VT.tBVV^ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PANGAN

Walikota Tasikmalaya

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM WALIKOTA SERANG,

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN USAHA TEMPAT MAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN CIAMIS

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

*9335 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 1996 (1996/7) TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) KABUPATEN BULUNGAN

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN GARAM KONSUMSI BERIODIUM

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 88 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2009 NOMOR

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

WALIKOTA BANJARMASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PELARANGAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM TIDAK BERYODIUM DI KABUPATEN LAMONGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI LAIK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

Transkripsi:

VT.tBVV^ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA r> WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, maka Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan pangan, cadangan pangan, distribusi pangan dan pengawasan keamanan dan mutu pangan di daerah; b. bahwa Pemerintah Daerah berkewajiban mengantisipasi, mengatur dan mengawasisemua kegiatan penyelenggaraan pangandi daerah serta melindungi dan menanggulangi dari masalah keamanan pangan dan krisis pangan; ~ c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, dipandang perlu menetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Perlindungan Pangan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penepatan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lernbaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Lernbaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lernbaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lernbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lernbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lernbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor' 244, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan (Lernbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 142, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 4254); 7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan; 8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan - Penganekaragaman Komsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal; 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32); 10. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 12 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Banjarmasin (Lernbaran Daerah Kota Banjarmasin Tahun 2008 Nomor 12); ~ 11. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Banjarmasin (Lernbaran Daerah Tahun 2011 Nomor 28, Tambahan Lernbaran Daerah Nomor 23), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 25 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Banjarmasin (Lernbaran Daerah Tahun 2013 Nomor 16); 12. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 27 Tahun 2012 tentang Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPPNS) Dilingkungan Pemerintah Kota Banjarmasin (Lernbaran Daerah Tahun 2012 Nomor 27); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARMASIN DAN WALIKOTA BANJARMASIN MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Banjarmasin. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Banjarmasin. 3. Kepala Daerah adalah Walikota Banjarmasin. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Kota Banjarmasin. 5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berdasarkan kewenangannya bertanggungjawab atas pelaksanaan ketahanan pangan. 6. Pangan adalahsegala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. ^ 7. Pangan pokok adalah pangan sumber karbohidrat yang sering atau secara teratur dikonsumsi sebagai makanan utama. 8. Pangan Segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan. 9. Produksi Pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengemas, mengemas kembali, dan atau mengubah bentuk pangan. 10. Pangan lokal adalah pangan yang diproduksi, dikonsumsi dan dikembangkan sesuai dengan potensi dan sumber daya wilayah serta budaya setempat. 11. Pangan non lokal adalah pangan yang bersumber dari bukan wilayah atau daerah setempat. 12. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan sampai dengan perseorangan, tercermin dari tersediaanya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan ^ terjangkau, serta tidak bertentangan dengan norma agama, keyakinan dan budaya masyarakat, serta sebagai cerrninan dari hidup yang sehat, aktif, produktif dan mandiri. 13. Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan gizi pangan. 14. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membayahakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. 15. Bahan Tambahan Pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. 16. Bahan Berbahaya yang selanjutnya disingkat B2 adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung, yang mempunyai sifat racun (toksinitas), karsinogenik, teratogenik, mutagenic, korosif dan iritasi. 17. Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam daerah dan cadangan pangan daerah serta impor dari daerah lain bila kedua sumber utama tidak memenuhi kebutuhan. 18. Cadangan Pangan Daerah adalah persediaan pangan yang dikuasai dan dikelola oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan masyarakat.

(2) Dalam mewujudkan ketersediaan pangan daerah, pemerintah daerah menetapkan jenis pangan strategis yang menjadi sumber tingginya harga pangan. Pasal5 (1) Dalam mewujudkan ketersediaan pangan daerah, pemerintah daerah merencanakan dan menetapkan pengembangan pangan dan perlindungan ketersediaan pangan. (2) Pemerintah Daerah menetapkan pengembangan pangan dan perlindungan ketersediaanpangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui pengembangan pangan lokal, pangan non lokal dan impor pangan. (3) Rencana pengembangan pangan lokal, pangan non lokal dan impor pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya memuat: a. kebutuhan konsumsi pangan dan status gizi masyarakat; /-s b. produksi pangan; c. cadangan pangan; d. kebutuhan pangan; e. ketersediaan pangan. Pasal6 Dalam pengembangan pangan lokal dan non lokal, Pemerintah Daerah melalui SKPD berkewajiban melindungi dan memberdayakan petani, peternak, pembudidaya ikan dan pelaku usaha pangan sebagai produsen pangan. Pasal7 o Dalam memenuhi ketersediaan pangan dan kebutuhan pangan daerah, SKPDberkewajiban : a. mengatur dan menjaga ketersediaanpangan dan stabilitas harga pangan ditingkat produsen dan konsumen; b. memberikan penyuluhan dan pembinaan kepada pengusaha dan pedagang pangan; c. menghilangkan berbagai kebijakan yang berdampak pada penurunan ketersediaan pangan; d. memberikan kemudahan perizinan kepada pengusaha, pedagang pangan dalam penyelenggaraan ketersediaanpangan; e. menciptakan iklim usaha pangan yang sehat; f melakukan pengalokasian anggaran; g. menyediakan fasilitas dan membangun sarana dan prasarana yang berhubungan dengan ketersediaan pangan; h. mengatur dan menetapkan cadangan pangan daerah. Pasal8 Pengaturan dan penetapan cadangan pangan daerah oleh SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf h dilakukan untuk menanggulangi: a. kekurangan pangan;

