BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-005 /A/JA/03/2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGAWALAN DAN PENGAMANAN TAHANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Penyelesaian. Uang Pengganti. Pengadilan. Pemberantasan TIPIKOR. Petunjuk Pelaksanaan.

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Rep

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan.

-2- pembangunan nasional di pusat maupun di daerah sebagaimana penjabaran dari Nawa Cita demi mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepr

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016 TENTANG

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Rumah Sakit Umum. Tata Kerja. Organisasi. Pencabutan.

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

2018, No Penjualan Langsung Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Benda Sita Eksekusi dan untuk mendukung optimalisasi penerimaan negar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2009 TENTANG

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Aset. Aset Negara. Aset Tindak Pidana. Pemulihan.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129/PMK.03/2012 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PETUNJUK PELAKSANAAN JAKSA AGUNG MUDA PENGAWASAN NOMOR : JUKLAK-01/H/Hjw/04/2011

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjut

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelaya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2009

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENGENAL JAKSA PENGACARA NEGARA

BERITA NEGARA. No.2082, 2015 KEMENRISTEK-DIKTI. Tata Naskah Dinas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

2015, No. -2- Pelayanan Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Ne

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

2012, No.56 2 kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republi

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 158/PMK. 01/2012 TENTANG BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lemba

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 6 TAHUN 2010 TENTANG

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1459, 2014 KEJAKSAAN. Aset. Penelusuran. Standar Operasional Prosedur. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-010/A/J.A/05/2014 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENELUSURAN ASET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja dan produktivitas Intelijen Kejaksaan dalam mendukung tugas dan kewenangan Kejaksaan serta bidang-bidang lain di lingkungan Kejaksaan; b. bahwa untuk menindak lanjuti Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-011/A/JA/11/2013 tanggal 29 November 2013 dan Hasil Rekomendasi Rapat Kerja Kejaksaan RI Tahun 2013 Bidang Intelijen, perlu dibuat panduan yang dilaksanakan dengan cara dan metode pasti, baku serta standar untuk penelusuran aset; c. bahwa untuk meningkatkan kemampuan aparatur Intelijen dalam rangka menemukan, mengidentifikasi dan menentukan adanya suatu aset yang berkaitan dengan hasil perbuatan Tindak Pidana dan/atau Perkara Perdata dan/atau aset lain untuk kepentingan pemulihan aset, yang disembunyikan oleh pelaku, keluarga dan pihak terkait, dipandang perlu untuk menyusun suatu prosedur kegiatan yang menjadi

2014, No.1459 2 acuan kerja di Bidang Intelijen baik di Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri maupun Cabang Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Jaksa Agung tentang Standar Operasional Prosedur Penelusuran Aset; Mengingat : 1. Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 31); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Kerjasama Timbal Balik Dalam Perkara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4607); 6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5249); 7. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia; 8. Peraturan Jaksa Agung Nomor PER- 037/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur Intelijen Kejaksaan RI;

3 2014, No.1459 9. Peraturan Jaksa Agung Nomor PER- 009/A/JA/01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Jaksa Agung Nomor PER- 006/A/JA/03/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-009/A/JA/01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN JAKSA AGUNG TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENELUSURAN ASET. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Jaksa Agung ini yang dimaksud dengan: 1. Standar Operasional Prosedur Penelusuran Aset yang selanjutnya disingkat SOP Penelusuran Aset adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai penyelenggaraan administrasi dan proses penelusuran aset, serta mengatur bagaimana, kapan, di mana dan oleh siapa kegiatan penelusuran aset dilakukan. 2. Prosedur adalah tata cara kerja atau cara menjalankan suatu pekerjaan. 3. Penelusuran Aset adalah seluruh kiat dan teknik yang digunakan oleh seorang penyelidik/pemeriksa keuangan dengan cara mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti transaksi keuangan dan non keuangan yang berkaitan dengan aset hasil perbuatan Tindak Pidana dan/atau Perkara Perdata atau aset lainnya untuk kepentingan pemulihan aset yang disembunyikan oleh pelaku untuk dapat diidentifikasikan, dihitung jumlahnya, dan selanjutnya agar dapat dilakukan pemblokiran/pembekuan dan penyitaan untuk pemulihan kerugian negara akibat perbuatan pelaku Tindak Pidana dan/atau Perkara Perdata atau aset lainnya untuk kepentingan pemulihan aset. 4. Aset Bergerak adalah aset yang antara lain berupa Sistem Keuangan yaitu Perbankan, Pasar Modal, Pasar Uang, Asuransi, Pasar Berjangka dan Non Sistem Keuangan yaitu Uang Tunai, Perhiasan, Benda Seni, Kendaraan, Ternak.

