BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR STUDI KEBUTUHAN FASILITAS PENYEBERANGAN DI KOTA TANGERANG ( STUDI KASUS JL. JENDERAL SUDIRMAN DAN JL. MH. THAMRIN )

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan).

BAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat.

BAB III LANDASAN TEORI. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 4 roda (mobil penumpang)

BAB II DASAR TEORI Jalan Perkotaan

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik jalan yang dapat diuraikan sebagai berikut: dapat dilihat pada uraian di bawah ini:

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97).

Gambar 2.1 Rambu yield

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

BAB IV HASIL DAN ANALISA. kondisi geometrik jalan secara langsung. Data geometrik ruas jalan Kalimalang. a. Sistem jaringan jalan : Kolektor sekunder

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

BAB III LANDASAN TEORI. manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PARKIR ON-STREET TERHADAP KINERJA RUAS JALAN ARIEF RAHMAN HAKIM KOTA MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wikipedia (2011), ruas jalan adalah bagian jalan di antara dua

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan

PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG UNTUK PERTEMUAN JALAN MAYOR ALIANYANG DENGAN JALAN SOEKARNO-HATTA KABUPATEN KUBU RAYA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data hasil pengamatan dari studi kasus Jalan Ngasem Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 Keterkaitan Antar Subsistem Transportasi (Tamin, 2000)

II.TINJAUAN PUSTAKA. dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi

II. TINJAUAN PUSTAKA

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.

komposisi lalu lintas, dan perilaku pengemudi di Indonesia. mengacu pada Spesifikasi Standar Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota 1990.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

ANALISA KINERJA RUAS JALAN HASANUDDIN KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

ANALISIS EFEKTIVITAS ZONA SELAMAT SEKOLAH DAN KINERJA RUAS JALAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar

Lampiran 1 Data Volume pada Saat Ada Limpasan Air Hujan. Data Volume Lalu Lintas Dari Arah Barat Timur pada Saat Ada Limpasan Air Hujan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

DERAJAT KEJENUHAN JALAN DUA ARAH DENGAN MAUPUN TANPA MEDIAN DI KOTA BOGOR. Syaiful 1, Budiman 2

PENGANTAR TRANSPORTASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

ANALISA DAMPAK HAMBATAN SAMPING DAN U-TURN TERHADAP KECEPATAN KENDARAAN (STUDI KASUS DEPAN PASAR FLAMBOYAN JALAN GAJAH MADA KOTA PONTIANAK)

EVALUASI FAKTOR PENYESUAIAN HAMBATAN SAMPING MENURUT MKJI 1997 UNTUK JALAN SATU ARAH

LAMPIRAN A (Hasil Pengamatan)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut.

EVALUASI TINGKAT PELAYANAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN KABUPATEN SUKOHARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting

ANALISIS PENGARUH PELEBARAN RUAS JALAN TERHADAP KINERJA JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANCE KINERJA JALAN RAYA CINERE

BAB III LANDASAN TEORI. (termasuk mobil penumpang, kopata, mikro bus, pick-up dan truck kecil. sesuai sitem klasifikasi Bina Marga).

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hierarki Jalan Peranan jalan menurut fungsinya menurut SK Menteri Kimpraswil No.375/KPTS/M/2004 terbagi atas tiga yaitu : 1. Jalan Arteri, adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. 2. Jalan Kolektor, adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan Lokal, adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 2.2 Pejalan Kaki Bagian Dari Lalu Lintas Kebutuhan fasilitas pejalan kaki biasanya terkonsentrasi didaerah perkotaan, mengingat dinamika masyarakatnya yang cukup tinggi terutama dipusat pusat keramaian seperti pusat perdangan, stasiun, terminal, sekolahan dan lain sebagainya. Pejalan kaki merupakan unsur penting didalam lalu lintas. Kegiatan pejalan kaki sebagian besar dilakukan di trotoar dan untuk menyeberang. Pejalan kaki merupakan unsur yang paling lemah dan mudah mendapat II - 1

