BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) yang telah disepakati 22 tahun yang lalu

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi,

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif yang di ambil guna mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam. berminat untuk melakukan usaha waralaba.

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE AGREEMENT) DI BIDANG PENDIDIKAN (STUDI DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dan. mendatang. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), waralaba adalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan-pembangunan berkesinambungan. Pembangunan-pembangunan

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah bagi pemerintah untuk menjalankan pembangunan di bidang lainnya

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. (Studi Pada Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo) S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. memberikan perlindungan hukum terhadap rahasia dagang sebagai bagian. perdagangan dari HKI (The TRIPs Agreement) tidak memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

2016 MODEL KEMITRAAN BISNIS DONAT MADU CIHANJUANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan tumbuh dan berkembangnya perusahan perusahan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang saat ini sedang giat-giatnya melakukan. pembangunan disegala sektor pembangunan, berusaha untuk terus

I. PENDAHULUAN. ekonomi di Indonesia. Kegiatan ekonomi yang banyak diminati oleh pelaku usaha

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan tata Cara Penerbitan. Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi banyak variabel diantaranya jual beli, barter sampai kepada leasing,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. waralaba dapat diartikan sebagai usaha yang memberikan untung lebih atau

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin ketatnya persaingan antar tiap bidang bisnis di setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. lapangan-lapangan pekerjaan baru, investasi-investasi yang dapat menjadi solusi

SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Untuk memulai hal tersebut akan dipaparkan contoh yang sangat sederhana.

PERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah waralaba atau dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal katanya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang berarti bahwa semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. pula hasrat dan keinginan masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya

I. PENDAHULUAN. Sektor pariwisata memegang peranan penting dalam menunjang pembangunan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan berbagai informasi, hal tersebut telah membawa dampak yang. signifikan dalam merencanakan sebuah perjalanan wisata.

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, dinamis dan sangat prospektif dan penuh dengan persaingan

memberi kebebasan kepada para pihak. Hakikat dari pengertian franchise adalah

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1997, TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain oleh masing-masing destinasi pariwisata. melayani para wisatawan dan pengungjung lainnya 1

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

BAB I PENDAHULUAN. informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah. masih banyak usaha yamg memandang sempit peran aktif dari public relations itu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis semakin pesat membuat orang berpikir lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Indonesia dasawarsa terakhir ini dalam ikut serta

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran.

KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009. Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba

BAB I PENDAHULUAN. Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia akan menghadapi era perdagangan bebas yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pepatah mengatakan buku adalah jendela dunia. Buku adalah media yang sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi yang bergerak melaju sangat pesat, serta

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat adalah melalui jalur wirausaha. Kemampuan teknologi dan. tersebut kepada pihak lain untuk menjalankan usahanya.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang

Silakan jawab pertanyaan di bawah ini disertai alasan dari jawaban Anda.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi saat ini, kehidupan perekonomian perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang sangat pesat, hal ini tidak terlepas dari pengaruh

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta masih menjadi daerah wisata yang menarik. yang disediakan bagi wisatawan untuk memperoleh pelayanan.

KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia. menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah waralaba atau yang dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal

Keywords: Wanprestasi, Wara Laba, Lapis Legit Nyidam Sari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2015 mendatang Negara-negara Asean akan segera melaksanakan ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) yang telah disepakati 22 tahun yang lalu yang merupakan bentuk komitmen Negara-negara di Asia Tenggara dalam memasuki era perdagangan bebas dimana tidak ada lagi batasan negara untuk melakukan kegiatan perekonomian.diberlakukannya AFTA merupakan perwujudan atas tujuan bersama di bidang ekonomi sebagaimana tertuang di dalam Pasal 2 ayat 5 Deklarasi Bangkok, yaitu to Collaborate more effectively for the greatest utilization of their agriculture and industries, the expansions of their trade, the improvement of their transportation and communications facilities, and the raising of the living standart of their peoples. 1 Seiring dengan momentum di tahun 2014 yang menjadi tahun pemilu dimana berlangsung pemilihan presiden maka AFTA akan menjadi ujian pertama bagi pemerintahan yang baru dalam menetapkan kebijakan di bidang perekonomian untuk menghadapi hegemoni liberalisasi perdagangan bebas. Oleh karena itu pemerintahan baru selaku pengambil kebijakan seyogyanya segera mengambil langkah strategis diantaranya 1. Peningkatan daya saing ekonomi, 2. Peningkatan laju ekspor, 3. Reformasi regulasi, 4. Perbaikan infrastruktur, 5. Reformasi iklim, 6. Reformasi kelembagaan, 7. Pemberdayaan 1 Deklarasi ASEAN yang ditandatangani di Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967 yang menjadi dasar berdirinya ASEAN 11

