BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meina Fitri Riani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa di mana individu banyak mengambil

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indri Purwnti, 2015 Hubungan antara self-efficacy dan motivasi belajar dengan prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kata lain SMK dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gina Aprilian Pratamadewi, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dipandang sebagai masa permasalahan, frustrasi dan

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014

Pengaruh kepramukaan dan bimbingan orang tua terhadap kepribadian siswa kelas I SMK Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2005/2006. Oleh : Rini Rahmawati

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Suatu bangsa akan dinyatakan maju tergantung pada mutu pendidikan dan. para generasi penerusnya, karena pendidikan mempunyai peranan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Umi Rahayu Fitriyanah, 2014

commit to user BAB I PENDAHULUAN

2015 KORELASI KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PESERTA DIDIK MTS AT TAUFIQ BANDUNG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Proses penelitian tentang profil prokrastinasi akademik siswa dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian tentang program bimbingan karir untuk mengembangkan selfefficacy

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hadi Wiguna Kurniawan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan dapat bersaing secara global. Sebagai suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan adalah kata yang senantiasa diinginkan oleh semua orang.

BAB I PENDAHULUAN. konseling konselor penddikan, dalam bidang industri HRD (Human Resources

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. regenerasi bangsa. Masa muda atau remaja adalah proses peralihan masa. ini dipenuhi dengan perkembangan dan perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya. Salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi yang semakin berkembang, perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang semakin kompeten dan berkualitas yang mampu menghadapi tantangan perubahan jaman yang semakin berkembangan. Upaya untuk mempersiapkan sumber daya yang kompeten dan berkualitas salah satunya dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 dijelaskan: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Upaya menempuh jalur pendidikan dapat dilakukan melalui pendidikan formal, informal dan non formal. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 13 ayat 1 jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Selanjutnya pada pasal 1 ayat 11,12, dan 13 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan mengenai definisi dari masing-masing jalur pendidikan. Ayat 11 menjelaskan mengenai definisi pendidikan formal yaitu pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Ayat 12 menjelaskan mengenai definisi pendidikan nonformal yaitu pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Kemudian, ayat 13 menjelaskan mengenai definisi pendidikan informal yaitu pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Sekolah menengah pertama merupakan salah satu jalur pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar yang mempersiapkan peserta didik untuk menempuh jenjang pendidikan lanjutan yaitu sekolah menengah umum mupun

2 menengah kejuruan, mengharuskan siswanya memiliki keyakinan terhadap potensi akademik yang dimiliki agar mampu memenuhi serangkaian tuntutan akademik dalam upaya pencapaian prestasi akademik secara optimal. Berdasarkan terminologi Psikologi, peserta didik sekolah menengah pertama termasuk dalam tahap perkembangan masa remaja. Menurut Konopka Pikunas (Yusuf, 2009: 10 ) fase remaja meliputi (1) remaja awal 12-15 tahun, (2) remaja madya : 15-18 tahun dan (3) remaja akhir : usia 18-22 tahun. Selanjutnya, menurut Santrock (2007: 20) definisi mengenai remaja tidak hanya terbatas pada pertimbangan mengenai usia melainkan juga pengaruh sosio-historis, sehingga Santrock mendefinisikan remaja sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional. Remaja dihadapkan pada serangkaian tugas perkembangan yang harus dicapai agar mampu berkembang secara optimal, salah satunya mengembangkan keterampilan intelektual (Yusuf, 2009: 23). Kemampuan pengambilan keputusan serta pemecahan masalah secara efektif merupakan bagian dari keterampilan intelektual. Untuk mampu mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara efektif, diperlukan keyakinan diri terhadap potensi yang dimiliki. Sebagaimana yang diungkapkan Bandura (Hen dan Goroshit, 2012: 2) keyakinan diri akan mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan, memecahkan masalah serta bertahan dalam menghadapi tantangan. Semakin tinggi keyakinan diri individu maka semakin terampil individu dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah, sebaliknya semakin rendah keyakinan diri individu, semakin sulit individu untuk membuat keputusan dan memecahkan masalah secara efektif. Keyakinan diri individu terhadap kemampuan dan potensi yang dimiliki disebut dengan self-efficacy. Bandura (Hen dan Goroshit, 2012: 2) menjelaskan Self-efficacy refers to people s judgments of their own capabilities to organize and execute courses of action required to attain designated types of performances, self-efficacy mengacu pada penilaian individu terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk mengatur dan menjalankan rencana tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diharapkan.