kecelakaan, untuk itu diperlukan fasilitas pejalan kaki yang memenuhi syarat mutlak keamanan dan kenyamanan. Dalam analisa suatu pejalan kaki terdapat beberapa istilah yang sering digunakan, antara lain : 1. Kecepatan pejalan kaki : kecepatan rata rata berjalan kaki. Dinyatakan dalam satuan ( meter / detik ). 2. Jumlah aliran pejalan kaki : jumlah pejalan kaki yang melintasi satu titik tiap satu satuan waktu tertentu. Memiliki satuan ( pejalan kaki / menit ) 3. Aliran persatuan lebar : jumlah rata rata pejalan kaki tiap menit persatuan lebar efektif jalur jalan. Dinyatakan dalam satuan (pejalan kaki / menit / meter) 4. Platoon : jumlah pejalan kaki yang berjalan baik sejajar maupun berkelompok, biasanya dilakukan dengan tidak sengaja. 5. Kepadatan pejalan kaki : jumlah rata rata pejalan kaki persatuan luas didalam jalur pejalan kaki atau daerah antrian. Dinyatakan dalam pejalan kaki / m 2. 6. Ruang pejalan kaki : rata rata ruang yang tersedia untuk pejalan kaki dalam jalur berjalan kaki. Dinyatakan dalam m Pejalan kaki merupakan salah satu bentuk lalu lintas dalam sistem transportasi, dan sangat dominan di daerah perkotaan atau lokasi yang memiliki permintaan tinggi dengan periode pendek. Sebagian besar mobilisasi pejalan kaki bersifat lokal dan dilakukan dijalur pejalan kaki hingga kejalur kendaraan ataupun melintasi lajur kendaraan, sebagai 2 / pejalan kaki. II - 2

bagian dari lalu lintas pejalan kaki perlu mendapat perhatian khusus dalam perencanaan transportasi karena merupakan unsur yang terlemah dan sering mengalami kecelakaan lalu lintas. 2.2.1 Jalur Pejalan Kaki Didalam menganalisa dan merencanakan jalur pejalan kaki dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Lebar dan alinyemen jalur pejalan kaki dibuat leluasa mungkin, minimal bila dua orang pejalan kaki berpapasn, salah satu diantaranya tidak harus turun ke jalur lalu lintas kendaraan. b) Mudah dan jelas, fasilitas yang dibuat harus mudah diakses dan cepat dikenali. c) Nyaman dan aman, fasilitasnya dirancang yang menyenangkan dan aman dari sisi konstruksi dan lingkungan. d) Sebaiknya menerus, langsung dan lurus ke tempat tujuan. e) Lebar minimum jalur pejalan kaki adalah 1,5 meter. f) Maksimum arus pejalan kaki adalah 50 pejalan kaki/menit. g) Untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pejalan kaki maka jalur harus diperkeras, dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan sekitarnya harus diberi pembatas (dapat berupa kerbs atau batas penghalang/barrier). h) Perkerasan dapat dibuat dari blok beton, perkerasan aspal atau plesteran. Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2 4 % supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang II - 3

disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan dan disarankan kemiringan maksimum adalah 10 %. i) Lebar jalur pejalan kaki harus ditambah, bila patok rambu lalu lintas, kotak surat, pohon peneduh atau fasilitas umum lainnya ditempatkan pada jalur tersebut. j) Lebar minimum pejalan kaki diambil dari lebar yang dibutuhkan untuk pergerakan 2 orang pejalan kaki secara bergandengan atau 2 orang pejalan kaki yang berpapasan tanpa terjadinya persinggungan. Lebar absolut minimum jalur pejalan kaki ditentukan 2 x 75 cm + jarak antara dengan bangunan bangunan disampingnya, yaitu ( 2 x 15 cm ) = 1.80 m. Dalam keadaan ideal untuk mendapatkan lebar minimum dipakai rumus sebagai berikut : LT = Lp + Lh Persamaan 2.1 Dimana : LT Lp = Lebar total jalur pejalan kaki = Lebar jalur pejalan kaki yang diperlukan sesuai dengan tingkat kenyamanan yang diinginkan. Lh = Lebar tambahan akibat halangan bangunan bangunan yang ada disampingnya ditentukan tabel 1. k) Besarnya penambahan lebar dapat dilihat pada tabel 2.1 II - 4

