UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG JASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 5 TAHUN 1963 (5/1963) Tanggal: 22 JULI 1963 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG JASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1961 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG BHAYANGKARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1971 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG YUDHA DHARMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 10 TAHUN 1980 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG BUDAYA PARAMA DHARMA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG MAHAPUTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG "JALASENA" PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KEBAKTIAN SOSIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KEBAKTIAN SOSIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 65 TAHUN 1958 (65/1958) Tanggal: 11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PEMBANGUNAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PERINGATAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN

SATYALANCANA "SEROJA" Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1978 Tanggal 6 Pebruari 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 1958 TENTANG PEMBERIAN TANDA-TANDA KEHORMATAN BINTANG SAKTI DAN BINTANG DARMA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 1958 TENTANG PEMBERIAN TANDA-TANDA KEHORMATAN BINTANG SAKTI DAN BINTANG DARMA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203 TAHUN 1961 TENTANG SATYALANCANA "SATYA DASAWARSA" BAGI PARA ANGGOTA-ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1971 (13/1971) Tanggal: 11 DESEMBER 1971 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG KARTIKA EKA PAKCI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG SWA BHUWANA PAKSA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PERINTIS PERGERAKAN KEMERDEKAAN

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

3.Undang-undang Nomor 70 tahun 1958 (Lembaran-Negara tahun 1958 Nomor 124) tentang Tanda-tanda Penghargaan untuk Anggota-Angkatan Perang.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1994 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1994 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 70 TAHUN 1958 (70/1958) Tanggal: 4 SEPTEMBER 1958 (JAKARTA)

PP 25/1994, TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1958 TENTANG TANDA-TANDA PENGHARGAAN UNTUK ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SATYALANCANA PERISTIWA GERAKAN OPERASI MILITER VIII "DHARMA PHALA" Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tahun 1968 Tanggal: 25 Juni 1968

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 221 TAHUN 1961 TENTANG SATYALANCANA KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1959

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1960 TENTANG SATYA LENCANA JASADARMA ANGKATAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1959 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UMUM MENGENAI TANDA-TANDA KEHORMATAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PENDIDIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN BINTANG GARUDA Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1959 Tanggal 16 April 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KEBUDAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PENDIDIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PENDIDIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TANDA-TANDA KEHORMATAN UNDANG UNDANG. NOMOR 4 Drt. TAHUN 1959 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UMUM MENGENAI TANDA-TANDA KEHORMATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TANDA KEHORMATAN BINTANG GARUDA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1964 TENTANG SATYALANCANA WIRA DHARMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1954 TENTANG TANDA KEHORMATAN SEWINDU ANGKATAN PERANG REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 221 TAHUN 1961 TENTANG SATYALANCANA KEAMANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA KARYA SATYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1959 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PERINTIS PERGERAKAN KEMERDEKAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 55 TAHUN 2003 (55/2003) TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA PENDIDIKAN

Tentang: TANDA KEHORMATAN SEWINDU ANGKATAN PERANG REPUBLIK INDONESIA. Indeks: TANDA KEHORMATAN SEWINDU ANGKATAN PERANG REPUBLIK INDONESIA.

LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 35 Tahun 2010 TANGGAL : 12 Februari 2010 MEDALI KEPELOPORAN KETERANGAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1964 TENTANG PENETAPAN, PENGHARGAAN DAN PEMBINAAN TERHADAP PAHLAWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 204 TAHUN 1961 TENTANG TANDA-TANDA KEHORMATAN/PENGHARGAAN UNTUK KEPOLISIAN NEGARA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI. NOMOR : 154 Tahun 2004 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 01 TAHUN 2001 TENTANG LAMBANG DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 2 TAHUN : 1994 SERI : D

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1964 TENTANG PENETAPAN, PENGHARGAAN DAN PEMBINAAN TERHADAP PAHLAWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG GELAR KEHORMATAN, WARGA KEHORMATAN, DAN PENGHARGAAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1959 TENTANG PANGKAT-PANGKAT MILITER KHUSUS, TITULER DAN KEHORMATAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1972 (4/1972) Tanggal: 9 NOPEMBER 1972 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:23 TAHUN 1968 (23/1968) Tanggal:27 DESEMBER 1968 (JAKARTA)

