BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS INDONESIA UJI TRIAKSIAL MULTISTAGE UNTUK TANAH KAOLIN SKRIPSI

BAB IV HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM DAN ANALISA DATA

4. ANALISA UJI LABORATORIUM

KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR

DAFTAR GAMBAR Nilai-nilai batas Atterberg untuk subkelompok tanah Batas Konsistensi... 16

BAB 3 METODE PENELITIAN

LAMPIRAN 1 HASIL PENGUJIAN TRIAKSIAL UNCOSOLIDATED UNDRAINED (UU)

PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI. Oleh

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kuat Geser Puncak, Kuat Geser Sisa dan Konsolidasi dari Tanah Lempung Sekitar Bandung Utara

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined.

UJI KONSOLIDASI CONSTANT RATE OF STRAIN DENGAN BACK PRESSURE PADA TANAH LEMPUNG DI DAERAH BATUNUNGGAL (BANDUNG SELATAN)

DAFTAR ISI. Agus Saputra,2014 PENGARUH ABU SEKAM PADI TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LUNAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh: Dewinta Maharani P. ( ) Agusti Nilasari ( ) Bebby Idhiani Nikita ( )

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

KARAKTERISITIK KUAT GESER TANAH MERAH

Karakterisasi Sifat Fisis dan Mekanis Tanah Lunak di Gedebage

BAB 4. HASIL DAN ANALISIS PENYELIDIKAN TANAH

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Bendungan merupakan salah satu dari beberapa bangunan sipil yang

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN TANAH LEMPUNG PADA TANAH PASIR PANTAI TERHADAP KEKUATAN GESER TANAH ABSTRAK

METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang berasal dari

MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN


BAB I PENDAHULUAN 1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN

KORELASI CBR DENGAN INDEKS PLASTISITAS PADA TANAH UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

ABSTRAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG YANG DITAMBAHKAN SEMEN DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI SUBGRADE JALAN. (Studi Kasus: Desa Carangsari - Petang - Badung)

KOMPOSISI TANAH. Komposisi Tanah 2/25/2017. Tanah terdiri dari dua atau tiga fase, yaitu: Butiran padat Air Udara MEKANIKA TANAH I

KESIMPULAN DAN SARAN

KORELASI PARAMETER KEKUATAN GESER TANAH DENGAN MENGGUNAKAN UJI TRIAKSIAL DAN UJI GESER LANGSUNG PADA TANAH LEMPUNG SUBSTITUSI PASIR

buah benda uji setiap komposisi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kuat Geser Tanah. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Shear Strength of Soils. Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc.

II. Kuat Geser Tanah

MODUL 4,5. Klasifikasi Tanah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam dunia konstruksi, tanah menduduki peran yang sangat vital dalam

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN)

PENGARUH CAMPURAN KAPUR DAN ABU JERAMI GUNA MENINGKATKAN KUAT GESER TANAH LEMPUNG

Keywords: shear strenght, soil stabilization, subgrade, triaxial UU, unconfined compression.

KAJIAN EFEKTIFITAS SEMEN DAN FLY ASH DALAM STABILITAS TANAH LEMPUNG DENGAN UJI TRIAXIAL CU DAN APLIKASI PADA STABILISASI LERENG ABSTRAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

2. Kekuatan Geser Tanah ( Shear Strength of Soil ), parameternya dapat diperoleh dari pengujian : a. Geser Langsung ( Direct Shear Test ) b.

PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen)

C I N I A. Karakteristik Fisik Dan Mekanik Tanah Residual Balikpapan Utara Akibat Pengaruh Variasi Kadar Air

TUGAS AKHIR. Disusun oleh: MARHARA TUA MARPAUNG

PENGARUH BENTUK DASAR MODEL PONDASI DANGKAL TERHADAP KAPASITAS DUKUNGNYA PADA TANAH PASIR DENGAN DERAJAT KEPADATAN TERTENTU (STUDI LABORATORIUM)

BAB III DATA PERENCANAAN

distabihsasi dan pengujian sifat mekanis contoh tanah yang telah distabilisasi dengan

STUDI LABORATORIUM DALAM MENENTUKAN BATAS PLASTIS DENGAN METODE FALL CONE PADA TANAH BUTIR HALUS DI WILAYAH BANDUNG UTARA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa

PENGARUH SIKLUS PENGERINGAN DAN PEMBASAHAN TERHADAP SIFAT FISIK, MEKANIK DAN DINAMIK PADA TANAH TANGGUL SUNGAI BENGAWAN SOLO CROSS SECTION

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat

BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Stabilisasi Tanah 3.2. Analisis Ukuran Butiran 3.3. Batas-batas Atterberg

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI. 1. Soal : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? Jawab : butiran tanah, air, dan udara.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Oleh : FATZY HERDYANTO TUTUP HARIYADI PONCO.W

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di

KORELASI ANTARA TEGANGAN GESER DAN NILAI CBR PADA TANAH LEMPUNG DENGAN BAHAN CAMPURAN SEMEN

PENENTUAN PARAMETER KUAT GESER TANAH TAK JENUH AIR SECARA TIDAK LANGSUNG MENGGUNAKAN SOIL-WATER CHARACTERISTIC CURVE

BAB III METODOLOGI. terhadap obyek yang akan diteliti, pengumpulan data yang dilakukan meliputi:

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10)

Dosen pembimbing : Disusun Oleh : Dr. Ir. Ria Asih Aryani Soemitro,M.Eng. Aburizal Fathoni Trihanyndio Rendy Satrya, ST.