Tabel 2.1 Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki No Faslitas Lebar Tambahan (cm) 1) Patok Penerangan 75 100 2) Patok lampu lalu lintas 100 120 3) Rambu lalu lintas 75 100 4) Kotak Surat 100 120 5) Keranjang Sampah 100 6) Tanaman Peneduh 60 120 7) Pot bunga 150 Sumber : Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan ( Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik / No : 011/T/Bt/1995 ) 2.2.2 Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki Pada desain fasilitas pejalan kaki, ukuran dasar keefektifannya adalah ruang. Kapasitas diambil sama dengan 25 Pejalan kaki/menit/ft. Tabel 2.2 menunjukkan kriteria untuk tingkat pelayanan pejalan kaki. Gambar 2.1 menggambarkan tingkat pelayanan jalan orang. Fluktuasi jangka pendek dapat terjadi pada sebagian besar aliran pejalan kaki karena pejalan kaki tiba dan berangkat secara acak, seperti pada trotoar. Apabila trotoar dan fasilitas faslitas lain menunjukkan efek pempletonan, disarankan bahwa lonjakan ini harus dibagi - bagi waktunya. Suatu perumusan yang menghubungkan laju aliran pleton maksimum dengan laju aliran rata rata yaitu : Aliran pleton / Arus pleton = Aliran (Arus) rata rata + 4 Dengan kedua aliran ( arus ) dinyatakan dalam ped/menit/ft. II - 5

TABEL 2.2 Kriteria LOS Arus Rata - rata untuk Jalan Orang dan Trotoar Tingkat Pelayanan Ruang Laju arus / aliran Kecepatan Rasio ( LOS ) (ft 2 /ped) (Ped/menit/ft) (ft/menit) V / C A > 60 5 270 0.21 B > 40-60 > 5-7 250-255 > 0.21-0.31 C > 24-40 > 7-10 240-250 > 0.31-0.44 D > 15-24 > 10-15 225-240 > 0.44-0.65 E > 8-15 > 15-23 150-225 > 0.65-1.0 F 8 Beragam 150 Beragam Sumber, TRB, 2000 ( Sumber : Skripsi Studi Kebutuhan Fasilitas Penyeberangan Di Kota Tangerang, Jakarta,2009 ) 2.2.3 Karakteristik Pejalan kaki Aktivitas pejalan kaki merupakan salah satu komponen analisa kapasitas jalan, terutama pada jalan jalan urban. Karakteristik pejalan kaki adalah faktor penting dalam disain dan operasi dari sistem transportasi. Beberapa karakteristik pejalan kaki yang dikemukakan adalah perbandingan dari pendapat ahli teknik transportasi dan lalu lintas di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh karena belum terdapat studi detail tentang karakteristik pejalan kaki di Indonesia. 2.2.4 Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberangan 2.2.4.1 Penyeberangan Sebidang Ada beberapa jenis penyeberangan sebidang yaitu zebra cross tanpa atau dengan pelindung dan pelikan tanpa atau dengan pelindung. Penyeberangan tanpa pelindung adalah penyeberangan yang tidak dilengkapi dengan pulau pelindung. Sedangkan penyeberangan dengan pelindung adalah penyeberangan yang dilengkapi dengan pulau pelindung dan rambu peringatan awal bangunan pemisah untuk lalu lintas dua arah. II - 6

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk penyeberangan sebidang adalah sebagai berikut : a) Fasilitas penyeberangan pejalan kaki ada kaitannya dengan trotoar, maka fasilitas penyeberangan pejalan kaki dapat berupa perpanjangan dan trotoar. b) Untuk penyeberangan dengan Zebra Cross dan Pelikan Cross sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan persimpangan. Beberapa syarat penempatan zebra cross yang perlu diperhatikan antara lain : - Tidak diperbolehkan di mulut simpang atau diatas pulau maya. - Pada jalan minor harus ditempatkan 15 m dibelakang garis henti dan sebaiknya delengkapi dengan marka jalan yang mengarahkan arus lalu lintas. - Perlu diperhatikan interaksi dari sistem perioritas antara lain jumlah lalu lintas yang membelok, kecepatan dan penglihatan pengemudi. - Jalan yang lebarnya lebih dari 10 m sebaiknya diberi pelindung. Sedangkan untuk penempatan pelikan harus ditempatkan minimal 20 m dari simpang. c) Lokasi penyeberangan harus terlihat jelas oleh pengendara dan ditempatkan tegak lurus sumbu jalan d) Dasar dasar penentuan jenis fasilitas penyeberangan adalah tertera pada tabel 3 berikut : Kriteria dalam memilih fasilitas penyeberangan sebidang didasarkan pada rumus empiris PV 2, dengan : II - 7

