PEMANFAATAN POST-CONFLICT NEED ASSESSMENT (PCNA) DAN INDEKS KETAHANAN KONFLIK (IKK) SEBAGAI INSTRUMEN PENGELOLAAN KONFLIK SOSIAL

dokumen-dokumen yang mirip
PEMANFAATAN POST-CONFLICT NEED ASSESSMENT (PCNA) DAN INDEKS KETAHANAN KONFLIK (IKK) SEBAGAI INSTRUMEN PENGELOLAAN KONFLIK SOSIAL

PELAKSANAAN KEGIATAN DIREKTORAT PENANGAN AN DAERAH PASCA KONFLIK TAHUN ANGGARAN 2017

Post Conflict Need Assessment (PCNA)

2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU MENURUT PP 78 TAHUN 2014

SUMATERA KALIMANTAN IRIAN JAYA JAVA

ARAH KEBIJAKAN KEGIATAN FASILITASI KEWASPADAAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

LAPORAN DIREKTUR JENDERAL POLITIK DAN PEMERINTAHAN UMUM

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DESA YANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

LANGKAH-LANGKAH ANTISIPASI PEMANTAPAN STABILITAS KEAMANAN DALAM NEGERI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL. BAB

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL

GERAKAN PEMBANGUNAN DESA SEMESTA (GERAKAN DESA) BERBASIS KAWASAN UNTUK PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks Ketahanan Konflik Daerah Tertinggal Indonesia ( IKKDTI) Direktorat Pengembangan Daerah Paska Konflik Dirjen PDTu - Kemendesa

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

Daftar Daerah Tertinggal

KONDISI TEKTONIK INDONESIA

IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 34 TAHUN 2015 TENTANG

DAFTAR DAERAH AFIRMASI LPDP TAHUN 2018

Pekerjaan Sosial PB :

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

RANGKUMAN CAPAIAN TAHUN 2016 DAN RENCANA TAHUN 2017 DALAM PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pengelolaan. Pembangunan Desa. Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 DALAM KERANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PENATAAN RUANG

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perspektif Kemendes No. 3 Tahun 2015

Drs. Safrizal. ZA, M.Si Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Inovasi Daerah

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP dan Kementerian PPN/BAPPENAS

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Hak Cipta Dilindungi Undang Undang

REVIEW UPAYA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI TAHUN dan INA DRI

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

5. Peraturan Pemerintah...

SINERGI PUSAT DAERAH DALAM UU 23/2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK & FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) PROVINSI SUMATERA BARAT

I. Permasalahan yang Dihadapi

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

HASIL KESEPAKATAN MUSRENBANGNAS 2010 DAN HASIL BILATERAL PASCA-MUSRENBANGNAS 2010 ANTARA K/L DAN BAPPEDA PROVINSI KELOMPOK IV: PRIORITAS 10

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Penguatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Bencana Di Daerah Tertinggal

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

KEPALA BADAN KEPALA PELAKSANA JABATAN FUNGSIONAL SUB BAGIAN PROGRAM SUB BAGIAN KEUANGAN BIDANG KEDARURATAN DAN LOGISTIK

PENANGANAN KEDARURATAN BENCANA AKIBAT LIMBAH B3. Oleh : Yus Rizal (BNPB)

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN & STRATEGI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BIDANG KOMINFO TAHUN

Keynote Speech STRATEGI INDONESIA MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, INKLUSIF, DAN BERKEADILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA Pemikiran untuk Kabupaten Kediri

KEWENANGAN KEMENTERIAN SOSIAL DALAM VERIFIKASI DAN VALIDASI DATA KEMISKINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KHOFIFAH INDAR PARAWANSA

OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DISAMPAIKAN PADA:

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang

DisampaikanOleh : DR. MUH. MARWAN, M.Si DIRJEN BINA BANGDA. 1. Manajemen Perubahan. 4. Penataan Ketatalaksanaan. 6. Penguatan Pengawasan

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No.1553, 2014 BNPB. Pasca Bencana. Rekonstruksi. Rehabilitasi. Pedoman. PERATURAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Penanggulangan Bencana No 24/2007 Lembaran Negara No 66, 2007

Transkripsi:

PEMANFAATAN POST-CONFLICT NEED ASSESSMENT (PCNA) DAN INDEKS KETAHANAN KONFLIK (IKK) SEBAGAI INSTRUMEN PENGELOLAAN KONFLIK SOSIAL Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP (suprayoga@bappenas.go.id / yogahadi@gmail.com) Perencana Utama, Kedeputian Bidang Pengembangan Regional, Kemen PPN/BAPPENAS Rakor Sosialisasi PCNA dan IKK Direktorat Pengembangan Daerah Pasca Konflik, Ditjen Pengembangan Daerah Tertentu Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi Yogyakarta, 20 Juli 2017

KERANGKA PAPARAN 1. KONDISI DAERAH RAWAN DAN PASCA KONFLIK DI INDONESIA 2. KEBIJAKAN PENANGANAN DAERAH RAWAN DAN PASCA KONFLIK 3. PERAN KEMENDESA PDTT DALAM PENERAPAN PCNA DAN IKK 4. PERLUNYA PEDOMAN PENILAIAN KEBUTUHAN PASCA KONFLIK 5. PENTINGNYA INDEKS KETAHANAN KONFLIK DAERAH TERTINGGAL 6. PEMANFAATAN PCNA DAN IKKDTI DALAM PENGELOLAAN KONFLIK 7. REKOMENDASI TINDAK LANJUT 2

SEBARAN DAERAH RAWAN DAN PASCA KONFLIK DI INDONESIA Central Sulawesi North Maluku Maluku Konflik Horizontal Konflik Vertical Sumber: Grand Strategy Penanganan Daerah Konflik di Indonesia, Bappenas 3

SEBARAN DAERAH TERTINGGAL RAWAN KONFLIK DAERAH TERTINGGAL DAERAH TIDAK TERTINGGAL MAJU Pada periode tahun 2010-2014, 143 dari 183 Kabupaten Daerah Tertinggal dikategorikan sebagai daerah rawan dan pasca konflik Pada periode RPJMN 2015-2019, 41 dari 122 kabupaten daerah tertinggal dikategorikan sebagai Daerah rawan dan pasca konflik 4

Kejadian Konflik Kekerasan di Indonesia 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Year Number of incidents 1997 45 1998 255 1999 1266 2000 2026 2001 2914 2002 2725 2003 2242 2004 2042 2005 2399 2006 2057 2007 1902 2008 2038 2009 2136 2010 2069 2011 2205 2012 2947 2013 1695 Setelah Sumber: SNPK, 2013 www.snpk-indonesia.com

Kejadian Konflik Pemerintahan di Indonesia 350 300 250 200 150 100 50 0 19971998199920002001200220032004200520062007200820092010201120122013 Setelah Year Number of incidents 1997 0 1998 30 1999 53 2000 56 2001 60 2002 63 2003 54 2004 57 2005 158 2006 174 2007 189 2008 218 2009 151 2010 230 2011 173 2012 292 2013 166 Sumber: SNPK, 2013 www.snpk-indonesia.com

Kejadian Konflik Politik (Pilpres/Pilkada) di Indonesia 350 300 250 200 150 100 50 0 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Setelah 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Year Number of incidents 1997 0 1998 14 1999 50 2000 16 2001 17 2002 19 2003 37 2004 83 2005 95 2006 73 2007 112 2008 177 2009 239 2010 182 2011 138 2012 296 2013 136 Source: National Violence Monitoring System, 2013 www.snpk-indonesia.com

Kejadian Konflik Separatisme di Indonesia 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 1997199819992000200120022003200420052006200720082009201020112012 Setelah Awalnya, desentralisasi cenderung memicu konflik separatisme, namun selanjutnya menurun secara signifikan, terutama di Aceh setelah ditekennya MoU Helsinki di tahun 2005, sejalan dengan pemberian otonomi khusus untuk Papua dan Aceh di 2001 Year Number of incidents 1997 0 1998 31 1999 540 2000 993 2001 1888 2002 1870 2003 1482 2004 1256 2005 178 2006 16 2007 16 2008 14 2009 39 2010 31 2011 39 2012 49 2013 26 Sumber: SNPK, 2013 www.snpk-indonesia.com

Evolusi Konflik di Indonesia Tidak terkoordinasinya upaya penanganan konflik yang fokus pada pendekatan keamanan dibandingkan kesejahteraan Tumbuhnya konflik identitas dan memburuknya kesenjangan horizontal Konflik Kekerasan Komunal pada periode 1998-2004 (konflik SARA) Analisis Kontekstual Kejadian Konflik di Indonesia Tumbuhnya radikalisasi di kalangan pemuda dan menurunnya pemahaman atas kebhinekaan Pergeseran pola konflik yang kompleks, akibat kesenjangan dan tekanan proses demokratisasi Meningkatnya konflik berbasis Sumber Daya Alam (pemanfaatan ruang dan lahan) 9

Beberapa Tantangan Kritis Kemendesakan peraturan pelaksanaan UU 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial Masih lemahnya regulasi dalam pencegahan konflik dan belum adanya pemutakhiran grand strategy penanganan konflik sosial Perlunya pembinaan yang berkesinambungan atas pemahaman keberagaman, toleransi dan kohesi sosial Pemahaman atas potensi konflik berskala lokal dan perumusan respon kebijakan di tingkat nasional Keterkaitan antara konflik dan pembangunan berkelanjutan belum sepenuhnya dipahami Diperlukannya kelembagaan yang tanggap dan masyarakat yang tangguh dalam penanganan dan pencegahan konflik secara dini Diperlukannya skim dan mekanisme dialog yang mutualistik serta membangun kemitraan antar pelaku terkait Masih lemahnya kebijakan dan kegiatan pembangunan yang mendukung pencegahan dan respon dini terhadap kejadian konflik 10

Kebijakan Pemerintah terkait Penanganan Konflik Sosial 1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005 2025): Meningkatnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah NKRI dan kedaulatan negara dari ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri Tujuan Pembangunan Nasional ke 4 2. UU No 7 Tahun 2012: Penanganan Konflik Sosial, yang akan menjadi payung hukum bagi berbagai upaya penanganan konflik yang dilakukan di Indonesia pra konflik, saat konflik dan pasca konflik 3. PP nomor 2 thn 2015 tentang peraturan pelaksanaan uu no. 7 thn 2012 4. Permendagri no. 42 thn 2015 tentang koordinasi terkait penanganan konflik sosial 11

UU 7/2012 tentang PENANGANAN KONFLIK SOSIAL PP MENGENAI TINDAKAN DARURAT PENYELAMATAN DAN PERLINDUNGAN KORBAN (PSL 32 (2)) PP MENGENAI BANTUAN PENGGUNAAN KEKUATAN TNI. (PSL 34 (2)) PP MENGENAI PERAN MASY DLM PENANGANAN KONFLIK (PSL 52 (3)) PP MENGENAI PERENCANAAN, PENGANGGARAN, PENYALURAN, PENATAUSAHAAN, PELAPORAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN PENDANAAN PENANGANAN KONFLIK (PSL 58) PP NO.2 /2015 TENTANG PERATURAN PELAKS UU NO.7/2012 TTG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL SCR SUBTANSIAL MNJWB DGN TEGAS & KOMPREHENSIF KEBUTUHAN PEMPUS & PEMDA DLM PENANGANAN KONFLIK SOSIAL PENCEGAHAN KONFLIK PENGHENTIAN KONFLIK PEMULIHAN PASCA KONFLIK GUNA MENDUKUNG KELANCARAN PEMBANGUNAN NASIONAL KE DEPAN, DIPERLUKAN KOORDINASI YG BAIK ANTARA UNSUR APARATUR PEMPUS DAN PEMDA

Kebijakan Umum Penanganan Konflik Sosial Bab II Psl 4 UU No.7/2012 Pencegahan konflik Penghentian Konflik Pemulihan Pascakonflik Rekonsiliasi Rehabilitasi Rekonstruksi 13

Lingkup PENANGANAN PASCA KONFLIK sesuai PP 2/2015 1. Rekonsiliasi: Perlindungan Sosial/Peace Keeping (Psl 57, 58, 59) 2. Perundingan Secara Damai 3. Pemberian Restitusi 4. Pemaafan 5. Rehabilitasi: Pemberdayaan Sosial Sistematis/Peace Making (psl 60-61) a) pemulihan psikologis Korban Konflik dan pelindungan kelompok rentan; b) pemulihan kondisi sosial, ekonomi, budaya, keamanan, dan ketertiban; c) perbaikan dan pengembangan lingkungan dan/atau daerah perdamaian; d) penguatan relasi sosial yang adil untuk kesejahteraan masyarakat; e) penguatan kebijakan publik yang mendorong pembangunan lingkungan dan/atau daerah perdamaian berbasiskan hak masyarakat; f) pemulihan ekonomi dan hak keperdataan, serta peningkatan pelayanan pemerintahan; g) pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus; h) pemenuhan kebutuhan dan pelayanan kesehatan reproduksi bagi kelompok perempuan; i) peningkatan pelayanan kesehatan anak; dan j) pemfasilitasian serta mediasi pengembalian dan pemulihan aset Korban Konflik. 14

Lingkup PENANGANAN PASCA KONFLIK sesuai PP 2/2015 Rekonstruksi: Sustainable peace (pasal 62) a. pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik di lingkungan dan/atau daerah pascakonflik; b. pemulihan dan penyediaan akses pendidikan, kesehatan, dan mata pencaharian; c. perbaikan sarana dan prasarana umum daerah Konflik; d. perbaikan berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi; e. perbaikan dan penyediaan fasilitas pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus; f. perbaikan dan pemulihan tempat ibadah. 15

PENETAPAN DAERAH PASKA KONFLIK 2016-2019 (41 kabupaten) NO PROVINSI KABUPATEN 1 ACEH Aceh Singkil 2 JAWA TIMUR Situbondo, Bangkalan, Sampang 3 NTB Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Bima, Dompu, Sumbawa Barat 4 NTT Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Lembata, Ende, Manggarai, Manggarai Barat, Sumba Barat Daya, Nagekeo, Manggarai Timur, Malaka 5 KALBAR Sambas, Landak, Ketapang 6 SULTENG Toli Toli, Donggala, Parigi Moutong, Sigi 7 SULSEL Jeneponto 8 MALUKU Maluku Tengah, Buru, Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur 9 MALUT Halmahera Barat 10 PAPUA Merauke, Nabire, Jayawijaya, Puncak Jaya 11 PAPUA BARAT Sorong 16

Peran Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi Dalam Koordinasi Penangangan Konflik Sosial KOORDINASI PENCEGAHAN KONFLIK MENTERI, GUBERNUR DAN BUPATI/WALIKOTA MENGOORDINASIKAN SESUAI KEWENANGANNGYA A. MEMELIHARA KONDISI DAMAI DLM MASY; B. MENGEMBANGKAN SISTEM PENYELESAIAN SECARA DAMAI; C. MEREDAM POTENSI KONFLIK; DAN D. MEMBANGUN SISTEM PERINGATAN DINI. PERAN KEMENTERIAN DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI KOORDINASI PEMULIHAN PASCAKONFLIK MENTERI, GUBERNUR DAN BUPATI/WALIKOTA SESUAI KEWENANGANNYA A.KOORDINASI REKONSILIASI B.KOORDINASI REHABILITASI C.KOORDINASI REKONSTRUKSI 17

Latar Belakang PCNA 1. Salah satu kendala penting dalam pemulihan wilayah paska konflik adalah belum tersedianya instrumen yang memadahi untuk mengukur kerusakan yang ditimbulkan oleh konflik, terutama yang terkait dengan modal sosial (kerugian non-material) yang berdampak pada melemahnya ketahanan sosial dalam masyarakat. 2. Hal ini berbeda dengan bidang penanggulangan bencana alam yang telah memiliki instrumen yang cukup mapan dalam pengukuran tingkat kerugian yang disebabkan oleh terjadinya bencana alam. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengembangkan Post Disaster Need Assessment (PDNA) sebagai sebuah instrumen baku dalam menghitung tingkat kerugian suatu wilayah akibat terjadinya bencana alam. 3. Dalam PDNA ada dua instrumen pengukuran yang tersedia, yaitu Damage and Lost Assesment (DALA) untuk mengukur tingkat kerusakan dan kehilangan yang diderita suatu wilayah akibat terjadinya bencana alam dan Human Recovery Need Assessment (HRNA) yang mengukur kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk memulihkan kondisi masyarakat paska terjadinya bencana alam. 4. Dalam konteks konflik sosial, disamping instrumen PDNA (DALA dan HRNA) tersebut, sangat dibutuhkan pengukuran terhadap kerugian non-materiil dalam bentuk rusaknya modal sosial dalam berbagai bentu, seperti melemahnya relasi sosial antarmasyarakat, terjadinya segregasi sosial dalam masyarakat, rusaknya budaya yang dimiliki oleh masyarakat, trauma psikologis, luruhnya solidaritas,polarisasi, integrasi, jaringan. 5. Alat ukur yang cermat dan detil atas kerusakan modal sosial paska terjadinya konflik akan sangat membantu masyarakat dan daerah dalam memulihkan kondisi sosial kemasyarakatan, mengembalikan kondisi damai dan sekaligus mencegah berulangnya konflik. 6. Dalam konteks terjadinya konflik sosial, disamping instrument PDNA (DALA dan HRNA), pengukuran terhadap kerugian non-materiil dalam bentuk rusaknya modal sosial dalam berbagai bentuk seperti melemahnya relasi sosial antar masyarakat, terjadinya segregasi sosial dalam masyarakat, rusaknya budaya yang dimiliki oleh masyarakat, trauma psikologis, luruhnya solidaritas, polarisasi, integrasi, jaringan dll, menjadi persoalan yang sangat penting untuk dicermati dan diukur secara detil paska terjadinya konflik sosial untuk membantu masyarakat dan daerah dalam memulihkan kondisi sosial kemasyarakatan seperti sediakala, dengan menambahkan instrumen pengukuran dalam bentuk Social Recovery Need Assessment (SRNA). 18

Ringkasan PCNA 1. Post Conflict Need Assessment (PCNA) adalah suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, dan perkiraan kebutuhan, yang menjadi dasar bagi penyusunan rencana aksi pemulihan paska konflik, yang meliputi pengkajian dan penilaian kerusakan dan kerugian fisik (materiil) dan non-fisik (non-materiil). 2. PCNA sendiri terdiri dari tiga bagian utama: a. Damage and Loss Assessment (DALA) yang memberi tekanan pada aspek kerusakan yang bersifat material dan dapat dikuantifikasi. b. Human Recovery Need Assessment (HRNA) memberi tekanan pada kebutuhan manusia : akses dasar, pendapatan, kesehatan, makanan, shelter, dan perumahan. c. Social Recovery Need Assesasment (SRNA) memberi tekanan pada dampak segregasi, kohesi sosial, solidaritas, polarisasi, dsb. 3. Pengembangan instrumen SRNA setidaknya didasarkan 5 (lima) variabel yang menggambarkan jenis kerusakan sosial akibat terjadinya konflik sosial: a. Kerusakan kapasitas manusia (komunitas); b. Kerusakan kapasitas lingkungan sosial Kemasyarakatan; c. Kerusakan kapasitas peradaban/tata nilai dan budaya masyarakat; d. Kerusakan kapasitas fisik dan tata ruang; dan e. Gangguan mental individu dan masyarakat (Trauma psikososial). 4. Kelima variabel kerusakan modal sosial masyarakat tersebut menjadi sangat penting untuk diukur agar diperoleh data dan informasi yang akurat tentang bagaimana proses dan tahapan pemulihan yang perlu dilakukan (jangka pendek, menengah dan panjang) sebagai bahan pengambilan kebijakan penanganan daerah paska konflik di Indonesia. 19

Prinsip Indeks Ketahanan Konflik Daerah Tertinggal 1. IKKDT disusun untuk merespon dua gambaran situasi aktual yang terjadi saat ini: 1) situasi nasional yang meyakinkan dan situasi daerah yang menuntut diperhatikan, dan 2) Momentum kepemimpinan nasional menjadi basis legitimasi politik tersendiri bagi relevansi dan keaktualan upaya pencegahan konflik kekerasan, penguatan kapasitas dan kinerja birokrasi pemerintahan dalam rangka percepatan dan pemerataan pembangunan dan penguatan kapasitas masyarakat untuk mencegah dan mengelola konflik terutama UU No 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan Perpres No 131/2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 2019. 2. IKKDTI 2016 dirumuskan dan dihasilkan untuk memberi gambaran cepat mengenai ketahanan sekaligus kerawanan suatu daerah tertinggal terhadap konflik kekerasan, yang tersebar untuk periode 2015 2019 pada 122 kabupaten yang ditunjukkan dengan ketertinggalan dalam hal kualitas pembangunan, kualitas demokrasi dan kualitas penegakan hukum. 3. IKKDTI 2016 dibangun dari kerangka berpikir yang peka terhadap kondisi struktural daerah tertinggal dan peka terhadap konteks nasional terkini, yang tergambar dalam 3 aspek penting yakni tata kelola, kapasitas kelembagaan dan ketahanan masyarakat, yang kombinasi ketiga aspek tersebut menentukan tingkat ketahanan dan kerawanan suatu daerah terhadap konflik, sekaligus memberi informasi tentang kapasitas perdamaian. 20

Rangkuman IKKDT 2016 1. IKKDTI 2016 menggunakan 4 kategori ketahanan konflik yakni tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah, yang dimaksudkan untuk menggambarkan secara detil tingkat ketahanan suatu daerah terhadap konflik kekerasan sekaligus tingkat kerentanannya, sehingga dapat memberi gambaran prioritas daerah tertinggal yang perlu mendapat intervensi kebijakan dan program. 2. Dalam IKKDTI 2016 ini, terdapat 31 kabupaten (25,41 %) yang memiliki angka indeks tinggi atau memiliki tingkat ketahanan konflik tinggi, terdapat 44 kabupaten (36,07 %) masuk dalam kategori sedang atau memiliki tingkat ketahanan sedang, 22 kabupaten (18,03 %) dengan kategori indeks ketahanan rendah atau memiliki tingkat ketahanan rendah, dan 25 kabupaten (20,49 %) yang memiliki nilai indeks sangat rendah atau ketahanan konflik sangat rendah. 3. Pesan utama hasil IKKDTI 2016 adalah tingkat ketahanan sekaligus kerawanan daerah tertinggal terhadap konflik kekerasan, yang ditunjukkan oleh kombinasi aspek tata kelola, capaian kapasitas kelembagaan dan daya tahan masyarakat. 4. Hasil IKKDTI 2016 memberi basis empirik bagi keharusan memahami ketahanan dan kerawanan konflik kekerasan di daerah tertinggal melalui dinamika interaksi antara demokrasi, pembangunan ekonomi dan penegakan hukum-keamanan, yang ditunjukkan dengan persoalan kerentanan struktural yang terkait dengan akses kepada pelayanan publik, akuntabilitas kebijakan, dan keadilan hukum, yang menghasilkan kelompok-kelompok rentan (vulnerable groups) terhadap kekerasan kolektif baik sebagai pelaku maupun sebagai korban. 5. Dalam situasi tersebut, tata kelola kepemerintahan dapat memicu kerentanan menjadi konflik kekerasan atau sebaliknya dapat mengubah kerentanan menjadi resiliensi bagi kepentingan publik melalui partisipasi, transparansi dan akuntabilitas kebijakan, melalui Tata kelola yang peka konflik memadukan kearifan demokrasi, menjunjung tinggi keadilan sosial dan ekonomi serta mencegah rusaknya kohesi sosial. 21

REKOMENDASI TINDAK LANJUT 1. Rapat Sosialisasi PCNA dan IKKDT ini idealnya harus dilaksanakan di awal RPJMN dan segera setelah terbitnya UU 7/2012 dan Perpres 131/2015, namun diharapkan keterlambatan ini tidak mengurangi dari substansi rapat hari ini, sebagai upaya untuk memberikan pemahaman kepada Pemerintah Daerah Tertinggal yang dikategorikan rawan dan pasca konflik. 2. PCNA perlu lebih disosialisasikan di tingkat Pusat, melalui koordinasi dan konsultasi yang intensif dengan K/L terkait di Pusat, utamanya Kemenko Polhukam, Kemenko PMK (terkait SNPK), Kemendagri, BAPPENAS, BNPB, dan Kemensos, serta dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk dapat menentukan 3 hal pokok: (1) jenis data dan informasi yang akan digunakan dalam PCNA, (2) tahapan pasca konflik yang akan dinilai kebutuhannya (rekonsiliasi, rehabilitasi, rekonstruksi, serta pembangunan perdamaian); dan (3) fokus pada manfaat dan kesinambungannya dalam fasilitasi kebijakan penanganan daerah pasca konflik. 3. Fasilitasi yang diberikan harus terfokus dan prioritas pada rekonsiliasi, rehabilitasi, rekonstruksi, serta pembangunan perdamaian di tingkat masyarakat di lokasi pasca konflik, dalam rangka pemulihan infrastruktur dasar dan pengembangan potensi perdamaian yang mendukung kesinambungan pembangunan pasca konflik di tingkat daerah dan khususnya di masyarakat. 4. IKKDT perlu juga disepakati dulu di tingkat Pusat, bersama K/L terkait, untuk dapat dijadikan rujukan bersama dalam menyusun IKKDT setiap tahunnya atau dalam kerangka jangka menengah, sebagai masukan dalam penyusunan RPJMN dan termasuk RPJMD daerah tertinggal yang dikategorikan rawan dan rentan konflik. 5. Perlu adanya integrasi dan konsolidasi IKKDT dengan SNPK yang dikelola Kemenko PMK, serta dengan Tim Terpadu PKS yang dikoordinasikan Kemenko Polhukam dan Kemendagri, 22 termasuk dibangun sinergi dengan beberapa indeks terkait lainnya, seperti indeks