PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1958 TENTANG PENYERAHAN URUSAN LALU-LINTAS JALAN KEPADA DAERAH TINGKAT KE-I

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 1958 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 64 TAHUN 1958 (64/1958) Tanggal: 11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1959

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1957 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I SUMATERA BARAT, JAMBI DAN RIAU

UU 64/1958, PEMBENTUKAN DAERAH DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR *)

UU 7/1951, PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG UNDANG LALU LINTAS JALAN (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86) Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan:

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 61 TAHUN 1958 (61/1958) Tanggal: 25 JULI 1958 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN DAERAH TIDAK AMAN KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA BESAR DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA-KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) SUMATERA TENGAH. OTONOM KOTA-KECIL PEMBENTUKAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1952 TENTANG SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTERIAN-KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

MALUKU. DAERAH SWATANTARA TINGKAT I. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1958 TENTANG PENETAPAN PRESENTASE DARI PENERIMAAN BEBERAPA PAJAK NEGARA UNTUK DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1957 TENTANG PERIZINAN PELAYARAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:61 TAHUN 1958 (61/1958) Tanggal:25 JULI 1958 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1954 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:20 TAHUN 1958 (20/1958) Tanggal:17 JUNI 1958 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1964 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1959 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA KONSTITUANTE

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 1 31 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No.

Mengingat : Pasal-pasal 73, 89 dan 90 ayat 1 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1956 TENTANG PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PARA MENTERI

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 53 TAHUN 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1958 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 131 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No. 22 tahun 1948.

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 7 TAHUN 1986

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU)

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1956 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA KONSTITUANTE

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1957 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA KONSTITUANTE

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1955 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa perlu diadakan peraturan untuk menentukan penggantian kerugian bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 81 TAHUN 1958 (81/1958) Tanggal: 23 OKTOBER 1958 (JAKARTA)

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 74

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 5 TAHUN 1981 (5/1981)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1957 TENTANG DASAR-DASAR PEMILIHAN DAN PENGGANTIAN ANGGOTA-ANGGOTA DEWAN PEMERINTAH DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1958 TENTANG PERUBAHAN BATAS-BATAS WILAYAH KOTAPRAJA SALATIGA DAN DAERAH SWATANTRA TINGKAT II SEMARANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PROPINSI IRIAN BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1958 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PERJALANAN LUAR NEGERI TENAGA BANGSA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN UMUM RETRIBUSI DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1949 TENTANG LAPANG KERJA, SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN.

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERHUBUNGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1953 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1950 TENTANG PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BUAT PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1958 TENTANG PELAKSANAAN PERSETUJUAN PAMPASAN PERANG ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN JEPANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1958 TENTANG DEWAN BAHAN MAKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1948 TENTANG GAJI PEGAWAI NEGERI 1948 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG POKOK-POKOK PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NASIONALISASI PERUSAHAAN BELANDA

Tentang: PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM. PROPINSI SUMATERA TENGAH.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA; MEMUTUSKAN:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN PRESENTASI DARI BEBERAPA PENERIMAAN NEGARA UNTUK DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 69 TAHUN 1958 (69/1958) Tanggal: 9 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1958 TENTANG PENYERAHAN URUSAN LALU-LINTAS JALAN KEPADA DAERAH TINGKAT KE-I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa berhubung dengan keinginan dan hasrat daerah untuk mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri yang seluas-luasnya, pula urusan-urusan rumah-tangga daerah itu ditambah dengan kekuasaan, tugas dan kewajiban baru mengenai urusan-urusan pemberian izin untuk mempergunakan otobis umum dan mobil penumpang umum untuk pengangkutan penumpang serta Dinas Lalu-Lintas Jalan; b. Bahwa memang telah lama oleh Pemerintah Pusat dikandung maksud untuk menyerahkan urusan-urusan tersebut di atas kepada daerah tingkat ke-i dan sebagian besar dari Inspeksi-inspeksi Lalu-Lintas Jalan telah siap untuk diserahkan sehingga pelaksanaannya tidak perlu ditangguhkan lagi; c. Bahwa berdasarkan "Undang-undang Lalu-Lintas Jalan" penyerahan sebagai dimaksud dalam sub a diatas seharusnya dilakukan dengan Undang-undang. d. Bahwa pengaturan penyerahan sebagai termaksud diatas diduga akan memakan waktu yang lama jika dilakukan sebagaimana mestinya sehingga perlu ditempuh jalan lain; e. Bahwa mengingat jiwa dari "Undang-undang Lalu-Lintas Jalan" (Stbl. 1933 Nomor 86) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1951 (Lembaran-Negara tahun 1951 Nomor 42) tidak dilarang pengaturan penyerahan tersebut diatas dengan Peraturan Pemerintah dan menjelang pengaturan hal-hal tersebut diatas dengan Undang-undang. Mengingat: 1. Pasal-pasal 98 dan 131 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; 2. Pasal-pasal 31 ayat (3) "Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah 1956" (Undangundang Nomor 1 tahun 1957, Lembaran-Negara tahun 1957 Nomor 6). 3. Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) sub b serta pasal 33 ayat (1) "Undang-undang Lalu-Lintas Jalan" (Stbl. 1933 Nomor 86) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1951 (Lembaran-Negara tahun 1951 Nomor 42); 4. Pasal 70 ayat (1) dan (3) Peraturan Pemerintah Lalu-Lintas Jalan (Stbl. 1936 Nomor 451), sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1951 (Lembaran- Negara tahun 1951 Nomor 47); Mendengar: Dewan Menteri dalam rapatnya pada tanggal 24 Februari 1958. MEMUTUSKAN: 1 / 9