2014, No.1459 4 5. Aset Tidak Bergerak adalah aset yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode, antara lain berupa Tanah yaitu properti, tanah olahan, tempat usaha dan Non Tanah yaitu Kapal laut, alat-alat produksi/mesin pabrik, mebel, perlengkapan kantor. 6. Informasi Aset adalah kumpulan data dan fakta berupa aset tentang jenis, lokasi dan status kepemilikan yang telah dikumpulkan atau diterima melalui proses komunikasi, pengumpulan intelijen atau didapatkan dari berita. 7. Verifikasi Aset adalah pemeriksaan dan pengkajian data yang diperoleh berupa dokumen suatu aset. 8. Kegiatan Intelijen adalah usaha, kegiatan dan tindakan yang dilakukan secara rutin dan terus-menerus serta berdasarkan suatu tata cara kerja yang tetap. Kegiatan ini bisa mempunyai aspek jangka pendek dan jangka panjang. 9. Operasi Intelijen adalah usaha, kegiatan dan tindakan yang dilakukan berdasarkan suatu rencana untuk mencapai suatu tujuan yang terperinci secara khusus diluar dari pada tujuan yang terus menerus dalam hubungan ruang dan waktu yang ditetapkan dan yang dilakukan atas dasar perintah dari pimpinan (user). 10. Produk Intelijen adalah Naskah Dinas yang dibuat dalam bentuk tertulis yang merupakan kegiatan penyampaian pelaporan dari hasil pengolahan informasi serta hasil kegiatan pelaksanaan tugas Operasi Intelijen yang dilakukan unsur-unsur Intelijen Kejaksaan. 11. Dukungan Intelijen adalah bantuan yang diberikan bidang Intelijen Kejaksaan dalam rangka mendukung keberhasilan tugas pokok bidang Pembinaan, Pidana Umum, Pidana Khusus, Pengawasan, Perdata dan Tata Usaha Negara serta Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia. 12. Dukungan adalah alat atau instrumen yang mendukung, baik langsung maupun tidak langsung dalam setiap penanganan perkara yang berupa dukungan personil, penerbitan surat/dokumen, data dan informasi, dan sarana/prasarana lainnya. 13. Koordinasi adalah komunikasi berupa pembahasan atau konsultasi antar bidang maupun dengan instansi lain yang terkait dengan Penelusuran Aset. 14. Permintaan dan Pemberian Bantuan adalah proses kegiatan kerja sama timbal balik antar bidang untuk saling mendukung, baik langsung maupun tidak langsung atas pelaksanaan kegiatan dalam setiap tahap penanganan perkara.

5 2014, No.1459 15. Perencanaan Kegiatan Penelusuran Aset adalah persiapan untuk melaksanakan kegiatan Penelusuran Aset, yang disusun secara cermat mengenai segala sesuatu yang akan dilakukan oleh pelaksana Operasi Intelijen berdasarkan surat perintah yang telah ditetapkan. 16. Pemetaan Aset adalah tindakan untuk mengklasifikasikan aset/ barang. 17. Profiling adalah tindakan untuk mendapatkan identitas pelaku/target, keluarga dan pihak terkait serta riwayat pekerjaan dan gaya hidupnya. Standar Operasional Prosedur yaitu : Bagian Kedua Maksud dan Tujuan Pasal 2 Penelusuran Aset mempunyai maksud, a. Memperkuat sistem penelusuran dan pengembalian aset yang dimiliki suatu organisasi atau suatu entitas yang perolehan asetnya telah dilakukan dengan cara melawan hukum; b. Mendukung proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan, dapat dibantu oleh auditor forensik; dan c. Menyatakan bahwa Penelusuran Aset tidak serta merta berarti kerugian dapat dipulihkan. Standar Operasional Prosedur yaitu: a. Mendukung pembuktian; Pasal 3 Penelusuran Aset mempunyai tujuan, b. Pemulihan kerugian keuangan negara (Pidana / Perdata); dan c. Mencegah terjadinya pengalihan aset. Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 4 Peraturan Jaksa Agung ini memuat tentang Standar Operasional Prosedur Penelusuran Aset yang meliputi : a. Perencanaan; b. Pelaksanaan; dan c. Pelaporan dan Evaluasi Kegiatan;