12 UMKM, 8. Pengembangan pusat UMKM, dan 9. Penguatan ketahanan ekonomi. Sirkulasi produk yang berada di kawasan ASEAN, menyebabkan Indonesia harus bekerja ekstra keras untuk menjadi pelaku perdagangan. Produk-produk yang dihasilkan perusahaan baik kategori besar maupun Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) harus memiliki daya saing di kawasan ASEAN. Oleh sebab itu kualitas pruduk dan jasa harus diutamakan agar dapat diterima di pasar ASEAN. Bagi Indonesia dengan banyaknya destinasi tujuan wisata, ekonomi pariwisata merupakan potensi ekonomi yang sangat menjanjikan, prospek pariwisata Indonesia apabila dicermati berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik yang dilansir pada November 2013, Tahun 2013 sektor pariwisata meraih kunjungan 8.802.129 wisatawan atau tumbuh 9,42 persen dengan perolehan devisa sebesar 10,05 miliar dollar Amerika Serikat. 2 Oleh karena itu untuk dapat menunjang pengembangan sektor pariwisata diperlukan sarana infrastruktur yang dapat menunjang kebutuhan para wisatawan baik asing ataupun domestik yang hendak berlibur di Indonesia. Minimnya akses jalan menuju daerah wisata dan fasilitas penginapan dengan standar internasional merupakan hal yang banyak dikeluhkan oleh wisatawan asing ataupun domestik. Infrastruktur yang baik juga dapat berjalan apabila diiringi dengan adanya pengelolaan yang professional, khususnya dalam pengelolaan fasilitas penginapan atau hotel di daerah tujuan wisata. Pengelolaan profesional yang bersifat internasional terhadap hotel-hotel di daerah pariwisata adalah tuntutan dari persaingan yang begitu ketat, sehingga mereka yang tidak dapat bertahan dalam persaingan pada akhirnya akan tersisih. Kehidupan yang serba cepat ini 2 http://www.pikiran-rakyat.com/node/268582, diakses pada tanggal 29 September 2013.

13 memacu manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara cepat pula. Pemenuhan kebutuhan hidup secara cepat telah membuka peluang bagi pelaku bisnis untuk memikirkan pola pendistribusian barang/jasa dengan baik dan tepat. Oleh karena itu pelaku usaha dituntut untuk menemukan suatu cara atau metode yang dapat dianggap efektif untuk memperluas jaringan usaha. Cara yang dianggap efektif untuk memperluas jaringan usaha saat ini adalah melalui pola franchise atau waralaba. Pola ini dinilai efektif sebab dapat menjawab tantangan bisnis modern. Hal ini bukan berarti pola distribusi barang dan/atau jasa melalui pola keagenan atau distributorship tidak efektif, akan tetapi pola franchise dapat berkembang dengan baik karena adanya manajemen dan pengelolaan yang telah teruji dan mampu mendatangkan keuntungan bagi pelaku usaha. Dalam kenyataannya perkembangan franchise tidak dapat dilepaskan dari pembangunan ekonomi beserta perangkatnya yang telah melesat jauh meninggalkan perjalanan hukum nasional. Sebagai negara yang menganut prinsip ekonomi terbuka, Indonesia tidak dapat menghindar dari era perdagangan bebas. Dalam era perdagangan bebas, hakekat persaingan menjadi sangat luas yang meliputi persaingan diantara negara industri maju, persaingan antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang, dan persaingan-persaingan diantara negaranegara berkembang. franchise adalah perjanjian yang mengikat dua pihak, dua perusahaan independen, franchisor dan franchisee untuk memproduksi sukses yang gemilang dengan mengurangi risiko mendirikan perusahaan dan empat elemen yaitu merek produk yang menghubungkan klien, koleksi produk dan/atau servis, know-how yang ditransfer dan asistensi.

