BAHAN AJAR MATA DIKLAT MEMBANGUN TIM EFEKTIF EFEKTIVITAS BERBAGAI TIM PENANGGULANGAN KEMISKINAN Oleh: Dr. Ir. Sutarwi, MSc. Widyaiswara Ahli Utama BPSDMD PROVINSI JAWA TENGAH SEMARANG 2017
EFEKTIVITAS BERBAGAI TIM PENANGGULANGAN KEMISKINAN Kemiskinan adalah salah satu masalah serius bangsa Indonesia. Berbagai program untuk menanggulanginya telah dilaksanakan pemerintah baik di masa orde baru maupun di masa reformasi dan otonomi saat ini. Bahkan Kabinet Indonesia Bersatu II telah menetapkan penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu program prioritas dalam tahun 2009 s/d 2014. Namun demikian harus disadari bahwa kemiskinan merupakan masalah yang sangat dinamis dan komplek sehingga tidak mudah untuk ditanggulangi terutama di perdesaan. Meskipun dengan menggunakan garis kemiskinan yang berbeda antara di perdesaan dan di perkotaan, jumlah miskin lebih banyak tinggal di perdesaan dari pada di perkotaan. Pada tahun 2010 dengan garis kemiskinan perkotaan Rp 232.989,- per kapita per bulan dan perdesaan Rp 192.354,- per kapita per bulan, miskin di perkotaan berjumlah 10 juta jiwa dan di perdesaan berjumlah 20 juta jiwa. Berdasarkan data dari BPS jumlah miskin memang mengalami penurunan dari tahun ke tahun, namun laju penurunan tersebut mengalami perlambatan sejak tahun 2006. Guna melaksanakan keempat klaster program penanggulangan kemiskinan tersebut di atas, berdasarkan Perpres No 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan telah dibentuk lembaga adhoc yaitu Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Di tingkat provinsi dibentuk TKPK (Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan) Provinsi dengan sekretariat di Bappeda. Di tingkat Kabupaten dibentuk TKPK Kabupaten/ Kota dengan sekretariat di Bappeda Kabupaten/ Kota. Adapun keanggotaan dari masing-masing tim adalah sebagai berikut: 1). Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Ketua : Wakil Presiden, Wakil Ketua I : Menko Bidang Kesra, Wakil Ketua II : Menko Bidang Peran, Sekretaris Eksekutif : Deputy Sekretaris Wakil Presiden Anggota Tim: Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, Menteri Diknas, Menteri PU, Menteri Koperasi dan UKM, Menteri Pengentasan Desa Tertinggal, Menteri PPN/Bappenas, Kepala UKP4, Sekretaris Kabinet, Kepala BPS, Unsur Masyarakat, Dunia Usaha dan Pemangku Kepentingan yang ditetapkan oleh Ketua. 2). Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Ketua : Wakil Gubernur, Wakil Ketua: Sekretaris Daerah, Sekretaris : Kepala Bappeda, Wakil Sekretaris: Kepala BPMD, Anggota : Kelompok Kerja dan Kelompok Program dari SKPD terkait dan masyarakat, dunia usaha, pemangku kepentingan lainnya. 3). Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten/Kota Ketua : Wakil Bupati/Wakil Walikota, Wakil Ketua: Sekretaris Daerah, Sekretaris : Kepala Bappeda, Wakil Sekretaris: Kepala BPMD, Anggota : Kelompok Kerja dan Kelompok Program dari SKPD terkait dan masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya.
