BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

PENDAHULUAN Latar Belakang

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BABI. PENDAillJLUAN. Masa perkembangan individu dibagi dalam beberapa fase, yang salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

Disusun Oleh : EVA NADIA KUSUMA NINGRUM Telah disetujui unuk mengikuti Ujian Skripsi. Menyetujui, Pembimbing Utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

Bab 5 PENUTUP. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi. bersama, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB V PENUTUP. terjadi tiga macam kekerasan, meliputi kekerasan psikis, fisik, dan. penelantaran rumah tangga namun kekerasan psikis lebih dominan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pewarisan nilai-nilai sosial dari satu individu ke individu lain. Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi antarpersonalnya menjadi berbeda satu dengan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. sepasang suami istri namun juga keinginan setiap anak di dunia ini, tidak seorang

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan keluarga yang sejahtera, pastilah menjadi impian setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan berkeluarga atau menempuh kehidupan dalam perkawinan adalah harapan dan niat yang wajar dan sehat dari setiap anak-anak muda dan remaja dalam masa perkembangan dan pertumbuhannya. Harapan tersebut terkesan semakin membara dan dorongannya semakin terasa meluap-luap dengan dahsyat. Jika badan sehat, dan beberapa kondisi lain yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui. Secara psikologi manusia yang sehat adalah yang bisa menyelesaikan tugas perkembangannya dengan baik, teratur dan tepat pada masingmasing tahap perkembangannya yaitu masa anak-anak, masa remaja dan masa dewasa (Hurlock,1983). Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan dan harapan-harapan sosial baru, seperti peran menjadi suami-istri. Dengan kata lain salah satu tugas perkembangan hidup bersama dengan pasangannya dalam ikatan perkawinan. Pengalaman dalam kehidupan menunjukkan bahwa membangun keluarga itu mudah, namun memelihara dan membina keluarga hingga mencapai taraf kebahagiaan dan kesejahteraan yang selalu didambakan oleh setiap pasangan suami-istri alangkah sukarnya. Pengalaman hidup juga mengajarkan kita betapa bervariasinya perjalanan keluarga yang telah didirikan oleh sepasang muda-mudi atas dasar cinta-mencintai, kasih 1

mengasihi dan seterusnya, ternyata banyak dijumpai goncangan dan bahkan hancur lebur di dalam perjalanan. Pernikahan merupakan pernjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahsa Indonesia, 1984). Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang- Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Dari UU ini dapat dilihat bahwa selain merupakan ikatan antara suami dan istri, yang bertujuan membentuk masyarakat dengan unit keluarga yang stabil, yang dapat mengabadikan norma-norma sosial karena melalui keluarga kepada anakanak akan diwariskan aturan-aturan dan harapan-harapan orangtua serta masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti dari mertua adalah sebutan dalam hubungan atau sistem kekerabatan yang merujuk pada orangtua, istri atau suami. Sedangkan menantu adalah sebutan dalam hubungan atau sistem kekerabatan yang merujuk pada istri atau suami dari anak. Istri dari anak laki-laki disebut menantu perempuan, dan suami dari anak perempuan disebut menantu laki-laki. Jadi apa yang dimaksud dengan hubungan mertua dan menantu adalah terjadinya interaksi antara mertua dengan menantu yang menghasilkan penyatuan maupun perpecahan. 2

Pasangan yang telah menikah diharapkan keduanya dapat mandiri dan dapat bertanggung jawab dengan kehidupan mereka yang baru, membangun keluarga baru, berpisah dengan orangtua dan tinggal bersama pasangan. Namun fenomena sekarang ini masih ditemukan pasangan suami istri yang menikah tetapi tinggal dengan mertua, dengan berbagai alasan sehingga memutuskan untuk tinggal dengan orangtua salah satu pasangan (Dharma & Nikita, 2011). Alasan pasangan tinggal mertua adalah (1) pasangan belum memiliki dana untuk membangun rumah sendiri. (2) membutuhkan mertua untuk menjaga anak mereka (cucu). (3) faktor budaya tertentu, mertua mewajibkan anak lakinya tinggal bersama orangtua (Kompasiana,2011) Adanya keluarga tak luput juga dari hubungan menantu dan mertua. Bagi kebanyakan orang, pembicaraan tentang mertua adalah tema pembahasan yang selalu hangat dibicarakan dalam keluarga. Hal ini disebabkan sosoknya selalu mengundang pro dan kontra. Sebagian orang menganggap sebagai pelengkap kebahagiaan, tapi tidak sedikit yang menganggapnya sebagai sumber malapetaka. Wirawan (2010) konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karakteristik yang beragam. Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama, kepercayaan aliran politik, serta budaya dan tujuan hidupnya. Dalam sejarah umat manusia, perbedaan 3