Web site SETNEG RI, Kamis, 26 Februari 2009

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2014 TENTANG

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1968 TENTANG SATYALENCANA WIDYA SISTHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 1958 TENTANG SATYALENCANA PERISTIWA GERAKAN OPERASI MILITER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1962 TENTANG LEMBAGA PERSAHABATAN ANTAR BANGSA DI INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502);

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1973 TENTANG TANDA KEHORMATAN PRASAMYA PURNAKARYA NUGRAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TATA CARA PENGUSULAN DAN PEMAKAIAN TANDA KEHORMATAN RI Kamis, 26 Februari 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1964 TENTANG STANDAR INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1963 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG JASA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa perlu mengadakan suatu Tanda Kehormatan untuk menghargai jasa-jasa yang besar terhadap Nusa dan Bangsa dalam suatu bidang atau peristiwa atau hal tertentu, b. bahwa pemberian Tanda Kehormatan itu akan pula merupakan dorongan dan cermin bagi stiap Warga-Negara Indonesia untuk berbakti dan berjasa terhadap Negara dan Bangsa; c. bahwa Tanda Kehormatan itu diberi derajat setingkat di bawah Bintang Mahaputra; d. bahwa Tanda Kehormatan tersebut, sesuai dengan tujuan pemberiannya, diberi nama Bintang Jasa; Mengingat : 1. pasal 5 ayat 1, pasal 15, pasal 20 ayat 1 dan pasal II aturan Peralihan Undang-undang Dasar; 2. Undang-undang No. 4 Drt tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 44); Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong; Memutuskan: Menetapkan : Undang-undang tentang Tanda Kehormatan Bintang Jasa. Pasal 1.

- 2 - Pasal 1. (1) Bintang Jasa diadakan dengan tujuan untuk menghargai dan menghormati Warga-Negara Indonesia dan berjasa besar terhadap Nusa dan Bangsa dalam sautu bidang atau peristiwa atau hal tertentu. (2). Bintang Jasa adalah bintang sipil, yang derajatnya setingkat dibawah Bintang Mahaputra. Pasal 2. (1) Bintang Jasa dibagi dalam tiga kelas, yaitu kelas satu, kelas dua dan kelas tiga. (2) Bintang Jasa berbentuk sebagai berikut: Berkas sinar panjang berujung lima dan berkas sinar pendek berujung lima pula, dengan lukisan setangkai padi dan tangkai daun-daun dan kembang-kembang kapas yang merupakan satu lingkaran, didalamnya terdapat lambang yang merupakan bagian dari pada Bhinneka Tunggal Ika, sedangkan huruf-huruf yang merupakan nama,,jasa" diletakkan pada sinar-sinar yang panjang. (3) Ukuran Bintang Jasa untuk semua kelas adalah sama, yaitu : jari-jari sinar yang terpanjang adalah 22,5 mm, sedangkan sinar-sinar, yang pendek seperti tersebut diatas adalah 16,5 mm panjangnya. Jari-jari lingkaran sebelah luas yang diujudkan oleh tangkai-tangkai padi dan kapas adalah 1 1,5 mm. (4) Perbedaan

- 3 - (4) Perbedaan kelas diujudkan dengan perbedaan warna logam. Untuk kelas 1 sinar-sinar berwarna mas, tangkai padi dan tangkai kapas berwarna perak, demikian pula nama jasa yang terdapat diatas sinar-sinar yang panjang itu. Untuk kelas dua sinar-sinar berwarna perak, sedangkan tangkai padi dan dan kapas berwarna mas, demikian pula nama jasa. Untuk kelas tiga dipakai logam yang berwarna perak seluruhnya. (5) a. Pita untuk Bintang Jasa kelas I berupa pita kalung, sedang untuk kelas 2 dan 3 pita gantung, yang mempunyai warna dasar kuning dan 6 lajur yang berwarna biru untuk kelas satu, 5 untuk kelas dua dan 4 untuk kelas tiga. b. Pita kalung tersebut selebar 35 mm, sedangkan pita gantung berukuran lebar 35 mm dan panjang 40 mm. (6) Pita harian mempunyai warna dasar sama dan lajur sama banyak seperti pita diatas untuk tiap-tiap kelas, dan berukuran 35 mm panjang dan 10 mm lebar. Pasal 3. (1) Presiden Republik Indonesia adalah pemilik Bintang Jasa kelas I. (2) Bintang Jasa diberikan kepada Warga-Negara Indonesia yang berjasa besar terhadap Nusa dan Bangsa Indonesia dalam suatu bidang atau peristiwa atau hal tertentu., serta yang memenuhi syarat-syarat umum sebagaimana ditentukan dalam Undang- undang No. 4 Drt tahun 1959 untuk mendapatkan bintang. (3) Bintang Jasa dapat pula diberikan kepada Warga Negara Asing yang berjasa besar terhadap Negara Republik Indonesia. (4) Bintang Jasa dapat diberikan secara anumerta. Pasal 4.

- 4 - Pasal 4. (1) Bintang Jasa diberikan dengan Keputusan Presiden, berdasarkan usulnya Dewan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Dewan Tanda-tanda Kehormatan Republik Indonesia. (2) Tiap pemberian Bintang Jasa disertai dengan penyerahan suatu piagam dalam mana dimuat uraian singkat tentang yang menyebabkan pemberian anugerah tersebut. (3) Kepada pemilik Bintang Jasa dapat pula diberikan hadiah. (4) Pelaksanaan penyerahan Bintang Jasa dilakukan oleh Presiden atau atas nama Presiden oleh seorang Menteri atau penjabat lain yang ditunjuk oleh Presiden. Pasal 5. Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan peraturan tentang tata-cara pengusulan, pemberian dan penyerahan anugerah Bintang Jasa. Pasal 6. Hak atas Bintang Jasa dicabut, apabila yang menerima : a. tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 7 ayat (2) atau syarat-syarat dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) b Undang-undang No. 4 Drt tahun 1959; b. dengan keputusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi dikenakan hukuman penjara yang lamanya lebih dari satu tahun; c. dengan keputusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi dikenakan hukuman karena sesuatu kejahatan terhadap keselamatan negara; d. masuk organisasi yang terlarang; e. memberontak

- 5 - e. memberontak atau menyeleweng terhadap Republik Indonesia; f. masuk dinas Angkatan Perang atau Polisi dari sesuatu negara asing tanpa mendapat idzin dari Pemerintah Indonesia. Pasal 7. Segala sesuatu mengenai Bintang Jasa yang belum diatur dalam Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 8. Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Bintang Jasa" dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 22 Juli 1963. Presiden Republik Indonesia, SUKARNO. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Juli 1963. Sekretaris Negara, ttd MOHD. ICHSAN. LEMBARAN NEGARA TAHUN 1963 NOMOR 78

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1963 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG JASA UMUM Disamping adanya Bintang Republik Indonesia dan Bintang Maha Putra untuk menghormati jasa-jasa yang secara luar biasa diberikan kepada Negara dan Bangsa. Bintang-bintang Militer untuk menghargai jasa-jasa kemiliteran pada waktu-waktu atau terhadap peristiwa-peristiwa tertentu dan Bintang Bhayangkara untuk menghormati jasa-jasa orang yang diberikan dibidang penyelenggaraan dan penjagaan ketertiban umum dan keamanan maka masih dirasakan perlu untuk mengeluarkan Bintang Jasa, sebagai penghargaan dari pada jasa-jasa besar yang diberikan dalam suatu bidang atau peristiwa atau hal tertentu. Menghargai jasa-jasa tersebut dengan Bintang Jasa dirasakan lebih tepat dari pada dengan Bintang lain seperti, tersebut diatas misalnya dengan Bintang Maha Putra, karena besar dan luasnya jasa-jasa itu belum dirasakan sebesar dan seluas seperti apa yang menjadi syarat-syarat khusus untuk mendapatkan Bintang Maha Putra. Pemberian bintang Jasa selanjutnya dirasakan sebagai pendorong tidak saja bagi yang bersangkutan untuk lebih lagi melimpahkan kesungguhan dalam menyumbangkan jasa baktinya kepada Negara dan Bangsanya, tetapi pula bagi setiap Warga Negara Indonesia untuk memberi jasa-jasa dan baktinya kepada Negara dan Bangsa Indonesia dengan mengambil orang yang memeriksa Bintang Jasa sebagai tauladan yang baik. PASAL

