KREDIT UNTUK KONSERVASI TANAH DAN PENGEMBANGAN USAHATANI LAHAN KERING Dl BAGIAN HULU DAERAH ALIRAN SUNGAI CITANDUY JEN TATUH FAKULTAS PASCASAR JANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1986
RINGKASAN TATUH, JEN. Kredit untuk Konservasi Tanah dan Pengembangan Usahatani Lahan Kering di bagian Hulu Daerah Aliran Sungai Citanduy. (Di bawah bimbingan BUNGARAN SARAGIH selaku Ketua, IRLAN SOEJONO, KUNTJORO, Anggota). dan AUNUDDIN, selaku Petani dalam melaksanakan konservasi tanah membutuhkan tambahan dana untuk membiayai tarnbahan input yang diperlukan untuk melaksanakan investasi dan operasi usahatani. Sisa dana petani yang berasal dari kegiatan produksi sebelum penerapan konservasi tanah, sulit diharapkan untuk memenuhi kebutuhan dana yang meningkat. Dalam ha1 ini, penyediaan kredit merupakan salah satu alternatif untuk menyalurkan dukungan dana dari luar usahatani. Penelitian ini dilaksanakan untuk : (i) Menganalisa kelayakan finansial dari investasi dalam penerapan konservasi tanah, dalam kontek pengentbangan usahatani lahan kering. (ii) Menganalisa kemampuan investasi untuk mengembalikan 4,*;,,~<.,%< pinjaman. (iii) Menganalisa jangka waktu pengembalian pinjaman, dan taksiran besar pinjaman yang sesuai dengan kelnampuan mengembalikan pinjaman. (iv) Menganalisa prospek peningkatan pendapatan petani melalui investasi dalam penerapan konservasi tanah yang ditunjang dengan kredit, clan menganalisa likuiditas (creditworthiness) petani. Dua metodeanalisis yang digunakan ialah Analisis.I Investasi Usahatani (Farm Invest nalysis) dan Analisis Arus Dana (Fund Flow Analysis). ia-kriteria dan \b
aturan dalam analisis tujuan-tujuan penelitjan adalah sebagai berikut. (i) Investasi dalam penerapan konservasi tanah dinyatakan layak apabila NPV dan FRR yang dihitung atas Kenaikan Manfaat Bersih (incremental cash flow), berturut-turut, lebih besar daripada atau sama dengan nol, dan lebih besar daripada atau sama dengan suku bunga pinjaman (r=24 persen; merupaknn "cut-off rate"). (ij) Investasi dinyatakan memiliki kemampuan untuk mengembalikan pinjaman jika FRR yang dihitung atas Sisa Tunai lebih besar daripada atau sama dengan suku bunga pinjaman. Sisa Tunai adalah bagian dari penerimaan tunai setelah dikurangi biaya operasi dan konsumsi tunai. (iii) Petani memerlukan pinjaman jangka menengah atau jangka panjang j ika jangka waktu yang diperlukan untuk mencapai NPV atas Sisa Tunai sama dengan nol, pada tingkat diskonto sama dengan suku bunga pinjaman, lebih daripada 1 tahun. Pinjaman cukup untuk jangka pendek jika -jangka waktu yang diperlukan kurang daripada atau sar!ct dengail 1 tahun. Taksiran besar pinjaman dilakukan dengan menggunakan formala berikut: (Pinjaman) = (Sisa Tu~lai).~-~ - (Nilai input tunai) t - (Pengembalian p'injao~an) t, di niana - t menunjukkan tahun (t = 1, 2,... T) Selama ruas kanan dari formula menunjukkan keadaarl defisj.::, pinjaman diperlukan, clan besarnya sama dengan nilai mutlak dari hasil perhitungan defisit. (iv) Investasi dan penggunaan kredit dikatakan memiliki prospek untuk menaikkan pendapatan petani jika
Kenaikan Manfaat Bersih ('net benefit increase") lebih besar daripada nol. Petani dikatakan memiliki kemampuan likuiditas jika Arus Dana Bersih, dan "debt-service coverage ratio", berturut-turut lebih besar daripada nol, dan lebih besar daripada satu. Unit analisis ialah cabang usaha pada lahan kering dimana diterapkan metode konservasi tanah yang dianjurkan. Unit analisis digolongknn menurut pola-pola investasi sebagai berikut. Pola I-P: investasi pada lahan berteras bangku menurut praktek yang sesungguhnya berlaku di lapang. Pola 1-0: sama dengan Pola I-P, dengan perlakuan penggunaan input optimum. Pola 