PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara yang berdasarkan atas

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun bahaya baik berasal dari dalam mupun luar negeri. Negara Indonesia dalam bertingkah laku sehari-hari agar tidak merugikan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

PELAKSANAAN PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN. (Studi Kasus Tindak Pidana Penipuan di Pengadilan Negeri Klaten dan. Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYELIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti adanya laporan atau pengaduan tentang suatu perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

I. PENDAHULUAN. Munculnya gelombang reformasi di akhir dekade 90-an yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi setiap kejahatan. Hal ini dimaksudkan agar setiap tindakantindakan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

III. METODE PENELITIAN. Untuk memecahkan masalah guna memberikan petunjuk pada permasalahan yang

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Upaya yang dilakukan Polisi DIY dalam Penanggulangan Tindak. pidana Kesusilaan

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan sampai meninggal dunia selalu hidup bersama-sama. 1 Untuk itu. menurut Roeslan Saleh, adalah Hukum Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

Transkripsi:

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh: MOCH HAIKHAL KURNIAWAN NIM : C.100.030.102 NIRM : 03.6.106.01000.5.0102 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 i

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman diikuti dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, menuntut semakin kompleks masalah yang harus dipecahkan. Indonesia adalah salah satu di antara sekian banyaknya negara yang menghadapi perubahan globalisasi tersebut. Hal ini diperumit lagi dengan keadaan bangsa Indonesia yang coraknya beraneka ragam, yang terbagi atas golongan kaya dan golongan miskin. Perubahan jaman yang semakin cepat tersebut juga membawa perubahan yang besar pula bagi masyarakat Indonesia. Ketidak puasan terhadap kondisi dan keadaan membuat meningkatnya kualitas dan kuantitas kejahatan, apabila kejahatan meningkat, maka berbagai macam cara dan berbagai macam motif akan digunakan untuk melancarkan kejahatan tersebut. Pengertian kejahatan menurut Paul Moedikno Moeliono: Kejahatan adalah pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan dan tidak boleh dibiarkan 1. Dengan adanya perkembangan kejahatan yang semakin membahayakan dan merugikan baik terhadap perorangan khususnya maupun masyarakat umumnya, maka perlindungan hukum terhadap masyarakat harus 1

2 lebih ditingkatkan pula, karena Indonesia adalah negara hukum atau rechtstaat yang setiap kejahatan dan pelanggaran harus dipertanggung jawabkan. Hukum Acara Pidana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang sering disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 31 Desember 1981 dengan Lembaran Negara Nomor 76 tahun 1981. Dengan adanya KUHAP, maka diperlukan suatu aparat penegak hukum yang berfungsi untuk mempertahankan hukum pidana dalam arti materiil yaitu terdiri dari Polisi, Jaksa, Hakim. Melindungi masyarakat dari semakin meningkatnya kualitas maupun kuantitas kejahatan adalah fungsi dan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 4 yang menjabarkan mengenai fungsi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu: Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 diuraikan lagi mengenai tugas dan wewenang dari Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : 1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2. Menegakkan hukum; 1 Soedjono. D, Penanggulangan Kejahatan, Bandung; Alumni 1983,hal 17.

3 3. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat. Dari komponen sistem peradilan pidana di Indonesia yang terdiri dari komponen kepolisian, kejaksaan, pengadilan (mulai PN, PT, dan MA), dan lembaga pemasyarakatan sebagai aparat penegak hukum, keempat aparat penegak hukum ini memiliki hubungan sangat erat satu sama lain dan saling menentukan dan Polri menjadi salah satu gardu terdepan pelaksanaan fungsi Penegakan Hukum (Law Enforcement Function). Tujuan objektif fungsi ini apabila ditinjau dari pendekatan tata tertib sosial, yang meliputi penegakan hukum secara actual, antara lain tindakan : 1. Penyelidikan-penyidikan; 2. Penuntutan; 3. Penangkapan-penahanan; 4. Persidangan pengadilan; 5. Pemidanaan-pemenjaraan guna memperbaiki tingkah laku individu terpidana. 2 Selain tindakan penegakan hukum secara aktual di atas, masih terdapat tindakan-tindakan yang lain dari keberadaan Polri yaitu upaya preventif. Upaya tersebut berfungsi mencegah orang atau anggota masyarakat melakukan tindak pidana. Adanya kehadiran polisi dapat dianggap mengandung preventive effect yang memiliki daya cegah anggota masyarakat untuk melakukan tindak pidana. Upaya represif oleh Polri untuk 2 M Yahya Harahap,Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Dalam Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali, Jakarta ; Sinar Grafika 2000, hal 90.

