TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak

dokumen-dokumen yang mirip
DISTRIBUSI DAN KEANEKARAGAMAN TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI INDONESIA TARUNI SRI PRAWASTI

TUNGAU PADA BEBERAPA JENIS REPTILIA PENDAHULUAN

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI KABUPATEN SUMEDANG HERAWATI SRI NURHIDAYAT

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU PADA CICAK DI SEKITAR DAN DI LUAR KAWASAN INDUSTRI TAMBUN KOTA BEKASI SURYA FITRIANA

Lampiran 1 Daftar kolektor cicak. Ruth Normasari. Makassar, Gorontalo, P. Seram, P. Kisar, Masohi, Ambon, Biak

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI PASAR DAN SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE, JAKARTA NURIFAH MUCHTI HANDAYANI

TELAAH KORELASI BAGIAN INTEGUMEN CICAK TERHADAP DISTRIBUSI TUNGAU EKTOPARASIT AGUS HERYANTO

INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI TUNGAU EKTOPARASIT PADA CICAK DI BOGOR. Oleh: ISMAYANTI SOLEHA G

TUNGAU EKTOPARASIT PADA KADAL Eutropis multifasciata DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DAN KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN IPB CUT TINA MEUTHIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Gambar 1 Ayam kampung (sumber:

oleh: Taruni Sri Prawasti

II. TINJAUAN PUSTAKA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3 Bobot badan, bobot lambung, dan beberapa ukuran tubuh dan diameter lambung cicak

Teknik Identifikas Reptil

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

TUNGAU EKTOPARASIT PADA ULAR Micropechis ikaheka, Leiophyton albertisi dan Stegonotus sp. Di PAPUA AYU SETIANINGRUM

BIOLOGI SERANGGA PENGENALAN ARTHROPODA DAN. Upik Kesumawati Hadi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan IPB

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun sistematika dari kumbang tanduk menurut Kalshoven, (1981) adalah sebagai

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya

J U R N A L M E T A M O R F O S A Journal of Biological Sciences ISSN:

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai parasit sperti cacing telah dikenal beratus-ratus tahun yang lalu oleh nenek

Lampiran 1 Bagian dorsal eksuvia dan karakter morfologi yang umum digunakan pada kunci identifikasi dan deskripsi kutukebul famili Aleurodicinae

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: ( Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Achmad Barru Rosadi, Adeng Slamet, dan Kodri Madang Universitas Sriwijaya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

ISSN Fauna. donesia. Volume 11, No. 2 Desember Hylarana rufipes MZI

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

INVENTARISASI TUNGAU EKTOPARASIT KADAL Eutropis multifasciata DI IPB DRAMAGA DAN GUNUNG SALAK ENDAH IKA REZZA REKSANTY

BAB I PENDAHULUAN. yang lalu. Salah satu bukti hubungan baik tersebut adalah adanya pemanfaatan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

Sistem Respirasi Pada Hewan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENGANTAR ACAROLOGI. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang Biologi Acarina, kepentingan medik dan lingkungan secara umum.

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

FISIOLOGI HEWAN SISTEM GERAK PADA KATAK (Rana sp) OLEH :

BAB II AMFIBI, REPTIL & PENGETAHUAN ANAK-ANAK TENTANG AMFIBI DAN REPTIL

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen

Menurut Borroret al (1992) serangga berperan sebagai detrivor ketika serangga memakan bahan organik yang membusuk dan penghancur sisa tumbuhan.

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kupu-kupu

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni

BIOLOGI VERTEBRATA. Rizka Apriani Putri, M.Sc JURDIK BIOLOGI, FMIPA UNY Rizka Apriani Putri, M.Sc

PENDAHULUAN. pohon batang lurus dari famili palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

Uji Organoleptik Ikan Mujair

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan paku merupakan salah satu tumbuhan tertua yang masih sering kita

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

RPP MATERI INDIKATOR Pengertian klasifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut

TINJAUAN PUSTAKA Simbiosis Inang-Parasit dan Spesifitas

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

Ciri-ciri Ikan kembung (Rastrelliger kanagurta L.)