P = arus pejalan kaki yang meyeberang diruas jalan sepanjang 100 m tiap jamnya ( orang/jam ) V = arus lalu lintas dalam dua arah tiap jamnya (Kendaraan/jam) Nilai P dan V merupakan arus rata rata pejalan kaki dan kendaraan dalam empat jam tersibuk. Secara keseluruhan penentuan fasilitas penyeberangan harus memenuhi pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 Pemilihan fasilitas penyebrangan berdasrkan PV 2 2 PV P (orang / jam) 8 >10 50-1100 8 >2x10 50-1100 V Rekomendasi (kendaraan / jam) 300-500 Zebra cross (Zc) 400-750 Zc dengan Lapak Tunggu 8 >10 50-1100 8 >10 > 1100 8 >2x10 50-1100 8 >2x10 >1100 >500 Pelican ( p ) >300 Pelican ( p ) Pelican dengan Lapak >750 Tunggu Pelican dengan Lapak >400 Tunggu Sumber : Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan ( Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik / No : 011/T/Bt/1995 ) 2.2.4.2 Penyeberangan Tidak Sebidang Jenis fasilitas penyeberangan tidak sebidang dapat berupa jembatan peyeberangan atau terowongan penyeberangan. Fasilitas ini ditempatkan pada ruas jalan yang memiliki kriteria sebagai berikut : a) Pada ruas jalan dengan kecepatan rencana > 70 km/jam. b) Pada kawasan strategis, tapi para penyeberang jalan tidak memungkinkan. c) Untuk menyeberang jalan, kecuali hanya pada jembatan penyeberangan. d) PV 2 > 2x10 8, dengan ; P > 1100 orang/jam dan V > 750 kend/jam. Nilai V yang diambil adalah dari arus rata rata selama 4 jam tersibuk. II - 8

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk diadakannya jembatan penyeberangan agar sesuai dengan yang ditentukan / disyaratkan sesuai dengan aspek keselamatan, kenyamanan dan kemudahan bagi pejalan kaki, maka hal hal ini harus diperhatikan yaitu : a) Kebebasan vertikal antara jembatan dengan jalan 5,0 m b) Tinggi maksimum anak tangga diusahakan 15 cm c) Lebar anak tangga 30 cm d) Panjang jalur turun minimal 1,5 m e) Lebar landasan tangga dan jalur berjalan minimum 2,0 m f) Kelandaian maksimum 10 % Dasar penetapan kriteria tersebut diatas adalah dengan asumsi kecepatan rata rata pejalan kaki pada jalan datar 1,5 m/detik, pada tempat miring 1,1 m/detik, dan pada tempat vertikal 0,2 m/detil. 2.2.5 Hubungan Antara Kecepatan dan Kepadatan Pejalan Kaki Jika kepadatan naik, ruangan pejalan kaki menurun, derajat mobilitas seorang pejalan kaki menurun. Gambar di bawah ini secara umum menunjukkan hubungan antara kecepatan dan kepadatan pejalan kaki untuk beberapa tempat yang berbeda. II - 9

Gambar 2.1 Hubungan antara Kecepatan Pejalan Kaki dan Kepadatan Pejalan Kaki / densitas ( Pushkarev dan Zupan, 1975 ) 2.2.6 Hubungan Antara aliran dan Kepadatan pejalan Kaki Aliran pejalan kaki diuraikan dalam besaran kecepatan dan aliran, yang dapat digambarkan dengan kurva parabolik yang serupa dengan aliran kendaraan bermotor ( Greenshields, 1934; TRB, 2000 ). Suatu hubungan kecepatan kepadatan aliran secara teoritis ditunjukan pada Gambar 2.4. Ketika kepadatan pejalan kaki naik, kecepatan pejalan kaki dalam arus lalu lintas akan menurun. Secara umum hubungan antara kepadatan, kecepatan dan aliran mempunyai persamaan sebagai berikut : V = S x D Persamaan 2.2 Dengan V = aliran pejalan kaki ( pejalan kaki / menit / meter ) / ( ped/menit/ft ) S = kecepatan pejalan kaki ( meter / menit ) / ( ft / menit ) II - 10