2014, No.1459 6 BAB II PERENCANAAN Pasal 5 (1) Perencanaan diawali dengan adanya permintaan oleh bidang lain atau oleh Pusat Pemulihan Aset untuk melakukan Penelusuran Aset dalam perkara pidana dan/atau perkara perdata dan/atau aset lain untuk kepentingan pemulihan aset, yang ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Intelijen, Kepala Kejaksaan Tinggi atau Kepala Kejaksaan Negeri. Khusus untuk Cabang Kejaksaan Negeri diawali dengan adanya permintaan dari Jaksa yang menangani perkara pidana khusus/perdata kepada Kepala Cabang Kejaksaan Negeri. (2) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya surat dinas permintaan Penelusuran Aset, maka surat tersebut oleh Jaksa Agung Muda Intelijen diteruskan kepada Direktur I, oleh Kepala Kejaksaan Tinggi diteruskan kepada Asisten Intelijen, oleh Kepala Kejaksaan Negeri diteruskan kepada Kepala Seksi Intelijen dan oleh Kepala Cabang Kejaksaan Negeri diteruskan kepada Jaksa yang bertugas pada Cabang Kejaksaan Negeri untuk ditelaah dan ditindaklanjuti. (3) Direktur I, Asisten Intelijen, Kepala Seksi Intelijen atau Jaksa yang mendapat tugas menindaklanjuti disposisi Jaksa Agung Muda Intelijen, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri, dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari harus sudah memerintahkan kepada Kasubdit, Kasi I atau Jaksa Fungsional untuk membuat telahaan disertai saran pendapat, perlu tidaknya diterbitkan Surat Perintah Operasi Intelijen untuk melakukan Penelusuran Aset. (4) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari, Kasubdit, Kasi I atau Jaksa Fungsional harus sudah membuat telaahan disertai saran pendapat perlu tidaknya diterbitkan Surat Perintah Operasi Intelijen untuk melakukan Penelusuran Aset, dan segera menyampaikannya kepada Direktur I, Asisten Intelijen, Kepala Seksi Intelijen atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri secara berjenjang kepada pimpinan. (5) Jaksa Agung Muda Intelijen, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri bila menyetujui untuk dilakukan Penelusuran Aset, maka dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Perintah Operasi Intelijen untuk melakukan Penelusuran Aset disertai dengan target operasi dan rencana penyelidikan.

7 2014, No.1459 Bagian Kesatu Profiling Pasal 6 (1) Profiling dilakukan terhadap identitas pelaku/target baik dalam perkara pidana (Tersangka/Terdakwa/Terpidana) maupun perkara perdata (Tergugat) serta terhadap keluarga dan pihak terkait lainnya untuk kepentingan pemulihan aset berdasarkan data, informasi dan dokumen awal. (2) Data, informasi dan dokumen awal terkait dengan identitas pelaku/target merupakan hasil yang diperoleh sesuai sumber dari bidang/pihak lain, sehingga memudahkan pelaksana tugas dalam menyusun dan membuat rencana operasi serta analisa data awal dan terhindar dari kesalahan identitas (error in persona) dan kesalahan informasi. Bagian Kedua Pemetaan Pasal 7 (1) Pemetaan dilakukan terhadap aset/barang berdasarkan data, informasi dan dokumen awal mencakup: a. Jenis aset/barang; b. Lokasi aset / barang ditempatkan; c. Status Kepemilikan aset/barang; d. Jumlah barang. (2) Aset/benda tidak bergerak dapat dibagi dalam tiga golongan : a. Benda bergerak karena sifatnya (Pasal 506 KUHPerdata) misalnya tanah dan segala sesuatu yang melekat atau didirikan diatasnya (bangunan, gedung, pohon-pohon dan tanaman-tanaman, serta barang-barang tambang) b. Benda tidak bergerak karena peruntukannya atau tujuan pemakaiannya (Pasal 507 KUHPerdata) misalnya pabrik dan barangbarang yang dihasilkannya, penggilingan-penggilingan, alat-alat perkantoran beserta benda-benda yang dilekatkan pada papan atau dinding (seperti cermin, lukisan, perhiasan), mebel, perlengkapan kantor dan lain-lain. c. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang misalnya, hak pakai hasil, dan hak pakai atas kebendaan tidak bergerak, hak pengabdian tanah, hak numpang karang, hak usaha dan lain-lain (Pasal 508 KUHPerdata). Di samping itu, menurut ketentuan Pasal