14 Terhadap perkembangan franchise tersebut diatas maka dapat dilihat bahwa franchise merupakan suatu bidang usaha yang tergolong masih baru dikenal di Indonesia, yang pada tahun-tahun terakhir ini menunjukkan angka perkembangan yang pesat. Kemajuan dengan pola bisnis franchise ini harus diimbangi dengan peraturan hukum yang baik, Sunarjati Hartono berpendapat bahwa: 3...penegakan asas-asas hukum yang sesuai juga akan memperlancar terbentuknya struktur ekonomi yang dikehendaki. Tetapi sebaliknya penegakan asas-asas hukum yang tidak sesuai justru akan menghambat terciptanya struktur ekonomi yang dicita-citakan. Jadi perkembangan di bidang ekonomi yang tidak dibarengi dengan perkembangan pembangunan hukum akan menghambat pembangunan struktur ekonomi yang dicita-citakan. Waralaba sebagai salah satu pola bisnis yang berkembang dan menunjang kemajuan perekonomian Indonesia baru akan tercapai apabila dibarengi oleh kemajuan pembangunan hukum. Oleh karena itu pembangunan hukum di Indonesia harus memperhatikan segenap aspek yang menyeluruh yakni memperhatikan kepentingan masyarakat Indonesia dengan tanpa mengabaikan kedudukan Indonesia sebagai bagian dari dunia Internasional. Franchise merupakan hal penting yang harus dilindungi oleh negara-negara yang memiliki potensi perkembangan perdagangan global, untuk itu harus diupayakan adanya bentuk perlindungan hukum oleh pemerintah bagi para pelaku bisnis waralaba di indonesia. Perlindungan hukum terhadap franchise penting adanya untuk suatu negara yang sedang membangun, membina dan mengembangkan perdagangannya. 3 P. Lindawaty. Sewu, Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum & Ekonomi, Bandung, Utomo, 2004, hlm. 82.

15 Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba merupakan salah satu instrumen yang tidak dapat dilepaskan dalam upaya memberikan perlindungan hukum secara komprehensif. Perlindungan hukum yang diberikan terhadap pemberi dan penerima waralaba dimaksudkan sebagai jawaban atas maraknya perkembangan bisnis waralaba di Indonesia sehingga diharapkan dapat mewujudkan iklim yang mampu mendorong terciptanya waralaba-waralaba baru yang berstandarisasi internasional dan mampu bersaing dengan waralaba-waralaba asing sekaligus memberikan perlindungan hukum bagi pelaku bisnis waralaba. Berdasarkan Bagian Umum Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba, dinyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan pembinaan usaha dengan waralaba di seluruh Indonesia maka perlu mendorong pengusaha nasional terutama pengusaha kecil dan menengah untuk tumbuh sebagai pemberi waralaba nasional yang handal dan mempunyai daya saing di dalam negeri dan luar negeri khususnya dalam rangka memasarkan produk dalam negeri. Pemerintah memandang perlu mengetahui legalitas dan bonafiditas usaha pemberi waralaba baik dari luar negeri dan dalam negeri guna menciptakan transparansi informasi usaha yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh usaha nasional dalam memasarkan barang dan/atau jasa dengan waralaba. Disamping itu pemerintah dapat memantau dan menyusun data waralaba baik jumlah maupun jenis usaha yang diwaralabakan. Untuk itu, pemberi waralaba sebelum membuat perjanjian waralaba dengan Penerima Waralaba, harus menyampaikan prospektus penawaran waralaba kepada Pemerintah dan calon Penerima Waralaba. Disisi lain, apabila terjadi kesepakatan perjanjian waralaba, penerima waralaba harus menyampaikan