D = kepadatan pejalan kaki ( pejalan kaki / m 2 ) atau ( ped / ft 2 ) Atau V = S Persamaan 2.3 M Dengan M = Ruangan pejalan kaki (m 2 / pejalan kaki ) atau ped / ft Selain itu, kebutuhan pedestrian dinyatakan sebagai ped / 15 menit, dengan menggunakan periode aliran puncak 15 menit sebagai dasar untuk analisis. Aliran pejalan kaki rata rata ( v ) kemudian dihitung sebagai : 2 V = V / 15W E Persamaan 2.4 Dengan V = Aliran pejalan kaki puncak ( pejalan kaki / 15 menit ) atau ( ped / 15 menit ) W E = Lebar jalan orang efektif ( m ) II - 11

Gambar 2.2 (a) Kecepatan terhadap kepadatan pejalan kaki; (b) Kecepatan terhadap volume; (c) Volume terhadap kepadatan pejalan kaki A Kecepatan, v (m / menit) Kepadatan pejalan kaki, k ( pejalan kaki / m2) A / B ( a ) Kecepatan, v (m / menit) Volume, q ( pejalan kaki / m / menit ) A 2 /4B ( b ) Kecepatan, v (m / menit) A 2 /4B A / 2B Kepadatan pejalan kaki, k ( pejalan kaki / m2) ( c ) II - 12

2.2.7 Hubungan Antara Kecepatan dan Aliran Pejalan Kaki Pada gambar sebelumnya dapat dilihat hubungan antara kecepatan pejalan kaki dengan aliran. Kurva ini serupa dengan kurva aliran kendaraan yang menunjukkan bahwa bila terdapat sedikit pejalan kaki pada suatu jalur berjalan kaki ( tingkat aliran rendah ), tersedia ruangan untuk dapat memilih kecepatan jalan yang lebih tinggi. Jika aliran naik kecepatan menurun karena ada interaksi dengan pejalan kaki. II - 13

Gambar 2.3 Hubungan antara kecepatan pejalan kaki dan aliran pejalan kaki / arus ( Pushkarev dan Zupan, 1975 ) LOS A Ruang Pejalan Kaki > 60 ft 2 /ped Laju aliran 5 ped/menit/ft Pada jalan orang LOS A, Pejalan kaki bergerak dalam lintasan yang diinginkan tanpa mengubah geraknya dalam menanggapi pejalan kaki lain. Kecepatan berjalan bebas dan kemungkinan terjadinya konflik diantara pejalan kaki sangat kecil LOS B Ruang Pejalan Kaki > 40-60 ft 2 /ped Laju aliran > 5-7 ped/menit/ft Pada jalan orang LOS B, Terdapat ruang yg cukup buat pejalan kaki untuk memilih kecepatan berjalannya secara bebas, untuk mendahului pejalan kaki lainnya dan untuk menghindari konflik silang. Pada tingkat ini, pejalan kaki mulai sadar akan adanya pejalan kaki lain dan menanggapi kehadiran mereka itu ketika memilih lintasan berjalannya. LOS C Ruang Pejalan Kaki > 24-40 ft 2 /ped Laju aliran > 7-10 ped/menit/ft Pada jalan orang LOS C, Ruangnya cukup untuk kecepatan berjalan normal dan untuk mendahului pejalan kaki dalam aliran tak berarah primer. Gerak arah balik atau silang dapat menyebabkan sedikit konflik dan kecepatan serta laju alirnya agak lebih rendah LOS D Ruang Pejalan Kaki > 15-24 ft 2 /ped Laju aliran > 10-15 ped/menit/ft Pada jalan orang LOS D, Kebebasan untuk memilih kecepatan berjalan masing - masing dan untuk mendahului pejalan kaki lain terbatas. Gerak silang atau arah balik akan mengalami konflik berkemungkinan besar. Los ini memberikan aliran yang cukup lancer, tetapi gesekan dan interaksi diantara pejalan kaki itu kemungkinan terjadi LOS E Ruang Pejalan Kaki > 8-15 ft 2 /ped Laju aliran > 15-23 ped/menit/ft Pada jalan orang LOS E, Hampir semua pejalan kaki membatasi kecepatan berjalannya. Gerak ke depan hanya mungkin dengan menggeserkan kaki. Ruang tidak cukup untuk melewati pejalan kaki yang lebih lambat. Gerak silang atau arah balik hanya mungkin dilakukan dengan susah payah. LOS F Ruang Pejalan Kaki 8 ft 2 /ped Laju aliran beragam ped/menit/ft Pada jalan orang LOS F, Semua kecepatan berjalan sangat terbatas, dan gerak maju dilakukan hanya dengan menggeser kaki. Terjadi kontak yang sering tak terelakkan diantara pejalan kaki. Gerak silang atau arah balik hampir tidak mungkin. Alirannya sporadik dan tidak stabil. Ruangnya lebih mengkarakterkan pejalan kaki yang antri dari padal aliran pejalan kaki yang bergerak. II - 14

