BAB I PENDAHULUAN. pokok manusia. Pendidikan tidak diperoleh begitu saja dalam waktu yang singkat,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pendidikan memiliki peranan penting dalam mempersiapkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. dari luar siswa atau faktor dari lingkungan (Sudjana, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dan mendapat perhatian penting di Indonesia saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kecantikan merupakan bagian terpenting dari gaya hidup wanita. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan meningkatkan mutu kehidupan setiap individu. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakekatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi, dalam

dikelola oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Mengengah Kejuruan.

BAB I PENDAHULUAN. menengah sesuai dengan kompetensi dalam program studi yang dipilih.

BAB I PENDAHULUAN. bagi siswa secara optimal, sedangkan belajar merupakan suatu proses perubahan,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bangsa Indonesia yang termuat dalam undang undang dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi (TIK) yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Banyak perhatian khusus diarahkan kepada perkembangan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. yang lain mempunyai tingkatan dan nilai yang berbeda-beda. Kecantikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. didalam menyiapkan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan yang lebih baik. Melalui pendidikan manusia dapat menemukan halhal

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya kosmetik yang tersedia. Spesifikasi produk kosmetik juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pendidikan formal di sekolah memiliki peranan penting dalam mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berpengetahuan, serta manusia terdidik (Hamzah, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. negara. Melalui pendidikan sebuah negara dapat meningkatkan dan

BAB I PENDAHULUAN. UU RI No. 20 Tahun 2003 SISDIKNAS Bab II Pasal 3 yaitu :Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk aktif terlebih mental maupun emosional (Gandi, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang diinginkan setiap orang. Hal ini harus melakukan berbagai upaya

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dalam keindahan dan keserasian berbusana, cara komunikasi, kecantikan

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai individu maupun sebagai warga negara. Upaya yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. belajar mengajar merupakan kegiatan utama dalam proses pendidikan di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. pendidikan menengah, beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaku pembangunan pendidikan berupaya untuk menaikkan derajat mutu

BAB I PENDAHULUAN. dan sesuai pula dengan situasi lingkungan yang tersedia. Sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. belajar yang dicapai siswa dapat memenuhi kriteria pencapaian tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. bercitarasa tinggi, serta teknik penyajiannya yang benar. Dan Sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor penting bagi kelangsungan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Besar. Proses pembelajaran yang dilakukan selama ini masih monoton dan

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa terletak sepenuhnya pada kemampuan anak didik dalam mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dalam mengembangkan suatu ilmu. Pendidikan di Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. atas penguasaan terhadap sesuatu yang dipelajari. Untuk mengukur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan bagian integral dalam perubahan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. tetapi siswa harus berperan aktif mencari sumber-sumber lain supaya tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan Sumber Daya Manusia, pemerintah. pembangunan pendidikan, karena pendidikan merupakan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. adalah kegiatan proses pembelajaran. Kegiatan proses pembelajaran akan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pendidikan tidak lepas dari masalah pembelajaran, karena

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan yang membangun, mempertimbangkan informasi-informasi baru

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu mengatasi berbagai problema kehidupan yang dihadapinya.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum istilah sains memiliki arti kumpulan pengetahuan yang tersusun

BAB 1 PENDAHULUAN. dimilikinya. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hi

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan dan tidak dapat berfungsi maksimal dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas ditengah tengah kehidupan masyarakat.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Joice & Weil dalam Rusman (2012: 133), model pembelajaran adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tampil cantik merupakan dambaan setiap orang terlebih lagi kaum wanita.

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar). Dalam arti yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. dalam membentuk nilai, sikap, dan perilaku. Pendidikan akan membawa

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi salah satu materi yang dianggap penting. Bahkan di Perguruan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Guru pedidikan jasmani merealisasikan tujuannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup yang lebih baik. Agar dapat memiliki kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu instansi atau lembaga pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

yang memiliki Visi dan Misi yang berisikan ; Visi : mewujudkan SMK Negeri 8

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. dan terampil untuk melaksanakan proses belajar mengajar di dalam kelas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Visi pendidikan nasional Indonesia adalah mewujudkan sistem

I. PENDAHULUAN. diperlukan penguasaan matematika sejak dini. Oleh karena itu, selayaknya mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

BAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang mampu bersaing di dunia internasional.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

BAB I PENDAHULUAN. dengan siswa dapat memahami dan mengerti maksud pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Guru merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya menanamkan pendidikan kepada seseorang diselenggarakan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi dewasa

I. PENDAHULUAN. Bab I ini membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ENDAH NENI MASTUTI A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tata boga adalah pengetahuan di bidang boga (seni mengolah masakan)

BAB I PENDAHULUAN. itu, untuk menciptakan sumber daya manusia yang kreatif, inovatif dan produktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era globalisasi yang semakin berkembang menuntut adanya

BAB I PENDAHULUAN. bermutu adalah pelaksanaan proses pembelajaran oleh guru yang prosesional yang

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan kebutuhan aktifitas atau peran, bahkan profesi tertentu. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang bertanggung jawab terhadap penyediaan Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR IPS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW PADA SISWA KELAS VII-A SMP NEGERI 1 LUBUK PAKAM

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter. oleh sebab itu pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. aktif mengembangkan potensi didalam dirinya.

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI POKOK BAHASAN STRUKTUR DAN FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini sedang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan cara untuk memenuhi dan meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. mutu peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan hasil belajar siswa.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Pendidikan tidak diperoleh begitu saja dalam waktu yang singkat, namun memerlukan suatu proses sehingga menimbulkan hasil atau efek yang sesuai dengan proses yang dilalui, oleh karena itu pendidikan hendaknya dikelola baik secara kualitas maupun kuantitas. Pendidikan juga merupakan upaya manusia untuk memperluas pengetahuan dalam rangka membentuk nilai, sikap, dan perilaku. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan bukanlah suatu hal yang mudah dilaksanakan karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi misalnya : (1) pemahaman siswa dalam menguasai pokok bahasan yang diberikan, (2) guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengajar seperti pendekatan atau model-model pembelajaran yang diberikan. Dengan demikian siswa diharapkan dapat meningkatkan keterlibatannya dalam kegiatan belajar mengajar dan tentunya dapat meningkatkan pemahamannya sendiri terhadap pokok bahasan. Oleh karena itu pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara yaitu untuk menciptakan masyarakat yang cerdas dan pintar. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan salah satu sekolah yang berada pada Tingkat Pendidikan Menengah Atas. Pendidikan Menengah Atas diselenggarakan untuk melanjutkan dan meneruskan Pendidikan Dasar serta 1

menyiapkan siswa menjadi anggota masyarakat yang memilliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja. Demikian halnya Sekolah SMK Negeri 3 Pematangsiantar sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bergerak di bidang kejuruan berupaya untuk mencapai pendekatan antara pendidikan dengan dunia kerja. SMK Negeri 3 Pematangsiantar memiliki lima (5)Program Keahlian yaitu: Tata Busana, Tata Kecantikan, Tata Boga, Perhotelan dan Rancangan Perangkat Lunak. Program keahlian Tata Kecantikan memiliki kompetensi yang harus dapat dicapai oleh setiap siswa, salah satu diantaranya adalah memahami kosmetika, dan di dalamnya terdapat beberapa sub kompetensi diantaranya yaitu mendeksripsikan produk kosmetik kecantikan kulit dan membedakan fungsi berbagai produk kecantikan kulit. Melalui sub kompetensi ini diharapkan agar siswa mampu dan terampil dalam memahami kosmetika tradisional yang dapat digunakan untuk perawatan wajah dan rambut. Kosmetika Tradisional adalah kosmetika yang terdiri dari bahan-bahan yang berasal dari alam dan diolah secara tradisional (Kustanti, 2008). Salah satu unsur yang paling penting dalam mempelajari kosmetika tradisional ini adalah agar siswa mengetahui bahwa banyak sekali bahan-bahan yang berasal dari alam baik itu buah, biji, daun, dan bunga yang dapat diolah menjadi kosmetik yang dapat digunakan untuk berbagai perawatan. Perawatan yang dimaksud adalah perawatan wajah, rambut, tubuh dan kuku. Karena kosmetik tradisional ini sudah ada sejak zaman dahulu dan sudah menjadi resep 2

turun temurun dari nenek moyang misalnya; minyak kelapa dan minyak kemiri yang berguna untuk melebatkan dan menghitamkan rambut. Selain itu kosmetik tradisional tidak mempunyai efek yang negative untuk kulit kepala dan rambut serta wajah, karena bahan yang digunakan tidak ada campuran kimiawi. Proses pembelajaran merupakan salah satu proses perubahan yang terjadi di dalam diri manusia yang melibatkan seluruh aspek baik secara fisik maupun psikis. Sebagai perancang pengajaran (manager of instruction), seorang guru akan berperan mengelola seluruh proses pembelajaran dengan menciptakan kondisikondisi belajar sedemikian rupa sehingga setiap anak dapat belajar secara efektif dan efisien (Surya, 2008). Sering sekali guru hanya sebagai pemberi informasi dan pembelajaran diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami dan menghubungkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari anak didik sehingga anak didik kurang memahami pembelajaran bahkan siswa sering lupa dengan apa yang mereka pelajari. Menurut Djamarah (2010) faktor yang mempengaruhi lemahnya proses pembelajaran adalah model pembelajaran. Model pembelajaran dalam kegiatan proses pembelajaran merupakan hal yang penting dalam mencapai keefektifan pembelajaran siswa, pemakaian model pembelajaran harus dilandaskan pada pertimbangan untuk menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang tidak hanya menerima apa saja yang disampaikan guru tetapi guru harus menempatkan siswa sebagai insan yang memiliki pengalaman pengetahuan, keinginan dan pikiran yang dapat dimanfaatkan untuk belajar dalam kehidupan sehari-hari siswa. Oleh sebab itu peneliti menyadari 3

bahwa model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 06 Mei 2013 dengan ibu Doni Pardede selaku guru bidang studi mata pelajaran Kosmetika Kecantikan di SMK Negeri 3 Pematangsiantar menyatakan bahwa sebagian besar guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Pada umumnya proses model pembelajaran di sekolah yang berlangsung hanya berorientasi pada pemahaman bahan-bahan pelajaran dan interaksi belajar mengajar yang berjalan secara searah. Dilain pihak siswa hanya menyimak dan mendengarkan informasi atau pengetahuan yang diberikan guru. Ini menjadikan kondisi yang tidak proporsional. Guru sangat aktif, tetapi sebaliknya siswa menjadi pasif dan tidak kreatif. Selama ini siswa hanya diperlakukan sebagai obyek sehingga siswa kurang dapat mengembangkan potensinya. Salah satu indikator untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam mengajar di kelas adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa ini diukur selama proses belajar mengajar berlangsung di kelas. Ujian semester, tugas dan tingkat kehadiran merupakan cara untuk menentukan nilai yang telah disepakati oleh guru dan pihak sekolah melalui rapat dewan guru. Masalah utama dalam pembelajaran kosmetika kecantikan adalah tugas yang diberikan kepada siswa sering kali tidak selesai tepat pada waktunya dan kurang memahami kosmetika kecantikan yang diakibatkan kurang telitinya siswa dalam teori sehingga pokok bahasan dalam satu semester tidak dapat tercapai yang bermuara pada hasil belajar yang kurang memuaskan. Faktor-faktor yang menyebabkan tugas siswa tidak tepat pada 4

waktunya adalah cara belajar siswa yang kurang baik. Adapun penyebab cara belajar siswa yang kurang baik karena model belajar, minat dan interaksi antara guru dan siswa masih kurang baik. Standart penilaian di SMK Negeri 3 Pematangsiantar dapat dikatakan lulus/tuntas apabila mencapai nila >70. Berdasarkan hasil observasi awal menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas XI SMK Negeri 3 Pematangsiantar yang diperoleh dari lembar penilaian khususnya mata pelajaran kosmetika kecantikan pada tahun 2010/2011 siswa yang memperoleh nilai 9,00-10 (sangat baik) tidak ada, nilai 8,00-8,90 (baik) sebanyak 7 orang, nilai 7,1 7,90 (cukup) sebanyak 5 orang dan nilai <70 (rendah) sebanyak 23 orang. Pada tahun 2011/2013 siswa yang memperoleh nilai 9,00-10 (sangat baik) tidak ada, nilai 8,00-8,90 (baik) sebanyak 5 orang, nilai 7,1 7,90 (cukup) sebanyak 8 orang dan nilai <70 (rendah) sebanyak 24 orang, sedangkan pada tahun 2012/2013 siswa yang memperoleh nilai 9,00-10 (sangat baik) sebanyak 2 orang, nilai 8,00-8,90 (baik) sebanyak 10 orang, nilai 7,1 7,90 (cukup) sebanyak 6 orang dan nilai <70 (rendah) sebanyak 17 orang. Dari data di atas, dapat disimpulkan nilai yang diperoleh siswa belum mencapai standart yang telah ditentukan. Menurut Mulyasa (2004) Bahwa berdasarkan teori belajar tuntas, maka seorang siswa dipandang tuntas belajar jika mampu menyelesaikan menguasai kompetensi atau mencapai tujuan minimal 65% dari seluruh tujuan. Sedangkan keberhasilan kelas dilihat dari jumlah siswa yang mampu menyelesaikan atau mencapai nilai minimal 7,20 dan sekurangsekurangnya 85% siswa dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut. Salah satu usaha untuk mengatasi rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran 5

kosmetika tradisional yaitu diperlukannya pembaharuan dalam model pembelajaran yang bervariasi yaitu dengan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Model pemebelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil, seperti yang diungkapkan Lie (1993), bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam model pembelajaran kooperatif jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat, dan mengelolah informasi yang di dapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya (Rusman, 2008). Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat mendorong dan mengembangkan kerjasama antara siswa dan membangun rasa hormat antara siswa yang pintar dengan yang lemah, menekankan pentingnya belajar kolektif, meningkatkan keterampilan berkomunikasi siswa, menukar ide dan melihat bahwa mereka dapat belajar dari yang satu dengan yang lain dan saling membantu serta meningkatkan percaya diri siswa dan meningkatkan penerimaan mereka terhadap perbedaan individual. (Ansari,2008) 6

