KIRANA NUGRAHAYU LIZANSARI

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

PERLAKUAN AGENS HAYATI UNTUK MENGENDALIKAN HAWAR DAUN BAKTERI, MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN DAN PRODUKSI BENIH PADI AHMAD ZAMZAMI

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

Pengaruh Perlakuan pada Benih Padi yang Terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Hasil Padi di Lapang

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

Perlakuan Agens Hayati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri dan Meningkatkan Produksi Benih Padi Sehat

serum medium koloni Corynebacterium diphtheria tampak putih keabuabuan, spesimenklinis (Joklik WK, Willett HP, Amos DB, Wilfert CM, 1988)

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

Efektivitas Frekuensi dan Volume Penyemprotan Daun dengan Agens Hayati Filosfer dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan Hasil Padi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Kata kunci: matriconditioning, rizobakteri, viabilitas, vigor, Xanthomonas oryzae pv.oryzae,

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

PENGARUH RIZOBAKTERI DAN PUPUK FOSFAT DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TETUA BETINA JAGUNG HIBRIDA

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

Budidaya Padi Organik dengan Waktu Aplikasi Pupuk Kandang yang Berbeda dan Pemberian Pupuk Hayati

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

Efektivitas Frekuensi dan Volume Penyemprotan Daun dengan Agens Hayati Filosfer dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan Produksi Benih Padi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016.

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

Jurnal Hexagro. Vol. 2. No. 1 Februari 2018 ISSN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Maret 2014 di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan BPTP Unit Percobaan Natar, Desa Negara

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian. I. Pengujian Toleransi Salinitas Padi pada Stadia Perkecambahan di Laboratorium

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

II. MATERI DAN METODE

METODOLOGI PENELITIAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

Metode Penelitian. Rancangan Percobaan

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Transkripsi:

1 Perlakuan Benih dan Perendaman Akar Bibit dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Serangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae serta Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi di Rumah Kaca KIRANA NUGRAHAYU LIZANSARI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* 3 Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perlakuan Benih dan Perendaman Akar Bibit dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Serangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae serta Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi di Rumah Kaca adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Kirana Nugrahayu Lizansari NIM A24090072

ABSTRAK KIRANA NUGRAHAYU LIZANSARI. Perlakuan Benih dan Perendaman Akar Bibit dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Serangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae serta Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi di Rumah Kaca. Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS dan MUHAMMAD MACHMUD. Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) penyebab penyakit hawar daun bakteri (HDB) merupakan patogen terbawa benih padi yang dapat menurunkan hasil hingga 60 %. Percobaan ini bertujuan mengevaluasi perlakuan benih dan konsentrasi perendaman akar bibit yang efektif mengendalikan Xoo dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi di rumah kaca. Percobaan ini menggunakan rancangan split plot-rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) empat ulangan. Petak utama adalah perlakuan benih (6 taraf) dan anak petak adalah perendaman akar bibit umur 3 minggu setelah semai (8 taraf). Matriconditioning menggunakan arang sekam 30 mesh sebagai carrier atau media dengan nisbah benih : media: larutan bakterisida atau agens hayati = 1:0.8:1.2 (g:g:ml) pada suhu 25 0 C selama 30 jam. Perendaman akar bibit dilakukan selama 1 jam. Hasil percobaan menunjukkan perlakuan matriconditioning + Pseudomonas diminuta A6 + Bacillus subtilis 5/B meningkatkan daya berkecambah benih, indeks vigor, kecepatan tumbuh bibit serta menurunkan persentase kejadian penyakit kresek. Perlakuan matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis saja cukup untuk meningkatkan tinggi tanaman, namun jika dikaitkan dengan responnya terhadap bobot kering tanaman, perlu dilakukan perendaman akar bibit saat umur 3 minggu setelah semai dengan agens hayati sebelum pindah tanam. Perlakuan matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis dilanjutkan perendaman akar dengan P. diminuta + B. subtilis (10 6 cfu/ml) efektif dan efisien meningkatkan bobot kering tanaman. Perlakuan matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis atau perendaman akar bibit dengan P. diminuta + B. subtilis (10 6 cfu/ml) menghasilkan jumlah anakan terbanyak sampai 4 minggu setelah pindah tanam (MSP). Tingkat keparahan HDB sampai umur tanaman 4 MSP rendah (1.7%-2.5%). Perlakuan benih matriconditioning + bakterisida 0.2% atau perendaman akar dengan P. diminuta + B. subtilis (10 8 cfu/ml) efektif mengendalikan HDB sampai fase vegetatif 4 MSP. Kata kunci: Bacillus subtilis, daya berkecambah, hawar daun bakteri, matriconditioning, Pseudomonas diminuta, vigor.

ABSTRACT KIRANA NUGRAHAYU LIZANSARI. Seed Treatments and Seedling Root Dipping with Biological Agents Controlled Xanthomonas oryzae pv. oryzae and Improved Plant Growth of Rice in the Greenhouse. Supervised by SATRIYAS ILYAS and MUHAMMAD MACHMUD. Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) causing bacterial leaf blight (BLB) in rice is a seed-borne pathogen, could reduce yield by 60%. This experiment was conducted to evaluate the effect of seed treatment and root dipping on BLB incidence and vegetative growth of rice plant in the greenhouse. The experiment was arranged in a split plot-randomized complete block with four replications. The main plots were seed treatments (6 levels) and the subplots were root dipping (8 levels). Matriconditioning was conducted using burned rice hull 30 mesh as carrier or media with ratio of seed:carrier:solution of bactericide or biological agents = 1:0.8:1.2 (g:g:ml) at 25 0 C for 30 h. Root dipping was conducted for 1 h. The results showed that seed treatment with matriconditioning + Pseudomonas diminuta A6 + Bacillus subtilis 5/B improved seed germination, vigor index, germination rate, and reduced the BLB incidence. Matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis was able to increase plant height without root dipping treatment. However, the seed treatment should be followed by root dipping on 3 week-old seedling in order to increase plant dry weight. Seed treatment using matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis and followed by root dipping with P. diminuta + B. subtilis (10 6 cfu/ml) effectively and efficiently increased plant dry weight. Seed treatment with matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis or root dipping with P. diminuta + B. subtilis (10 6 cfu/ml) produced the highest number of tillers up to 4 weeks after transplanting. Severities of BLB up to 4 weeks after transplanting was low (1.7%-2.5%). Seed treatment using matriconditioning + 0.2% bactericide or roots dipping with P. diminuta + B. subtilis (10 8 cfu/ml) reduced the BLB incidence effectively at vegetative phase. Keywords: Bacillus subtilis, bacterial leaf blight, germination, matriconditioning, Pseudomonas diminuta, vigor.

Perlakuan Benih dan Perendaman Akar Bibit dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Serangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae serta Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi di Rumah Kaca KIRANA NUGRAHAYU LIZANSARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Perlakuan Benih dan Perendaman Akar Bibit dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Serangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae serta Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi di Rumah Kaca Nama : Kirana Nugrahayu Lizansari NIM : A24090072 Disetujui oleh Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS Pembimbing I Dr Muhammad Machmud, MSc APU Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr Ketua Departemen Tanggal Lulus :.

LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama NIM Perlakuan Benih dan Perendaman Akar Bibit dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Serangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae serta Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi di Rumah Kaca.. Kirana Nugrahayu Lizansari A24090072 Disetujui oleh ProfDr Ir Satriyas Ilyas, MS Pembimbing I ~ Dr Muhammad Machmud, MSc APU Pembimbing II Tanggal Lulus :.: ~ O. 9.........?n1l.....

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini adalah Kesehatan benih, dengan judul Perlakuan Benih dan Perendaman Akar Bibit dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Serangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae serta Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi di Rumah Kaca. Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Kompetensi 2013 yang berjudul Teknologi Aplikatif Menggunakan Agens Hayati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri dan Meningkatkan Produksi Benih Padi Bermutu dan Sehat, yang diketuai oleh Ibu Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS dan Bapak Dr Muhammad Machmud, MSc APU selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, dan Wahyu Teguh Wibowo serta seluruh keluarga dan teman, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2013 Kirana Nugrahayu Lizansari

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN ix LEMBAR PENGESAHAN... v PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat... 3 METODE... 3 Bahan... 3 Alat... 4 Lokasi dan Waktu Penelitian... 4 Prosedur Analisis Data... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 11 SIMPULAN... 19 SARAN... 20 DAFTAR PUSTAKA... 20 RIWAYAT HIDUP... 24

DAFTAR TABEL 1 Pengaruh perlakuan inokulasi Xoo terhadap kejadian penyakit bibit padi varietas IR64 pada 3 minggu setelah semai......12 2 Pengaruh perlakuan benih padi varietas IR64 terhadap daya berkecambah benih, indeks vigor benih, dan kecepatan tumbuh bibit... 13 3 Pengaruh perlakuan benih varietas IR64 terhadap tinggi bibit... 14 4 Pengaruh perlakuan benih varietas IR64 terhadap bobot kering bibit... 15 5 Pengaruh perlakuan benih terhadap kejadian penyakit pada bibit padi 3 minggu setelah semai... 15 6 Interaksi perlakuan benih varietas IR64 dan perendaman akar bibit terhadap tinggi tanaman (cm) pada 4 MSP... 16 7 Interaksi perlakuan benih varietas IR64 dan perendaman akar bibit terhadap bobot kering (g) tanaman 3 MSP... 17 8 Pengaruh perlakuan benih varietas IR64 dan perendaman akar bibit terhadap jumlah anakan 4 MSP... 18 9 Pengaruh perlakuan benih varietas IR64 dan perendaman akar bibit terhadap tingkat keparahan (%) penyakit hawar daun bakteri pada 4 MSP... 18 DAFTAR GAMBAR 1 Bagan alir penelitian... 6 2 Pengaruh inokulasi Xoo terhadap kejadian penyakit kresek pada tanaman padi varietas IR64... 12 3 Gejala bibit terserang kresek (kiri) dan sehat (kanan) pada bibit padi varietas IR64... 13 4 Benih padi varietas IR64 berkecambah pada perendaman dengan suspensi Xoo 36 jam... 12 5 Pertumbuhan bibit padi varietas IR64 2 MSS... 14 DAFTAR LAMPIRAN 1 Deskripsi varietas IR64... 22 2 Skala penilaian tingkat keparahan penyakit HDB... 23

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karakteristik mutu benih terdiri atas empat grup utama, yaitu mutu genetik, mutu analitik atau fisik, mutu fisiologis, dan mutu saniter (sanitary seed quality) atau mutu patologis. Kesehatan benih tidak hanya menyangkut hama dan penyakit yang berakibat langsung pada vigor dan viabilitas benih, tetapi juga penyakit seedborne yang terbawa benih ke lingkungan yang baru (Ilyas 2012). Salah satu patogen utama padi yang bersifat seedborne adalah Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) penyebab penyakit kresek padi dan hawar daun bakteri (HDB) yang bersifak sistemik. Bakteri Xoo dapat menginfeksi tanaman padi dari mulai pembibitan sampai panen. Terdapat dua macam gejala penyakit HDB yaitu gejala yang terjadi pada tanaman muda berumur kurang dari 30 hari setelah tanam disebut kresek, sedangkan gejala yang timbul pada tanaman mencapai stadia anakan sampai pemasakan disebut hawar (blight). Kresek merupakan gejala yang paling merusak dari penyakit HDB, sementara gejala yang paling umum dijumpai adalah gejala hawar (IRRI 2008). Gejala penyakit HDB pada tanaman di persemaian, biasanya dicirikan oleh warna menguning pada tepi daun yang tidak mudah diamati, bibit menjadi layu, dan saat kering gesekan antara bibit yang kering menimbulkan bunyi seperti kresek. Gejala yang ditemukan pada fase pertumbuhan, anakan, dan fase pemasakan adalah gejala hawar (water-soaked) sampai berupa garis kekuningan pada daun bendera. Gejala mulai tampak pada ujung daun kemudian bertambah lebar, sampai menyebabkan pinggir daun berombak. Selain itu ditemukan juga eksudat bakteri berwarna susu atau berupa tetes embun pada daun muda di pagi hari. Pada stadia perkembangan gejala penyakit lebih lanjut, luka berubah warna mejadi kuning memutih. Selanjutnya pada daun yang terinfeksi parah, warna daun cenderung menjadi abu-abu disertai dengan muncul jamur saprofit. Gesekan antara bibit atau tanaman yang terkena HDB salah satu cara penularan penyakit secara alami (IRRI 2008). Benih merupakan sumber inokulum penting bagi penularan Xoo. Pendapat peneliti tentang pentingnya peran benih sebagai sumber inokulum Xoo beragam, tetapi pada umumnya percaya bahwa benih merupakan sumber utama dan pertama penularan Xoo di lapangan. Koloni Xoo dijumpai pada endosperm dan gulma. Bakteri dapat bertahan hidup dalam benih selama semusim hingga 11 bulan (Reddy dan Yin 1989). Keberadaan bakteri Xoo pada benih padi varietas IR64, Ciherang dan Situ Bagendit berturut-turut 70%, 50%, dan 40% dari sampel benih yang diuji (Ilyas et al. 2007). Puncak kerusakan tanaman terjadi pada tahun 1989 seluas 20 340 ha. Kerusakan ini sebagai akibat dari meluasnya pengembangan varietas IR64 yang rentan terhadap HDB (Deptan 2009). Direktorat Perlindungan Pangan (2011) melaporkan bahwa di tahun 2010 luas lahan yang terserang penyakit HDB 54 796 ha dan meningkat pada musim tanam 2010 2011 menjadi 64 123 ha kehilangan hasil 320 615 ton/tahun di seluruh Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan HDB, tetapi hasilnya belum optimal. Hal ini terbukti bahwa HDB masih menjadi kendala utama produksi padi baik di daerah tropik maupun subtropik. Pengendalian secara hayati

2 dengan plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) merupakan alternatif teknologi ramah lingkungan di lapang. Hal ini dilihat dari banyaknya petani dalam mengamankan produksi pertanian akibat serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) menggunakan pestisida secara berlebihan, sehingga menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan, seperti terjadinya ledakan hama, timbulnya hama sekunder, matinya musuh alami, rusaknya lingkungan, bahkan penolakan pasar akibat produk mengandung residu pestisida (Tyasningsiwi 2004). Peran PGPR sebagai agens pengendali hayati adalah karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, enzim ekstraseluler yang bersifat antagonis melawan patogen. Mekanisme PGPR dalam meningkatkan kesuburan tanaman dapat terjadi melalui tiga cara yaitu menekan perkembangan hama/penyakit (bioprotectant) sehingga berpengaruh langsung pada tanaman dalam menghadapi hama dan penyakit; memproduksi fitohormon (biostimulant) seperti indole acetic acid (IAA), sitokinin, giberellin, menghambat produksi etilen sehingga berpengaruh pada penambah luas permukaan akar-akar halus; dan meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman (biofertilizer) (Kloepper dan Schroth 1978). Bakteri antagonis dapat menekan inokulum awal penyakit HDB yang ditunjukkan oleh adanya perpanjangan periode laten dan laju infeksi yang rendah (Nuryanto et al. 2004). Hasil pengujian isolat P. diminuta A6, P. aeruginosa A54, B. subtilis 11/C, B. subtilis 5/B, dan P. mallei A33 memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan Xoo. Semua isolat rizobakteri yang diuji menghasilkan senyawa siderofor, mampu melarutkan fosfat, serta menunjukkan aktifitas IAA dan enzim fosfatase pada rizobakteri yang diuji. Semua perlakuan benih dengan agens hayati (benih terinfeksi Xoo direndam suspensi isolat P. diminuta A6, benih terinfeksi Xoo direndam suspensi isolat P. aeruginosa A54, benih terinfeksi Xoo direndam suspensi B. subtilis 5/B, benih terinfeksi direndam suspensi isolat B. subtilis 11/C, benih terinfeksi diberi matriconditioning + bakterisida 0.2%, benih terinfeksi diberi matriconditioning + P. diminuta isolat A6, benih terinfeksi diberi matriconditioning + P. aeruginosa A54, benih terinfeksi diberi matriconditioning + B. subtilis 5/B, dan benih terinfeksi diberi matriconditioning + B. subtilis 11/C) mampu menekan pertumbuhan Xoo pada benih padi varietas Ciherang yang diuji (Agustiansyah et al. 2010). Hasil penelitian Ilyas et al. (2010) menunjukkan perlakuan benih (seed treatment) saja kurang optimal untuk mengendalikan penyakit HDB di lapang. Hal ini disebabkan Xoo bukan saja merupakan patogen seedborne, tetapi juga soilborne dan airborne. Oleh karena itu perlakuan benih perlu diikuti dengan perendaman akar bibit (root dipping) sebelum dipindahtanamkan ke sawah. Percobaan ini dilakukan untuk mendapatkan perlakuan benih dan perendaman akar bibit dengan agens hayati yang efektif mengendalikan Xoo pada benih, bibit, tanaman, serta meningkatkan pertumbuhan tanaman padi di rumah kaca. Tujuan Penelitian Percobaan ini bertujuan: 1. Mengevaluasi efektivitas perlakuan benih dengan agens hayati dalam mengendalikan Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi di rumah kaca,

2. Mendapatkan kombinasi perlakuan benih dan konsentrasi perendaman akar bibit dengan agens hayati yang efektif mengendalikan patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi di rumah kaca. Manfaat Perlakuan benih dengan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B dilanjutkan dengan perendaman akar bibit dengan agens hayati sebelum pindah tanam, dapat mengendalikan Xoo dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi sampai fase vegetatif. Hal tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan teknologi aplikatif menggunakan agens hayati dalam mengendalikan serangan penyakit hawar daun bakteri dan dapat meningkatkan produksi benih padi bermutu yang ramah lingkungan. 3 Sumber Benih Padi METODE Bahan Benih padi varietas IR64 yang digunakan berasal dari kelas benih dasar (foundation seed) sebanyak 2 kg yang dipanen pada bulan September 2012 dari Balai Benih Jetis, Ponorogo. Benih telah disimpan selama 3 bulan pada ruang bersuhu 16 C dan RH 60% sebelum digunakan dalam penelitian ini. Hasil pengujian mutu fisiologi awal menggunakan metode uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp) pada germinator IPB 72 1 sebanyak 8 ulangan dan masing-masing ulangan 50 butir padi, menunjukkan nilai daya berkecambah adalah 92%. Pengujian awal kesehatan benih padi terhadap keberadaan Xoo menggunakan metode grinding. Benih sebanyak 400 butir dicuci dengan larutan NaClO 1 % yang telah diencerkan selama 1 menit kemudian dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali. Benih yang telah disterilisasi dihaluskan dengan menambahkan 90 ml air steril. Setelah dihaluskan kemudian diinkubasi dalam cool storage suhu 3-5 C selama 4-5 jam untuk pengendapan. Supernatan yang diperoleh diencerkan secara bertingkat dengan air steril yaitu 10-3, 10-4, 10-5, 10-6. Pengenceran yang digunakan adalah pengenceran 10-6 yang dituangkan 50 μl pada cawan petri berisi media peptone sucrose agar (PSA), diratakan dengan segitiga penyebar secara duplo. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang 27 C selama 7 hari dan diamati jumlah koloni yang terbentuk. Hasil pengujian kesehatan benih awal dengan metode grinding menunjukkan Xoo terbawa benih sebesar 3.75 x 10 6 cfu/ml. Sumber Isolat Xoo dan Rizobakteri Isolat Xoo yang digunakan diisolasi dari daun padi varietas Ciherang bergejala HDB di Cikarawang. Sementara itu, rizobakteri Pseudomonas diminuta A6 dan Bacillus subtilis 5/B dengan konsentrasi 4.5 x 10 8 cfu/ml yang digunakan merupakan koleksi Agustiansyah et al. (2010) hasil proyek kerjasama kemitraaan

4 penelitian pertanian dengan perguruan tinggi [KKP3T] tahun 2007 dengan konsentrasi 4.5 x 10 8 cfu/ml. Palupi (2012) telah menguji ulang potensi antagonis rizobakteri. Media untuk menumbuhkan Xoo menggunakan peptone sucrose agar (PSA), media nutrient agar (NA) dan king s B untuk media subkultur agens hayati. Bakterisida yang digunakan berbahan aktif streptomycin sulfat 20 %. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laminar air flow cabinet, otoklaf, oven untuk bobot kering, timbangan analitik, ruang penyimpanan terkendali bersuhu 25 C, alat untuk kultur bakteri, spektrofotometer, mikro pipet skala mikron (μ), germinator IPB 72-1. Lokasi dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kesehatan Benih, Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Molecular Marker and Spectrophotometry, Laboratorium Post Harvest, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, dan Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Prosedur Analisis Data Pra percobaan: Perlakuan Inokulasi Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) pada Benih Padi untuk Menghasilkan Benih Belum Berkecambah dan Bibit Terinfeksi Xoo Pra percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal yaitu perlakuan inokulasi Xoo yang terdiri atas 10 taraf yaitu kontrol alami (benih tidak diberi perlakuan apapun [A0N0]), kontrol alami + N (A0N1), kontrol negatif (benih disterilisasi permukaan dan tidak diinokulasi Xoo [A1N0]), kontrol negatif + N (A1N1), inokulasi Xoo 24 jam (A2N0), inokulasi Xoo 36 jam (A3N0), inokulasi Xoo 48 jam (A4N0), inokulasi Xoo 24 jam + pupuk N (A2N1), inokulasi Xoo 36 jam + pupuk N (A3N1), inokulasi Xoo 48 jam + pupuk N (A4N1). Perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 30 satuan percobaan. Model aditif rancangan ini adalah: Y ijk = μ + τ i + β j + ε ijk Keterangan Y ijk = respon peubah padi pada perlakuan inokulasi ke-i, kelompok ke-j µ = nlai tengah populasi τ i = pengaruh perlakuan inokulasi ke-i (i = A0N0, A0N1, A1N0, A1N1, A2N0, A2N1, A3N0, A3N1, A4N0, A4N1) β j = pengaruh kelompok ke-j (k = 1, 2, 3) ε ijk = pengaruh galat percobaan pada perlakuan inokulasi ke-i dan kelompok kej

Jika terdapat pengaruh nyata perlakuan pada analisis ragam (taraf kepercayaan 95%), maka dilakukan uji lanjut dengan DMRT. Percobaan 1: Perlakuan Benih dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Padi Sebelum Pindah Tanaman Percobaan satu menggunakan RKLT faktor tunggal yaitu perlakuan benih yang terdiri atas 6 taraf perlakuan benih yaitu B0 (kontrol negatif [tanpa inokulasi Xoo]), B1 (kontrol positif [dengan inokulasi Xoo]), B2 (bakterisida 0.2%), B3 (campuran agens hayati [Pseudomonas diminuta + Bacillus subtilis]), B4 (matriconditioning + bakterisida 0.2%), B5 (matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis) diulang 3 kali, sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Perlakuan benih yang digunakan seperti pada penelitian (Ilyas et al. 2007; Ilyas et al. 2009). Model linier aditif: Y ij = μ + τ i + β j + ε ijk Keterangan : Y ijk = respon peubah padi pada perlakuan perlakuan benih ke-i, kelompok ke-j μ = nilai tengah umum τ i = pengaruh perlakuan benih ke-i β j = pengaruh kelompok ke-j = pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, kelompok ke-j ε ijk Jika terdapat pengaruh nyata perlakuan pada analisis ragam (taraf kepercayaan 95%), maka dilakukan uji lanjut dengan DMRT. 5 Percobaan 2: Perlakuan Benih dan Perendaman Akar Bibit dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Serangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi di Rumah Kaca Percobaan dua menggunakan rancangan petak terbagi (split plot)-rklt 4 ulangan. Petak utama adalah perlakuan benih, terdiri atas 6 taraf B0 (kontrol negatif [tanpa inokulasi Xoo]), B1 (kontrol positif [dengan inokulasi Xoo]), B2 (bakterisida 0.2%), B3 (campuran agens hayati [Pseudomonas diminuta + Bacillus subtilis]) (Ilyas et al. 2009), B4 (matriconditioning + bakterisida 0.2%), B5 (matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis). Anak petak adalah konsentrasi larutan bakterisida untuk perendaman akar yaitu: K1 (0.1%), K2 (0.2%), K3 (0.4%), dan K4 (0.6%) atau suspensi agens hayati P. diminuta + B. subtilis yaitu K5 (10 6 cfu/ml), K6 (10 8 cfu/ml), dan K7 (10 10 cfu/ml). Pembanding adalah kontrol tanpa perendaman akar (K0). Model linier aditif percobaan pertama adalah sebagai berikut: Y ijk = μ+ K k + α i + δ ik + β j + (αβ) ij + ε ijk Keterangan: Y ijk = nilai pengamatan pada faktor perlakuan benih taraf ke-i, faktor konsentrasi larutan perendaman taraf ke-j, dan ulangan ke-k μ = rataan