inilah yang menimbulkan konflik. Selama masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindarkan dan selalu akan terjadi. Menurut Sadarjoen (2005), konflik perkawinan merupakan perbedaanperbedaan yang tidak terhindarkan yang terdapat pada kedua pasangan perkawinan dengan sendirinya akan memberikan pengaruh bagi berkembangnya perspektif yang berbeda pula. Latar belakang pengalaman yang berbeda, kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang mereka anut sebelum memutuskan untuk menjalin ikatan perkawinan akan mempengaruhi pembentukan konflik perkawinan yang spesifik. Pada umumnya, tujuan-tujuan yang tidak serasi antara kedua pasangan merupakan dasar dari konflik. Pernikahan adalah sebuah institusi. Ketika argument demi argument mulai merupakan sebagian besar bentuk komunikasi yang dilangsungkan di rumah maupun di luar rumah, tak heran jika pasangan suami istri merasakan adanya keresahan dalam rumah tangga. Konflik atau tidak adanya keharmonisan dalam perkawinan/berkeluarga tidak hanya terjadi oleh pasangan suami istri saja, namun konflik di dalam keluarga dapat terjadi antara hubungan menantu dengan mertua. Hal yang sering terjadi adalah konflik antara hubungan menantu perempuan dengan ibu mertua. Fenomena yang timbul di masyarakat salah satunya adalah konflik atau ketidakharmonisan antara keduanya yang dapat memicu timbulnya hambatan seperti pertengkaran, terjadinya salah paham, ketidaksamaan pendapat dan sebagainya. 4

Hal yang sering terjadi adalah konflik interpersonal antara hubungan menantu perempuan dengan ibu mertua. Fenomena yang timbul di masyarakat salah satunya adalah konflik interpersonal atau ketidakharmonisan antara keduanya yang dapat memicu timbulnya hambatan seperti pertengkaran, terjadinya salah paham, ketidaksamaan pendapat dan sebagainya. Adanya konflik interpersonal atau keharmonisan antara hubungan menantu dengan mertua ini dapat menyebabkan terjadinya perceraian. Menurut Purnomo (2008) ada beberapa alasan untuk tetap tinggal di rumah mertua. Pertama, mungkin mereka memang belum berani untuk mandiri dengan mengandalkan penghasilan, karena biaya hidup berumah tangga tidaklah sedikit. Kedua, secara psikologis, mungkin mereka belum siap, karena menikah merupakan suatu pengalaman baru bagi mereka. Berada dekat dengan orang tua dapat membantu untuk mendapatkan kekuatan, panutan, atau pun teladan. Ketiga, sang menantu memang diminta untuk tinggal bersama oleh mertuanya, karena sang mertua yang mingkin telah hidup sendiri, membutuhkan seseorang untuk menemaninya. Banyak pasangan yang terpaksa tinggal bersama orang tua atau mertua dengan berbagai alasan. Menurut Hanaco & Wulandari (Andriyani,2015) Ketika terpaksa mengambil langkah ini tentu ada kecemasan di pihak menantu. Sebagai pendatang baru tentu memikul beban yang lebih berat. Mertua biasanya akan memandang sang menantu baru dengan tatapan 5

penuh penilaian. Mertua akan menilai bagaimana pasangan yang telah dipilih oleh anaknya. Komunikasi memang memegang peranan yang sangat vital dan dapat diibaratkan seperti urat nadi dalam sebuah pernikahan. Karena komunikasi yang kurang tepat, bisa menjadikan kesalah pahaman yang berlarut-larut. Dengan komunikasi dapat menyelesaikan dengan baik jika dilakukan dengan tepat. Aryani dan setiawan (Andriyani,2015) menyebutkan ada beberapa hubungan yang terjadi antara menantu dengan mertua, yaitu hubungan penuh konflik, hubungan acuh tak acuh, ataupun hubungan harmonis. Beberapa bentuk hubungan menantu dengan mertua yang sering terdengar dan menjadi bahan pembicaraan menarik di media konsultasi adalah hubungan penuh dengan konflik. Konflik interpersonal itu sendiri banyak dialami oleh menantu perempuan dengan ibu mertua. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian dari Utah Stare University menyatakan bahwa 60% pasangan suami istri mengalami ketegangan hubungan dengan mertua, yang biasanya terjadi antara menantu perempuan dengan ibu mertua. Sweat (Winayanti,2011). Savitri (Aryani,2007) menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang mendasar pada pola pikir dan psikologis. Pola pikir dan psikologis perempuan lebih sensitif daripada laki-laki, dan bagi seorang perempuan fase kehidupan yang paling berharga adalah keluarga. Perbedaan tersebut di atas mungkin dapat menjelaskan fenomena bahwa masalah menantu-mertua kebanyakan terjadi di antara kaum perempuan. 6