3 Pada kehidupan sehari-hari individu harus membuat keputusan untuk mencoba berbagai tindakan dan bertahan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Individu yang self-efficacy-nya rendah akan cenderung menghindari situasi-situasi yang diyakini melampaui keyakinan kemampuannya, sebaliknya individu yang self-efficcy nya tinggi akan penuh keyakinan mengambil dan melakukan kegiatan yang diperkirakan dapat diatasi. Self-efficacy yang tinggi menyebabkan keterlibatan aktif dalam kegiatan, mendorong perkembangan kompetensi. Sebaliknya, self-efficacy yang rendah mengarahkan individu untuk menghindari lingkungan dan kegiatan, dan memperlambat perkembangan potensi. Self-efficacy akan membantu individu dalam menentukan kegiatan yang akan dilakukan, kemudian merancang urutan kegiatan dan menentukan berapa lama individu bertahan dalam menghadapi rintangan (Gore, 2005: 92). Pada saat menjalani aktivitas akademis, individu yang memiliki self-efficacy tinggi akan mampu bertahan dalam menghadapi tugas-tugas yang sulit, memiliki komitmen yang kuat dalam mencapai tujuan akademis, selalu mempertahankan dan meningkatkan usaha dalam menghadapi kesulitan penyelesaian tugas sekolah, mampu dengan cepat bangkit ketika mengalami kegagalan, serta selalu berpersepsi dirinya mampu mengontrol atau menghadapi hambatan yang dilalami dalam upaya pencapaian tujuan akademik, sehingga individu yang memiliki selfefficacy tinggi akan mampu mencapai prestasi akademik secara optimal. Sebaliknya, individu yang memiliki self-efficacy rendah cenderung menghindar dari tugas akademik yang sulit yang dipresepsikan mampu mengacam dirinya, sehingga memiliki aspirasi rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan yang ingin dicapai. Pada saat dihadapkan pada tugas-tugas akademik sulit, individu akan sulit menghadapi hambatan dan cenderung menyerah, serta lebih berfokus pada pikiran mengenai kegagalan-kegagalan yang akan dialami dibanding berfokus pada bagaimana cara yang harus dilakukan untuk mencapai keberhasilan, sehingga menimbulkan stres dan depresi yang juga akan berpengaruh terhadap penurunan prestasi akademis (Bandura,1995: 10-11). Konseptualisasi self-efficacy dalam situasi akademik disebut dengan academic self-efficacy. Schunk (Gore, 2005: 93) menjelaskan Academic self-

4 efficacy can be defined as individuals confidence in their ability to successfully perform academic tasks at a designated level, Academic self-efficacy dapat didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga berhasil melaksanakan tugas-tugas akademik sesuai dengan tingkat kemampuan. Academic self-efficacy berkaitan dengan keyakinan individu akan kemampuan untuk menangani tugas-tugas akademik dan melakukan tindakan secara efektif. Seorang individu yang ragu akan kemampuannya dalam melaksanakan serangkaian tugas akademik dikatakan memiliki self-efficacy pada tugas akademik rendah. Individu dengan academic self-efficacy rendah kurang berusaha dan mudah menyerah ketika menghadapi situasi yang sulit dan penuh tantangan. Sebaliknya, individu yang memiliki academic self-efficacy tinggi menyukai tantangan dan tidak suka melakukan tugas tugas akademik yang mudah, sehinngga akan mempengaruhi pencapaian presatsi akademik. Papalia et al, (2008: 569) mengungkapkan faktor yang paling penting dalam pencapaian prestasi akademik adalah keyakinan peserta didik dan orang tuanya terhadap kemampuan peserta didik dalam mencapai prestasi. Pendapat Papalia et al, didukung oleh pendapat Bandura yang menyatakan peserta didik dengan tingkat academic self-efficacy yang tinggi akan merasa yakin terhadap kemampuannya menguasai materi akademis dan mengatur pembelajaran sendiri, memiliki kecenderungan lebih besar untuk memcoba berprestasi dan lebih cenderung sukses dibanding peserta didik yang tidak yakin dengan kemampuannya sendiri (Bandura et al., 1996; Papalia et al., 2008: 56). Pendapat Bandura mengindikasikan faktor academic self-efficacy berpengaruh terhadap pencapaian prestasi akademik peserta didik. Peserta didik yang memiliki academic self-efficacy yang tinggi akan mampu mencapai prestasi akademik yang tinggi pula. Sebaliknya peserta didik yang tingkat academic self-efficacy-nya rendah akan cenderung memiliki prestasi akademik yang rendah. Berdasarkan penelitian Uwah et al (Wisantyo, 2010: 5) academic selfefficacy dapat memprediksi kemampuan peserta didik untuk sukses. Peserta didik dengan prestasi akademik lebih tinggi memiliki self-efficacy yang tinggi, sehingga

5 lebih gigih, mampu menetapkan sasaran lebih baik serta lebih memiliki keterampilan strategi monitoring waktu dibandingkan peserta didik lain. Menurut Bandura (Dwitantyonov et al, 2010: 136) academic self-efficacy jika disertai dengan tujuan-tujuan yang spesifik dan pemahaman mengenai prestasi akademik, maka akan menjadi penentu suksesnya akademik. Sejalan dengan pendapat Bandura, Penelitian Adeyemo (2008: 119-213) mengenai Moderating Influence of Emotional Intelligence on the Link Between Academic Self-efficacy and Achievement of University Students menunjukkan hasil academic self-efficacy memiliki korelasi yang positif dengan prestasi akademik karena peserta didik yang memiliki academic self-efficacy yang tinggi memiliki kapasitas untuk menerima tantangan yang lebih, lebih tekun dalam menghadapi tantangan, dan cenderung mampu memotivasi diri untuk menghadapi tantangan. Self-efficacy juga akan mempengaruhi tingkat stres akademik peserta didik. Hasil penelitian Wisantyo (2010: 11) menunjukkan ada hubungan negatif antara academic self-efficacy dengan stres pada siswa SMAN 3 Semarang, semakin tinggi academic self-efficacy pada peserta didik, cenderung akan diikuti dengan menurunnya stres pada peserta didik SMAN 3 Semarang. Penelitian Wisantyo mengindikasikan peserta didik yang memiliki self-efficacy rendah akan mengalami tingkat stres akademik yang lebih tinggi. Penelitian lainnya mengenai academic self-efficacy dilakukan oleh Pujiati (2010: 94-95) menunjukan hasil secara umum peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Rajapolah memiliki tingkat academic self-efficacy sangat tinggi sebesar 25,64%, tinggi sebesar 53,85%, sedang sebesar 14,10% dan pada kategori rendah sebesar 6,41%. Penelitian Pujiati menunjukkan adanya fenomena rendahnya academic self-efficacy pada peserta didik sekolah menengah pertama. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMPN 9 Bandung pada saat pelaksanaan Program Pengalaman Lapangan (PPL), ditemukan beberapa masalah yang mengindikasikan rendahnya academic self-efficacy peserta didik, yaitu (1) peserta didik cenderung cepat menyerah ketika mendapat tugas yang sulit sehingga memilih mencontek baik pada saat ulangan maupun pengerjaan tugas lainnya, (2) merasa terbebani dengan tugas yang banyak sehingga cenderung

6 menunda mengerjakanya, (3) merasa takut dan ragu-ragu ketika diminta untuk menjawab soal di papan tulis, (4) ragu-ragu ketika mengemukakan pendapat, (5) merasa takut memperoleh nilai rendah dalam ulangan atau tugas lainnya terutama mata pelajaran IPA dan Matematika, (6) merasa kurang yakin mampu memperoleh prestasi belajar yang tinggi (masuk 5 besar di kelasnya). Merujuk pada berbagai hasil penelitian yang dipaparkan, academic selfefficacy berperan penting dalam pencapaian prestasi akademik peserta didik, termasuk peserta didik di sekolah menengah pertama. Berdasarkan fenomena pentingnya academic self-efficacy bagi peserta didik dalam upaya pencapaian prestasi belajar, maka setiap peserta didik diharapkan memiliki tingkat academic self-efficacy yang tinggi. Peserta didik memerlukan upaya bantuan untuk meningkatkan academic self-efficacy agar peserta didik mampu menampilkan kinerja akademik secara optimal sesuai dengan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Salah satu pihak yang dapat membantu peserta didik adalah sekolah. Sekolah mempunyai peranan penting dan bertanggung jawab dalam membantu para siswa mencapai perkembangan secara optimal. Sekolah berupaya untuk menciptakan iklim yang kondusif untuk mencapai perkembangan peserta didik baik menyangkut aspek pribadi, sosial, akademik maupun karir. Peran sekolah dalam menciptakan iklim yang kondusif akan membantu membentuk academic self-efficacy peserta didik. Schunk dan Meece (2005: 79) menjelaskan sistem pembelajaran yang tepat serta lingkungan sekolah yang kondusif akan membantu peserta didik menetapkan tujuan pembelajaran serta fokus pada kegiatan belajar mengajar bukan berfokus pada masalah yang dihadapi pada pelaksanaan proses pembelajaran sehingga akan membentuk keyakinan diri terhadap potensi yang dimiliki. Pendapat schunk dan meece mengindikasikan sekolah memiliki peranan dalam pembentukan academic self-efficacy peserta didik. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menjalankan tiga bidang utama secara sinergi yaitu manajemen dan supervisi, pembelajaran bidang studi, serta bimbingan dan konseling (Depdiknas, 2008: 185). Ketiga bidang tersebut

7 bekerjasama secara sinergi untuk menghasilkan peserta didik yang pintar dan terampil dalam bidang akademik serta memiliki kemampuan serta kematangan dalam aspek kepribadian. Bimbingan dan konseling sekolah sebagai salah satu bidang utama dalam jalur pendidikan formal memiliki posisi strategis untuk membantu peserta didik dalam mengatasi masalah yang dialami serta mengembangkan potensi yang dimiliki. Pengembangan potensi secara optimal dapat terlaksana jika peserta didik memiliki keyakinan diri yang kuat terhadap potensi dirinya, sehingga akan menampilkan kinerja akademik secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki. Personel yang bertanggung jawab langsung dalam pelaksanaan bidang bimbingan dan konseling adalah guru bimbingan dan konseling (guru BK). Guru BK berperan dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik dalam upaya pencapaian prestasi akademik, melalui bimbingan akademik. Bimbingan akademik diperlukan guna memberikan intervensi untuk mengembangkan academic self-efficacy peserta didik dalam menghadapi dan menyelesaikan tuntutan serta masalah-masalah akademik sebagai upaya pencapaian prestasi akademik. Pencapaian prestasi akademik yang tinggi merupakan salah satu wujud tercapainya perkembangan optimal peserta didik. Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, fokus masalah penelitian adalah profil academic self-efficacy peserta didik kelas VII SMP Negeri 9 Bandung tahun ajaran 2012/2013 sebagai dasar pengembangan program bimbingan akademik hipotetik untuk meningkatkan academic self-efficacy peserta didik. Penyusunan program dilakukan sebagai upaya meningkatkan academic selfefficacy agar peserta didik mampu mencapai prestasi akademik secara optimal. Mengacu pada latar belakang masalah, penelitian berjudul Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik (Studi Deskprtif Terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013).

8 B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Sekolah Menengah Pertama merupakan salah satu jalur pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar yang melandasi jenjang pendidikan menengah, baik pendidikan menengah umum maupun menengah kejuruan (UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003). Peserta didik sekolah menengah pertama akan mengikuti serangkaian kegiatan yang terencana dan terorganisasi dalam rangka proses pembelajaran untuk mempersiapkan diri menempuh jenjang pendidikan lanjutan. Diperlukan keyakinan diri terhadap potensi akademik yang dimiliki agar mampu memenuhi serangkaian tuntutan pendidikan yang harus ditempuh dalam upaya pencapaian prestasi akademik secara optimal. Berdasarkan terminologi psikologi, peserta didik sekolah menengah pertama yang berada pada rentang usia sekitar 12-15 tahun termasuk pada kategori remaja. Pada masa remaja telah berkembang social cognition yaitu kemampuan untuk memahami orang lain (Yusuf, 2008: 198). Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun perasaannya. Kemampuan social cognition dapat digunakan oleh remaja untuk membentuk dan memperkuat self-efficacy melalui pengamatan terhadap pengalaman model sosial. Pengamatan terhadap pengalaman orang lain (model sosial) dalam mencapai kesuksesan, akan memperkuat self-efficacy untuk mencapai hasil yang sama dengan hasil yang dicapai oleh model yang diobervasinya. Selain berkembangnya social cognition, masa remaja juga merupakan masa berkembangnya identity (jati diri). Erikson (Yusuf, 2008: 201) meyakini perkembangan identity pada masa remaja berkaitan erat dengan komitmennya terhadap okupasi masa depan, peran-peran masa dewasa dan sistem keyakinan pribadi. Menurut James Marcia dan waterman (Anita E. Woolfolk, 1995; Yusuf, 2008: 201) identitas diri merujuk kepada pengorganisasian atau pengaturan dorongan, kemampuan-kemampuan dan keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten. Pengorganisasian keyakinan kedalam citra diri meliputi kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik menyangkut pekerjaan, orientasi seksual, dan filsafat hidup.

9 Berdasarkan karakteristik remaja baik dari aspek sosial mupun kepribadian, seharusnya dalam diri remaja tumbuh self-efficacy terhadap potensi yang dimiliki. Pada kenyataanya, pada diri remaja khususnya peserta didik sekolah menengah pertama terdapat gejala-gejala perilaku yang mengindikasikan perasaan kurang yakin terhadap potensi akademik yang dimiliki, seperti perilaku mencontek, raguragu ketika akan menjawab soal, ragu-ragu dalam mengemukakan pendapat serta mudah menyerah ketika mendapatkan tugas yang sulit. Perasaan kurang yakin terhadap kemampuan akademik yang dimiliki menunjukan rendahnya academic self-efficacy peserta didik. Academic self-efficacy merupakan bagian dari kesiapan peserta didik dalam belajar di sekolah. Academic self-efficacy merupakan salah satu fokus bantuan pada ranah layanan BK dalam bidang bimbingan akademik untuk membantu pencapaian prestasi akademik. Bimbingan akademik merupakan salah satu lingkup layanan bimbingan yang diarahkan untuk membantu peserta didik dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah akademik, seperti pemilihan jurusan, cara belajar yang tepat serta penyelesaian tugas-tugas dan latihan (Yusuf dan Juntika, 2008: 10). Tugas Guru BK di sekolah adalah menfasilitasi dan mengembangkan academic self-efficacy peserta didik agar proses belajar di sekolah dapat menghasilkan hasil belajar yang diharapkan. Guru BK membantu mengembangkan keyakinan diri peserta didik agar memiliki kesiapan dalam menghadapi semua tuntutan-tuntututan akademik dalam upaya pencapaian prestasi akademik secara optimal sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki. Academic self-efficacy merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki peserta didik pada bidang akademik dalam upaya pencapaian prestasi belajar, sehingga bimbingan dan konseling perlu terlibat dalam mengembangkan academic self-efficacy peserta didik. Apabila academic self-efficacy tidak dimiliki akan menimbulkan berbagai permasalahan akademik peserta didik, antara lain perilaku prokrastinasi akademik, rendahnya kemandirian belajar, tingkat stres

10 akademik yang tinggi, mudah menyerah ketika mengalami hambatan dalam belajar sehingga berpengaruh terhadap pencapaian prestasi akademik. Intervensi yang dilakukan oleh Guru BK dalam mengembangkan academic self-efficacy siswa dilakukan dengan mengembangkan program bimbingan akademik untuk meningkatkan academic self-efficacy peserta didik. Program bimbingan akademik dirumuskan dengan menggunakan strategi layanan dasar sebagai upaya pengembangan academic self-efficacy yang bersifat preventif bagi peserta didik yang sudah memiliki tingkat academic self-efficacy cukup tinggi, serta strategi layanan responsif sebagai upaya kuratif bagi siswa yang memiliki tingkat academic self-efficacy academic self-efficacy rendah. Penggunaan layanan dasar dan layanan responsif bertujuan agar peserta didik memiliki tingkat keyakinan diri yang tinggi terhadap potensi akademiknya dalam upaya pencapaian prestasi akademik. Berdasarkan pemaparan, perlu dirancang program bimbingan akademik untuk meningkatkan academic self-efficacy peserta didik, maka rumusan masalah penelitian adalah Bagaimana rumusan program hipotetik bimbingan akademik untuk meningkatkan academic self-efficacy peserta didik kelas VII SMPN 9 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013? Adapun pertanyaan penelitian, ialah : Bagaimana gambaran umum academic self-efficacy peserta didik kelas VII SMPN 9 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013? C. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan diadakannya penelitian adalah diperoleh rumusan program hipotetik bimbingan akademik untuk meningkatkan academic selfefficacy peserta didik kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Secara khusus tujuan dari penelitian yaitu memperoleh gambaran umum academic self-efficacy peserta didik kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

11 D. Manfaat Penelitian Secara praktis, manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian adalah : 1. Bagi Guru BK SMP Negeri 9 Bandung Program hipotetik bimbingan akademik yang dirancang oleh peneliti, dapat dijadikan bahan rujukan untuk diaplikasikan oleh Guru BK dalam membantu peserta didik yang memiliki academic self-efficacy rendah. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan penelitian lanjutan guna menguji efektivitas program bimbingan akademik untuk meningkatkan academic self-efficacy peserta didik. 3. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Penelitian akan menjadi salah satu contoh program bimbingan akademik hipotetik untuk meningkatkan academic self-efficacy peserta didik. E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengukur tingkat derajat academic self-efficacy peserta didik kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui gambaran umum academic self-efficacy sebagai dasar pengembangan program bimbingan akademik hipotetik bagi peserta didik kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan profil academic self-efficacy peserta didik kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 yang kemudian dijadikan sebagai dasar pengembangan program bimbingan akademik hipotetik untuk meningkatkan academic self-efficacy peserta didik kelas VII SMP Negeri 9 Bandung. 3. Populasi Populasi penelitian yaitu seluruh peserta didik yang secara administratif terdaftar dan aktif dalam pembelajaran di kelas VII SMP Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

12 F. Struktur Organisasi Skripsi Penelitian dituliskan dalam lima bab, dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan memaparkan latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, populasi dan sampel penelitian serta sistematika penulisan. Bab II kajian pustaka merupakan konsep-konsep/teori-teori dalam bidang yang dikaji dan kerangka penelitian. Teori yang dikaji berupa teori bimbingan akademik dan academic self-efficacy. Bab III Metode penelitian memaparkan lokasi penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrument penelitian, proses pengembangan instrument, teknik pengumpulan data dan analisis data. Bab IV Hasil Penelitian dan pembahasan menguraikan tentang pengolahan data, serta pembahasan hasil pengolahan data. Bab V Penutup terdiri dari kesimpulan, saran-saran, dan penutup.