Menetapkan: Peraturan Pemerintah tentang penyerahan urusan Lalu-Lintas Jalan kepada Daerah tingkat ke-i. sebagai berikut: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dinas "Inspeksi Lalu-Lintas Jalan" ialah sebuah dinas vertikal dari Jawatan Lalu-Lintas Jalan (Kementerian Perhubungan) yang daerah kekuasaannya meliputi daerah tingkat ke-i. BAB II TENTANG KEKUASAAN TUGAS DAN KEWAJIBAN DAERAH 1. Tentang hal urusan "Pemberian izin untuk mempergunakan otobis umum dan mobil penumpang umum untuk pengangkutan penumpang". Pasal 2 Izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (2) sub b dan pasal 33 ayat (1) "Undang-undang Lalu-Lintas Jalan" sepanjang trayek-trayeknya seluruhnya berada didalam daerah tingkat ke-i diberikan oleh atau atas nama Dewan Pemerintah Daerah tingkat ke-i. Pasal 3 Sebelum memberikan izin Dewan yang dimaksudkan dalam pasal 2 tersebut diatas, terlebih dahulu diharuskan mendengar Panitia yang termaksud dalam pasal 44 "Undang-undang Lalu-Lintas Jalan. Pasal 4 Pemberian izin sebagai termaksud dalam pasal 2 tersebut diatas dilakukan dengan memperhatikan ketentuanketentuan yang tercantum dalam perundang-undangan lalu-lintas jalan dan pedoman-pedoman yang telah dan akan dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan. Pasal 5 Terhadap keputusan tentang pemberian, penolakan atau pencabutan suatu izin sebagai termaksud dalam pasal 2 tersebut diatas ataupun tentang perubahan peraturan perjalanan atau tarif pengangkutan yang ditetapkan dengan izin tersebut diatas, yang berkepentingan dapat memohon banking dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan yang bersangkutan diumumkan, kepada Menteri Perhubungan. Q 2. Tentang hal Organisasi Inspeksi Lalu-Lintas Jalan. 2 / 9

Pasal 6 Dinas Inspeksi Lalu-Lintas Jalan diserahkan kepada Daerah tingkat ke-i. Pasal 7 Daerah menetapkan susunan, kekuasaan, tugas dan kewajiban dari Dinas Inspeksi Lalu-Lintas Jalan sebagai dimaksud dalam pasal 6 diatas dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri Perhubungan. Pasal 8 Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebagaimana termaksud dalam pasal 70 ayat (3) "Peraturan Pemerintah Lalu-Lintas Jalan", pembayaran jumlah termaksud dalam pasal 70 ayat (1) dilakukan pada Kas Daerah tingkat ke-i, (Surat Keputusan Jawatan Lalu-Lintas Jalan kepada Menteri Perhubungan tanggal 27 Februari 1958 Nomor 000/2/17). BAB III TENTANG HAL PEGAWAI Pasal 9 (1) Dengan tidak mengurangi hak daerah untuk mengangkat pegawai daerah dimaksud dalam pasal 53 "Undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah", maka untuk menyelenggarakan kekuasaan, tugas dan kewajiban daerah mengenai urusan-urusan tersebut dalam Q I dan Q 2 diatas yang diserahkan kepada daerah, setelah mendengar pertimbangan daerah, dengan keputusan Menteri Perhubungan dapat: a. Diserahkan kepada daerah pegawai-pegawai Negeri dari Jawatan Lalu-Lintas Jalan (Kementerian Perhubungan) yang pada saat pelaksanaan penyerahan berkedudukan dalam wilayah daerah, untuk diangkat menjadi pegawai daerah, kecuali pegawai-pegawai yang dimaksudkan dalam sub b dibawah; b. Diperbantukan kepada daerah pegawai-pegawai Negeri golongan tehnis polisionil dari Jawatan Lalu-Lintas Jalan (Kementerian Perhubungan) yang menjabat pangkat P.G.P.N. 1955, golongan DD21 keatas. (2) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan yang berlaku bagi pegawai Negeri, maka dengan peraturan Menteri Perhubungan dapat diadakan ketentuan-ketentuan tentang kedudukan dan jaminan-jaminan pegawai Negeri yang diangkat menjadi pegawai daerah atau yang diperbantukan kepada daerah. (3) Penetapan dan pemindahan pegawai-pegawai Negeri yang diperbantukan kepada daerah yang dilakukan di dalam wilayah daerah, diselenggarakan oleh Dewan Pemerintah Daerah dengan memberitahukan hal itu kepada Menteri Perhubungan dan Kepala Jawatan Lalu-Lintas Jalan. (4) Pemindahan pegawai-pegawai Negeri yang diperbantukan kepada daerah-daerah lain, diselenggarakan oleh Menteri Perhubungan Kepala Jawatan Lalu-Lintas Jalan, setelah mendengar pertimbangan Dewandewan Pemerintahan Daerah-daerah yang bersangkutan, (5) Penetapan dan kenaikan pangkat pegawai Negeri yang diperbantukan, diselenggarakan oleh Menteri Perhubungan dengan memperhatikan seperlunya pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah dimana yang bersangkutan dipekerjakan. 3 / 9

(6) Kenaikan gaji berkala, pemberian istirahat, baik istirahat tahunan, istirahat besar maupun istirahat karena sakit dan sebagainya dari pegawai-pegawai Negeri yang diperbantukan, ditetapkan oleh Dewan Pemerintah Daerah menurut peraturan-peraturan yang berlaku bagi pegawai Negeri dan diberitahukan kepada Menteri Perhubungan serta Kepala Jawatan Lalu-Lintas Jalan. Pasal 10 Tentang hal tanah, bangunan, gedung dan lain-lain sebagainya yang turut diserahkan. (1) Tanah, bangunan, gedung dan barang-barang tidak bergerak lainnya yang sampai pada saat mulai dilaksanakannya penyerahan dikuasai dan telah dipergunakan untuk kepentingan penyelenggaraan urusan-urusan tersebut dalam Q I dan Q 2 di atas, oleh Jawatan Lalu-Lintas Jalan (Kementerian Perhubungan) yang menjadi urusan daerah, diserahkan kepadanya untuk dikuasai dan dipergunakan oleh daerah guna kepentingan penyelenggaraan urusan-urusan tersebut. (2) Bahan perkakas, alat perlengkapan kantor dan barang bergerak lainnya yang ada pada saat mulai dilaksanakan penyerahan dan dipergunakan untuk kepentingan penyelenggaraan urusan-urusan tersebut di atas yang menjadi urusan daerah diserahkan kepada darah untuk menjadi miliknya. (3) Hutan-piutang yang bersangkutan dengan urusan yang diserahkan kepada daerah, mulai pada saat dilakukan pelaksanaan penyerahan menjadi urusan dan tanggungan daerah, dengan ketentuan bahwa penyelesaian soal-soal yang timbul mengenai hal itu dapat diminta pada Menteri Perhubungan. Pasal 11 Tentang hal keuangan Untuk penyelenggaraan kekuasaan. tugas dan kewajiban mengenai urusan-urusan yang diserahkan kepada daerah, Kementerian Perhubungan menyerahkan kepada daerah sejumlah uang yang ditetapkan dalam keputusan Menteri Perhubungan sepanjang perbelanjaan yang dimaksud, sebelum diselenggarakan oleh daerah termasuk dalam Anggaran Belanja Kementerian Perhubungan. BAB IV KETERANGAN PENUTUP Pasal 12 (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan yang terdapat pada pasal 7 maka pelaksanaan tehnis dari ketentuan tersebut dalam pasal 6 untuk sementara waktu diselenggarakan dengan petunjuk-petunjuk Kepala Jawatan Lalu-Lintas Jalan. (2) Kesulitan-kesulitan yang timbul dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan peraturan ini diselesaikan dan diputuskan oleh Menteri Dalam Negeri dengan persetujuan Menteri Perhubungan. Pasal 13 Peraturan Pemerintah ini dinamakan: "Peraturan Pemerintah tentang Penyerahan Urusan Lalu-Lintas Jalan kepada daerah tingkat ke-i". Pasal 14 4 / 9

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 25 Maret 1958 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEKARNO MENTERI PERHUBUNGAN, Ttd. SUKARDAN MENTERI DALAM NEGERI, Ttd. SANOESI HARDJADINATA Diundangkan, Pada Tanggal 27 Maret 1958 MENTERI KEHAKIMAN, Ttd. G.A. MAENGKOM LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1958 NOMOR 28 5 / 9

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1958 TENTANG PENYERAHAN URUSAN LALU-LINTAS JALAN KEPADA DAERAH TINGKAT KE-I I. UMUM Telah lama dikandung maksud oleh Pemerintah Pusat untuk menyerahkan beberapa kekuasaan yang sekarang masih dipegangnya kepada Pemerintah Daerah tingkat ke-i khusus mengenai urusan-urusan dalam bidang lalu-lintas jalan, persiapan-persiapan telah dimulai sejak permulaan tahun 1954. Usahausaha kearah ini dimulai dengan menyempurnakan susunan dan organisasi Inspeksi Lalu-lintas Jalan sehingga, bila sewaktu-waktu diserahkan sudah dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Pada dewasa ini sebagian besar dari Inspeksi Lalu-lintas Jalan yang ada telah siap untuk diserahkan. Penyerahan yang sesempurna-sempurnanya sesungguhnya harus dilakukan dengan mengubah dan menambah Undang-undang Lalu-lintas Jalan yang kini berlaku, tetapi mengingat akan sukarnya mempergunakan Undang-undang tersebut, yang induknya berbahasa Belanda dan telah mengalami beberapa perubahan dan tambahan dengan Undang-undang tahun 1951 Nomor 7, maka Pemerintah berpendapat, bahwa untuk mempercepat penyerahan tersebut dapat ditempuh jalan lain ialah melalui sebuah Peraturan Pemerintah. Seperti di atas telah dikemukakan memang seyogyanya penyerahan yang dimaksud itu dilakukan dengan Undang-undang, oleh karena kewenangan-kewenangan yang diserahkan itu diatur dalam Undangundang pula, dimana tidak dinyatakan kemungkinan penyerahannya kepada instansi-instansi di daerah. Tetapi sementara itu tidak ada pula larangan yang tegas terhadap penyerahan kewenangan tadi, sedangkan hal ini kecuali merupakan kehendak Pemerintah Pusat sendiri adalah pula keinginan umum yang sangat kuat dan mendesak, terutama di daerah-daerah. Usaha untuk membuat Undang-undang Lalu-lintas Jalan yang baru dalam bahasa Indonesia, untuk mengganti Peraturan Pemerintah ini dan untuk menyesuaikannya dengan kemajuan tehnik dan perkembangan keadaan pada dewasa ini sedang giat dilaksanakan dan untuk menunggu selesainya serta dapat berlakunya Undang-undang tersebut diduga akan memakan waktu lama. Atas dasar-dasar termaksud di atas maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah ini, yang nanti pada waktunya akan dicabut untuk digantikan dengan Undang-undang Lalu-lintas Jalan yang baru. Dengan demikian maka Peraturan Pemerintah ini akan hanya bersifat sementara sekedar untuk merealisasikan hasrat Pemerintah untuk menyerahkan kekuasaan-kekuasaan tersebut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Ketentuan ini perlu dicantumkan untuk memberikan penegasan berhubung dengan ketentuan pasal 6. Pasal 2 Dalam pasal ini dengan jelas diterangkan bahwa izin yang dapat diberikan oleh atau atas nama Dewan 6 / 9