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

METODE PENELITIAN. Lampung yang telah sesuai dengan standarisasi American Society for Testing

BAB II TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DAN SILICA FUME

BAB III LANDASAN TEORI

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT BAMBU DAN KAPUR TERHADAP KUAT GESER TANAH BERBUTIR HALUS

DAFTAR ISI... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... ABSTRACT...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

2.8.5 Penurunan Kualitas Udara Penurunan Kualitas Air Kerusakan Permukaan Tanah Sumber dan Macam Bahan Pencemar

III. METODOLOGI PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah tanah yang diambil dari Desa Rawa

PENGARUH KADAR AIR SISI KERING DAN SISI BASAH TERHADAP PARAMETER KUAT GESER TANAH EKSPANSIF

KATA PENGANTAR. Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas

PENENTUAN BATAS PLASTIS TANAH DENGAN MODIFIKASI FALL CONE TEST PADA TANAH LEMPUNG DI DAERAH BANDUNG SELATAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung (soft clay) yang

Transkripsi:

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil dan data yang diperoleh diolah dan dianalisis sedemikian rupa untuk didapatkan kesimpulan sesuai tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Hasil olah data disajikan secara singkat dan padat. Hasil pengolahan data pelengkap yang lebih detil akan dilampirkan di bagian akhir laporan ini. Adapun parameter-parameter yang ingin diketahui dari rangkaian pengujian ini antara lain : kadar air tanah kaolin pada kondisi asli, properti indeks dari tanah kaolin (Atterberg Limit, berat spesifik (Gs), dan analisa hidrometer), kadar air dan berat isi sebelum dan setelah pencetakan sampel, nilai kohesi (c) dan sudut geser (φ) dari pengujian triaksial tekan terkonsolidasi-tak terdrainasi (CU) metode konvensional (single stage) dan multistage. Hasil yang diperoleh dari pengolahan data, terutama nilai parameter kekuatan geser tanah (c dan φ) akan dijadikan pembahasan mengenai perbandingan antara metode pengujian triaksial CU single stage dengan multistage. Selain itu juga beberapa catatan-catatan penting selama pengujian triaksial CU multistage juga akan dipaparkan pada pembahasan ini. 4.2 Hasil dan Pembahasan Pengujian Sifat-Sifat Fisik Tanah (Index Properties) Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai properti indeks dari material tanah kaolin yang dijadikan bahan dasar pembuatan benda uji triaksial, dimana nilai-nilainya tersebut diperoleh dari masing-masing jenis pengujian properti indeks tersebut. 4.2.1 Kadar Air Asli Berikut adalah hasil pengujian kadar air asli dari material kaolin yang dijadikan sebagai material dasar dalam pembuatan sampel untuk benda uji triaksial. Sampel ini diambil langsung dari karung yang digunakan untuk menyimpan material tersebut. 44

45 Tabel 4.1 Hasil pengujian kadar air asli pada kaolin. No. can #C1 #D #2A #D2 Berat can (w 1) 8,76 9,1 8,64 8,72 Berat tanah basah + can (w 2) 19,63 21,74 22,65 23,79 Berat tanah kering + can (w 3) 19,5 21,58 22,46 23,58 Berat air (w 4=w 2-w 3) 0,13 0,16 0,19 0,21 Berat tanah kering (w 5=w 3-w 1) 10,74 12,48 13,82 14,86 Kadar air asli (w o ) (w 4/w 5 x 100%) 1,21% 1,28% 1,37% 1,41% Kadar air asli rata-rata (w o ) 1,32% Dari hasil pengujian ini dapat dilihat bahwa material kaolin yang berada dalam karung tersebut dapat dikatakan relatif kering. Dengan demikian kadar air asli rata-rata sebesar 1,32% tersebut dapat dijadikan acuan dasar dalam proses pembuatan sampel untuk benda uji triaksial. 4.2.2 Atterberg Limit Pada proses pengujian ini, material kaolin yang digunakan untuk pembuatan sampel akan dilihat nilai dari property Atterberg Limit yang meliputi Batas Cair (Liquid Limit / LL), Batas Plastis (Plastic Limit / PL), dan Indeks Plastisitas (PI). Dari pengujian yang telah dilakukan, nilai-nilai property Atterberg Limit yang diperoleh adalah sebagai berikut : Tabel 4.2 Ringkasan hasil pengujian Atterberg Limit pada kaolin. LL PL PI Klasifikasi (Unified system) Tes no.1 76,80 - - - Tes no.2 78,90 38,40 40,50 MH/OH Tes no.3 77,10 - - - Tes no.4 77,90 40,17 37,73 MH/OH Rata-rata 77,68 39,29 39,11 MH/OH Adapun rentang nilai Atterberg Limit untuk lempung kaolinite yaitu LL antara 30 110 dan PL antara 25 40. Dari hasil pengujian ini dapat dilihat bahwa nilai LL dan PL yang diperoleh masih berada dalam rentang nilai tanah lempung kaolin, dan berdasarkan sistem klasifikasi unified tergolong jenis lanau elastis (MH) atau tanah lempung organik dengan plastisitas sedang sampai tinggi (OH). Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