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 12. KLASIFIKASI MAKHLUK HIDUPLATIHAN SOAL BAB 12

ANNELIDA (Annulus=cincin, Oidos=bentuk)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Kethley (1982) menempatkan tungau sebagai anggota Filum Arthropoda, Sub Filum Chelicerata, Kelas Arachnida, Sub Kelas Acari. Ciri yang membedakan tungau dengan Arachnida lain adalah segmen abdomen tidak ada atau tidak jelas. Walter dan Proctor (1999) membagi Sub Kelas Acari menjadi tiga ordo yaitu 1) Ordo Opilioacariformes yang terdiri dari Sub Ordo Opilioacarida dan Sub Ordo Notostigmata, 2) Ordo Parasitiformes yang terdiri dari Sub Ordo Holothyrida, Sub Ordo Mesostigmata dan Sub Ordo Ixodida, dan 3) Ordo Acariformes yang terdiri dari Sub Ordo Sarcoptiformes dan Sub Ordo Trombidiformes. Berdasar morfologi, tubuh tungau terbagi menjadi dua bagian yaitu gnatosoma dan idiosoma. Gnatosoma terletak di bagian anterior tubuh, merupakan alat mulut yang terdiri atas kelisera dan pedipalpi. Pada gnatosoma terdapat stigmata, peritrema dan alat sensori. Stigmata dan peritrema berfungsi sebagai alat pernafasan. Kelisera berfungsi sebagai alat untuk menusuk, menghisap dan mengunyah sedang pedipalpi berfungsi sebagai alat bantu makan. Idiosoma pada tungau adalah podosoma dan opistosoma yang menyatu. Terdapat empat pasang tungkai yang terletak pada podosoma. Bagian posterior dari tubuh tungau adalah opistosoma yang terdiri dari organ sekresi dan organ genital (Gambar 1). Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak Menurut Womersley (1941), tungau famili Pterygosomatidae biasanya ditemukan pada pada reptil famili Gekkonidae, Agamidae, Zonuridae dan Gerrhosauridae. Tungau famili Pterygosomatidae mempunyai kanal podocephalic yang berfungsi sebagai saluran hasil sekresi (Krantz 1978). Rivera et al. (2003) menyatakan bahwa tungau Pterygosomatidae ditemukan pada berbagai bagian tubuh inang, dari bagian kepala sampai ekor, pada lipatan kulit, bagian bawah cakar dan sebagainya.

6 Gambar 1 Morfologi tungau. a = gnatosoma; b = kapitulum; c = podosoma; d = opistosoma; e = idiosoma. T1, T2, T3, T4 = tungkai ke-1 hingga ke-4. Tungau Geckobia (famili Pterygosomatidae) ditemukan pada cicak Famili Gekkonidae (Montgomery 1966) dan sebagai ektoparasit pada cicak Hemidactylus di Asia Tenggara (Krantz 1978). Rivera et al. (2003) menyatakan bahwa cicak H. mabouia merupakan inang dari tungau G. hemidactyli di Puerto Rico. Sedangkan G. carcinoides merupakan ektoparasit pada cicak Gehyra oceanica di Polynesia Perancis (Bertrand dan Ineich 1989). Menurut Bertrand et al. (1999), cicak C. platyurus diinfestasi oleh tungau G. clelandi Hirst 1917, G. cosymboty Cuy 1979 dan G. glebosum n sp. Sedangkan cicak H. frenatus diinfestasi oleh tungau G. andoharonomaitsoensis Haitlinger 1988, G bataviensis Vitzhum 1926, G. cosymboty Cuy 1979, G. ifanadianaensis Haitlinger 1988, G. nepali Hiregaudar, Joshee & Soman 1959, G. philippinensis Lawrence 1953, G. samanbavijinensis Haitlinger 1988. Bochkov dan Mironov (1999) menyatakan bahwa cicak H. frenatus juga diinfestasi oleh G. himalayensis Hidegaudar et al. 1959. Oliver dan Shaw (1953) yang diacu dalam Rivera et al (2003) menyatakan bahwa tungau yang menginfestasi H. garnotii adalah tungau Geckobia. Ciri-ciri tungau Geckobia antara lain adalah memiliki skutum dorsal, mulut seluruhnya tampak di permukaan anterior tubuh, koksa dilindungi oleh seta kaku