11-P: investasi dalam pengembangan agroforestry, di mana jumlah dan komposisi tanaman sesuai dengan praktek yang sesungguhnya berlaku di lapang. Tingkat penggunaan input sesuai dengan anjuran, dan proyeksi tingkat produksi tanaman dan ternak didasarkan pada kenyataan di lapang dan hasil -hasil percobaan. Pola 11-R: inves tasi dalam pengembangan agroforestry, di mana komposisi tanaman sesuai keadaan di lapang. Jumlah tanarnan dijarangkan, sehingga memungkinkan perluasan tanaman lamtoro dan tanaluan rumput sesuai anjuran. Tingkat penggunaan input dan tingkat produksi sama dengan Pola 11-P. Analisis didasarkan pada data lapang yang diperoleh melalui wawancara petani contoh. Data yang dikumpulkan mencakup peristiwa dalam kurun waktu satu tahun, yaitu Agustas 1984 hingga Juli 1985. Petani contoh dipilih dengan
metode "Proporsionate stratified random sampling". Data juga diambil dari petani contoh yang tidak menerapkan metode konservasi tanah, yaitu untuk pembandingan dalam analisis kelayakan investasi. Ringkasan hasil analisis adalah sebagai berikut. Pertama, dalam jangka waktu 5 tahun investasi pada lahan berteras bangku (Pola I-P dan 1-0) mencapai FRR> 24 persen, dan NPV rata-rata Rp 185.5 ribu per hektar. Dalam jangka waktu yang sama, investasi dalam pengembangan agroforestry Pola 11-R juga mencapai FRR >24 persen, dan rata-rata NPV Rp 58.1 ribu per hektar. Investasi Pola 11-P mencapai FRR > 24 persen dan NPV> 0 pada sekitar tahun ke-7. Di dalam ha1 ini Pola 11-R lebih unggul daripada Pola 11-P, karena penerimaan atas investasi lebih cepat diraih (melalui hasil tanaman Lamtoro dan hasil ternak). Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa investasi dalam penerapan konservasi tanah adalah layak. Sekalipun demikian, daya tarik untuk investasi dalam penerapan konservasi tanah dapat menjadi lemah apabila tingkat penerimaannya lebih rendah daripada tingkat penerimaan dari investasi dalam kegiatan ekonomi lain. Upaya untuk menaikkan penerimaan dari investasi dalam penerapan konservasi tanah diperlukan untuk meningkatkan daya saingnya terhadap kegiatan ekonomi lain. Kedua, penerimaan tunai dari investasi pada lahan berteras bangku, dan dari investasi dalam pengembangan agroforestry Pola 11-P, dapat diandalkan untuk melunasi
pinjaman dengan suku bunga 24 persen. Penerimaan tunai dari investasi Pola 11-R tidak dapat diandalkan untuk melunasi pinjaman dengan suku bunga 24 persen, karena penerimaan tunainya rendah. Untuk meningkatkan penerimaan tunai dari Pola 11-R, dianjurkan agar proporsi jumlah tanaman sumber pendapatan tunai (seperti cengkeh dan jeruk) diperbesar. Ketiga, untuk mendukung investasi pada lahan berteras ' bangku diperlukan pinjaman jangka menengah (sek~rangkurangnya 2 tahun), dengan besar pinjaman rata-rata Rp 360.2 ribu per hektar. Pinjaman jangka menengah djperlukan pada tahun pertama, sedangkan untuk kebutuhan pada tahun kedua dan seterusnya dipenuhi dengan pinjaman jangka pendek. Untuk mendukung investasi dalam pengembangan agroforestry Pola 11-P, diperlukan pinjaman jangka panjang, sekurang- kurannya 7 tahun. Rata-rata besar pinjaman jangka panjang per hektar adalah Rp 283.9 ribu untuk tahun pertama, ~p 521.6 ribu untuk tahun kedua. Khususnya untuk investasi ~ada luas lahsn besar pinjaman j angka panj ang diperlukan hingga tahun ketiga, yakni sebesar Rp 422.3 ribu per hektar. Kebutuhan untuk tahun-tahun berikutnya dipenuhi dengan pinjaman jangka pendek. R;ita-rata sesudah 9 tahun investasi pada lahan bcrteras bangku, dan sesudah 12 tahun investasi dalam pengembangan agroforestry Pola 11-P, semua pinjaman dapat dilunasi, dan semua kebutuhan input tunai dapat dipenuhi dengan penerimaan tunai dari jnvestasi. Posisi