Pemerintah Daerah tingkat ke-i ialah izin untuk melayani trayek atau trayek-trayek yang berada di dalam wilayah daerah tersebut juga termasuk dalam ketentuan ini izin-izin untuk melayani trayek-trayek yang hanya berada dalam wilayah daerah tingkat ke-ii. Izin-izin untuk melayani trayek-trayek yang berada dalam perbatasan daerah kotapraja tetap menjadi kewenangan Dewan Pemerintah Daerah tersebut untuk memberikannya sebagaimana ditetapkan dalam pasal 31 ayat (2) sub a. Undang-undang Lalu-lintas Jalan sedang untuk trayek-trayek yang meliputi lebih dan satu daerah tingkat ke-i izin-izin untuk melayaninya diberikan oleh Menteri Perhubungan. Pasal 3 Maksud dari keharusan mendengar Panitia Pengangkutan Daerah ialah agar permohonan tersebut dapat pula dibahas oleh para anggota-anggotanya yang meliputi wakil-wakil dari golongan-golongan yang mempunyai hubungan rapat dengan soal pengangkutan di darat ialah wakil-wakil dari Pamongpraja, Jawatan Kereta Api, Jawatan Pekerjaan Umum, Inspeksi Lalu-lintas Jalan, Dewan Ekonomi, Perserikatan pengusaha otobis dan truck dan sebagainya yang masing-masing dapat mengemukakan pendapat-pendapatnya ditilik dari sudut kepentingan mereka. Kepala Inspeksi Lalu-lintas Jalan dalam pada itu memberikan pendapatnya terutama dilihat dari segi tehnis, apakah pemberian izin tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (2) Undang-undang. Lalu-lintas Jalan. Pasal 4 Ketentuan-ketentuan ini perlu dicantumkan agar dapat dicapai keseragaman dalam soal pemberian izin, baik mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi, maupun kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada pemohon yang bersangkutan. Malahan perlu pula ada keseragaman dalam cara-cara mengajukan permohonan izin. Ketentuan yang dimaksudkan di atas dapat kita jumpai dalam "Undang-undang Lalu-lintas Jalan", "Peraturan Pemerintah Lalu-lintas Jalan", dan "Penetapan Lalu-lintas Jalan - Perhubungan" (penetapan Directeur van Verkeer en Waterstaat tanggal 26 September 1936 Nomor W. 1/9/2, Tambahan Lembaran-Negara Nomor 13699, seperti diubah dan ditambah terakhir dengan penetapan Menteri Perhubungan tanggal 1 Juli 1951 Nomor 2441/Ment., Tambahan Lembaran-Negara Nomor 144). Selanjutnya "Pedoman-pedoman untuk pelaksanaan perizinan otobis" yang dikeluarkan dengan surat keputusan Menteri Perhubungan Nomor L 1/2/6 tanggal 21 Agustus 1952 sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan surat keputusan Nomor L I/ l/5 tanggal 1 Januari 1957, memuat pula beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan. Pasal 5 Sebagaimana instansi pembanding dalam hal ini ditunjuk Menteri Perhubungan. Sesuai dengan pasal 37 ayat (2) "Undang-undang Lalu-lintas Jalan" maka keputusan dan perubahan-perubahan yang dimaksud dalam pasal ini harus diumumkan dengan cara sebagaimana ditentukan dalam pasal 89 "Peraturan Pemerintah Lalu-lintas Jalan" Jumlah biaya untuk menutup ongkos pengumuman ini yang keseluruhannya dibebankan pada pemohon yang bersangkutan ditetapkan dalam pasal 17 ayat d. Pedoman-pedoman untuk pelaksanaan perizinan otobis" diatas. Pasal 6 Sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan umum, adalah menjadi tujuan Pemerintah Pusat untuk dalam waktu sesingkat-singkatnya menyerahkan urusan lalu-lintas tersebut kepada daerah tingkat ke-i. 7 / 9