46 Gambar 4.1 Grafik Plasticity Chart hasil pengujian Atterberg Limit pada kaolin. 4.2.3 Specific Gravity (Gs) Dalam pengujian ini, didapatkan bahwa material kaolin yang akan digunakan untuk pembuatan sampel benda uji triaksial memiliki nilai Specific Gravity (Gs) rata-rata sebesar 2,60. Nilai Gs ini berada dalam rentang 2,60 2,63 yang merupakan kisaran nilai Gs untuk tanah jenis lempung kaolinite. Hasil perhitungan nilai Gs ini untuk lengkapnya dapat dilihat pada lampiran. 4.2.4 Analisa Hidrometer Material kaolin yang digunakan untuk membuat sampel benda uji triaksial ini memiliki butiran yang keseluruhannya lolos dari saringan no.200 (0,075 mm), sehingga untuk menganalisa komposisi ukuran butiran material halus ini digunakan analisa hidrometer. Berikut ini adalah ringkasan hasil pengujian hidrometer yang telah dilakukan. Tabel 4.3 Ringkasan hasil pengujian hidrometer pada kaolin. Komposisi Tes no.1 Tes no.2 Tes no.3 Rata-Rata Pasir (sand) 0% 0% 0% 0% Lanau (silt) 53% 52% 53% 52,7% Lempung (clay) 47% 48% 47% 47,3% Klasifikasi Silty clay Silty clay Silty clay Silty clay

47 Dari hasil analisa hidrometer ini dapat dilihat bahwa rata-rata kandungan dari material kaolin ini terdiri dari material ukuran butiran lanau (silt) sebesar 52,7% dan lempung (clay) sebesar 47,3%. Dengan demikian material kaolin ini tergolong tanah jenis lempung kelanauan (silty clay). Untuk data selengkapnya dari pengujian ini dapat dilihat pada lampiran. Gambar 4.2 Grafik grain size distribution pada kaolin. 4.3 Hasil dan Pembahasan Pembuatan Sampel Benda Uji Triaksial Pada bagian ini akan disajikan mengenai parameter-parameter apa saja yang dicatat dalam proses pembuatan benda uji triaksial dari material kaolin. Adapun parameter-parameter tersebut antara lain yaitu : nilai kadar air awal dan berat unit awal pada saat pengadukan dan pencetakan ke dalam cetakan. grafik penurunan tinggi benda uji dalam cetakan dan kecepatan penurunan benda uji selama dalam proses pemadatan / pembebanan.

48 nilai kadar air akhir dan berat unit akhir setelah mengalami proses pemadatan / pembebanan selama durasi waktu tertentu. Keseluruhan benda uji yang dibuat dari cetakan ini diberikan beban prakonsolidasi sebesar 200 kpa selama durasi waktu tertentu untuk proses pemadatannya. Parameter-parameter seperti yang telah disebutkan di atas dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Tabel 4.4 Ringkasan parameter-parameter yang dicatat pada proses pembuatan benda uji triaksial. Kode sampel / cetakan #2B #3B #4B Tanggal pengadukan / pencetakan 23-Sep-08 6-Nov-08 13-Nov-08 Tanggal selesai pemadatan / pembebanan 26-Sep-08 10-Nov-08 24-Nov-08 Lamanya pemadatan / pembebanan ±3 hari ±4 hari ±10 hari Kadar air awal (w o ) 95,71% 99,43% 99,70% Kadar air akhir (w c ) 55,53% 56,38% 53,14% Selisih kadar air (akhir-awal) -40,18% -43,05% -46,56% Berat unit awal (γ n-o ) 1,43 1,46 1,45 Berat unit akhir (γ n-c ) 1,65 1,67 1,64 Selisih berat unit (akhir-awal) 0,22 0,20 0,19 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kadar air dan berat unit dari benda uji setelah mengalami proses pembebanan / pemadatan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, walaupun tiap-tiap sampel mengalami proses pemadatan dengan durasi waktu yang berbeda-beda. Hal ini juga dapat terlihat dari grafik-grafik (gambar 4.3 dan 4.4) bahwa setelah 1 hari penurunan tinggi benda uji relatif datar atau bisa dikatakan tidak berubah. Demikian juga dengan kecepatan penurunan yang sangat-sangat kecil sekali dan bisa dikatakan hampir tidak bergerak. Hal ini kemungkinan mengindikasikan bahwa proses konsolidasi primer pada contoh tanah telah selesai dan jumlah air yang tersisa dalam sampel telah mencapai kondisi optimum untuk mencapai kepadatan yang maksimum dengan nilai pembebanan yang diberikan yaitu sebesar 200 kpa. Walaupun demikian secara fisik (sentuhan), masing-masing contoh tanah tersebut memiliki konsistensi yang berbeda-beda satu sama lainnya, dimana kecenderungannya sampel yang mengalami proses pembebanan dengan durasi waktu yang lebih cepat relatif lebih lunak, terutama pada bagian tengahnya, jika

49 dibandingkan dengan sampel yang mengalami proses pemadatan dengan durasi waktu yang lebih lama. Grafik Penurunan Vs. Waktu (Pc = 200 KPa ; w o = 100%) 0-10 Waktu (hari) 0,01 0,1 1 10 Sampel # 2B Sampel # 3B Sampel # 4B -20 Penurunan (mm) -30-40 -50-60 Gambar 4.3 Grafik penurunan vs. waktu yang dimonitor selama proses pembuatan benda uji triaksial. Grafik Kecepatan Penurunan Vs. Invers Waktu (Pc = 200 KPa ; w o = 100%) 500 Sampel # 2B Sampel # 3B Sampel # 4B 450 400 350 300 250 200 150 Kec. Penurunan (mm/hari) 100 50 25 20 15 10 5 0 0 Invers Waktu (1/hari) Gambar 4.4 Grafik kecepatan penurunan vs. invers waktu yang dimonitor selama proses pembuatan benda uji triaksial.