7 (spur) (Lawrence 1936). Sedang ciri Geckobia berdasar kunci determinasi genus tungau dari famili Pterygosomatidae menurut Oedemans (1910) di dalam Montgomery (1966), antara lain adalah panjang tubuh sedikit lebih panjang dari lebarnya atau lebar sama dengan panjangnya, koksa 1 dan 2 menyatu, koksa 3 dan 4 menyatu, semua tungkai mengarah keluar, hipostom tidak menggembung di bagian ujung, koksa dilindungi oleh seta kaku atau spur, seta pada tarsus 1 tidak sama panjang, seta posterior lebih pendek. Klasifikasi dan Morfologi Cicak Berdasar Rooij (1915), cicak ditempatkan sebagai anggota Filum Chordata, Kelas Reptilia, Ordo Squamata, Sub Ordo Lacertilia dan Famili Gekkonidae. Cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Menurut Rooij (1915), C. platyurus dan H. frenatus menyebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara, sedangkan H. garnotii menyebar di Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Ciri-ciri Famili Gekkonidae menurut Rooij (1915) adalah sebagai berikut. Badan pipih ke arah lateral, terdiri atas kepala, badan dan ekor. terdapat dua pasang tungkai, lidah pendek dan sedikit berlekuk di bagian anterior. Ukuran mata besar dengan pupil vertikal, tanpa kelopak mata atau kelopak mata tidak bisa digerakkan. Ekor rapuh, dorsal tubuh dengan sisik halus dengan tipe granular atau tuberkel, sisik ventral sikloid atau heksagonal. Bersifat arboreal atau terestrial. Makanan utama famili Gekkonidae adalah serangga dan hampir semua anggota Gekkonidae bersifat nokturnal. Bauer et al. (2010) menyatakan bahwa beberapa spesies cicak Hemidactylus menyebar luas ke berbagai benua. Cicak Hemidactylus merupakan golongan reptil yang sangat akrab dengan kehidupan manusia dan banyak ditemukan hidup di lingkungan atau habitat yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia, sehingga dikenal sebagai spesies komensal (Carranza dan Arnold 2006). Carranza dan Arnold (2006) mengelompokkan C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii ke dalam Klad Asia Tropika. Bansal dan Karanth (2010) menyatakan bahwa H frenatus berasal dari India dan bersama dengan H. garnotii dan C. platyurus menyebar luas ke Asia Tenggara hingga Pasifik Tropika. Ketiga spesies tersebut umumnya