Hasil survai pendahuluan yang dilakukan di Kelurahan Purwanegara pada Bulan Desember 2008 mendapatkan contoh konflik interpersonal yang biasa terjadi dalam keluarga antara menantu dengan ibu mertua. Ibu mertua merasa paling mengerti tentang makanan kesukaan anaknya, ikut menyiapkan pakaian, membereskan kamar hingga mempersiapkan hidangan pagi. Sedangkan istri merasa bahwa dirinya telah memiliki dan berkewajiban untuk merawat serta melayani suaminya tanpa ada campur tangan dari orang lain. Hal inilah yang dapat membuat persinggungan antara menantu dan ibu mertua. Pujiastuti (Lestari,2012) mengatakan banyak para menantu perempuan yang cenderung memiliki konflik interpersonal dengan mertuanya, khususnya ibu dari suaminya. Entah alasannya karena ibu mertua biasanya terlalu mencampuri urusan rumah tangga anaknya, cerewet atau juga terlalu sayang pada ananknya. Bahkan bisa berujung pada keinginan untuk campur tangan dalam urusan menangangi cucu. Seperti kasus istri yang tinggal bersama Ibu mertuanya selama 1 tahun di 4 tahun perkawinannya. Ibu CC memang belum pernah bertemu sama sekali dengan Ibu mertua sampai pernikahan dengan suaminya. Ketika sudah dua tahun menikah rumah tangga Ibu CC sangat harmonis, tidak ada permasalahan apapun. Kemudian sang suami mengajaknya bertemu dengan keluarga besar serta tinggal disana selama kurang lebih satu tahun. Tentu saja sebagai istri yang baik dan turut akan suami, ibu CC menyetujui hal tersebut, Ibu CC pun dengan senang hati tinggal bersama 7

dengan ibu mertua, ia merasa bahwa ada pembelajaran sebagaimana menjadi Ibu yang baik untuk anak-anaknya. Namun ternyata Ibu CC harus banyak bersabar karena sebenarnya tidak betah tinggal bersama mertua. Terlalu banyak masalah kecil namun setiap hari Ibu CC merasakan ketidaknyamanan dalam bentuk komunikasi pada ibu mertuanya. Hubungan antara mertua serta iparnya membuat Ibu CC harus memendam semua rasa tidak enak. Ibu CC memilih mengalah dan pergi dari rumah bila ingin bertemu dengan teman atau orangtuanya sendiri. Jika keegoisan dan kesalahpahaman terus terjadi, kemungkinan terburuk akan terjadi pertengkaran dan berujung dengan permusuhan antara Ibu mertua dan menantu. Ada baiknya digunakan dengan cara baikbaik tanpa menggunakan emosi. Contoh konflik interpersonal yang terjadi antara menantu perempuan dengan ibu mertua yaitu AN yang bertugas sebagai karyawan di salah sebuah bank di ibu Negara merasa sedih karena hal yang paling tidak diinginkan setelah berumah tangga yaitu tinggal bersama keluarga mertua terjadi juga akhirnya. AN merasa tidak senang tinggal bersama keluarga suaminya, karena sampai sekarang AN masih dianggap sebagai orang asing dalam keluarga mereka terutama ibu mertuanya yang sering mencoba mencari kesalahannya. Sering terjadi antara keduanya, AN pun tidak dapat mengontrol emosinya, jika ibu mertuanya memarahinya maka AN akan balik marah sehingga akan saling membela diri dan tidak peduli dengan perkataan masing-masing (http://www.rampalseri.wordpress.com) 8

Dengan adanya contoh kasus diatas dapat membawa konflik interpersonal bagi menantu perempuan diantaranya akan timbul perasaan tertekan, tidak dihargai serta hak dan kewajibannya tidak dapat dijalankan dengan baik yang dapat menimbulkan perasaan serba salah di dalam diri menantu perempuan. Dikatakan oleh Hendricks (Cahya,2008) bahwa konflik bersumber dari perbedaan-perbedaan sikap pandangan dan pemikiran antara individu satu dengan individu lainnya. Perbedaan cara pandang dapat menjadi faktor penyebab tidak harmonisnya hubungan mertua menantu. Masing-masing pihak memiliki cara pandang tersendiri berdasarkan peran mereka masing-masing. Mertua merasa memiliki anak laki-lakinya karena ia berperan sebagai ibu, sementara si istri juga merasa sepenuhnya memiliki suaminya. Hal ini menimbulkan terjadinya tarik menarik kepemilikian dalam kehidupan sehari-hari. Dari pandangan mertua, ia merasa sudah membesarkan anak laki-lakinya sedemikian rupa. Dari pandangan mertua, ia merasa paling tahu kebiasaan dan kegemaran anaknya. Akibatnya, mertua merasa perlu mendikte menantu melakukan sesuatu yang disukai anaknya. Sementara sang menantu perempuan tidak akan terima begitu saja, karena ia merasa sudah dewasa dan mampu mengatur rumah tangganya sendiri. Penyebab yang lain yaitu berkaitan dengan persepsi dan budaya keluarga, nilai, didikan, kebiasaan dan aturan yang berlaku di masing-masing keluarga berbeda, dan ini dapat menimbulkan konflik interpersonal. 9