2014, No.1459 8 314 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, kapal-kapal berukuran berat kotor 20m 3 (dua puluh meter kubik) ke atas dapat dibukukan dalam suatu register kapal sehingga termasuk kategori benda tidak bergerak. BAB III PELAKSANAAN Bagian Kesatu Pengumpulan Informasi Pasal 8 (1) Pelaksana Operasi Intelijen Penelusuran Aset melakukan Operasi Intelijen secara tertutup atau terbuka guna mencari, mendapatkan, dan mengumpulkan bahan keterangan, data atau Informasi Aset dengan menggunakan metode/teknik intelijen dan/atau didukung peralatan intelijen, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan. (2) Pengumpulan Informasi Aset dilakukan sesuai hasil pemetaan dan Profiling dengan didukung oleh: a. Dokumen kepemilikan; b. Keterangan saksi; c. Dokumentasi. (3) Terkait dengan dokumen kepemilikan, sumber Informasi Aset dapat diperoleh dari instansi lain yaitu : a. Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk bukti kepemilikan Tanah/Bangunan yang sudah bersertifikat; b. Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat)/Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) untuk bukti kepemilikan kendaraan bermotor; c. Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) untuk informasi wajib pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP); d. Kantor Kelurahan/Desa untuk informasi tanah / bangunan yang belum bersertifikat; e. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Perhubungan Udara) terkait dengan kepemilikan dan pendaftaran pesawat udara; f. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Perhubungan Laut ) terkait dengan kepemilikan dan pendaftaran kapal laut;

9 2014, No.1459 g. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau lembaga keuangan Bank dan Non Bank terkait dengan transaksi keuangan; h. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen) Administrasi Hukum Umum) terkait data/akta perusahaan dan; i. Instansi terkait lainnya. (4) Hubungan Koordinasi dengan instansi lain harus selalu terjalin dan dalam pelaksanaannya dibuat catatan hasil Koordinasi. (5) Penelusuran informasi yang diperoleh dari sumber informasi dilakukan melalui wawancara secara langsung dan dari hasil wawancara itu dibuat catatan wawancara. Bagian Kedua Analisis Dan Verifikasi Data Pasal 9 (1) Informasi Aset yang telah terkumpul harus diklasifikasikan dan diolah guna memudahkan analisa dan pemeriksaan data sesuai sumber perolehan dokumen aset berasal. (2) Untuk mendapatkan suatu analisa dan nilai data aset yang akurat tim pelaksana tugas dapat meminta bantuan pemeriksa keuangan (auditor). Bagian Ketiga Cek Fisik dan Identifikasi Aset Pasal 10 (1) Pelaksana Operasi Intelijen melakukan cek fisik dan identifikasi aset di lapangan guna mengetahui tempat, bentuk dan jumlah dari Aset Bergerak atau Aset Tidak Bergerak milik pelaku/target. (2) Dalam melakukan pengecekan fisik dan identifikasi aset, pelaksana Operasi Intelijen dapat dibantu dan didampingi oleh pejabat/ahli yang terkait dengan analisis fisik aset. (3) Cek fisik dan identifikasi aset dilaksanakan dengan maksud untuk memperoleh kepastian informasi tentang aset milik pelaku/target, yakni memastikan adanya aset bukan milik pelaku/badan hukum tetapi dimungkinkan adanya kaitan dengan tindak pidana yang dilakukan pelaku dalam tindak pidana dan/atau perdata dan/atau aset lainnya untuk kepentingan pemulihan aset dan memastikan apakah aset dimaksud masih mempunyai nilai ekonomis dan kelayakan.

2014, No.1459 10 BAB IV PELAPORAN DAN EVALUASI Bagian Kesatu Kompilasi Dan Penyusunan Laporan Pasal 11 (1) Dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah surat perintah Operasi Intelijen berakhir, pelaksana Operasi Intelijen harus sudah selesai menyusun pemberkasan dan Laporan Hasil Pelaksanaan Penelusuran Aset dan menyampaikannya kepada atasan langsungnya. (2) Dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima penyampaian Laporan Hasil Pelaksanaan Penelusuran Aset, selanjutnya laporan tersebut sudah harus dikirimkan secara berjenjang, di Kejaksaan Agung kepada Jaksa Agung Muda Intelijen, di Kejaksaan Tinggi kepada Kepala Kejaksaan Tinggi, di Kejaksaan Negeri kepada Kepala Kejaksaan Negeri dan di Cabang Kejaksaan Negeri kepada Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dengan nota dinas. Bagian Kedua Penyerahan Hasil Penelusuran Aset ke Bidang Lain Pasal 12 Jaksa Agung Muda Intelijen, Asisten Intelijen, Kasi Intelijen atau Jaksa yang bertugas pada Cabang Kejaksaan Negeri menyerahkan hasil pelaksanaan Penelusuran Aset kepada bidang lain melalui nota dinas berikut lampiran dokumen hasil kegiatan Penelusuran Aset dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima laporan. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 13 Segala peraturan, keputusan, surat edaran, petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan di lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia yang terkait dengan Penelusuran Aset masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Jaksa Agung ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 14 Peraturan Jaksa Agung ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

11 2014, No.1459 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Jaksa Agung ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 2014 JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, BASRIEF ARIEF Diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN