BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK REKLAME

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indo

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 22 TAHUN 2003

BAB II BAHAN RUJUKAN. Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 07 TAHUN 2004 PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2006 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PARKIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 8 Tahun 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 63 TAHUN : 2002

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 41 TAHUN : 2005 SERI : B NOMOR : 18 QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 41 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK REKLAME

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 45 TAHUN : 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 8 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 05 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 13 TAHUN 2004 T E N T A N G PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA. Nomor : 11 Tahun : 2010 Seri : B Nomor : 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 11 TAHUN 2010

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 05 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

Perda No. 2/2001 tentang Penetapan Sisa Perhitungan APBD Kabupaten Magelang Tahun PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2002

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK RESTORAN

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 37 TAHUN 2003

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA,

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PEMERINTAH KABUPATEN WAJO PAJAK REKLAME BUPATI WAJO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II TAPIN NOMOR : 10 TAHUN 1999 SERI A NO. SERI 04

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 02 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 5 TAHUN TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

SALINAN PAJAK PENERANGAN JALAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 1 TAHUN 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA TAHUN 2015 NOMOR 14 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 14 TAHUN 2015 PAJAK REKLAME

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DAN RUMAH MAKAN DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PAJAK PENERANGAN JALAN ATAS PENGGUNAAN TENAGA LISTRIK DARI PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN)

NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 6 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Raperda (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839) ;

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK REKLAME

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 09 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK RESTORAN BUPATI LUWU TIMUR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 14 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BULULUKUMBA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH K O T A L H O K S E U M A W E

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2000 Seri A

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI II.1. Dasar Perpajakan II.1.1. Pengertian pajak Terdapat banyak definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa diantaranya adalah : Definisi pajak menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani yang dikutip Zain (2003) disebutkan bahwa, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi - kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (h.10). Sedangkan menurut Soemitro, seperti dikutip Waluyo dan Ilyas (2002) mendefinisikan Pajak adalah Iuran rakyat kepada negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (h.5). 7

Dari beberapa definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa unsurunsur yang ada pada pengertian pajak adalah sebagai berikut : 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 2. Pajak dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan perpajakan akan berakibat adanya sanksi-sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. 3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya jasa timbal balik atau kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah. 4. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan oleh pihak swasta yang orientasinya adalah keuntungan. 5. Pajak digunakan untuk membiayai rumah tangga negara dan membiayai pengeluaran-pengeluaran negara serta untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan. I1.1.2. Fungsi pajak Pajak bagi Negara mempunyai fungsi yang sangat penting menurut Mardiasmo (2003) antara lain : 1. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin atau pembangunan dan juga pemerintah berusaha memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. 8

2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial, ekonomi selain itu juga untuk mencapai tujuan tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Contoh fungsi pajak sebagai alat pengatur adalah : a. pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap minuman keras. b. Tariff pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia sehigga memperbesar devisa negara. c. Kebijakan pengenaan tarif bea masuk yang tinggi atas barang-barang impor untuk melindungi produk dalam negeri. d. Pajak yang cukup tinggi atas penjualan barang-barang mewah untuk menekan gaya hidup konsumtif masyarakat. e. Pemberlakuan tax holiday (pembebasan pajak) untuk menarik pemilik modal asing untuk berinvestasi di Indonesia. II.1.3. Jenis pajak Jenis pajak dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam menurut Suandy, E (2000) yaitu : 1. Menurut Sifat. 9

a. Pajak Subyektif Adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak Objektif Adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memeprhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : PPn dan PPn BM 2. Menurut Golongan. a. Pajak Langsung Yaitu Pajak yang pembebannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan secra ekonomi. Contoh : pajak penghasilan. b. Pajak tidak langsung Yaitu pajak yang dipungut tidak secara berkala dimana pembebannya dapat dilimpahkan. Contoh : PPn 3. Menurut Lembaga Pemungut. a. Pajak Pusat atau Pajak Negara 10

Adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan unuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh : PPh, PPn dan PPn BM, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai. b. Pajak Daerah atau Pajak Kabupaten / Kota Adalah Pajak yang dipungut oleh pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II yang digunakan untuk membiayai rumah tangga Daerah Otonomi Tingkat I dan Tingkat II Pajak Daerah dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu : 1. Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi) Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas Air 2. Pajak Daerah Tingkat II ( Kabupaten/Kota) Contoh : Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Reklame, Pajak Hiburan.(h.27). II.1.4. Sistem Pemungutan Pajak Menurut Waluyo dan Ilyas (2000) Sistem Pemungutan Pajak dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: 1. Official Assesment Sistem Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak ciri-cirinya : 11

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus b. Wajib pajak bersifat pasif c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Self Assement Sistem Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirnya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang adalah wajib pajak sendiri. b. Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus bertugas mengawasi. 3. With holding Sistem Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya adalah : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. (h.7) 12

II.2. Pajak Daerah II.2.1 Pengertian Pajak Daerah Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No.65 tahun 2001 tentang pajak daerah dijelaskan pengertian pajak daerah sebagai berikut, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi / badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan Daerah. Jadi pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk APBD. II.2.2. Jenis-jenis pajak daerah Dalam Undang-Undang No.18 tahun 1997 yang diubah menjadi Undang-Undang No.34 tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah pendukungnya, yaitu peraturan pemerintah No. 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan pasal 17 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah menjelaskan perbedaan antara jenis pajak yang dipungut oleh Propinsi dan jenis pajak yang dipungut oleh Kabupaten / Kota yaitu : A. Pajak propinsi (Daerah Tingkat I) 1. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraaan di atas air. 13

2. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. 3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor. 4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. B. Pajak Kabupaten / Kotamadya (Daerah Tingkat II) 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. 7. Pajak Parkir Jenis pajak propinsi bersifat limitative yang berarti Propinsi tidak dapat pajak lain selain pajak yang telah ditetapkan dan hanya dapat menambah jenis retribusi lainnya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Undang-undang. Jenis pajak Kabupaten / Kota tidak bersifat limitative artinya Kabupaten/Kota diberi peluang untuk menggali sumber-sumber keuangannya selain yang ditetapkan secara eksplisit dalam Undang-Undang No.34 tahun 2000, dengan menetapkan sendiri jenis pajak yang bersifat spesifik dengan memperhatikan kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut. 14

II.2.3. Penerimaan Daerah dan Pajak Daerah Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang didukung dengan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah pusat dan kewenangan pemerintah daerah Provinsi sebagai Daerah Otonom,telah membawa pembangunan yang cukup besar dan mendasar dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat serta pembangunan daerah. Implikasi langsung dari pemberian tanggung jawab tersebut adalah daerah membutuhkan dana yang semakin besar untuk memenuhi pembiayaan uang menjadi tanggung jawabnya. Sejalan dengan pemberian fungsi tersebur juga telah dilakukan pembagian sumber-sumber keuangan yang menjamin agar semua daerah dapat membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya. Salah satu sumber pembiayaan tersebut diharapkan dari penerimaan daerah yang diatur dalam pasal 157 UU No. 32 tahun 2004 tentang penerimaan daerah meliputi : 1. Pendapatan Asli Daerah a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah 15

c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan, d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 2. Dana perimbangan 3. Pinjaman daerah dan, 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sedangkan sumber pendapatan daerah yang diatur dalam pasal 5 dan 6 Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah meliputi : 1. Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah : a. PAD b. Dana perimbangan c. Pinjaman Daerah d. Lain-lain pendapatan 2. Sumber pendapatan asli daerah terdiri dari : a. Hasil pajak daerah. b. Hasil retribusi daerah 16

c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan, d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang meliputi : 1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. 2. Jasa giro. 3. Pendapatan bunga. 4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; 5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. II.3. Pajak Reklame II.3.1. Pengertian Reklame Sebagaimana telah dijabarkan diatas tentang Pajak Daerah, maka reklame sendiri memiliki beberapa pengertian agar lebih memudahkan bahasan selanjutnya adalah sebagai berikut, Reklame adalah benda, alat, atau perbuatan, yang menurut bentuk, susunan, dan corak ragamnya dimaksudkan untuk mencari keuntungan yang dipergunakan untuk memperkenalkan, mengajurkan, atau memujikan suatu barang, jasa seseorang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang atau jasa seseorang, yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan didengarkan dari suatu tempat atau umum." 17

III.3.2. Subjek Pajak Reklame Subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau memesan reklame (Pasal 54, Peraturan pemerintah No. 65 tahun 2001). Penyelenggaraan reklame adalah pihak-pihak yang berkategori sebagai berikut : a. Pemilik reklame produk adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame untuk dan atas namanya sendiri. b. Perusahaan jasa periklanan atau biro reklame adalah yang bergerak di bidang jasa periklanan yang memenuhi syarat sesui dengan Peraturan Daerah (perda) yang berlaku. II.3.3. Objek Pajak Reklame Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame (pasal 53, Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2001 tentang pajak daerah). Penyelenggara Reklame yang dimaksud adalah perorangan atau badan hukum yang menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan yang bukan termasuk objek pajak, yaitu : 1. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan bulanan dan sejenisnya. 2. Penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah. 18

II.3.4. Dasar Pengenaan Pajak Reklame Dasar pengenaan pajak reklame menurut Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2004 Kabupaten Tangerang adalah nilai sewa reklame. Nilai sewa reklame adalah nilai yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan penetapan besarnya pajak reklame, yang didasarakan atas : 1. Nilai jual objek pajak reklame adalah Kesuluruhan pembayaran atau pengeluaran biaya yang dikeluarkan oleh pemilik dan atau penyelenggara reklame. Nilai jual objek pajak reklame ditentukan oleh faktor-faktor : a. Biaya pemasangan/pembuatan reklame b. Biaya pemeliharaan reklame c. Lamanya pemasangan reklame d. Jenis reklame yang dipasang 2. Nilai strategis pemasangan reklame adalah nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut berdasarkan kriteria kepadatan pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan dibidang usaha. Nilai strategis pemasangan reklame ditentukan oleh faktor-faktor : a. Lokasi b. Luas reklame c. Sudut pandang reklame d. Jaringan Jalan 19

II.3.5. Tarif Pajak Reklame Besarnya tarif pajak reklame ditetapkan sebagai berikut : 1. Tarif Pajak Reklame ditetapkan sebesar 25 % (dua puluh lima perseratus). 2. Tarif Pajak Reklame Rokok, Minuman Keras, dikenakan tambahan pajak sebesar 25% (dua puluh lima perseratus). Sedangkan besarnya pokok pajak reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. II.3.6. Tata cara pemungutan dan perhitungan 1. Pajak dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. 2. Wajib pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan menggunakan SKPD, atau dokumen lain yang dipersamakan. 3. Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan. II.3.7. Masa pajak dan saat pajak terutang 1. Masa pajak adalah jangka waktu tertentu yang lamanya ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai dasar untuk menentukan besarnya pajak terutang. 2. Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan reklame. 20

II.3.8. Tata cara penetapan pajak reklame 1. Berdasarkan SPTPD, Kepala Daerah menetapakan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD. 2. Penyelenggaraan reklame harus melunasi pajak reklame terutang selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan diterbitkan atau dapat diunsur dengan dikenakan bunga sebesar 2% sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. 3. Wajib pajak membayar sendiri, STPD digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapakan pajak sendiri yang terutang. II.3.9. Tata cara pembayaran 1. Pembayaran pajak dilakukan di kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah sesuai dengan waktu yang dilakukan. 2. Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setor Pajak Daerah (SSPD). 3. Pembayaran pajak harus dilakukan lunas atau sekaligus. II.3.10 Tata cara penagihan 1. Surat teguran dan surat peringatan atau surat lain yang sejenis dikeluarkan 7 (tujuh) hari sebelum saat jatuh tempo pembayaran. 21

