. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia perlu diperhatikan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai luhur bangsa, serta pembinaan rasa persatuan nasional. Tujuan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD lebih diarahkan pada kompetensi siswa untuk berbahasa dan berapresiasi sastra. Pengajaran sastra ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra. Namun demikian fakta di lapangan menunjukkan bahwa pengetahuan tentang sastra masih sebatas digunakan penunjang dalam mengapresiasi. Padahal Huck dkk. (1987) berpendapat bahwa pembelajaran sastra di SD harus memberi pengalaman pada murid yang akan berkontribusi pada empat tujuan (1) menumbuhkan kesenangan pada buku, (2) menginterpretasi bacaan sastra (3) mengembangkan kesadaran bersastra, dan (4) mengembangkan apresiasi. Pengajaran sastra di SD menjadi penting karena bertujuan membina apresiasi anak SD terhadap karya-karya sastra, sehingga anak dapat mengembangkan kearifan, kejelian, dan ketelitian untuk menangkap isyaratisyarat dalam kehidupan yang tercermin dalam karya sastra. Jika apresiasi telah tumbuh pada diri anak, maka akan memberikan dampak positif terhadap
3 anak. Pembelajaran sastra di SD dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu pembelajaran fiksi, pembelajaran puisi dan pembelajaran drama. Ketiga bentuk ini harus disajikan guru secara apresiasi. Oleh karena itu guru harus mampu mencari materi yang tepat, menyusun, menyajikan kegiatan yang bersifat kreatif dan positif dengan materi sastra yang telah dipilih. Di SD pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya dan lingkungan hidup. Pengembangan kemampuan bersastra di sekolah dasar dilakukan dalam berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Adapun pemilihan bahan ajar tersebut dapat dicari pada sumber-sumber yang relevan (Depdiknas, 2003). Kenyataan saat ini bahwa guru Bahasa Indonesia secara sepintas lalu umumnya hanya mengajarkan sastra secara teoritis, tidak apresiatif. Kemendiknas (2011: 59) menyatakan penyajian pengajaran sastra hanya sekedar memenuhi tuntutan kurikulum, kering, kurang hidup, dan cenderung kurang mendapat tempat dihati siswa, sehingga pembelajaran sastra hanya sekedar teoritis belaka, yang penting hanya tercapainya target saja. Adapun pembelajaran apresiasi sastra yang memerlukan waktu relatif lama tidak dilakukan. Di samping alasan waktu, kemampuan apresiasi sastra sebagian guru bahasa dan sastra Indonesia yang memiliki kemampuan mengapresiasi sastra memadai masih kurang atau rendah. Pengajaran sastra di sekolah hingga saat ini belum mencapai sasaran sebagaimana yang diharapkan.
4 Tujuan akhir pembelajaran sastra, penumbuhan dan peningkatan apresiasi sastra pada subjek didik belum menggembirakan. Hal ini disebabkan adanya kendala dalam pengajaran sastra yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor dari guru, materi, lingkungan dan sarana prasarana yang ada. Dari faktor guru, pengetahuan dan kemampuan dasar dalam bidang kesastraan para guru sangat terbatas. Materi kesastraan yang mereka peroleh selama mengikuti pendidikan formal sangat terbatas. Tidak semua guru bahasa menyukai sastra menyebabkan pembelajaran sastra hanya bersifat teoritis, sedangkan yang mereka butuhkan di lapangan lebih bersifat praktis. Hal ini mengindikasikan lemah dan atau rendahnya kompetensi kesastraan guru bahasa Indonesia di sekolah-sekolah. Karya sastra bagi anak SD sangat penting, karena pada usia ini anak masih polos dan untuk itu anak mudah menerima segala sesuatu yang belum ia ketahui termasuk karya satra, baik itu dalam bentuk cerita lakon ataupun tulisan. Dengan sastra anak-anak mudah untuk menerima nilai-nilai kemanusiaan adat istiadat, agama, kebudayaan yang terkandung dalam sebuah karya sastra. Sastra dapat merangsang anak-anak berbuat sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, adat istiadat agama dan budaya. Selain itu anak-anak akan lebih peka terhadap lingkungan karena dalam dirinya tertanam nilai-nilai kemanusiaan. Melalui karya sastra anak-anak sejak dini bisa mengembangkan perasaan, batin, dan budi pekertinya, sehingga tanpa disadari anak-anak memiliki perilaku dan kebiasaan untuk membedakan sesuatu yang dianggap baik ataupun buruk melalui proses apresiasi