4 menanggulangi kejahatan agar kejahatan tidak melebar atau bertambah membahayakan orang. Dalam menegakan upaya-upaya tersebut di atas, Polri baik sebagai penyelidik maupun penyidik harus mempunyai ilmu-ilmu pengetahuan untuk melengkapi diri. Hal ini penting karena dalam mengungkap suatu tindak pidana untuk mencari kebenaran materiil, termasuk untuk mengetahui tersangka, diperlukan ilmu-ilmu pendukung. Ilmu-ilmu pendukung tersebut antara lain seperti : 1. Anthropologi Kriminil; 2. Sosiologi Kriminil; 3. Psykologi Kriminil; 4. Penologi; 5. Dan ilmu-ilmu lainnya yang dipergunakan sebagai alat bantu dalam acara pidana. Ditemukannya tersangka setelah melalui upaya penyelidikan dan penyidikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, merupakan hal yang penting dan menentukan. Karena dengan ditemukannya tersangka maka membuat tindak pidana yang terjadi menjadi lebih jelas dan dapat segera dilakukan proses hukum. Selanjutnya, untuk menjamin hak asasi tersangka maka segera diperiksa dalam sidang pengadilan sekaligus untuk mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukannya.

5 Apabila dalam proses penyelidikan dan penyidikan telah dapat diketahui dan ditetapkan tersangkanya, akan tetapi tersangka melarikan diri atau tidak berada di tempat, polisi akan melakukan berbagai upaya untuk menangkapnya agar tidak meresahkan masyarakat. Salah satu upaya untuk segera menangkap dan mengamankan tersangka yang melarikan diri tersebut adalah dengan metode sketsa wajah. Sebenarnya metode sketsa wajah adalah salah satu dari alat bantu untuk menangkap dan mencari tersangka dan orang-orang yang terdapat dalam daftar pencarian orang selain metode sidik jari, dactyloscopie, metode balistik, metode lie detector, penggunaan anjing pelacak dan alat bantu lainnya. Tapi dengan metode sketsa wajah ini akan lebih jelas dan signifikan dalam proses pencarian tersangka yang melarikan diri tersebut, karena memuat akan ciri-ciri fisik yang merupakan bagian dari raut muka dari tersangka yang termasuk orang-orang dalam daftar pencarian orang. Sketsa wajah digunakan dan dimanfaatkan untuk lebih mempersempit ruang gerak bagi tersangka yang melarikan diri yang termasuk dalam daftar pencarian orang. Sehingga dalam penggunaannya, mempermudah bagi aparat kepolisian untuk melakukan pelacakan dan pengejaran terhadap tersangka yang melarikan diri atau orang-orang yang termasuk dalam daftar pencarian orang. Sketsa wajah juga memberikan informasi yang lebih karena memuat gambar dan ciri-ciri yang spesifik dari tersangka atau terhadap penjahat pelarian yang belum diketahui identitasnya tapi ciri-cirinya telah diketahui