- 2 - PASAL DEMI PASAL Pasal 1 (1) Yang dimaksud dengan jasa besar ialah jasa-jasa yang bermanfaat bagi keselamatan atau kesejahteraan atau kebesaran Negara dan Bangsa, jasa-jasa yang diberikan dengan keikhlasan pengorbanan yang sebesar-besarnya, misalnya menunaikan tugas yang melampaui kewajiban serta dengan rasa tanggung-jawab yang besar atau jasa-jasa yang memperlihatkan keberanian dan ketabahan luar biasa dalam suatu peristiwa atau hal yang penting untuk keselamatan dan kesejahteraan negara. (2) Bintang Jasa ditempatkan dibawah Bintang Maha Putra yang merupakan penghargaan dari pada jasa-jasa yang luar biasa dalam suatu bidang tertentu diluar bidang militer, jasa-jasa yang dalam penilaiannya adalah lebih tinggi mutunya dari pada jasa-jasa yang merupakan syarat untuk mendapatkan Bintang Jasa. Pasal 2 (1) Pembagian dalam kelas dianggap perlu untuk dapat mengadakan perbedaan penghargaan atas jasa-jasa besar yang diberikan itu, berdasarkan luas kecilnya suatu perbuatan jasa terhadap Nusa dan Bangsa dan besar kecilnya usaha pribadi. (2) dan (3) Bentuk dari Bintang Jasa dapat dilihat dalam gambaran terlampir. Tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. (4) Ini adalah sesuai dengan ketentuan dalam pasal 4 ayat (3) dari Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Umum mengenai Tanda-tanda kehormatan. (5) dan (6) Untuk bintang yang dimaksud pita kalung kelas 1 dan pita gantung untuk kelas 2 dan 3 dianggap telah cukup baik dan sesuai dengan derajatnya, dibanding dengan bintang-bintang kita yang tertinggi. Pasal 3

- 3 - Pasal 3 (1) Sudah merupakan ketentuan bahwa Presiden mendapat bintang yang tertinggi (pasal 3 Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Umum mengenai Tanda-tanda Kehormatan). (2) Diharap bahwa jasa yang dihargai itu dapat dijadikan tauladan bagi tiap Warga Negara Indonesia. (3) dan (4) Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 4 (1) Hal ini mengingat ketentuan yang didapati dalam Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Umum mengenai Tanda-tanda Kehormatan. (2) Untuk memungkinkan, bahwa Tanda Kehormatan itu tepat pada waktunya dapat diberikan hingga tidak akan mengurangi nilai dan harganya secara psykhologis. (3) Kemungkinan ini diberikan bilamana dianggap perlu mengingat keadaan penghidupan dari pada orang yang menerima penghargaan. Pasal 5 Ini dianggap perlu untuk mendapat keseragaman dalam soal-soal yang dimaksud. Pasal 6 Sudah cukup jelas. Pencabutan dilakukan untuk menjaga nilai Tanda Kehormatan yang dimaksud. Pasal 7 Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 8

- 4 - Pasal 8 Tidak memerlukan penjelasan. Mengetahui : Menteri/Pejabat Sekretaris Negara, ttd A.W. SURJOADININGRAT (S.H.). TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1963 NOMOR 2575.