2.3 Trotoar 2.3.1 Penempatan Trotoar Suatu ruas jalan dianggap perlu dilengkapi dengan trotoar apabila disepanjang jalan tersebut terdapat penggunaan lahan yang mempunyai potensi menimbulkan pejalan kaki. Penggunaan lahan tersbut antara lain perumahan, sekolah, pusat perbelanjaan, pusat perdagangan, pusat perkantoran, dan lain lain. Secara umum trotoar dapat direncanakan pada ruas jalan yang terdapat volume pejalan kaki lebih besar dari 300 orang per 12 jam ( 06.00 18.00 ) dan volume lalu lintas lebih besar dari 1000 kendaraan per 12 jam ( 06.00 18.00 ) Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur lalu lintas ( bila telah tersedia jalur parkir ). Trotoar hendaknya dibuat sejajar dengan jalan, akan tetapi trotoar dapat tidak sejajar dengan jalan bila keadaan topografi yang tidak memungkinkan. 2.3.2 Dimensi Trotoar Tinggi bebas trotoar tidak kurang dari 2,5 meter dan kedalaman bebas trotoar tidak kurang dari 0,3 meter. Lebar trotoar dapat melayani volume pejalan kaki yang ada. Trotoar yang sudah ada perlu ditinjau kapasitas ( lebar ), keadaan dan penggunaannya apabila terdapat pejalan kaki yang menggunakan jalur lalu lintas kendaraan. Trotoar disarankan untuk direncanakan dengan tingkat pelayanan serendah rendahnya C. Pada keadaan tertentu yang tidak memungkinkan trotoar dapat direncanakan sampai dengan tingkat pelayanan E. II - 15

Tabel 2.4 Tingkat Pelayanan Trotoar Tingkat Pelayanan Modul Volume ( m 2 /orang ) ( orang/meter/menit ) A B C D E F 3,25 2,30 3,25 1,40 2,30 0,90 1,40 0,45 0,90 0,45 23 23 33 33 50 50 66 66 82 82 Sumber : Petunjuk Perencanaan Trotoar ( Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik / No : 007/BNKT/1990 ) Kebutuhan lebar trotoar dihitung berdasarkan volume pejalan kaki rencana ( V ). Volume pejalan kaki rencana adalah volume rata rata per menit pada interval puncak. V dihitung berdasarkan survey perhitungan pejalan kaki yang dilakukan setiap interval 15 menit selama enam jam paling sibuk dalam satu hari untuk dua arah. Lebar trotoar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : W = V + N Persamaan 2.5 35 Dimana : W = Lebar trotoar ( meter ) V = volume pejalan kaki rencana/dua arah ( orang/meter/menit ) N = lebar tambahan dengan keadaan setempat ( m ) II - 16

Tabel 2.5 Lebar tambahan trotoar N ( meter ) 1,5 1,0 0,5 Keadaan Jalan didaerah pasar Jalan didaerah perbelanjaan bukan pasar Jalan didaerah lain Sumber : Petunjuk Perencanaan Trotoar ( Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik / No : 007/BNKT/1990 ) Lebar trotoar disarankan tidak kurang dari 2 meter. Pada keadaan tertentu lebar trotoar dapat direncanakan sesuai dengan batasan lebar minimum pada tabel Tabel 2.5 lebar minimum trotoar menurut penggunaan lahan sekitarnya Penggunaan lahan Sekitarnya Lebar Minimum ( m ) Perumahan Perkantoran Industri Sekolah Terminal Pertokoan/perbelanjaan Jembatan/trowongan 1,5 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 1,0 Sumber : Petunjuk Perencanaan Trotoar ( Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Teknik / No : 007/BNKT/1990 ) 2.4 Kapasitas Jalan Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. II - 17