Gambaran ini menunjukkan dengan jelas bahwa penanggulangan kemiskinan di Indonesia baik di era Orde Baru maupun era Reformasi saat ini selalu menggunakan pendekatan adhocracy. Struktur organisasi yang bertugas menanggulangi kemiskinan bersifat adhoc berupa Tim Koordinasi/ Tim Pembina baik di tingkat pusat maupun daerah. Dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota disebutkan bahwa urusan pemerintahan terdiri dari urusan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah meliputi politik luar negeri. Pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional serta agama. Sedangkan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkat pemerintahan terdiri atas 31 bidang urusan pemerintahan yaitu: (1) pendidikan (2)kesehatan (3) pekerjaan umum (4) perumahan (5 penataan ruang (6) perencanaan pembangunan (7) perhubungan (8) lingkungan hidup (9) pertanahan (10) kean dan catatan sipil (11) perempuan dan perlindungan anak (12) keluarga berencana dan keluarga sejahtera (13) sosial (14) ketenagaan dan ketransmigrasian (15) koperasi dan usaha kecil dan menengah (16) penanaman modal (17) kebudayaan dan pariwisata (18) kepemudaan dan olah raga (19) kesatuan bangsa dan politik dalam negeri (20) otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian (21) pemberdaaan masyarakat dan desa (22)
statistik (23) kearsipan (24) perpustakaan (25) komunikasi dan informatika (26) pertanian dan ketahanan pangan (27) kehutanan (28) energi dan sumber daya mineral (29) kelautan dan perikanan (30) perdagangan (31) perindustrian. Meskipun dalam Kabinet Indonesia Bersatu II telah menetapkan penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu program prioritas tahun 2009-2014 dan juga telah diterbitkan Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, ternyata dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 urusan penanggulangan kemiskinan hanya tercantum sebagai Sub-subbidang urusan Pemberdayaan Ekonomi Penduduk Miskin pada Subbidang Urusan Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat dalam Bidang Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Pembagian sub-sub bidang urusan miskin (dalam PP 38 th 2007) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Sub bidang Sub-sub bidang Pemerintah Pemerintah Daerah Provinsi Pemerintah DaerahKab/Kota Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat Pemberdayaan Ekonomi Penduduk Miskin 1.Koordinasi dan fasilitasi miskin secara nasional 2.Pembinaan dan supervise nasional 3.Monitoring 1.Koordinasi dan fasilitasi miskin secara provinsi 2.Pembinaan dan supervisi provinsi 3.Monitoring 1.Koordinasi dan fasilitasi miskin secara kabupaten/kota 2.Pembinaan dan supervisi kabupaten/kota 3.Monitoring
dan evaluasi nasional dan evaluasi provinsi dan evaluasi kabupaten/kota Gambaran ini menunjukkan bahwa belum sejalan antara komitmen pemerintah yang telah menetapkan penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu program prioritas Kabinet Indonesia Bersatu II, sementara dalam PP 38 Tahun 2007 penanggulangan kemiskinan ditetapkan hanya sebagai kewenangan sub-sub bidang miskin. Penanggulangan kemiskinan masih dipandang menjadi urusan yang sangat kurang penting baik oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. Kondisi seperti ini jelas mempengaruhi pembentukan lembaga yang bertugas menanggulangi kemiskinan. Akibatnya sampai sekarang pemerintah masih selalu menggunakan pendekatan adhocracy dalam membentuk lembaga yang bertugas menanggulangi kemiskinan yaitu berupa Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) baik Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Dalam pelaksanaan tugasnya tim-tim tersebut menghadapi berbagai hambatan sehingga kurang efektif dan kurang akuntabel seperti yang diharapkan. Dari beberapa hasil studi lapangan para peserta Diklatpim Tk II tentang kelembagaan dalam penanggulangan kemiskinan dapat diungkapkan temuan-temuan sebagai berikut:
1). Peserta Diklatpim Tk II Angkatan XVI Tahun 2011 di Semarang dengan studi kasus di Provinsi Bali menemukan bahwa kelembagaan TKPK pada setiap jenjang belum mampu berfungsi optimal dalam melaksanakan program penanggulangan kemiskinan. Salah satu penyebabnya adalah sifat TKPK yang hanya sebagai lembaga adhoc dan bukan lembaga permanen. 2). Peserta Diklatpim Tk II Angkatan XXV Kelas A Tahun 2011 di Surabaya dengan studi kasus di Provinsi Nusa Tenggara Barat juga menemukan hal yang sama yaitu peran dan fungsi TKPK belum optimal terutama dalam validasi data kemiskinan. Akibatnya sinergitas kebijakan/program antar Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penanggulangan kemiskinan masih lemah. Dari perspektif kelembagaan, penyebab belum optimalnya TKPK yang banyak diungkapkan oleh sumber informasi antara lain: - Mengingat sifatnya adhoc maka belum ada kejelasan siapa instansi Pemerintah/SKPD yang secara khusus memiliki akuntabilitas dalam penanggulangan kemiskinan; - Kebanyakan anggota Tim adhoc merasa tugas dalam tim adalah tugas tambahan (sampiran) dan bukan sebagai tugas pokok unit kerja masing-masing; - Efektivitas koordinasi tim sangat tergantung ketersediaan anggaran. Jika tersedia anggaran maka koordinasi berjalan secara efektif, namun bila tidak tersedia anggaran maka koordinasi tersendat-sendat bahkan macet.
Buku klasik karya professor manajemen terkemuka Henry Mintzberg (1979) yang berjudul The Structuring of Organizations dapat digunakan sebagai acuan untuk menganalisis permasalahan struktur organisasi. Mintzberg membedakan ada 5 (lima) struktur organisasi yang memiliki karakteristik berbeda. Secara singkat perbedaan karakteristik kelima struktur organisasi dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Konfigurasi Struktur Mekanisme utama koordinasi Bagian kunci Organisasi Tipe desentralisasi Struktur sederhana (simple structure) Birokrasi mesin (machine bureaucracy) Birokrasi professional (professional bureaucracy) Bentuk Devisi (devisionalized form) Tim adhoc (adhocracy) Supervisi langsung Standarisasi proses pekerjaan Standarisasi keakhlian/ ketrampilan Standarisasi keluaran (output) Penyesuaian yang saling menguntungkan Strategic apex (pembuatkeputusan) Technostructure (analis teknis) Operating core (unit pelaksana terkait produk dan jasa) Middle line (pengubung pembuat keputusan dan unit pelaksana) Support staff (staf pendukung) Sentralisasi vertikal dan horizontal Desentralisasi horisontal terbatas Desentralisasi vertikal horizontal Desentralisasi vertikal terbatas Desentralisasi selektif dan Menurut Mintzberg (1979:449) adhocracy memang sangat tepat untuk kondisi lingkungan organsasi yang dinamik dan komplek. Suatu lingkungan yang dinamis memerlukan struktur yang hidup (organic structure), dan lingkungan yang komplek memerlukan struktur yang terdesentralisasi (decentralized structure). Adhocracy merupakan konfigurasi struktur yang organik dan relatif terdesentralisasi. Adhocracy juga merupakan tipe organisasi yang berusia muda atau organisasi baru.
Berangkat dari pandangan Mintzberg tersebut di Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, Tim Perecapatan Penanggulangan Kemiskinan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, TKPK Provinsi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur dan TKPK Kabupaten/Kota yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota merupakan suatu struktur organisasi yang mengadopsi konfigurasi struktur adhocracy namun bukan merupakan tipe organisasi baru yang berusia muda. Organisasi adhoc dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia sudah digunakan sejak beberapa puluh tahun yang lalu. Berdasarkan diskripsi dan analisis masalah tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa selama beberapa puluh tahun penanggulangan kemiskinan di Indonesia selalu menggunakan pendekatan kelembagaan adhocracy. Dari beberapa hasil studi lapangan ternyata menunjukkan bahwa pendekatan kelembagaan yang bersifat adhocracyi kurang berperan secara optimal dalam penanggulangan kemiskinan. Kurang optimalnya peran adhocracy ini sangat berkaitan dengan kurang tepatnya pembagian kewenangan dalam penanggulangan kemiskinan berdasar PP 38 Tahun 2007, terlalu banyaknya anggota tim dan tidak adanya kejelasan siapa yang harus akuntabel, adanya persepsi bahwa tugas tim adalah tugas sampiran/tambahan (bukan tugas pokok), dan hambatan ketersediaan anggaran dalam melaksanakan tugas tim. Dengan mengingat bahwa angka kemiskinan di Indonesia masih tinggi, dan belum optimalnya peran kelembagaan adhocracy selama ini, maka untuk masa yang
akan datang pemerintah perlu melakukan pengkajian terhadap beberapa alternatif penguatan lembaga yang menangani kemiskinan yaitu: 1). Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Kemiskinan, Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi, dan Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten/Kota dengan merevisi PP 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Penanggulangan kemiskinan seharusnya tidak hanya ada pada sub-sub bidang urusan tetapi ada sebagai bidang urusan tersendiri; 2). Atau Pembentukan Badan Nasional Pemberdayaan Masyarakat dan Penanggulangan Kemiskinan, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Penanggulangan Kemiskinan Provinsi, dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten yang dapat dilakukan tanpa merevisi PP 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Penanggulangan kemiskinan sangat membutuhkan lembaga permanen yang jelas akuntabilitasnya dan tidak hanya sekedar berbentuk tim adhocracy yang banyak anggotanya tetapi tidak jelas akuntabilitasnya. Pembentukan lembaga permanen dalam penanggulangan kemiskinan sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan. Daftar Pustaka Kusnaeli,Eli dkk, 2011. Akselerasi Sinergi Instansi Pemerintah dalam Program Pemberantasan Kemiskinan dan Kelaparan yang Terintegrasi di Provinsi NTB ditinjau dari aspek kelembagaan). Laporan Studi Lapangan Diklatpim Tk II Angkatan XXV Kelas A Surabaya.
Mintzberg, Henry (1979). The Structuring of Organizations. Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs. NJ Menteri PPN/Kepala Bappenas, 2011. Intergrasi Perencanaan Pembangunan Nasional Dalam Rangka Meningkatkan Sinergi dan Keberlanjutan Penanggulangan Kemiskinan. Bahan Rakernas PNPM Mandiri Perdesaan, Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota; Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Permendagri No. 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Prasetyo dkk,2011. Akselerasi Sinergi Instansi Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat di Provinsi Bali (Tinjauan Aspek Kelembagaan). Laporan Studi Lapangan Diklatpim Tk II Angkatan XVI Semarang. Widianarko, Budi, 2005. Kisruh BLT Menggerus Social Capital Forum Kompas 10 November 2005 Wirutomo, Paulus dan Kuncoro, Mudrajad, 2004. Pengentasan Kemiskinan Pemberdayaan Masyarakat. Bandiklat Depdagri kerja sama dengan JICA. dan