2. Jika dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat teguran dan surat peringatan atau surat lain yang sejenis dikeluarkan, pajak terutang belum dilunasi maka akan ditagih menggunakan surat paksa. 3. Apabila pajak terutang tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam setelah surat paksa diterbitkan pejabat segera memberikan surat perintah melaksanakan penyitaan. 4. Setelah dilakukan penyitaan dan pajak terutang belum dilunasi dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak diterbitkan surat penyitaan maka pejabat akan mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada kantor lelang Negara. II.3.11. Keberatan dan Banding 1. permohonan keberatan harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN diterima oleh wajib pajak. 2. Dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal permohonan keberatan, Kepala Daerah atau pejabat sudah memberikan keputusan. 3. Permohonan dikabulakan jika dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan Kepala Daerah atau pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan. 22

4. Banding dapat diajukan kepada Badan penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya surat keputusan keberatan. 5. Pengajuan keberatan dan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak. III.3.12 Kadaluwarsa 1. Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah. 2. Kadaluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila : a. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa atau; b. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung. III.3.13. Ketentuan sanksi 1. Wajib pajak yang karena kealpaannya menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lambat 1 (satu) tahun atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang. 2. Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan 23

pidana kurungan paling lambat 2 (dua) tahun atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang. II.3.14. Penyidikan 1. Penyidikan dilakukan oleh pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai penyidikuntuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. 2. Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum. II.4 Akuntansi sosial ekonomi II.4.1 Pengertian akuntansi sosial Menurut Muindro (2008) Akuntansi sosial adalah sistem akuntansi yang dipakai lembaga-lembaga publik sebagai salah satu alat pertanggungjawaban kepada masyarakat Akuntansi sosial ini berfungsi memberikan informasi tentang sejauh mana unit organisasi, Negara dan dunia memberikan kontribusi yang positive dan negative terhadap masyarakat. II.4.2 sifat dan karakteristik akuntansi sosial Akuntansi sosial diarahkan untuk mencapai hasil tertentu yang harus memiliki manfaat bagi masyarakat. Dengan memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan memberikan atau meningkatkan kesejahteraannya. Akuntansi sosial dipengaruhi oleh komponen lingkungan yang meliputi faktor ekonomi, politik, kultur dan demografi, seperti : 24

a. Faktor ekonomi : - pertumbuhan ekonomi - Tingkat inflasi - Pendapatan perkapita b. Faktor Politik : - Hubungan masyarakat dan negara - Legitimasi pemerintah - Ideologi negara c. Faktor cultural : - Agama, suku, ras, budaya, bahasa. - Historis - Sosiologis masyarakat -Pendidikan. d. Demografi : - Pertumbuhan penduduk -Usia penduduk II.4.3 Tujuan akuntansi sosial Tujuan akuntansi sosial menurut Muindro (2008) adalah memberikan informasi yang bermanfaat bagi penyedia dan calon penyedia sumber daya dan pemakai atau calon pemakai lainnya dalam mengenai sumber daya ekonomi, kewajiban dan kekayaan bersih organisasi serta pengaruh dari transaksi, peristiwa dan kejadian ekonomi yang mengubah sumber daya dan kepentingan sumber daya tersebut. 25

II.5 Metode Korelasi sederhana Menurut Sugiyono (2004) analisis korelasi sederhana adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel. Simbol korelasi untuk sample adalah r yang disebut koefisien korelasi sedangkan simbol parameternya ρ (dibaca rho). Koefisien korelasi sederhana menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara dua variabel. Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai dengan -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nillai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik. Menurut Sugiyono (2004) pedoman untuk memberikan inteprestasi koefisien korelasi sebagai berikut : Interval koefisien Tingkat hubungan 0,0-0,199 Sangat rendah 0,20-0,399 Rendah 0,40-0,599 Sedang 0,60-0,799 Kuat 0,80-1,000 Sangat kuat 26