5 dan berkreasi dengan karya sastra. Sastra penting diajarkan sejak anak-anak karena jika pembelajaran sastra dimulai dari anak-anak maka akan membentuk kebiasaan, perilaku-perilaku positif, dan kreatif pada anak. Sehingga suatu saat ketika mereka dewasa mereka akan menjadi manusiamanusia yang mempunyai tingkah laku, moral yang baik serta peka terhadap lingkungan. Selain itu mereka juga akan mempunyai jiwa kreatif yang tinggi dalam menciptakan hal-hal baru yang bermanfaat untuk dirinya dan lingkungannya. Pada sisi lain siswa dapat mengaplikasikan pengalaman hidup orang lain yang sebenarnya dan seolah-olah mengalami sendiri di dalam kelas. Sastra pada hakikatnya adalah alat mengajarkan kehidupan sebagai cermin dan jendela pada masyarakat global. Selain itu pentingnya pembelajaran sastra bagi anak Sekolah Dasar yaitu: Pertama, sastra menunjukkan kebenaran hidup. Dari karya sastra, orang akan belajar banyak tentang pengalaman hidup, persoalan dengan aneka ragamnya dan bagaimana menghadapinnya. Kedua, sastra untuk memperkaya rohani. Ketiga, sastra melampaui batas bangsa dan zaman. Keempat, sastra memiliki santun berbahasa. Dalam karya sastra begitu kaya dengan kata-kata yang tersusun secara tepat dan mempesona. Anak dapat belajar tatakrama/santun berbahasa dari pengungkapan kata-kata para sastrawan. Dengan demikian karya sastra memudahkan guru dalam menanamkan pendidikan karakter terhadap anak, guna menjadikan anak yang sopan, santun di dalam lingkungan sekitarnya maupun dimanapun mereka berada nantinya. Kelima, sastra menjadikan manusia berbudaya. Manusia yang berbudaya adalah manusia yang cepat
6 tanggap terhadap segala hal yang luhur dan indah dalam hidup ini. Apabila karya sastra diajarkan sejak anak duduk di bangku SD, maka sejak dari dini ia dapat mengerti kehidupan manusia yang sederhana, berbudi luhur, dan disiplin. Hal itu dikarenakan didalam sastra terdapat gambaran kebiasaan manusia bergaul dengan kebenaran, keindahan, dan kebaikan. Sastra bukanlah sesuatu yang baru namun bukan rahasia lagi bagi sebagian siswa jika mendengar kata puisi langsung terbayang sesuatu yang sulit, sesuatu yang tidak terjangkau. Mereka sepertinya ingin secepat mungkin menghindar atau tidak usah bertemu dengan yang namanya puisi. Hal ini disebabkan karena siswa pada umumnya tidak bisa memahami puisi. Kata-kata yang ada pada puisi sulit dipahami karena mengandung makna konotatif, penuh tafsir. Agar dapat mengapresiasi puisi siswa harus memahami bahasa figuratif. Jika siswa menguasai bahasa figuratif maka siswa akan merasa terbantu dalam mengapresiasi puisi. Tanpa dengan menguasai bahasa figuratif maka siswa kesulitan memberi makna sebuah puisi. Bahasa figuratf adalah bahasa yang bersifat lambang. Bahasa figuratif atau kiasan merupakan penyimpangan dari bahasa yang digunakan seharihari, penyimpangan dari bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian) kata-kata supaya memperoleh efek tertentu atau makna khusus (Abrams,1981: 63). Keindahan sebuah puisi bergantung pada keahlian dan kemampuan menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah, ketepatan memilih kata, pemakaian kata, menyusun frasa atau klausa untuk mempengaruhi pembaca. Pemilihan kata indah dalam
7 puisi merupakan style yang mampu menjadikan bagi si pengarang. Style ini merupakan cara untuk mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Style dalam konteks karya sastra, khususnya puisi umumnya berupa bahasa kias (figure of speech) yang digunakan pengarang untuk memperindah karyanya. Bahasa kias yang digunakan dalam karya sastra ini lebih mengacu pada figur atau gaya bahasa pengarang. Gaya bahasa pengarang dalam karya sastra biasa disebut dengan istilah bahasa figuratif (figurative language). Dalam pengajaran sastra di tingkat dasar pemahaman bahasa figuratif pun dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kemampuan siswa di dalam mengapresiasi sebuah karya sastra khususnya karya puisi (short story). Faktor Psikologis siswa yang sangat berperan dalam memotivasi siswa melakukan aktivitas membaca puisi adalah minat. Minat membaca, khususnya membaca karya puisi merupakan salah satu aspek yang ikut menentukan kemampuan siswa dalam mengapresiasi puisi. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan masalah (1) penguasaan bahasa figuratif dengan kemampuan mengapresiasi puisi; (2) minat membaca puisi dengan kemampuan mengapresiasi puisi; (3) penguasaan bahasa figuratif dan minat membaca puisi dengan kemampuan mengapresiasi puisi. Peneliti ingin mengetahui sejauh mana hubungan antar varibel tersebut saling mempengaruhi pada siswa Kelas V SD Negeri di Gugus Jenderal Soedirman UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Bukateja.