b. gejolak harga pangan; c. bencana alam; d. bencana sosial; dan/atau e. menghadapi keadaan darurat. Pasal 9 SKPD berkewajiban menjaga dan memenuhi ketersediaan pangan dan kebutuhan pangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Ketiga Pelayanan Distribusi dan Peredaran Pangan Pasal 10 Pemerintah Daerah melalui SKPDbertanggung jawab atas distribusi dan peredaran pangan daerah. n Pasal 11 Dalam mewujudkan distribusi dan peredaran pangan daerah, pemerintah daerah menetapkan langkah-langkah strategis. Pasal 12 Langkahstrategis sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 meliputi: a. menjaga dan mengatur jalur distribusi dan peredaran pangan sampai ke pelosok desa; b. menjaga dan mengatur tingkat cadangan pangan; c. menjaga dan mengatur tingkat keseimbangan distribusi dan peredaran pangan. r^ Pasal 13 Dalam melaksanakan langkah-langkah strategis sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, Pemerintah Daerah melalui SKPD merencanakan dan menetapkan perlindungan distribusi panganper-wilayah dan/atau kecamatan dan/atau kelurahan, yang sekurang-kurangnya memuat: a. kebutuhan konsumsi pangan; b. produksi pangan; c. cadangan pangan; d. kebutuhan pangan; e. ketersediaan pangan. Pasal 14 SKPD berkewajiban menjaga dan melindungi distribusi dan peredaran pangan daerah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat Pelayanan Keamanan dan Mutu Pangan Pasal 15 Pemerintah Daerah melalui SKPDberkewajiban menjaga dan mengawasi keamanan dan mutu pangan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pasal 16 Pengawasan keamanan dan mutu pangan diselenggarakan oleh SKPD dalam rangka untuk menjaga agar pangan tetap aman, higienes, bermutu, bergizi dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat. Pasal 17 Keamanan dan mutu pangan sebagaimana dimaksud pasal 15meliputi ^ a. standar keamanan pangan dan mutu pangan; b. pengujian laboratorium; c. pencantuman label aman dan halal; d. pangan yang tercemar. r> Pasal 18 Standar keamanan pangan dan mutu pangan dimaksud dalam Pasal 17hurufameliputi: a. setiap orang yang memproduksi panganwajib memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan; b. setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan BTP dan B2 yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan dan atau bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP danb2. Pasal 19 Penggunaan BTP dan B2 yang dilarang digunakan dalam pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pasal 20 Pangan yang tercemar sebagaimana dimaksud pada pasal 17huruf d berupa pangan yang: a. mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat membahayakan kesehatan dan atau jiwa manusia; b. mengandung cemaran yang melebihi ambang batas maksimal yang ditetapkan; c. mengandung bahan yang dilarang dalam kegiatan atau proses produksi pangan; d. mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai;

e. diproduksi dengan cara yang dilarang; f. pangan yang sudah kadaluarsa. Pasal 21 (1) Dalam hal terjadi pelanggaran pencemaran terhadap pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, SKPD dapat melakukan tindakan preventif. (2) Dalam hal tindakan preventif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKPD dan/atau Tim pengawas dapat melakukan penyitaan terhadap barang pangan temuan yang dianggap melanggar ketentuan. BAB IV PENGAWASAN Pasal 22 ^ (1) Dalam melaksanakan penyelenggaraan pangan, Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengawasan. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pemenuhan : a. ketersediaan dan/atau kecukupan pangan pokok yang aman, bergizi dan terjangkau oleh daya beli masyarakat dan; b. persyaratan keamanan pangan, mutu pangan, dan gizi pangan serta persyaratan label dan iklan pangan. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah melalui SKPD. (4) SKPD dalam melaksanakan pengawasan dapat membentuk Tim Pengawas. ^. (5) Tim Pengawas sebagaimana dimaksud ayat (4) terdiri dari SKPD yang terkait dengan ketahanan pangan. Pasal 23 SKPDsecara berkala melaksanakan program pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap kegiatan penyelenggaraan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan oleh pengusaha/pedagang pangan. Pasal 24 Dalam melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pengawasan sebagaimana dimaksud pasal 23, Tim Pengawas berwenang : a. memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan pangan; b. mengambil contoh pangan dari hasil proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan pangan; c. memeriksa dan meneliti contoh pangan dari hasil proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan pangan;

d. menghentikan dan mencegah kegiatan dari proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan pangan yang diduga menyimpang dari persyaratan keamanan pangan, mutu pangan, dan gizi pangan. Pasal 25 Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana pasal 21, Tim Pengawas dilengkapi dengan surat tugas pengawasan dan tanda pengenal. Pasal 26 Dalam hal hasil pemeriksaan oleh pengawas menunjukan adanya bukti awal bahwa telah terjadi tindak pidana dibidang pangan, penyidikan segera dilakukan oleh penyidik yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. O BAB VI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 27 (1) Selain pejabat polisi negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Pangan diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan dalam tindak pidana di bidang Pangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Hukum Acara Pidana. ^ (2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pangan; b. melakukan pemanggilan terhadap seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang Pangan; c. melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap barang bukti tindak pidana di bidang Pangan; d. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Pangan; e. membuat dan menandatangani berita acara; f. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang Pangan; dan g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Pangan. (3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia. (4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai negeri sipil melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut uraum melalui pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia. (6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 28 Setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan usaha memproduksi, menyimpan, mengedarkan dan memasarkan produk pangan yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia dan dilarang menurut ketentuan perundang - undangan akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan. ~ BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lernbaran Daerah Kota Banjarmasin. Ditetapkan di Banjarmasin pada tanggal 3 Ju WALIKOTA BANJARMASIN Diundangkan di Banjarmasin pada tanggal y Juli 015 f-tk/luhidin SEKRETARIS DAERAH KOTA BANJARMASIN /VUl^ H. ZULFADLI GAZALI LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2015 NOMOR 2 NOREG PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN : (-1/2015)