16 perjanjian waralaba tersebut kepada pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba pada dasarnya telah menyebutkan obyek pengaturan waralaba, pengaturan tersebut dapat dilihat di pengertian waralaba yang ditemukan dalam ketentuan Pasal 1 yang menyatakan : Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Obyek franchise adalah barang dan/atau jasa yang menggunakan sistem bisnis dengan ciri khas usaha yang dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Oleh karena itu, waralaba merupakan hasil karya intelektual manusia di bidang industri masuk dalam lingkup Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Sebagai bagian dari hak kekayaan intelektual dalam waralaba terdapat hukum merek (trade mark), hukum paten (patent) dan rahasia dagang (undisclosed information) yang merupakan cabang hukum dari Hak Atas Kekayaan Intelektual berdasarkan perjanjian TRIPS (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights). 4 Sebagai bagian dari hukum merek waralaba juga memiliki sifat eksklusif seperti Hak Kekayaan Intelektual lainnya. Hak eksklusif dalam hukum merek diberikan oleh negara kepada kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya, ketentuan ini terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. 4 Tim Lindsey, dkk., Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar, Bandung, Alumni, 2006, hlm. 77.

17 Perkembangan teknologi yang memudahkan terjadinya perdagangan baik nasional dan internasional dapat menimbulkan dampak negatif yang mungkin menimbulkan kerugian bagi para pemilik merek yang memberikan ijin penggunaan mereknya dengan sistem waralaba. Bentuk-bentuk pelanggaran waralaba yang kerap terjadi antara lain berupa penggunaan atau penjualan barang dan/atau jasa tanpa izin si pemilik waralaba, pihak yang diberi waralaba tetap menggunakan nama merek pemberi waralaba masa berlakunya perjanjian waralaba telah berakhir, dan mengenai standarisasi dan jaminan kualitas terhadap produk franchise yang dipasarkan tersebut. Pelaksanaan standarisasi dan jaminan kualitas merupakan syarat dari ciri khas usaha waralaba, Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba menyebutkan: Yang dimaksud dengan ciri khas usaha adalah suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya, sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemberi waralaba. Pada dasarnya waralaba merupakan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja agak berbeda dengan pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada kewajiban untuk menggunakan sistem, metode, tata cara, prosedur, metode pemasaran dan penjualan maupun hal-hal lain yang ditentukan oleh pemberi waralaba secara eksklusif, serta tidak boleh dilanggar maupun diabaikan oleh penerima lisensi. Hal ini mengakibatkan bahwa waralaba cenderung bersifat eksklusif. Seorang atau suatu pihak yang menerima waralaba tidaklah dimungkinkan untuk melakukan kegiatan lain yang sejenis atau yang berada dalam

18 suatu lingkungan yang mungkin menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha waralaba yang diperoleh olehnya dari pemberi waralaba. 5 Untuk menjamin pelaksanaan standarisasi dan jaminan kualitas produk franchise hal-hal yang wajib diperhatikan biasanya telah terdapat dalam Standard Operational Procedure (SOP), akan tetapi dalam prakteknya pelaksanaan standarisasi dan jaminan kualitas produk masih terdapat beberapa kekurangan, misalnya fasilitas dan luas kamar hotel Novotel di Yogyakarta berbeda dengan fasilitas dan luas kamar yang diberikan hotel Novotel di Bali, atau waktu penyajian dari McDonald di kawasan Kuta lebih cepat apabila dibandingkan dengan waktu penyajian McDonald yang berada di kawasan Malioboro Mall Yogyakarta. Oleh karena itu diperlukan adanya berdasarkan hal-hal tersebut diatas diperlukan adanya perlindungan bagi Franchisee dalam pelaksanaan jaminan kualitas dan standarisasi produk franchise, disamping belum banyaknya perlindungan hukum yang dapat diberikan oleh pemerintah melalui hukum positif terhadap kegiatan waralaba di Indonesia yang sebenarnya apabila melihat perkembangannya waralaba telah berkembang dengan sangat pesat, sehingga timbul anggapan di pihak Franchisee sebagai pihak yang dapat dikatakan memiliki posisi lebih lemah dibandingkan pemberi ijin waralaba, bahwa perlindungan hukum bagi mereka seperti sarang laba-laba, laws are spider webs, they hold the weak and delicate, who are caught in their meshes, but are torn in pieces by the rich and powerfull, Dengan adanya gambaran permasalahan yang telah diuraikan di atas mendorong penulis untuk mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap 5 Gunawan Widjaja., Waralaba. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 20.

19 Perlindungan Hukum Bagi Franchisee Terhadap Pelaksanaan Jaminan Kualitas dan Standarisasi Produk Franchise agar dapat diketemukan pemecahan masalahnya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian waralaba Prime Plaza Hotels dalam menerapkan peraturan perundang-undangan mengenai waralaba? 2. Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan bagi Franchisee terhadap pelaksanaan jaminan kualitas dan standarisasi produk franchise? C. Tujuan Penelitian Mengacu kepada pokok permasalahan seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian waralaba Prime Plaza Hotels dalam mengimplementasi peraturan perundang-undangan mengenai waralaba. 2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi Franchisee terhadap pelaksanaan jaminan kualitas dan standarisasi produk franchise. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian tentang perlindungan hukum bagi franchisee dalam hal pelaksanaan jaminan kualitas dan standarisasi produk ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritis maupun praktis, yaitu:

20 1. Secara teoritis: bahwa penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan referensi bahan kajian dalam ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan perkembangan usaha waralaba agar pemahaman dan wawasan ilmiah berkenaan dengan tanggung jawab para pihak atas permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan usaha waralaba atau franchise dapat berkembang. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan yuridis terhadap perkembangan hukum waralaba khususnya dalam aspek perlindungan hukum bagi pihak penerima waralaba. 2. Secara praktis: bahwa penulisan ini dapat memberikan jawaban atas permalahan yang menjadi obyek penelitian, sehingga nantinya dapat memberikan tambahan referensi atas permasalahan dalam perjanjian waralaba. E. Keaslian Penelitian Pada saat penelitian ini dilaksanakan berdasarkan pengetahuan penulis belum ada penelitian tesis yang meneliti tentang perlindungan hukum bagi Franchisee terhadap pelaksanaan jaminan kualitas dan standarisasi produk franchise. Penelitian sejenis terhadap franchise yang telah dibuat sebelumnya dilaksanakan oleh Uddiyana Bhanda Adi Negara, S.H. yang menulis tesis dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Franchisor pada tahun 2008 di Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian tersebut melihat bagaimana pelaksanaan perjanjian waralaba pada Lembaga Pendidikan Primagama dan bagaimana perlindungan hukum yang diberikan kepada Franchisor dan menyimpulkan bahwa pada dasarnya setiap perjanjian harus memenuhi asas kebebasan berkontrak baik dalam arti formil

21 ataupun materiil dan juga tunduk kepada asas itikad baik, yang oleh kedua belah pihak diwujudkan dengan adanya perjanjian waralaba yang berdasarkan causa yang halal. Atas perlindungan hukum bagi franchisor dalam perjanjian dibuatkan standar operasional prosedur (SOP) yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak, khususnya dalam bidang keuangan. Penelitian sejenis yang dilakukan terhadap kegiatan waralaba dilaksanakan oleh Krisyalia Wahyu Sari pada tahun 2009 dengan penelitian Perlidungan Hukum bagi Pelaku Usaha Waralaba sebagai tesis di universitas Diponegoro Semarang. Penelitian tersebut melihat bagaimana pelaksanaan perjanjian waralaba pada prakteknya dan perlindungan hukum yang diberikan bagi kedua belah pihak, yang kemudian disimpulkan bahwa perjanjian waralaba harus dibuat secara tertulis sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 42 tentang Waralaba dan adanya pencantuman klausula minimal sebagai bentuk perlidungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian waralaba. Dilihat berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilaksanakan penulis menekankan perumusan masalah terhadap pelaksanaan perjanjian waralaba dalam menerapkan peraturan perundang-undangan mengenai waralaba dan perlidungan hukum yang lebih spesifik yaitu terhadap pelaksanaan jaminan kualitas dan standarisasi produk franchise, sehingga penelitian ini merupakan penelitian yang asli dan bukan merupakan hasil pengulangan penelitianpenelitian terdahulu.