50 4.4 Hasil dan Pembahasan Pengujian Triaksial Tekan Tak Terkonsolidasi - Tak Terdrainasi (UU) Sebagai tahapan awal dari kajian mengenai metode pengujian triaksial multistage, dalam laporan penelitian ini akan dilihat dan dibahas mengenai penerapan metode multistage ini pada jenis pengujian triaksial tekan tak terkonsolidasi tak terdrainasi (UU-test). Pengujian triaksial UU dalam penelitian ini dilakukan dengan metode konvensional (single stage) dan multistage, yang untuk selanjutnya akan dibahas dan dibandingkan hasil dari kedua metode tersebut serta dijadikan referensi awal sebelum diterapkan pada pengujian triaksial tekan jenis CU. Keseluruhan benda uji triaksial yang digunakan diambil dari cetakan contoh tanah no.#3b yang sebelumnya telah dipadatkan dengan diberi beban prakonsolidasi sebesar 200 kpa selama ±4 hari. Selain itu kecepatan regangan yang diberikan saat pengujian pada kedua metode pengujian triaksial tersebut juga sama yaitu sebesar ±1 mm/menit. 4.4.1 Triaksial Tekan Tak Terkonsolidasi - Tak Terdrainase Single Stage (STX-UU) Pada pengujian triaksial tekan UU dengan metode konvensional ini digunakan 1 seri sampel triaksial yang terdiri dari 3 buah benda uji. Keseluruhan benda uji triaksial ini diambil dari cetakan contoh tanah no.#3b. Tekanan sel yang diberikan pada masing-masing benda uji berturut-turut adalah 40 kpa, 80 kpa dan 120 kpa. Keseluruhan benda uji diberikan beban aksial / tegangan deviator sampai mencapai puncak keruntuhannya dan diteruskan hingga terlihat jelas bidang keruntuhan pada benda uji. Dari hasil pengujian ini dapat dilihat bahwa puncak tegangan deviator terjadi pada regangan kisaran 8%, 16%, dan 14,5%, untuk benda uji 1, 2 dan 3. Disini tidak terlihat pola hubungan yang jelas antara besarnya pemberian tekanan sel dengan regangan saat puncak tegangan deviator terjadi. Kecuali pada benda uji no.1, secara umum puncak tegangan deviator terjadi pada regangan sekitar 15%. Berdasarkan diagram Mohr-Coulomb diketahui nilai kohesi dan sudut geser undrained yang diperoleh dari pengujian STX-UU ini yaitu c u = 25 kpa dan φ u = 12,5 o. Grafik dari hasil pengujian ini dapat dilihat pada gambar 4.5 dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

51 Gambar 4.5 Grafik Deviator stress vs. Regangan dan Lingkaran Mohr hasil pengujian triaksial tak terkonsolidasi - tak terdrainasi single stage pada sampel no.#3b.

52 4.4.2 Triaksial Tekan Tak Terkonsolidasi - Tak Terdrainase Multistage (MTX-UU) Pada seri pengujian ini (MTX-UU), benda uji akan dilakukan 3 tahapan / stage pemberian tekanan sel dan beban aksial. Adapun tekanan sel yang diberikan pada benda uji untuk tiap-tiap stage berturut-turut adalah 40 kpa, 80 kpa dan 120 kpa. Adapun untuk kriteria keruntuhan yang digunakan untuk tahap awal dan antara (ke-1 dan ke-2) adalah ketika grafik tegangan deviator versus regangan sudah mencapai puncak yang ditandai dengan mulai datar / ratanya grafik tersebut. Atau jika dengan bacaan dial beban adalah selisih kenaikan beban / tegangan dari tiaptiap interval bacaan sudah relatif sama atau mulai sedikit menurun. Pengambilan kriteria keruntuhan dengan cara ini didasarkan karena kriteria ini relatif lebih mudah untuk diaplikasikan dan umum digunakan. Untuk tahap akhir (ke-3) benda uji diberikan beban aksial / tegangan deviator sampai mencapai puncak keruntuhannya dan diteruskan hingga terlihat jelas bidang keruntuhan pada benda uji. Dari hasil pengujian ini dapat dilihat bahwa puncak tegangan deviator terjadi pada regangan sekitar 13% untuk tahap 1, 18,2% untuk tahap 2, dan 24,5% untuk tahap 3. Dari data ini, kecuali tahap 1, dapat kita lihat bahwa selisih regangan yang diperlukan untuk mencapai keruntuhan dari setiap tahapan / stage cenderung semakin besar, dan nilai ini (selisih regangan) masih lebih kecil dari nilai pada tahap 1 (tahap awal). Berdasarkan diagram Mohr-Coulomb diketahui nilai kohesi dan sudut geser undrained yang diperoleh dari pengujian MTX-UU ini yaitu c u = 42 kpa dan φ u = 4,5 o. Grafik dari hasil pengujian ini dapat dilihat pada gambar 4.6 dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

53 Gambar 4.6 Grafik Deviator stress vs. Regangan dan Lingkaran Mohr hasil pengujian triaksial tak terkonsolidasi - tak terdrainasi multistage pada sampel no.#3b.

54 4.4.3 Perbandingan Metode Pengujian Single Stage (STX-UU) dengan Multistage (MTX-UU) Pada bagian ini akan dibahas mengenai perbandingan metode pengujian triaksial UU single stage dengan multistage. Perbandingan ini didasarkan pada data dan grafik dari hasil pengujian yang telah dilakukan pada kedua metode tersebut seperti yang telah dipaparkan pada bagian 4.4.1 sampai 4.4.2. Selain itu bahasan ini kemungkinan tidak relevan untuk semua jenis tanah. Walaupun demikian, bahasan ini dapat dijadikan kajian mengenai penerapan metode triaksial multistage pada tanah-tanah yang memiliki kemiripan dengan benda uji yang digunakan pada penelitian ini. Adapun pembahasan tersebut adalah sebagai berikut : a) Tegangan deviator vs. regangan. Seperti terlihat pada gambar 4.8, secara umum tanah yang digunakan sebagai benda uji ini, baik single stage maupun multistage, mencapai tegangan deviator maksimum pada regangan di atas dari 10%. Kecuali pada sampel no.#3b-(1) pada STX-UU yang diberikan tekanan sel 40 kpa, kondisi tersebut terjadi pada regangan kurang dari 10%. Pada metode multistage, keruntuhan pada benda uji di stage 3 terjadi pada regangan di atas 20%. Pada regangan ini nilai tegangan yang didapat kemungkinan tidak tepat / dapat meragukan, karena adanya penyimpangan / distorsi dari benda uji, sesuai dengan kriteria yang telah di bahas pada sub bab 2.4.2. Walaupun demikian, pada tahapan selanjutnya dari metode multistage ini (tahap 2 dan 3), penambahan regangan yang diperlukan untuk mencapai keruntuhan lebih kecil jika dibandingkan stage awalnya. Fenomena ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengujian triaksial multistage untuk menentukan kriteria keruntuhan pada tiap-tiap tahapan / stage-nya. Adapun nilai tegangan deviator maksimum yang dapat dicapai dari tiap-tiap besarnya nilai tekanan sel yang bekerja pada benda uji, hanya pada tekanan sel 80 kpa yang memiliki perbandingan nilai yang tidak jauh berbeda antara kedua metode triaksial tersebut. Hubungan ini secara ringkas dapat dilihat pada gambar 4.7.

55 Tabel 4.5 Hubungan nilai tegangan sel dengan nilai tegangan deviator maksimum dari pengujian triaksial STX-UU dan MTX-UU. Tegangan sel (kpa) 40 80 120 Tegangan deviator maksimum (kpa) : STX-UU Sampel #3B-(1)-(3)-(4) 84,3 104,7 126,7 MTX-UU Sampel #3B-(5) 98,1 104 112,2 Gambar 4.7 Grafik perbandingan tegangan deviator maksimum hasil pengujian triaksial STX-UU dengan MTX-UU pada sampel no.#3b.

56 Gambar 4.8 Grafik deviator stress vs. regangan hasil pengujian triaksial STX- UU dengan MTX-UU pada sampel no.#3b. b) Nilai kohesi dan sudut geser undrained (c u dan φ u ) Dari hasil analisa pengujian yang telah dilakukan, baik STX-UU maupun MTX-UU, nilai c u yang diperoleh dari pengujian MTX-UU cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan metode triaksial konvensional, namun sebaliknya untuk nilai φ u. Walaupun demikian dari gambar 4.9 dapat kita lihat besarnya grafik lingkaran Mohr untuk kedua metode pengujian tersebut secara rata-rata relatif sama.

57 Gambar 4.9 Grafik Lingkaran Mohr hasil pengujian triaksial STX-UU dengan MTX-UU pada sampel no.#3b. 4.5 Hasil dan Pembahasan Pengujian Triaksial Tekan Terkonsolidasi - Tak Terdrainasi (CU) Pada bagian ini akan dibahas mengenai hasil pengujian triaksial tekan terkonsolidasi - tak terdrainasi (CU-test). Adapun metode yang digunakan adalah pengujian triaksial CU konvensional (single stage) dan multistage yang selanjutnya akan dibahas dan dibandingkan hasil dari kedua metode tersebut. Keseluruhan benda uji triaksial yang digunakan diambil dari cetakan contoh tanah no.#4b yang sebelumnya telah dipadatkan dengan diberi beban prakonsolidasi sebesar 200 kpa selama ±10 hari. Selain itu kecepatan regangan yang diberikan saat pengujian pada kedua metode pengujian triaksial tersebut juga sama yaitu sebesar ±0,063 mm/menit. 4.5.1 Triaksial Tekan Terkonsolidasi-Tak Terdrainase Single Stage (STX-CU) Pada pengujian triaksial tekan CU dengan metode konvensional ini digunakan 1 seri sampel triaksial yang terdiri dari 3 buah benda uji. Keseluruhan benda uji triaksial ini diambil dari cetakan contoh tanah no.#4b. Adapun tekanan sel yang diberikan pada masing-masing benda uji berturut-turut dalam tegangan

58 total adalah 350 kpa, 400 kpa dan 450 kpa, dengan tekanan balik (back pressure) saat proses konsolidasi sebesar 300 kpa. Atau dalam tegangan efektif adalah 50 kpa, 100 kpa, dan 150 kpa. Keseluruhan benda uji diberikan beban aksial / tegangan deviator sampai mencapai puncak keruntuhannya dan diteruskan hingga terlihat jelas bidang keruntuhan pada benda uji. Dari hasil pengujian ini dapat dilihat bahwa puncak tegangan deviator terjadi pada regangan kisaran 12,7%, 8,5%, dan 9,8%, untuk benda uji 1, 2 dan 3. Disini tidak terlihat pola hubungan yang jelas antara besarnya pemberian tekanan sel dengan regangan saat puncak tegangan deviator terjadi. Pada ketiga benda uji ini puncak tegangan deviator terjadi pada regangan sekitar 10%. Berdasarkan diagram Mohr-Coulomb diketahui nilai kohesi dan sudut geser yang diperoleh dari pengujian STX-CU ini dalam keadaan tegangan total yaitu c cu = 31 kpa dan φ cu = 5,1 o, dan dalam keadaan tegangan efektif yaitu c = 22 kpa dan φ = 22,8 o. Alternatif lainnya dengan menggunakan diagram stress path untuk mencari nilai parameter kuat geser tanah pada pengujian ini, didapatkan nilai c cu = 30,1 kpa dan φ cu = 5 o untuk keadaan tegangan total, dan nilai c = 21,7 kpa dan φ = 22,9 o untuk keadaan tegangan efektif. Nilai-nilai ini tidak jauh berbeda dengan yang didapat dengan menggunakan diagram Mohr-Coulomb. Dari pola stress path yang didapat maka ketiga benda uji tersebut dalam keadaan overconsolidated. Hal ini sesuai dengan perkiraan awal karena benda uji sebelumnya telah mendapatkan beban prakonsolidasi yang lebih besar yaitu 200 kpa. Selain itu dapat dilihat pula bahwa seiring dengan diberikannya tegangan sel efektif yang makin mendekati dengan nilai tegangan prakonsolidasi, maka pola stress path-nya pun cenderung berubah dari overconsolidated menjadi normally consolidated. Grafik dari hasil pengujian ini dapat dilihat pada gambar 4.10 sampai dengan 4.11 dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

59 Gambar 4.10 Grafik data hasil pengujian triaksial terkonsolidasi - tak terdrainasi single stage pada sampel no.#4b.

60 Gambar 4.11 Grafik lingkaran Mohr dan stress path dalam keadaan tegangan total dan efektif hasil pengujian triaksial terkonsolidasi-tak terdrainasi single stage pada sampel no.#4b.

61 4.5.2 Triaksial Tekan Terkonsolidasi-Tak Terdrainase Multistage (MTX-CU) Pada pengujian triaksial CU metode multistage ini, akan dilakukan 2 seri pengujian terhadap 2 buah sampel yang diperoleh dari cetakan benda uji no.#4b yang sebelumnya telah dipadatkan dengan diberi beban prakonsolidasi sebesar 200 kpa selama ± 10 hari. Setiap seri pengujian multistage ini hanya menggunakan 1 buah benda uji triaksial. Adapun untuk kriteria keruntuhan yang digunakan untuk tahap awal dan antara (ke-1 dan ke-2) adalah ketika grafik tegangan deviator versus regangan sudah mencapai puncak yang ditandai dengan mulai datar / ratanya grafik tersebut. Atau jika dengan bacaan dial beban adalah selisih kenaikan beban / tegangan dari tiaptiap interval bacaan sudah relatif sama atau mulai sedikit menurun. Pengambilan kriteria keruntuhan dengan cara ini didasarkan pada pengujian STX-CU sebelumnya yang memperlihatkan bahwa bidang keruntuhan pada benda uji baru terlihat jelas setelah terjadinya puncak tegangan deviator, dan ada interval regangan yang cukup besar diantara kedua kondisi tersebut. Dengan demikian kecil kemungkinannya benda uji rusak akibat munculnya bidang keruntuhan sebelum mencapai puncak tegangan deviator. Selain itu kriteria keruntuhan ini relatif lebih mudah untuk diaplikasikan dan umum digunakan. Untuk tahap akhir (ke-3) benda uji diberikan beban aksial / tegangan deviator sampai mencapai puncak keruntuhannya dan diteruskan hingga terlihat jelas bidang keruntuhan pada benda uji. 4.5.2.1 Sampel No.#4B-(4) Pada seri pengujian ini (MTX-CU), benda uji akan dilakukan 3 tahapan / stage pemberian tekanan sel dan beban aksial. Adapun tekanan sel yang diberikan pada benda uji untuk tiap-tiap tahapan / stage berturut-turut dalam tegangan total adalah 250 kpa, 300 kpa dan 350 kpa, dengan tekanan balik saat proses konsolidasi di tiap tahapan sebesar 200 kpa. Atau dalam tegangan efektif adalah 50 kpa, 100 kpa, dan 150 kpa. Dari hasil pengujian ini dapat dilihat bahwa puncak tegangan deviator terjadi pada regangan sekitar 8% untuk tahap 1, 12,5% untuk tahap 2, dan 16% untuk tahap 3. Dari data ini dapat kita lihat bahwa selisih regangan yang diperlukan untuk mencapai keruntuhan dari setiap tahapan / stage adalah semakin kecil.

62 Gambar 4.12 Grafik data hasil pengujian triaksial terkonsolidasi - tak terdrainasi multistage pada sampel no.#4b-(4).

63 Berdasarkan diagram Mohr-Coulomb diketahui nilai kohesi dan sudut geser dalam keadaan efektif yang diperoleh dari pengujian MTX-CU ini yaitu c = 19 kpa dan φ = 27,2 o. Alternatif lainnya dengan menggunakan diagram stress path untuk mencari nilai c dan φ pada pengujian ini, didapatkan nilai c = 18 kpa dan φ = 27,5 o. Nilai-nilai ini tidak jauh berbeda dengan yang didapat dengan menggunakan diagram Mohr-Coulomb. Dari pengujian triaksial dengan metode multistage ini tidak didapatkan nilai parameter kuat geser tanah dalam keadaan total (c cu dan φ cu ) karena garis keruntuhan dalam keadaan tegangan total yang diperoleh dari grafik, baik dengan menggunakan Lingkaran Mohr maupun Stress Path (gambar 4.13), memotong sumbu absis (tegangan utama), sehingga nilai kohesi yang didapatkan menjadi negatif. Dari pola stress path yang didapat maka benda uji tersebut dalam keadaan overconsolidated. Grafik dari hasil pengujian ini dapat dilihat pada gambar 4.12 sampai dengan 4.13 dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

64 Gambar 4.13 Grafik lingkaran Mohr dan stress path dalam keadaan tegangan total dan efektif hasil pengujian triaksial terkonsolidasi-tak terdrainasi multistage pada sampel no.#4b-(4).