8 ditemukan di lingkungan pemukiman manusia sehingga sering disebut sebagai cicak rumah. Ciri-ciri C. platyurus menurut Rooij (1915) adalah sebagai berikut. Tubuh bagian dorsal berwarna abu-abu dengan garis putus-putus berwarna lebih tua, ekor pipih memanjang dengan pinggir bergerigi, diameter lubang telinga kurang dari setengah kali diameter mata, jari melebar, bagian ventral jari terdapat dua baris lamela yang berpasangan, terdapat lipatan kulit dikedua sisi tubuh mulai dari ketiak tungkai depan sampai dianterior lekuk paha tungkai belakang (Gambar 2a). Ciri-ciri H. frenatus menurut Rooij (1915) adalah sebagai berikut. Tubuh bagian dorsal berwarna abu-abu kecoklatan, ekor bulat memanjang dengan enam sisik tuberkel. Jari melebar, tidak berselaput, bagian ventral jari dengan dua baris lamela berpasangan, jari ke 4 dengan 9-10 lamela, diameter lubang telinga kirakira sepertiga diameter mata. Tidak terdapat lipatan kulit pada kedua sisi badannya (Gambar 2b). Ciri-ciri H. garnotii menurut Rooij (1915) adalah sebagai berikut. Tubuh bagian dorsal berwarna abu-abu, kadang-kadang dengan garis-garis memanjang berwarna lebih tua, ekor agak pipih memanjang dengan tepi bergerigi. Jari tanpa selaput, ventral jari ke 4 tungkai belakang dengan 10-12 lamela. Diameter telinga kurang dari sepertiga diameter mata. Tidak terdapat lipatan kulit pada kedua sisi badannya (Gambar 2c). Gambar 2 Berbagai spesies cicak di Indonesia. a = C. platyurus, b = H. frenatus, c = H. garnotii.

9 Cook dan Richard (1999) menyatakan bahwa spesies cicak merupakan hewan yang mudah menyebar dan membentuk kelompok baru. Jesus et al. 2000 menduga bahwa kelompok-kelompok cicak berpindah antar pulau melalui kegiatan manusia. Kecepatan perkembangan populasi (kolonisasi) suatu spesies cicak pendatang bisa mengalahkan spesies residen (Meshaka 2000). Interaksi Tungau Dengan Cicak Salah satu cara mengkategorikan keragaman interaksi antar individu adalah dengan mengamati pengaruh suatu individu terhadap kehidupan individu lain. Pada kasus parasitisme, suatu individu parasit diuntungkan oleh interaksi yang terjadi dan individu yang lain (inang) dirugikan. Dalam usaha untuk mempertahankan hidup, parasit tidak membunuh inang. Tungau berasosiasi dengan sejumlah besar vertebrata termasuk reptilia. Sejumlah famili dan sub famili Mesostigmata hanya berinteraksi dengan reptil (Walter dan Proctor 1999). Reptil terestrial biasanya dihinggapi banyak jenis caplak. Ular, kadal, cicak dan kura-kura berinteraksi dengan beragam jenis tungau, baik ektoparasit maupun endoparasit. Pada anggota prostigmata, tungau dari famili Pterygosomatidae hinggap sebagai parasit pada kadal. Cicak (Reptilia) dapat terinfestasi oleh tungau karena adanya interaksi fisik inang; interaksi dapat berupa kontak seksual, perkelahian atau karena hidup bersama dalam satu sarang (Rivera et al. 2003). Gekkonidae yang melakukan aktifitas seksual, nilai prevalensi, intensitas infestasi dan kelimpahan tungau sangat tinggi. Brown et al. (1995) menyatakan, bahwa aktivitas seksual menaikkan resiko cicak tertular tungau. Perbedaan pola parasitisme pada anggota Gekkonidae mungkin berhubungan dengan morfologi dan variasi lipatan kulit (Carvalho 2006). Prevalensi dan Intensitas Infestasi Menurut Barton dan Richard (1966), persentase inang terinfestasi ektoparasit disebut sebagai prevalensi. Sedangkan intensitas infestasi adalah jumlah ektoparasit yang menginfestasi individu inang. Sorci et al. (1997) melaporkan, bahwa prevalensi infestasi tungau pada kadal Lacerta vivipara tergolong tinggi (56-80%). Prevalensi infestasi tungau pada inang tidak selalu

10 berkorelasi positif dengan intensitas infestasi. Misalnya, prevalensi rusa terinfestasi tungau sebesar 41,3% dengan I sebesar 13,1%, sedangkan pada babi hutan, prevalensi infestasi tungau sebesar 31% dengan I=13% (Ruiz-Fons 2006).