STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

BAB I PENDAHULUAN. (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan Case Fatility Rate (CFR) yang

UKDW. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

I. PENDAHULUAN. bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi (AKB) masih cukup tinggi, yaitu 25 kematian per 1000

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI POSYANDU CEMPAKA DAN MAWAR DESA CUKANGKAWUNG TASIKMALAYA PERIODE BULAN APRIL 2015

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Pada usia balita merupakan masa perkembangan tercepat

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: ERIN AFRIANI J.

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah kondisi dimana terjadi buang air besar atau defekasi

BAB I PENDAHULUAN. Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

Kata Kunci : Diare, Anak Balita, Penyediaan Air Bersih, Jamban Keluarga


BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab. mortalitas dan morbiditas anak di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Diare adalah sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir. Diare dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu diare akut dan

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMBUR LUBUK MENGKUANG KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

HUBUNGAN KOMPONEN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS NIKI-NIKI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

Hubungan Faktor Perilaku dan Faktor Lingkungan terhadap Kejadian Diare pada Balita di Desa Sukawati, Kabupaten Gianyar Bali Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini manifestasi dari infeksi system gastrointestinal yang dapat disebabkan berbagai

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi akibat akses kebersihan yang buruk. Di dunia, diperkirakan sekitar

Grafik 1.1 Frekuensi Incidence Rate (IR) berdasarkan survei morbiditas per1000 penduduk

HUBUNGAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GIRIWOYO 1 WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. juga dipengaruhi oleh tidak bersihnya kantin. Jika kantin tidak bersih, maka

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada dewasa, konsistensi

BAB I PENDAHULUAN. yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes RI, 2010).

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAXA TAHUN 2016

HUBUNGAN KEPEMILIKAN JAMBAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA JATISOBO KECAMATAN POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

Oleh : Suharno ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare merupakan penyakit yang sangat umum dijumpai di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), diare adalah

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 2001 sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan 2010 bahwa kejadian diare pada bayi terus meningkat dan

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: PUJI ANITASARI J

SOSIALISASI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA ANAK-ANAK TINGKAT SEKOLAH DASAR DI DESA TABORE KECAMATAN MENTANGAI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

BAB I PENDAHULUAN. bersih. 4 Penyakit yang menonjol terkait dengan penyediaan makanan yang tidak

Kata kunci : PHBS,Tatanan Sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. (1)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan WHO tahun 2015 menyebutkan bahwa diare masih merupakan

Anwar Hadi *, Umi Hanik Fetriyah 1, Yunina Elasari 1. *Korespondensi penulis: No. Hp : ABSTRAK

HUBUNGAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN CIBABAT KECAMATAN CIMAHI UTARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, serta dapat. menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN (CTPS) DENGAN KEJADIAN DIARE ANAK USIA SEKOLAH DI SDN 02 PELEMSENGIR KECAMATAN TODANAN KABUPATEN BLORA

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

Transkripsi:

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015 Mahmudah FKM Uniska, Banjarmasin, Kalimantan Selatan E-mail: mahmudah936@gmail.com Abstrak Latar belakang: Diare merupakan penyakit endemis dan potensial KLB. Bahkan tidak jarang disertai kematian. Angka kesakitan diare di Indonesia mencapai 1,4 juta jiwa. Sebaran KLB terjadi di seluruh kecamatan di Indonesia dengan CFR 1,74% (2010) dan 0,40% (2011). Di Kalimantan Selatan, angka insiden diare sebesar 5,6% (2012). Sepanjang 2014, di wilayah kerja Puskesmas Bayanan ditemukan sebanyak 390 kasus dengan angka insiden 3,88%. Metode: Menggunakan desain kasus kontrol dengan total sampel 102 ibu. Penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling. Analisis dilakukan dengan uji Chi Square dan regresi logistik berganda. Hasil: Ada hubungan bermakna pengetahuan ibu tentang PHBS (p=0,03;or=0,358), sumber air bersih (p=0,013; OR=3,447), jenis jamban (p=0,011;or=3,910), pengolahan air minum (p=0,036;or=2,700), pemusnahan sampah (p=0,028;or=2,946) dan kelengkapan imunisasi dasar (p=0,010;or=3,378) dengan kejadian diare. Penelitian tidak dapat membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara status pekerjaan (p=0,262), tingkat pendidikan (p=0,272) dan umur (p=0,528) dengan kejadian diare. Kesimpulan: variabel dominan terhadap kejadian diare adalah pengolahan air minum, setelah dikontrol jenis jamban dan pemusnahan sampah Kata Kunci: Diare, Anak Balita, PHBS. 1. PENDAHULUAN Diare adalah gangguan buang air besar (BAB) yang ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lendir. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun karena diare. Sebagian kematian terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, diare merupakan penyakit endemis dan potensial KLB (kejadian luar biasa) yang disertai dengan kematian terutama di Indonesia bagian Timur. Dilihat per kelompok umur, diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) [1]. Angka kesakitan diare berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), yaitu 374/1000 penduduk (2003); 423/1000 penduduk (2006) dan 411/1000 penduduk (2010). Tahun 2010 terjadi KLB diare yang tersebar di 33 kecamatan di seluruh Indonesia dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1,74%. Kasus terbanyak terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah, sedangkan CFR terbanyak terjadi di Provinsi Lampung. Tahun 2011, kembali terjadi KLB di 15 provinsi di Indonesia dengan CFR 0,40% [2]. Jika dibandingkan dengan tahun 2012, maka jumlah penderita diare pada KLB pada tahun 2013 menurun secara signifikan. Dari 1.654 kasus menjadi 646 kasus. Secara nasional, insiden diare pada balita adalah 6,7% dengan period prevalence 10,2%. Angka CFR tahun 2013 sebesar 1,08% dengan harapan target <1%. Tahun 2013 KLB kembali terjadi di 6 provinsi dengan angka kematian tertinggi terjadi di provinsi Sumatera Utara, yaitu sebesar 11,76% [1]. Di Kalimantan Selatan, diare merupakan golongan penyakit yang angka kejadiannya relatif tinggi dengan angka insiden 5,6%. Di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, trend kasus diare cendrung fluktuatif, dimana terjadi peningkatan yang 61

signifikan pada tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya [3]. Selama 2 tahun berturut-turut, penyakit diare termasuk dalam kategori 10 penyakit terbanyak. Tahun 2014 jumlah kasus diare ditemukan sebanyak 390 dengan angka insiden 3,88% [4]. Berdasarkan faktor lingkungan, diare merupakan penyakit berbasis lingkungan. Dua faktor yang paling dominan adalah sarana air bersih dan penampungan tinja. Di berbagai kabupaten di Indonesia diperoleh informasi bahwa masalah yang krusial di pedesaan adalah kebiasaan buang air besar sembarangan (open defecation). Terbukti 66% diare lebih tinggi pada anak dari keluarga yang melakukan BAB di sungai atau selokan [5]. Selain itu, laporan studi BHS juga menyebutkan bahwa 47,5% dari air yang telah direbus masih mengandung bakteri E. coli [6]. Mengintegrasikan peningkatan akses terhadap sanitasi dasar, perilaku mencuci tangan pakai sabun dan pengelolaan air minum, kejadian diare menurun sebesar 94%. Rendahnya cakupan higiene sanitasi dan perilaku yang rendah sering menjadi faktor risiko terjadinya KLB. Selain itu, perilaku dan kesadaran masyarakat, ketersediaan air bersih, jamban keluarga dan jangkauan layanan kesehatan perlu dipertimbangkan juga sebagai faktor yang mempengaruhi KLB diare [7]. Cakupan PHBS rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Bayanan sebesar 19,27%, sarana air bersih 35,8% dan jamban keluarga 10,8% serta rumah sehat 10% [4]. Ada hubungan antara PHBS ibu dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Bayanan [8]. Perilaku kesehatan ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pengetahuan. Studi pendahuluan terhadap 10 ibu, diketahui bahwa 7 ibu tidak mengetahui kuman diare dapat ditularkan melalui tangan. Lima ibu tidak mengetahui bahwa diare dapat menular melalui air yang tercemar tinja penderita diare. Delapan ibu tidak mengetahui memasak air sampai mendidih dapat mencegah terkena diare. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengetahuan ibu tentang PHBS dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Bayanan. 2. METODE Penelitian ini merupakan peneltiian kuantitatif dengan menggunakan desain kasus kontrol. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2015 s/d Januari 2016. Penelitan dilaksanakan di 6 desa di wilayah kerja Puskesmas Bayanan dengan jumlah sampel sebanyak 102 orang. Penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling 3. HASIL Hasil analisis univariat dapat tersaji pada tabel 1. berikut ini: 62

Tabel 1: Distribusi frekuensi analisis univariat Variabel N % Kejadian Diare Diare Tidak diare Pengetahuan PHBS Kurang Baik Status Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi Umur Risiko Tinggi Risiko Rendah Sumber Air Sungai PDAM Jenis Jamban Tanpa Tangki Septik Dilengkapi Tangi Septik Pengolahan Air Minum Tidak Dimasak DImasak Pemusnahan Sampah Dibuang Sembarangan Dibakar Kelengkapan Imunisasi Tidak Lengkap Lengkap 34 68 72 30 33 69 66 36 34 68 59 43 65 37 38 64 58 44 33,3 66,7 70,6 29,4 32,4 67,6 64,7 35,3 33,3 66,7 57,8 42,2 63,7 36,3 37,3 62,7 57 43 49 48 53 52 Total 102 100 Hasil analisis univariat didapatkan bahwa 68 anak balita tidak mengalami diare (kelompok kontrol) dan 34 anak pernah mengalami diare (kelompok kasus). Sebagian besar ibu yang menjadi responden memiliki pengetahuan PHBS yang kurang (70,6%), tidak memiliki pekerjaan selain sebagani ibu rumah tangga (76,6%), memiliki tingkat pendidikan yang rendah (64,7%) dan termasuk dalam golongan umur risiko rendah (66,7%). Berdasarkan analisis univariat diketahui pula bahwa sebagian besar ibu menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari (57,8%), menggunakan fasilitas jamban yang tidak dilengkapi tangki septik (63,7%) dan hanya 38 ibu (37,3%) yang tidak memasak air sebelum dikonsumsi. Untuk lebih jelasnya, hasil analisis univariat dapat dilihat pada tabel 1 berikut. 63

Tabel 2: Tabulasi silang hasil analisis bivariat kejadian diare pada anak balita Variabel Kejadian Diare Total Uji Statistik Diare Tidak Diare (CI 95%) N % n % N % Pengetahuan PHBS p=0,038 OR=0,358 (0,148-0,870) Kurang 19 55,9 53 77,9 72 70,6 Baik 15 44,1 15 22,1 30 29,4 Sumber Air Sungai 26 76,5 33 48,5 59 57,8 PDAM 8 23,5 35 51,5 43 42,2 Jenis Jamban Tanpa tangki septik 28 82,4 37 54,4 65 63,7 Dilengkapi tangki 6 17,6 31 45,6 37 36,3 septik Pengolahan Air Minum Tidak Dimasak 18 52,9 20 29,4 38 37,3 Dimasak 16 47,1 48 70,6 64 62,7 Pemusnahan Sampah Dibuang 25 73,5 33 48,5 58 56,9 sembarangan Dibakar 9 26,5 35 51,5 44 43,1 Imunisasi Dasar Tidak Lengkap 23 67,6 26 38,2 49 48,0 Lengkap 11 32,4 42 61,8 53 52,0 Status Pekerjaan Ibu Bekerja 14 41,2 19 27,9 33 32,4 Tidak Bekerja 20 58,8 49 72,1 69 67,6 Tingkat Pendidikan Rendah 25 73,5 41 60,3 66 64,7 Tinggi 9 26,5 27 39,7 36 35,3 Umur Ibu Risiko tinggi 14 41,2 34 50,0 48 47,1 Risiko rendah 20 58,8 34 50,0 54 52,9 Total 34 100 68 100 102 100 p=0,013 OR=3,447 (1,368-8,868) p=0,011 OR=3,910 (1,435-10,656) p=0,036 OR=2,700 (1,152-6,329) p=0,028 OR=2,946 (1,200-7,233) p=0,010 OR=3,378 (1,416-8,055) p=0,262 OR=1,805 (0,761-4,285) p=0,272 OR=1,829 (0,741-4,515) p=0,528 OR=0,700 (0,305-1,609) Hasil analisis bivariat diketahui bahwa kejadian diare lebih banyak terjadi pada anak balita yang ibunya memiliki pengetahuan PHBS kurang (OR=0,358; CI 95%: OR=0,148-0,870). Hasil penelitian menunjukan bahwa anak responden yang memiliki pengetahuan yang baik berpeluang 3 kali lebih besar terhindar dari diare. Hal ini berarti bahwa pengetahuan PHBS ibu yang baik merupakan salah satu faktor proteksi/pelindung agar anak balitanya terhindar dari diare. Berdasarkan tabel 2 juga dapat dilihat bahwa sumber air sungai lebih banyak menyebabkan diare dibandingkan dengan air dari PDAM. Sekitar 76,5% anak 64

balita yang mengalami diare menggunakan air sungai dan hanya 23,5% yang menggunakan air PDAM. Sumber air yang berasal dari sungai diketahui 3,4 kali lebih berisiko menyebabnkan diare pada anak balita dibandingkan dengan air PDAM (OR=3,447; CI 95%:OR=1,368-8,868). Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa diare lebih banyak menyerang pada anak balita yang menggunakan jamban tanpa tangki septik (82,4%) dibandingkan dengan anak balita yang menggunakan jamban dengan tangki septik (17,6%). Hasil penelitian menunjukan bahwa jamban yang tidak dilengkapi tangki septik 3,9 kali lebih berisiko menularkan diare dibandingkan dengan jamban yang dilengkapi dengan tangki septik (OR=3,910; CI 95%:OR=1,435-10,656). Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa air minum yang tidak diolah dengan benar lebih banyak menyebabkan diare pada anak balita (52,9%) dibandingkan dengan air minum yang telah diolah (47,1%). Hasil statistik menunujukan bahwa air minum yang tidak dimasak berpeluang 2,7 kali lebih besar menyebabkan diare pada anak (OR=2,700; CI 95%:OR=1,152-6,329). Hasil penelitian pada tabel 2 diketahui bahwa sampah yang dibuang sembarangan lebih banyak menyebabkan diare (73,5%) dibandingkan dengan sampah yang dimusnahkan dengan cara dibakar (26,5%). Ada hubungan yang signifikan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare [9] [10]. Hasil penelitian menunjukan bahwa sampah yang dibuang sembarangan 2,9 kali berpeluang menyebabkan diare dibandingkan dengan pemusnahan sampah dengan cara dibakar(or= 2,946; CI 95%:OR=1,200-7,233). Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa anak balita yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap (67,6%) lebih banyak mengalami diare dibandingkan anak yang mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap (32,4%). Penelitian ini menunjukan bahwa anak yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap 3,3 kali lebih berisiko terkena diare dibandingkan dengan anak yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap (OR=3,378; CI 95%:OR=1,416-8,055). Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa diare lebih banyak menyerang anak pada ibu yang tidak memiliki pekerjaan selain sebagai ibu rumah tangga (58,8%) dibandingkan dengan ibu yang bekerja (41,2%). Dari 34 anak balita yang mengalami diare, 25 ibu (73,5%) diantaranya memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan hanya 9 ibu (26,5%) yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Sebesar 58,8% anak balita yang mengalami diare memiliki ibu yang ternasuk dalam kelompok umur risiko rendah dan hanya 41,2% anak balita yang memiliki ibu kelompok umur risiko tinggi. Penelitian ini tidak dapat membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara status pekerjaan, tingkat pendidikan dan umur ibu dengan kejadian diare pada anak balita. Tabel 3: Hasil analisis multivariat regresi logistik ganda kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Bayanan No Variabel p-value OR 95% CI 1 Pengetahuan 0,008 0,221 0,072-0,673 2 Sumber Air 0,294 1,986 0,552-7,150 3 Jenis Jamban 0,044 3,706 1,034-13,288 4 Pengolahan Air Minum 0,004 5,429 1,737-16,966 5 Pemusnahan Sampah 0,046 3,179 1,018-9,920 6 Kelengkapan Imunisasi 0,173 2,232 0,704-7,072 65

Berdasarkan hasil pemodelan analisis multivariat didapatkan bahwa ada 4 variabel yang berhubungan signifikan dengan kejadian diare, yaitu pengetahuan PHBS, jenis jamban, pengolahan air minum dan pemusnahan sampah. Dari 4 variabel yang berhubungan signifikan diketahui bahwa variabel dominan yang berhubungan dengan kejadian diare adalah pengolahan air minum (OR=5,249; CI 95%=1,737-16,966) setelah dikontrol oleh jenis jamban dan pemusnahan sampah. 4. PEMBAHASAN a. Pengetahuan PHBS Faktor ibu merupakan salah satu faktor diare pada anak. Ibu memiliki peran paling penting dalam kesehatan anaknya, terutama sekali pengetahuan, sikap dan tindakan [11]. Pengetahuan memiliki peran penting dalam terbentuknya perilaku. Dimana pengetahuan yang baik akan memberi hasil yang cukup berarti dalam perbaikan perilaku. Akan tetapi hal ini tidak sejalan dengan hasil temuan di wilayah kerja Puskesmas Bayanan. Dengan demikian, pengetahuan yang baik belum dapat menjamin seseorang akan bertindak dan berperilaku sesuai dengan pengetahuannya. b. Sumber Air Salah satu penyakit yang dapat ditularkan melalui air adalah diare, maka penyediaan air bersih mutlak diperlukan. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit. Apalagi air sungai, rentan sekali dengan pencemaran. Sebelum digunakan untuk keperluan sehari-hari, hendaknya air diolah terbih dahulu seperti dengan penggunaan tawas dan kaporit. c. Jenis Jamban Pembuangan tinja yang dilakukan secara tidak sehat berisiko menimbulkan penyebaran penyakit yang multi kompleks. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja akan mempercepat penyebaran diare, karena kuman diare akan keluar bersama feses penderita. Jamban yang dilengkap tangki septik setidaknya dapat mengurangi kontaminasi dan penyebaran kuman diare melalui feses. d. Pengolahan Air Minum Salah satu usaha mencegah dan mengurangi penyakit diare adalah dengan mengkonsumsi air yang memenuhi syarat kesehatan. Selain harus memenuhi syarat fisik, air juga harus terbebas dari kuman penyebab penyakit. Salah satu cara agar air minum terbebas dari kuman ialah dengan merebus sampai dengan mendidih, karena pada umumnya kuman akan mati pada suhu 100 0 C. Pengolahan air minum dengan cara direbus cocok untuk keperluan konsumsi di tingkat rumah tangga. e. Pemusnahan Sampah Sampah erat sekali kaitannya dengan kesehatan. Sampah dapat menjadi tempat hidup mikroorganisme pathogen dan menjadi faktor risiko timbulnya vektor bibit penyakit.sampah yang dibuang sembarangan memungkinkan terjadinya pencemaran, penyebaran lalat dan kontaminasi makanan dan minuman. Oleh karena itu, sampah harus dikelola dengan baik, f. Imunisasi Dasar Imunisasi merupakan program pemerintah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. 66

Pemberian imunisasi dasar yang lengkap bertujuan untuk memberikan perlindungan menyeluruh dan meningkatkan kekebalan anak agar terhindar dari berbagai penyakit. Program imunisasi dasar lengkap yang diberikan meliputi 5 jenis imunisasi wajib didapatkan oleh bayi sebelum berusia 1 tahun, yaitu imunisasi BCG, polio, campak dan hepatitis B. Salah satu alasan yang menjadi kekhawatiran ibu membawa anaknya imunisasi adalah efek samping dan kejadian ikutan pasca imunisasi. Alasan lain, tertundanya imunisasi disebabkan karena anak sakit sehingga membuat ibu kadang lupa dan setelah anak sembuh, tidak segera membawa ke puskesmas untuk mendapatkan imunisasi. g. Status Pekerjaan Hasil uji statistik tidak dapat membukitkan adanya hubungan yang bermakna antara status pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada anak balita. Hal ini dikarena jenis pekerjaan mereka adalah kerajinan mengayam rotan untuk dijadikan sebagai alat perangkap ikan. Jenis pekerjaan ini tidak terikat oleh waktu dan masih dikerjakan di lingkungan sekitar rumah sehingga mereka tidak harus meninggalkan anak kepasa pengasuh bayi dan masih bisa mengasuh anaknya sendiri. h. Tingkat Pendidikan Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan, dimana pendidikan akan memberikan pengetahuan sehingga terjadi perilaku positif yang meningkat [12]. Sejalan dengan penelitian terdahulu bahwa hasil uji statistik tidak dapat membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diare pada anak balita [13]. Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan belum dapat menjamin dimiliknya pengetahuan, terutama tentang PHBS di tatanan rumah tangga. i. Umur Sejalan dengan penelitian terdahulu bahwa hasil uji statistik tidak dapat mebuktikan adanya hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan kejadian diare [13]. Umur merupakan bagian penentu dari perilaku, namun umur bukanlah penentu utama. Umur seseorang belum dapat menjamin kemampuan dan kematangan dalam melakukan tindakan. j. Faktor Dominan Analisis multivariat menunjukan bahwa variabel dominan yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita adalah pengolahan air minum (OR=5,429,) setelah dikontrol oleh jenis jamban dan pemusnahan sampah. Hal ini berarti bahwa air minum yang tidak dimasak sampai memdidih memiliki risiko 5,429 kali lebih berisiko menyebabkan diare dibandingkan dengan air yang dimasak sampai mendidih. Pengolahan air minum yang benar adalah sampai benar-benar mendidih. Umumnya, masyarakat beranggapan bahwa pengolahan air yang penting adalah dimasak walaupun baru saja mendidih. Selain itu, ada juga yang beranggapan bahwa yang yang berasal dari PDAM sudah layak dikonsumsi secara langsung. Padahal dalam perjalanan/ pendistribusian dan proses penyimpanan air bias saja terjadi kontaminasi dengan bakteri. 67

5. SIMPULAN Ada hubungan antara pengetahuan PHBS, sumber air, jenis jamban, pengolahan air minum dan kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Bayanan. Melakukan pengolahan air minum sebelum dikonsumsi akan sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya diare pada anak balita. DAFTAR PUSTAKA [1]. Riskesdas. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. [2]. Kemenkes RI. Situasi diare di Indonesia. Jakarta: Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2011. [3]. Dinkes Kab. HSS. Profil kesehatan Kab. Hulu Sungai Selatan. Kandangan: Dinas Kesehatan Kab. Hulu Sungai Selatan. 2012. [4]. Puskesmas Bayanan. Laporan tahunan Puskesmas Bayanan. Bayanan: Puskesmas Bayanan. 2014. [5]. UNICEF. 2012. Ringkasan kajian air bersih, sanitasi dan kebersihan. Available from http:www.unicef.org.diakses tanggal 11 November 2015. [6]. Menkes RI. 2008. Kepmenkes RI No. 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Menkes RI. [7]. Kemenkes RI. Pengendalian diare dan infeksi saluran pencernaan.jakarta : Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2011. [8]. Fahrudin, Muhammad. Hubungan perilaku hidup dan sehat (PHBS) Ibu dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bayanan Kec.Daha Selatan Kab. Hulu Sungai Selatan Tahun 2015. Skripsi. Banjarmasin: Universitas Islam Kalimantan MAB. 2015. [9]. Bintoro,B.R.T., Kirwono,Badar, Ambarwati. Hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita di Kec. Jatipuro Kab. Karanganyar. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2010. [10]. Mano,Wisna T, Kadir,Sunarto, M.Pateda,Sri. Hubungan kelengkapan imunisasi dan pembuangan sampah terhadap kejadian diare pada anak balita.gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo. 2014. [11]. Sirait,E.Dermody, Tejoyuwono, A.A.T., Natalia,Diana. Hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat ibu dengan kejadian diare pada anak usia 1-4 tahun di Puskesmas Siantan Hilir tahun 2013. Jurnal Publikasi Mahasiswa PSPD FK UNTAN. 2013. Vol 3 (1). [12]. Notoadmodjo, S. Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2002. [13]. Wulandari, A.Purwadiana, Ambarwati, Astuti,Dwi. Hubungan antara faktor lingkungan dan faktor sosidemografi dengan kejadian diare pada balita di Desa Blimbing Kec. Sambirejo Kab. Sragen tahun 2009. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2009. 68