65 4.5.2.2 Sampel No.#4B-(5) Pada seri pengujian ini (MTX-CU), benda uji akan dilakukan 3 tahapan / stage pemberian tekanan sel dan beban aksial. Adapun tekanan sel yang diberikan pada benda uji untuk masing-masing tahapan / stage berturut-turut dalam tegangan total adalah 350 kpa, 400 kpa dan 450 kpa, dengan tekanan balik saat proses konsolidasi di tiap tahapan sebesar 300 kpa. Atau dalam tegangan efektif adalah 50 kpa, 100 kpa, dan 150 kpa. Dari hasil pengujian ini dapat dilihat bahwa puncak tegangan deviator terjadi pada regangan sekitar 11% untuk tahap 1, 16% untuk tahap 2, dan 19% untuk tahap 3. Sama dengan seri MTX-CU sebelumnya (sampel #4B-4), bahwa dari data ini dapat kita lihat selisih regangan yang diperlukan untuk mencapai keruntuhan dari setiap tahapan / stage adalah semakin kecil. Berdasarkan diagram Mohr-Coulomb diketahui nilai kohesi dan sudut geser dalam keadaan efektif yang diperoleh dari pengujian MTX-CU ini yaitu c = 31 kpa dan φ = 25 o. Alternatif lainnya dengan menggunakan diagram stress path untuk mencari nilai c dan φ pada pengujian ini, didapatkan nilai c = 30,9 kpa dan φ = 25,1 o. Nilai-nilai ini tidak jauh berbeda dengan yang didapat dengan menggunakan diagram Mohr-Coulomb. Sama dengan pengujian sebelumnya (sampel #4B-4), dari pengujian triaksial dengan metode multistage ini juga tidak didapatkan nilai parameter kuat geser tanah dalam keadaan total (c cu dan φ cu ) karena garis keruntuhan dalam keadaan tegangan total yang diperoleh dari grafik, baik dengan menggunakan Lingkaran Mohr maupun Stress Path (gambar 4.15), memotong sumbu absis (tegangan utama), sehingga nilai kohesi yang didapatkan menjadi negatif. Dari pola stress path yang didapat maka benda uji tersebut dalam keadaan overconsolidated. Grafik dari hasil pengujian ini dapat dilihat pada gambar 4.14 sampai dengan 4.15 dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

66 Gambar 4.14 Grafik data hasil pengujian triaksial terkonsolidasi - tak terdrainasi multistage pada sampel no.#4b-(5).

67 Gambar 4.15 Grafik lingkaran Mohr dan stress path dalam keadaan tegangan total dan efektif hasil pengujian triaksial terkonsolidasi-tak terdrainasi multistage pada sampel no.#4b-(5).

68 4.5.3 Perbandingan Metode Pengujian Single Stage (STX-CU) dengan Multistage (MTX-CU) Pada bagian ini akan dibahas mengenai perbandingan metode pengujian triaksial CU single stage dengan multistage. Perbandingan ini didasarkan pada data dan grafik dari hasil pengujian yang telah dilakukan pada kedua metode tersebut seperti yang telah dipaparkan pada sub bagian 4.5.1 sampai 4.5.2. Selain itu bahasan ini kemungkinan tidak relevan untuk semua jenis tanah. Walaupun demikian, bahasan ini dapat dijadikan kajian mengenai penerapan metode triaksial multistage pada tanah-tanah yang memiliki kemiripan dengan benda uji yang digunakan pada penelitian ini. Adapun pembahasan tersebut adalah sebagai berikut: a) Tegangan deviator vs. regangan. Secara umum, tanah yang digunakan sebagai benda uji ini, baik single stage maupun multistage mencapai tegangan deviator maksimum pada regangan kurang dari 15% dimana pada sampel STX-CU yang diberikan tekanan sel efektif di atas 50 kpa, kondisi tersebut terjadi pada regangan kurang dari 10%. Pada pengujian ini, walaupun benda uji diberikan tekanan efektif sel yang sama, metode multistage terutama tahap 2 dan 3, mencapai tegangan deviator yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan yang dicapai pada metode konvensional. Hal ini mungkin karena adanya perbedaan proses konsolidasinya sampel pada tahap konsolidasi, dimana pada metode multistage, sebuah benda uji mengalami proses konsolidasi lebih dari 1 kali sesuai dengan jumlah tahapannya. Hubungan tegangan deviator saat runtuh antara kedua metode pengujian ini dapat dilihat pada tabel 4.6 dan gambar 4.16. Selain itu pada metode multistage walaupun tekanan sel efektif awal yang diberikan sama, sampel yang diberikan tekanan sel total awal yang lebih kecil mencapai keruntuhan" pada regangan yang lebih kecil (<10%) dan nilai tegangan deviator yang lebih kecil jika dibandingkan dengan sampel yang diberikan tekanan sel total yang lebih besar. Walaupun demikian, pada tahapan selanjutnya dari metode multistage ini (tahap 2 dan 3), penambahan regangan yang diperlukan untuk mencapai keruntuhan relatif tidak jauh berbeda dan cenderung semakin mengecil jika dibandingkan dengan tahap