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Kosmetika Kecantikan Kelas XI Tata kecantikan SMK Negeri 3 Pematangsiantar B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah tingkat pendidikan mulai dari yang tertinggi hingga yang terendah saat ini? 2. Bagaimana proses pembelajaran Kosmetika Tradisional siswa Kelas XI Tata Kecantikan di SMK Negeri 3 Pematang Siantar? 3. Bagaimana upaya yang telah dilakukan guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa Kelas XI Tata Kecantikan di SMK Negeri 3 Pematang Siantar? 4. Apakah guru sudah menggunakan metode yang bervariasi pada proses pembelajaran? 5. Faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan hasil belajar siswa kelas XI Tata Kecantikan rendah di SMK Negeri 3 Pematang Siantar? 6. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran kosmetika kecantikan? 7

7. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kosmetika kecantikan? C. Pembatasan Masalah Mengatasi keterbatasan penulis, maka penulis membatasi masalah penelitian ini sebagai berikut : a. Tingkat Kecenderungan hasil belajar Kosmetika Kecantikan dengan menggunakan model pembelajaraan kooperatif tipe jigsaw pada siswa tingkat XI SMK Negeri 3 Pematangsiantar. b. Tingkat kecenderungan hasil belajar kosmetika kecantikan dengan menggunakan model konvensional pada siswa tingkat XI SMK Negeri 3 Pematangsiantar. c. Pengaruh hasil belajar Kosmetika Kecantikan dengan menggunakan model pembelajaraan kooperatif tipe jigsaw dengan model konvensional pada siswa tingkat XI SMK Negeri 3 Pematangsiantar. d. Pemahaman siswa tingkat XI terhadap Kosmetika tradisional yang berasal dari tumbuhan dari akar, batang, daun, bunga, buah, biji dan umbi di SMK Negeri 3 Pematangsiantar. D. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 8

1. Bagaimana tingkat Kecenderungan hasil belajar Kosmetika Kecantikan dengan menggunakan model pembelajaraan kooperatif tipe jigsaw pada siswa tingkat XI SMK Negeri 3 Pematangsiantar. 2. Bagaimana tingkat kecenderungan hasil belajar kosmetika kecantikan dengan menggunakan model konvensional pada siswa tingkat XI SMK Negeri 3 Pematangsiantar. 3. Sejauhmana pengaruh hasil belajar Kosmetika Kecantikan dengan menggunakan model pembelajaraan kooperatif tipe jigsaw dengan model konvensional pada siswa tingkat XI SMK Negeri 3 Pematangsiantar. E. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui tingkat Kecenderungan hasil belajar Kosmetika Kecantikan dengan menggunakan model pembelajaraan kooperatif tipe jigsaw pada siswa tingkat XI SMK Negeri 3 Pematang Siantar. 2. Untuk mengetahui tingkat kecenderungan hasil belajar kosmetika kecantikan dengan menggunakan model konvensional pada siswa tingkat XI SMK Negeri 3 Pematang Siantar. 3. Untuk mengetahui sejauhmana pengaruh hasil belajar Kosmetika Kecantikan dengan menggunakan model pembelajaraan kooperatif tipe jigsaw dan model konvensional pada siswa tingkat XI SMK Negeri 3 Pematang Siantar. 9

F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, siswa dapat lebih mudah memahami materi yang diajarkan, selain itu dapat melatih siswa untuk lebih aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran, serta tanggap terhadap informasi situasi yang terjadi. b. Dengan dilaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, guru lebih dapat mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi yang dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas. c. Memberikan informasi kepada guru atau calon guru kosmetika kecantikan dalam menentukan metode pembelajaran yang tepat sehingga dapat dijadikan alternatif lain yang dapat meningkatkan hasil belajar kosmetika kecantikan siswa. d. Bagi sekolah yang bersangkutan agar dapat dijadikan perhatian bahwa seorang guru hendaknya mampu mengembangkan dan menerapkan model pembelajaran yang variatif dan berkreasi, agar tidak monoton dalam proses pembelajaran. 10