Faktor utama dalam perhitungan nilai kapasitas jalan adalah jumlah dan lebar jalur. Adapun persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalh sebagai berikut: C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs Persamaan 2.6 Dimana : C = kapasitas ( smp/jam ) Co = kapasitas dasar ( smp/jam ) FCw FCsp FCsf FCcs = faktor penyesuaian lebar jalan = faktor penyesuaian pemisah arah = faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kereb = faktor penyesuaian ukuran kota Kapasitas dasar ( Co ) Nilainya ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai yang tertera pada tabel 2.6 sebagai berikut : Tabel 2.6 Kapasitas dasar perkotaan Tipe Jalan Kapasitas dasar ( smp/ Jam ) Catatan Empat lajur terbagi atau 1650 Per lajur jalan satu arah Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah Sumber : MKJI, 1997 Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FC W ) Nilainya ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif yang dapat dilihat pada tabel 2.7 sebagai berikut : Tabel 2.7 Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan ( FC W ) II - 18

Tipe Jalan Empat lajur terbagi atau jalan satu arah Empat lajur tak terbagi Dua lajur tak terbagi Sumber : MKJI, 1997 Lebar jalur lalu lintas efektif ( Wc ) (m ) Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,0 Per lajur 3,00 3,25 3,5 3,75 4,00 Total 5 6 7 8 9 10 11 FVw ( Km / Jam ) 0,92 0,96 1,00 1,04 1,08 0,91 0,95 1,00 1,05 1,09 0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34 Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah ( FC SP ) Tabel 2.8 Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah ( FC SP ) Pembagian arah ( % - % ) 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 II - 19

FC Dua lajur 2/2 SP 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 Empat lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94 Sumber : MKJI, 1997 Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping ( FC SF ) Faktor koreksi kapasitas untuk hambatan samping untuk ruas jalan yang mempunyai kerb dapat dilihat pada tabel 2.9 sebagai berikut : Tabel 2.9 Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping ( FC SF ) untuk jalan dengan kereb Tipe Jalan Kelas hambatan samping ( SFC ) Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan jarak kereb penghalang FC SF Jarak : Kerb Penghalang Wk ( m ) 0,5 m 1,0 m 1,5 m 2 m 4/2 D Sangat rendah 0,95 0,97 0,99 1,01 Rendah 0,94 0,96 0,97 1,00 Sedang 0,91 0,93 0,95 0,98 Tinggi 0,86 0,89 0,92 0,95 Sangat tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92 4/2 UD Sangat rendah 0,95 0,97 0,99 1,01 Rendah 0,93 0,95 0,97 1,00 Sedang 0,90 0,92 0,95 0,97 Tinggi 0,84 0,87 0,90 0,93 Sangat tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90 2/2 D Sangat rendah 0,93 0,95 0,97 0,99 Rendah 0,90 0,92 0,95 0,97 II - 20

Sedang 0,86 0,88 0,91 0,94 Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88 Sangat tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82 Sumber : MKJI, 1997 Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota ( FC CS ) Faktor koreksi FC CS dapat dilihat pada tabel 2.10, faktor koreksi tersebut merupakan fungsi dari jumlah penduduk kota Tabel 2.10 Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota ( FC CS ) Ukuran Kota ( Juta Penduduk ) < 0,1 0,1 0,5 0,5 1,0 1,0 3,0 >3,0 FC CS 0,86 0,90 0,94 1,00 1,04 Sumber : MKJI, 1997 2.5 Derajat Kejenuhan Adalah sebagai perbandingan atau rasio arus lalu lintas ( smp/jam ) terhadap kapasitas ( smp/jam ) pada bagian jalan tertentu yang dipakai sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja segmen jalan. Derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Derajat kejenuhan digunakan untuk analisa perilaku lalu lintas berupa kecepatan dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : DS = Q smp / C Persamaan 2.7 Dimana : Q smp = arus total ( smp/jam ) Q smp = Qkend x Fsmp II - 21