Adapun istri atau menantu perempuan yang berinisial TN, bahwa dua bulan setelah menikah TN langsung pindah ke rumah keluarga suami. Dimana keluarga suami masih utuh dalam keluarga besar. Terdapat bapakibu serta kakak dan adik-adiknya yang masih tinggal satu rumah. Setiap hari TN selalu berkomunikasi dengan ibu mertua dan keluarga yang lainnya. Tidak pernah ada miss communication ataupun pertengkaran pada istri atau menantu perempuan dengan ibu mertua. Diketahui bahwa ibu mertua TN sangat sayang kepada menantunya, bahkan rasa sayangnya melebihi daripada ke anak-anaknya sendiri. Tentu saja TN sangat senang dan bersyukur memiliki ibu mertua yang sedemikian sayangnya terhadap TN. Contoh kasus yang terjadi pada TN adalah sebagaimana menantu dan ibu mertua mampu bersanding dengan baik. dari arah komunikasi informan TN dengan Ibu mertua sangat komunikatif dengan baik. Adanya komunikasi dua arah, memberikan sikap saling menghargai. Informan TN dengan Ibu mertua memiliki arah tujuan yang sama dalam cara pandang. Meski ada perbedaan pendapat, informan TN tidak pernah merasa jengkel, emosi ataupun marah kepada ibu mertua. Justru dengan adanya perbedaan mereka membicarakan sampai tuntas. Adanya penyelesaian ketika terjadi konflik interpersonal. Informan TN mampu mengatasi permasalahanpermasalahan yang terjadi dengan ibu mertua. Tidak ada perasaan tertekan meski menantu tinggal satu rumah dengan ibu mertua. Hak dan kewajiban 10

menantu akan berjalan dengan baik tanpa menimbulkan perasaan negatif terhadap ibu mertua. Peneliti memilih topik ini karena peneliti ingin mengetahui apa saja, sebab, bentuk dan strategi penyelesaian terjadinya konflik interpersonal antara menantu perempuan dengan ibu mertua yang tinggal dalam satu rumah. Pada penelitian ini, peneliti mengambil pasangan menantu perempuan dengan ibu mertua yang kurang lebih tinggal satu rumah dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun. Penelitian ini dilakukan di Purwokerto Kabupaten Banyumas. Berdasarkan fenomena dan penelitian yang dialami mengenai banyaknya konflik yang terjadi dalam perkawinan/ berkeluarga tidak hanya terjadi oleh pasangan suami istri, namun konflik di dalam keluarga dapat terjadi antara hubungan menantu dengan mertua. Hal ini menjadi ide bagi peneliti untuk mengangkat masalah ini dengan judul KONFLIK INTERPERSONAL ANTARA MENANTU PEREMPUAN DENGAN IBU MERTUA YANG TINGGAL SATU RUMAH. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa penyebab konflik interpersonal antara menantu perempuan dengan Ibu mertua yang tinggal satu rumah? 11

2. Bagaimana bentuk konflik interpersonal yang terjadi antara menantu perempuan dengan ibu mertua yang tinggal dalam satu rumah? 3. Apa saja strategi penyelesaian konflik interpersonal antara menantu perempuan dengan ibu mertua? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diajukan maka penelitian ini bertujuan untuk: a. Mendeskripsikan penyebab konflik interpersonal yang ada antara menantu perempuan dan ibu mertua yang tinggal dalam satu rumah b. Mengkaji bentuk konflik interpersonal antara menantu perempuan dan ibu mertua yang tinggal dalam satu rumah c. Mengkaji strategi penyelesaian konflik interpersonal yang terjadi antara menantu perempuan dengan ibu mertua yang tinggal satu rumah D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat yaitu: 1. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai konflik interpersonal yang terjadi antara menantu perempuan dengan ibu mertua yang tinggal dalam satu rumah. 12

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmiah di bidang psikologi keluarga. 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan baru di bidang psikologi dan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi ilmu psikologi khususnya dibidang psikologi perkembangan dan psikologi keluarga. 13