69 sebelumnya. Fenomena ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengujian triaksial multistage untuk menentukan kriteria keruntuhan pada tiap-tiap tahapan / stage-nya. Tabel 4.6 Hubungan nilai tegangan efektif sel awal dengan nilai tegangan deviator maksimum dari pengujian triaksial STX-CU dan MTX- CU. Tegangan efektif sel awal (kpa) 50 100 150 Tegangan deviator maksimum (kpa) : STX-CU Sampel #4B-(1)-(2)-(3) 130,9 144,8 149,8 MTX-CU Sampel #4B-(4) 89,8 177,2 234,9 MTX-CU Sampel #4B-(5) 159,9 200,3 240,9 Gambar 4.16 Grafik perbandingan tegangan deviator maksimum hasil pengujian triaksial STX-CU dengan MTX-CU pada sampel no.#4b. b) Rasio tegangan efektif vs. regangan. Pada pengujian STX-CU, pola dari nilai maksimum rasio tegangan efektif terhadap tekanan sel yang diberikan terhadap benda uji tidak terlihat

70 jelas dan cenderung sama antar benda uji. Sama halnya dengan pada pengujian STX-CU, pada pengujian MTX-CU pola ini juga tidak terlihat jelas. Akan tetapi nilai ini cenderung menurun setelah mencapai puncaknya. Dalam pengujian ini nilai maksimum rasio tegangan efektif ini, baik metode single stage maupun multistage terjadi sebelum puncak dari tegangan deviator. Fenomena penurunan nilai rasio tegangan efektif ini dapat dijadikan acuan atau sebagai tanda bahwa sampel akan mendekati keruntuhan atau puncak dari tegangan deviator. Hal ini dapat diterapkan pada pengujian triaksial baik metode konvensional maupun multistage. c) Tekanan pori vs. regangan. Dari pengujian yang telah dilakukan, baik STX-CU maupun MTX- CU, dapat dilihat bahwa semakin besar tekanan sel yang diberikan maka semakin besar pula nilai maksimum kelebihan tekanan pori (excess pore pressure) yang timbul pada saat proses pemberian beban aksial. Walaupun demikian, secara umum pada pengujian metode multistage, terutama tahap 2 dan 3, pada nilai tekanan sel efektif yang sama dengan metode konvensional, nilai maksimum kelebihan tekanan pori yang terjadi ini cenderung lebih kecil. Nilai ini terjadi sebelum puncak tegangan deviator tercapai. Secara umum dalam pengujian ini puncak tegangan deviator terjadi setelah gradien perubahan nilai kelebihan tekanan pori telah datar atau sudah menurun. Fenomena penurunan atau stabilnya perubahan nilai kelebihan tekanan pori ini dapat dijadikan acuan atau sebagai tanda bahwa sampel akan mendekati keruntuhan atau puncak dari tegangan deviator. Hal ini dapat diterapkan pada pengujian triaksial baik metode konvensional maupun multistage. c) Nilai kohesi dan sudut geser dalam keadaan tegangan efektif (c dan φ ) dan total (c cu dan φ cu ). Dari hasil analisa pengujian yang telah dilakukan, baik STX-CU maupun MTX-CU, nilai parameter-paremeter kuat geser tanah dalam keadaan tegangan efektif (c dan φ ), kecuali nilai c yang diperoleh dari pengujian MTX-CU sampel no.#4b-(4), nilai yang diperoleh dari metode multistage cenderung sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan metode

71 triaksial konvensional. Walaupun demikian nilai-nilai c dan φ yang diperoleh dari kedua metode itu dapat dikatakan relatif tidak jauh berbeda. Lain halnya dengan nilai parameter-paremeter kuat geser tanah dalam keadaan tegangan totalnya (c cu dan φ cu ) yang hanya dapat diperoleh dengan metode konvensionalnya, sehingga perbandingan nilai parameter-parameter ini yang diperoleh dari kedua metode tersebut (konvensional vs. multistage) tidak dapat dilakukan. Akan tetapi jika dibandingkan dengan nilai parameter kuat geser undrained (c u dan φ u ) yang diperoleh dari pengujian triaksial UU sebelumnya, khususnya MTX-UU, nilai c cu dan φ cu yang diperoleh ini relatif tidak jauh berbeda. Walaupun demikian nilai c dan φ yang diperoleh dari penerapan metode triaksial multistage cukup relevan untuk digunakan sebagai data untuk analisa desain lebih lanjut pada tanah yang digunakan sebagai benda uji tersebut. Selain itu penggunaan stress path dalam penggambaran grafik-grafik hubungan antar tegangan pada kedua metode pengujian triaksial tersebut, selain lebih mudah dan ringkas, juga dapat memberikan informasi tambahan, terutama mengenai perilaku dari tanah yang digunakan sebagai benda uji selama proses pengujian berlangsung. Berikut ini, pada tabel 4.7 dirangkumkan nilai-nilai parameter kuat geser tanah baik dalam keadaan tegangan total maupun efektif, yang diperoleh dari rangkaian pengujian yang telah dilakukan dalam penelitian. Tabel 4.7 Ringkasan nilai parameter kuat geser tanah kaolin yang diperoleh dari berbagai variasi metode pengujian triaksial tekan. Parameter Kuat Geser Tanah Jenis dan Metode Kohesi (c) Sudut Geser (φ) Pengujian Triaksial Total Efektif Total Efektif Triaksial Tekan UU (c u ) - (φ u ) - STX-UU (sampel #3B-1.3.4) 25 kpa - 12,5 - MTX-UU (sampel #3B-5) 42 kpa - 4,5 - Triaksial Tekan CU (c cu ) (c ) (φ cu ) (φ ) STX-CU (sampel #4B-1.2.3) 31 kpa 22 kpa 5,1 22,8 MTX-CU (sampel #4B-4) N/A 19 kpa N/A 27,2 MTX-CU (sampel #4B-5) N/A 31 kpa N/A 25