8 B. Rumusan Masalah Terkait dengan judul dan latar belakang yang telah diuraikan maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut. 1. Adakah hubungan antara penguasaan bahasa figuratif dan kemampuan mengapresiasi puisi? 2. Adakah hubungan antara minat membaca puisi dan kemampuan mengapresiasi puisi? 3. Adakah hubungan antara penguasaan bahasa figuratif dan minat membaca puisi dengan kemampuan mengapresiasi puisi? C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel. a. Variabel Penelitian Berdasarkan judul di atas maka : 1. Penguasaan bahasa figuratif sebagai variabel bebas. 2. Minat membaca puisi sebagai variabel bebas. 3. Kemampuan mengapresiasi puisi sebagai variabel terikat. b. Definisi Operasional Variabel 1. Penguasaan Bahasa Figuratif Penguasaan bahasa figuratif adalah kesanggupan siswa dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa kias baik yang tersurat maupun yang tersirat yang umum digunakan dalam karya sastra (genre puisi), seperti: (1) metafora (kiasan langsung); (2) perbandingan (simile); (3) personifikasi; (4) hiperbola
9 (overstatement); (5) sinekdoke; (6) ironi; (7) simbolik; (8) apostrof (Apostrophe); (9) alegori-parabel-fabel; (10) metonemia; (11) paradoks; dan (12) litotes (Understatement);. serta (13) mampu menyajikan contoh masing-masing bahasa figuratif tersebut dalam bentuk kalimat atau klausa. 2. Minat Membaca Puisi Minat membaca puisi yaitu hasrat yang besar untuk melakukan aktivitas membaca puisi yang ditandai dengan (1) adanya kesadaran bahwa membaca suatu kebutuhan yang harus dipenuhi; (2) kemauan/ keinginan, yaitu dorongan kehendak yang terarah pada tujuan-tujuan hidup tertentu yang dikendalikan oleh pertimbangan akal budi; (3) perhatian, oleh Sumadi Suryabrata (2004: 14) diartikan sebagai (a) pemusatan tenaga psikis tertuju kepada suatu objek; (b) banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukan; dan (4) Perasaan adalah suatu kesadaran kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subjektif terutama dalam aktivitas membaca puisi. 3. Kemampuan Mengapresiasi Puisi Kemampuan mengapresiasi puisi, yaitu kesanggupan atau mengenal, memahami, menghayati, menikmati, serta memberi penilaian, dan penghargaan yang diadukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah karya puisi
10 yang terukur melalui (1) mengenal hakikat puisi; (2) memahami karya puisi yang telah dibaca; (3); menghayati isi yang terkandung dalam karya puisi yang telah dibaca; (4) menikmati nilai-nilai yang terkandung alam puisi yang telah dibaca; serta dapat (5) memberi penilaian terhadap karya puisi yang telah dibaca. Karakter yang ditumbuhkan : 1) Meningkatkan kepekaan rasa terhadap budaya bangsa khususnya bidang kesenian. 2) Memberikan kepuasan batin dan estetis melalui bahasa. 3) Memahami nilai kemanusiaan dari karya sastra adalah puisi. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya : 1. Hubungan antara penguasaan bahasa figuratif dengan kemampuan mengapresiasi puisi. 2. Hubungan antara minat membaca puisi dengan kemampuan mengapresiasi puisi. 3. Hubungan antara penguasaan bahasa figuratif dengan minat membaca puisi dengan kemampuan mengapresiasi puisi. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan dapat mendukung teori-teori yang telah ada sehubungan
11 dengan variabel-variabel dalam penelitian ini, yaitu (1) penguasaan bahasa figuratif; (2) minat membaca puisi dan (3) kemampuan mengapresiasi puisi. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : a. Siswa Untuk mengetahui penguasaan bahasa figuratif, minat membaca karya puisi dan kemampuan mengapresiasi puisi. Dengan mengetahui ketiga variabel tersebut, berimplikasi pada parameter yang mengukur seberapa baik kemampuan yang dimiliki, sehingga siswa termotivasi untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan penguasaan bahasa figuratif dalam mengapresiasi puisi tersebut bila dirasa masih kurang. Peningkatan pemahaman bahasa figuratif tersebut salah satunya bergantung pada minat membaca karya-karya puisi. b. Guru Sebagai bahan acuan dalam upaya meningkatkan minat dan kemampuan siswa dalam mengapresiasi puisi, serta termotivasi untuk berinovasi mengembangkan sistem pengajaran sastra khususnya puisi menjadi lebih menarik dan lebih bervariatif, kemudian dapat mengimplementasikan dalam pembelajaran di kelas. c. Kepala Sekolah Sebagai input untuk memberi motivasi kepada guru agar lebih berkreativitas, beraktivitas dan berinovasi dalam melakukan kegiatan
12 belajar mengajar, khususnya pengajaran sastra, sehingga melahirkan siswa didik yang mengerti, mengenal, memahami dan mencintai pelajaran sastra, sehingga siswa termotivasi untuk mengapresiasi karyakarya sastra, khususnya karya puisi. d. Peneliti lain Sebagai pijakan dan landasan untuk pengembangan penelitian di masa yang akan datang.