Walaupun susunan organisasi Inspeksi Lalu-lintas Jalan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, belum dapat disusun secara formal, namun organisasi sebagian besar dari Inspeksi Lalu-lintas Jalan yang ada sudah sedemikian rupa teraturnya, hingga menjelang penyusunan organisasi Inspeksi tersebut sudah dapat diselenggarakan penyerahannya kepada daerah tingkat ke-i yang bersangkutan. Hal ini akan dapat dilaksanakan dengan petunjuk-petunjuk Kepala Jawatan Lalu-lintas Jalan. Pasal 7 Sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan umum, adalah menjadi tujuan Pemerintah Pusat untuk dalam waktu sesingkat-singkatnya menyerahkan urusan lalu-lintas tersebut kepada daerah tingkat ke-i. Walaupun susunan organisasi Inspeksi Lalu-lintas Jalan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, belum dapat disusun secara formal, namun organisasi sebagian besar dari Inspeksi Lalu-lintas Jalan yang ada sudah sedemikian rupa teraturnya, hingga menjelang penyusunan organisasi Inspeksi tersebut sudah dapat diselenggarakan penyerahannya kepada daerah tingkat ke-i yang bersangkutan. Hal ini akan dapat dilaksanakan dengan petunjuk-petunjuk Kepala Jawatan Lalu-lintas Jalan. Pasal 8 Sebagaimana tersebut dalam pasal 70 ayat 3, "Peraturan Pemerintah Lalu-lintas Jalan" maka pembayaran penggantian kerugian pengujian' dilakukan pada kantor-kantor Pemerintah yang ditunjuk untuk kepentingan ini. Dengan diserahkannya organisasi mana termasuk juga dinas pengujian kendaraan bermotor, kepada daerah tingkat ke-i, maka sudah selayaknya penerimaan-penerimaan ini menjadi hak daerah tingkat ke-i, oleh karena mana pembayaran jumlah tersebut harus dilakukan pada kas-kas daerah tingkat ke-i. Untuk memelihara keseragaman dalam bentuk dan warnanya yang pada waktu ini telah terdapat diseluruh Indonesia, hal mana sangat memudahkan dalam soal pengawasannya, maka pembikinan tanda-tanda pengesahan tetap diselenggarakan oleh Jawatan Lalu-lintas Jalan. Sebagaimana dikemukakan dalam pasal 60 ayat 1 "Penetapan Lalu-lintas Jalan - Perhubungan" bentuk dan warna tanda-tanda pengesahan tersebut ditetapkan setiap tahun. Atas permintaan daerah dapat diserahkan jumlah tanda-tanda yang diperlukan dengan memperhatikan hargaharganya. Pasal 9 Kementerian Perhubungan/Jawatan Lalu-lintas Jalan menganggap perlu untuk tidak menyerahkan seluruh pegawai Inspeksi Lalu-lintas Jalan. Terutama mengenai pegawai-pegawai tehnis polisionil, yang oleh karena sifat pekerjaannya dianggap sebaiknya untuk tidak terlalu lama berada di suatu daerah, Kementerian Perhubungan/Jawatan Lalu-lintas Jalan memandang perlu untuk hanya memperbantukannya kepada daerah. Hal ini memungkinkan Menteri Perhubungan/Jawatan Lalu-lintas Jalan untuk memindahkan mereka kelain-lain daerah. Dengan mengingat gaji mereka, maka untuk tidak menyukarkan kehidupan pegawai-pegawai tersebut sebagai akibat pemindahan, maka hanya pegawai-pegawai yang berpangkat P.G.P.N. 1955, golongan DD2/I keatas sajalah yang diputuskan untuk diperbantukan kepada daerah. Selanjutnya untuk menghindari kesulitan-kesulitan yang mungkin timbul perlu pula ditentukan batas-batas kewenangan yang dimiliki oleh daerah terhadap pegawai-pegawai yang diperbantukan di atas. Pasal 10 8 / 9

Tidak perlu penjelasan. Tidak perlu penjelasan. Pasal 11 Ayat (1) lihat penjelasan pasal 6 dan 7. Ayat (2) tidak perlu penjelasan. Pasal 12 Tidak perlu penjelasan. Pasal 13 Tidak perlu penjelasan. Termasuk Lembaran-Negara No. 28 tahun 1958. Pasal 14 Diketahui, MENTERI KEHAKIMAN, Ttd G.A. MAENGKOM. 9 / 9