Fsmp = faktor smp dihitung sebagai berikut : Fsmp = ( emp LV x LV% + emp HV x HV% + emp MC x MC% ) 100 Dimana emp LV, LV%, emp HV, HV%, emp MC, MC% adalah emp komposisi lalu lintas untuk kendaraan ringan, berat dan sepeda motor. C = kapasitas jalan ( smp/jam ) 2.6 Hambatan Samping Adalah segala aktivitas samping jalan yang dapat mengganggu arus lalu lintas sehingga mengakibatkan berkurangnya kecepatan dan kapasitas suatu jalan atau juga dapat didefinisikan sebagai dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktivitas samping segmen jalan, seperti pejalan kaki, kendaraan umum atau kendaraan lain berhenti, kendaraan masuk/keluar sisi jalan dan kendaraan lambat. Selain itu hambatan juga berakibat kepada kelambatan dan kemacetan lalu lintas. Survey hambatan samping dilakukan dengan mencatat jumlah kendaraan yang berhenti pada ruas jalan tersebut dan kendaraan yang keluar/masuk dari lahan samping jalan. Menurut MKJI pengamatan panjang ruas jalan yang efektif adalah 200 m, hal ini dikarenakan panjang 200 m adalah batas dimana kemampuan jarak pandang pengamatan dapat dilakukan. Hambatan samping menurut MKJI dibagi menjadi beberapa kelas dan ditunjukkan dalam tabel 2.11 Tabel 2.11 kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan Kelas hambatan Kode Jumlah berbobot Kondisi khusus samping ( SFC ) kejadian per 200 m per jam ( dua sisi ) Sangat rendah VL < 100 Daerah permukinan, jalan samping tersedia Rendah L 100 299 Jalan samping beberapa II - 22

angkutan umum dsb Sedang M 300 499 Daerah industri, beberapa book sisi jalan Tinggi H 500 899 Daerah komersial, aktivitas sisi jalan tinggi Sangat tinggi VH >900 Daerah komersial, aktivitas pasar sisi jalan tinggi Sumber : MKJI, 1997 Didalam MKJI juga telah ditetapkan besar faktor bobot dari hambatan samping yang terutama berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja jalan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dalam tabel 2.12 dibawah ini Tabel 2.12 Faktor bobot hambatan samping untuk jalan perkotaan Hambatan Samping ( SF ) simbol Faktor bobot Pejalan kaki Parkir, kendaraan berhenti Kendaraan keluar + masuk Kendaraan lambat Sumber : MKJI, 1997 2.7 Tingkat Pelayanan Jalan PED PSV EEV SMV 0,5 1,0 0,7 0,4 Kriteria tingkat pelayanan pada ruas jalan ditentukan berdasarkan nilai derajat kejenuhan ( DS ) adalah sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Jika volume meningkat kecepatan biasanya berkurang, kebebasan manuver juga berkurang disebabkan bertambah banyaknya jumlah kendaraan yang ada dan kenyamanan dalam mengemudi juga berkurang dikarenakan harus mengawasi II - 23

gerakan kendaraan, karena banyak kendaraan di sekitarnya. Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Tabel 2.13 Kriteria kriteria tingkat pelayanan ruas jalan Tingkat Pelayanan A B C D E F Karakteristik - Karakteristik Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang diingikan tanpa hambatan Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan. Pengemudi dibatasi dalam memilih memilih kecepatan Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan, masih dapat ditolerir Volume lalu lintas mendekati atau berada pada kapasitas dan arus yang tidak stabil, kecepatan kadang kadang berhenti Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume dibawah kapasitas, antrian panjang terjadi hambatan panjang Derajat Kejenuhan 0 0,2 0,21 0,44 0,45 0,74 0,75 0,84 0,85 1,00 1,00 Sumber : MKJI, 1997 II - 24

2.8 Kecepatan Kecepatan ( V ) adalah jarak yang dilalui sebuah kendaraan pada suatu unit waktu atau laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam kilometer per jam ( Km / Jam ). Kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata rata ruang yang dirumuskan sebagai : V = L Persamaan 2.8 TT Dimana : V = Kecepatan Rata rata ruang LV ( Km / Jam ) L = Panjang segmen ( Km ) TT = waktu tempuh rata rata LV sepanjang segmen ( jam ) II - 25