6 oleh saksi. Metode sketsa wajah ini membantu masyarakat untuk mengindentifikasikan tersangka terhadap penjahat pelarian yang belum diketahui identitasnya tapi ciri-cirinya telah diketahui yang dicari oleh aparat polisi, sehingga masyarakat lebih waspada dengan orang-orang yang dianggap mencurigakan. Sehingga masyarakat lebih mudah dalam memberikan informasi kepada aparat polisi yang melakukan pengejaran terhadap tersangka yang termasuk dalam daftar pencarian orang. Sketsa wajah memungkinkan adanya kerjasama antara aparat kepolisian dengan masyarakat dalam memberikan informasi tentang tersangka yang melarikan diri tersebut. Penggunaan sketsa wajah dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana banyak digunakan pelaku dalam kejahatan-kejahatan besar, seperti kasus pelaku terorisme bom Bali I, bom Bali II, bom Kuningan atau kasus tindak pidana lain yang pelakunya sangat membahayakan bagi masyarakat dan bagi Negara, termasuk tindak pidana yang terjadi di Surakarta, yang termasuk wilayah hukum Polwil Surakarta. Para pelakunya dapat diidentifikasikan dan dikenali oleh masyarakat, karena pemanfaatan dari metode sketsa wajah tersebut. Bila kita telaah lebih lanjut, penggunaan metode sketsa wajah tersebut memang ada keuntungan-keuntungan maupun kerugiannya, tapi banyak terdapat hal-hal yang belum terdeteksi jelas, apakah pelaksanaan metode tersebut ada dasar hukum yamg mendasari dan dampak lain yang ditimbulkannya dari adanya pemanfaatan metode sketsa wajah.

7 Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk menggali lebih dalam dengan menuangkannya dalam suatu penelitian hukum dengan judul : Penggunaan Metode Sketsa Wajah Dalam Menemukan Pelaku Tindak Pidana (Study Kasus di Polwil Surakarta) B. Pembatasan Masalah Pada penelitian ini perlu kiranya dibuat pembatasan masalah dengan tujuan agar penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuan penelitian, maka penulis membatasi masalah hanya terbatas pada pembuatan dan pemanfaatan sketsa wajah dalam menemukan pelaku tindak pidana oleh POLWIL Surakarta. C. Perumusan Masalah Berdasarkan penelitian yang disusun oleh penulis maka perumusan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apa dasar hukum tentang penggunaan metode sketsa wajah dalam penyelidikan dan penyidikan? 2. Bagaimana hubungan antara penggunaan metode sketsa wajah dalam proses penyelidikan dan penyidikan dengan HAM? 3. Bagaimana prosedur pelaksanaan pembuatan sketsa wajah dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di Polwil Surakarta? 4. Bagaimana pemanfaatan metode sketsa wajah dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di Polwil Surakarta?

8 5. Apa hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan pemanfaatan metode pembuatan sketsa wajah dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana? D. Tujuan Penelitian Secara sederhana tujuan penelitian adalah untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan secara tegas dalam rumusan masalah, agar dapat tercapai tujuan dari penelitian. Begitu juga dalam penelitian ini, yaitu : 1. Tujuan Objektif a) Untuk mengetahui dasar hukum dalam penggunaan metode sketsa wajah dalam penyelidikan maupun penyidikan. b) Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan metode sketsa wajah dalam proses penyelidikan serta penyidikan dengan Hak Azasi Manusia. c) Untuk mengetahui pelaksanaan metode pembuatan sketsa wajah dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di Polwil Surakarta. d) Untuk mengetahui manfaat dari metode pembuatan sketsa wajah dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana di Polwil Surakarta. e) Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan pemanfaatan metode pembuatan metode sketsa wajah dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana oleh Polwil Surakarta.

9 2. Tujuan Subjektif a) Untuk menambah dan memperdalam pengetahuan dibidang hukum acara pidana, khususnya tentang pemanfaatan metode pembuatan sketsa wajah dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. b) Untuk mengembangkan potensi diri penulis melalui pemikiran yang fleksibel dan terarah sesuai dengan perkembangan hukum yang terjadi. E. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian ini. Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a) Memberi masukan serta manfaat bagi ilmu penegetahuan di bidang hukum khususnya hukum acara pidana. b) Menambah pengetahuan bagi penulis tentang pemanfaatan metode pembuatan metode wajah dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. 2. Manfaat Praktis a) Sebagai referensi bagi mahasiswa yang ingin mendapatkan informasi tentang pemanfaatan metode pembuatan sketsa wajah dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. b) Untuk memberikan jawaban melalui data-data yang diperoleh dan disajikan atas permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.

10 F. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu cara, jalan, petunjuk dan salah satu faktor yang penting dalam suatu penelitian, karena merupakan penunjang dalam suatu proses penelitian yaitu berupa penyelesaian suatu permasalahan yang akan dibahas, dimana metode penelitian merupakan cara yang utama yang bertujuan untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah dan jenis yang akan dihadapi. Akan tetapi dengan mengadakan klasifikasi yang akan didasarkan pada pengalaman, dapat ditentukan jenis penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pendekatan Adapun pendekatan penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian hukum Sosiologis/Non-Doktrinal dimana fokus kajiannya adalah data primer, 3 untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi tersebut, penulis menggunakan penulisan hukum empiris. Pada penelitian empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, kemudian dilanjutkan dengan penelitian pada data primer di lapangan atau masyarakat, 4 yaitu tentang pembuatan dan pemanfaatan metode sketsa wajah dalam menemukan pelaku tindak pidana oleh Polwil Surakarta. 3 Khudzaifah Dimyati, Kelik Wardiono. 2004. Metode Penelitian Hukum. Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta.hal 47. 4 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta, Universitas Indonesia ; 1986 hal 54.

11 2. Jenis penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Yang dimaksud penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengungkapkan hukum yang hidup dalam masyarakat melalui perbuatan, perilaku, gejala yang dilakukan oleh masyarakat di lapangan 5 Sedangkan dalam penelitian ini penulis meneliti tentang gejala perilaku manusia dengan adanya implementasi pemanfaatan metode sketsa wajah terhadap tersangka atau penjahat pelarian, yaitu perilaku aparat kepolisian dan perilaku masyarakat. 3. Lokasi Penelitian. Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di Kepolisian Wilayah Surakarta. Di Polwil Surakarta terdapat beberapa kasus tindak pidana yang menggunakan pemanfaatan metode sketsa wajah sebagai media untuk melacak tersangka dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang sesuai dengan penelitian yang penulis susun, sehingga memudahkan dalam pencarian data. 4. Jenis Data. Data merupakan sesuatu yang akan diteliti dalam hal ini adalah gejala dan hasil-hasilnya, 6 dalam penelitian ini data-data tersebut meliputi : 5 Ibid 6 Ibid Hal 7.

12 a) Data primer Yaitu data dasar atau data yang langsung diperoleh dari sumbernya, yakni perilaku masyarakat melalui penelitian. 7 Perilaku yang diteliti dalam penelitian ini adalah perilaku aparat kepolisian dan masyarakat. Dalam hal ini dengan cara mengumpulkan data yang berguna dan berhubungan dengan masalah yang akan dicari jawabannya melalui penelitian yang penulis susun. Data yang didapat langsung dari sumber pertama yaitu penyidik yaitu Polwil Surakarta. b) Data sekunder Yaitu data yang didapat dari keterangan-keterangan atau pengetahuan yang diperoleh secara tidak langsung melalui studistudi kepustakaan dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan sumber-sumber tertulis lainnya. 8 Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah buku-buku atau sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan penelitian yang penulis susun. 7 Ibid. Hal 12. 8 Ibid. Hal 12.

13 5. Sumber Data Sumber data dalam penelitian merupakan subjek dimana data yang diperlukan dalam penelitian diperoleh, dalam penelitian yang penulis susun sumber data tersebut meliputi : a) Sumber Data Primer Merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung dari lapangan dalam hal ini berupa keterangan dan informasi dari penyidik yaitu Polwil Surakarta yang dalam proses penyelidikan dan penyidikan memanfaatkan metode sketsa wajah. b) Sumber Data Sekunder Merupakan sumber data yang mendukung untuk memberi keterangan yang membantu sumber data primer meliputi bahan kepustakaan, dokumen, arsip, literatur, serta tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan masalah yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini. Sumber data sekunder ada tiga jenis : (1) Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat dan dalam penelitian ini menggunakan : (a) Kitab Undang-Undang Acara Hukum Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981). (b) Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002. (c) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP.

14 (d) PETUNJUK TEKNIS POLRI NO. POL: Juknis/0I/VIII/2006, Tentang sketsa raut wajah. (2) Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya buku, rancangan undangundang, hasil-hasil penelitian, dan lain-lain. Dalam penelitian ini penulis menggunakan buku-buku kriminalistik, yang membahas tentang alat bantu dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. (3) Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia dan lain-lain. 9 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kamus. 6. Tehnik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Wawancara Yaitu berupa tanya jawab dengan informan atau narasumber, dalam hal ini penyidik Polwil Surakarta yang menggunakan media atau sarana pemanfaatan sketsa wajah dalam proses penyelidikan dan penyidikan dalam mengungkap tindak pidana. 9 Ibid Hal 52.

15 b. Studi kepustakaan Merupakan tehnik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan peraturan perundang-undangan, transkrip, buku-buku, dokumendokumen dan bahan pustaka atau bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktifitas tertentu yang berkaitan dengan perumusan masalah dalam penelitian yang akan dijawab. 10 Dalam penelitian ini studi kepustakaan yang digunakan berhubungan dengan aktifitas atau peristiwa yang menggunakan sketsa wajah dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. 7. Teknik Analisa Data Tehnik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif, yaitu : Suatu cara penelitian yang menggunakan dan menghasilkan data deskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis maupun lisan dan juga perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. 11 Proses analisis dalam penelitian kualitatif, kegiatannya pada dasarnya dilakukan secara bersamaan dengan proses pelaksanaan pengumpulan data. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah interactive model of analysis yang meliputi tiga tahapan yaitu 10 Sutopo H. B, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta,University Of Sebelas Maret Press,2002 Hal 54. 11 Soerjono Soekanto, Op.Cit, Hal 242.

16 mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan dengan verifikasinya, dimana peneliti tetap bergerak di antara tiga komponen analisis dengan proses pengumpulan data selama kegiatan pengumpulan data berlangsung. Selain itu juga dilakukan siklus antara tahap-tahap tersebut, sehingga data yang terkumpul berhubungan dengan data lain. Setelah data terkumpul, kemudian data direduksi, setelah itu disajikan maka terakhir akan dapat ditarik suatu kesimpulan. Tahap-tahap ini tidak harus dilakukan secara berurutan, dan antara tahap yang satu dengan yang lain adalah saling membentuk siklus. 12 Yang digambarkan sebagai berikut: Bagan 1 : Bagan Interactive Model Of Analysis Keterangan : a. Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan 12 Sutopo H. B, Op.Cit, Hal 94-95.

17 abstraksi data dari lapangan dimana proses ini akan berlangsung selama pelaksanaan penelitian (fieldnote). b. Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi dipero1eh dari data yang telah tersusun. Dari awal pengumpulan data harus sudah memahami dan tahui berbagai hal yang ada, sehingga dapat ditarik suatu simpulan dari data yang tersedia di lapangan sebagai akhir dari langkahlangkah penelitian. Kesimpulan akhir perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. 13 G. Sistematika Skripsi Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang arah dan tujuan penulisan skripsi ini, maka secara garis dapat digunakan sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan. Dalam bab I terdiri atas latar belakang, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penelitian. Bab II Tinjauan Pustaka. Dalam bab ini penulis menguraikan tentang kajian pustaka dan teori yang berkenaan dengan judul dan masalah yang akan diteliti oleh peneliti, yaitu Tinjauan Umum tentang Proses 13 Sutopo H. B, Op.Cit, Hal 91-93

18 Penyelesaian Perkara Pidana, Tinjauan umum mengenai alat bukti dan Sistem Pembuktian, Tinjauan Umum Tentang Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana, Tinjauan Umum Tentang Tugas dan Wewenang Aparat Penyelidik dan Penyidik dalam mengungkap Tindak Pidana, Tinjauan Umum Metode Sketsa Wajah. Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan. Dalam bab ini penulis menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan mengenai, Dasar hukum pelaksanaan pembuatan metode sketsa wajah, Hubungan antara pembuatan metode sketsa wajah dalam proses penyelidikan dan penyidikan dengan Hak Azasi Manusia, Pelaksanaan metode pembuatan sketsa wajah, Pemanfaatan metode sketsa wajah, Hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan metode sketsa wajah dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. Bab IV Penutup. Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang kesimpulan yang didapat dari pembahasan masalah serta saran yang akan menjadi penutup dari skripsi ini.