6 K k α i δ ik β j (αβ) ij ε ijk = galat percobaan I = pengaruh faktor perlakuan benih k-i = pengaruh perlakuan β ke K = pengaruh utama faktor konsentrasi larutan perendaman ke-j = komponen interaksi antara faktor perlakuan benih dan faktor konsentrasi perendaman akar = pengaruh galat percobaan II Jika terdapat pengaruh nyata perlakuan pada analisis ragam (taraf kepercayaan 95%), maka dilakukan uji lanjut dengan DMRT. Pra percobaan: Perlakuan Inokulasi Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) pada Benih Padi untuk Menghasilkan Benih Belum Berkecambah dan Bibit Terinfeksi Xoo Waktu optimum perendaman untuk menghasilkan benih tidak berkecambah dan bibit terinfeksi Xoo sebagai metode inokulasi Xoo percobaan 1. Percobaan 1: Perlakuan Benih dengan agens hayati untuk Mengendalikan Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) dan Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Padi sebelum Pindah Tanam Bibit yang memiliki pertumbuhan baik dan minimal terserang Xoo sebagai bahan tanam percobaan 2. Percobaan 2: Perlakuan Benih dan Perendaman Akar Bibit dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi di Rumah Kaca a. Perlakuan benih dengan agens hayati yang efektif mengendalikan Xoo dan meningkatkan pertumbuhan bibit padi. b. Perlakuan benih dan konsentrasi perendaman akar dengan agens hayati yang dapat mengendalikan Xoo meningkatkan pertumbuhan bibit padi pada fase vegetatif. Gambar 1 Bagan alir penelitian

Pra percobaan: Perlakuan Inokulasi Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) pada Benih Padi untuk Menghasilkan Benih Belum Berkecambah dan Benih Terinfeksi Xoo Penyiapan Media Tanam Penyiapan media semai dilakukan dengan sterilisasi tanah berjenis latosol berasal dari KP. Cikabayan dengan status belum pernah disawahkan sebanyak 50 kg dimasukkan plastik tahan panas kemudian diotoklaf pada suhu 121 C, tekanan 1 atm selama 60 menit. Tanah hasil sterilisasi dimasukkan dalam bak (22 cm x 27 cm x 20 cm) 1.67 kg per bak dan dilumpurkan selama 1 minggu. Pembuatan Suspensi Xoo Suspensi Xoo yang telah disubkultur pada media peptone sucrose agar (PSA) dipindahkan ke media peptone sucrose broth (PSB), diinkubasi selama 48 jam dengan shaker, kemudian diukur jumlah koloninya (cfu/ml) dengan spektrofotometer. Suspensi Xoo diencerkan mencapai kerapatan 4.5 x 10 8 cfu/ml (Agustianyah et al. 2010). Sterilisasi Benih dan Inokulasi Xoo pada Benih Benih padi disterilisasi permukaan dengan NaClO 1% selama 1 menit kecuali kontrol alami, dibilas dengan aquades steril, dan dikeringanginkan selama 30 menit di laminar. Benih direndam dalam suspensi Xoo selama 24, 36, dan 48 jam masing-masing 16.8 g kecuali kontrol alami dan kontrol negatif. Perendaman dilakukan secara bertahap pada 3 gelas yang memiliki volume 250 ml dan diisi suspensi Xoo 20.2 ml. Perendaman bertahap agar ketiga perlakuan dapat disemai pada waktu yang sama. Benih dikeringanginkan selama 12 jam pada suhu 20 C. Penanaman Benih pada Media dan Pemberian Pupuk Urea sebagai Stimulan Benih kemudian ditanam dalam bak yang telah berisi tanah lumpur macakmacak, masing-masing 50 benih per bak sesuai perlakuan. Saat umur bibit 15 hari dilakukan aplikasi pupuk N (urea) untuk stimulasi serangan Xoo pada bak sesuai perlakuan yaitu: kontrol alami (benih tidak diberi perlakuan apapun [A0N0]), kontrol alami + N (A0N1), kontrol negatif (benih disterilisasi permukaan dan tidak diinokulasi Xoo [A1N0]), kontrol negatif + N (A1N1), inokulasi Xoo 24 jam (A2N0), inokulasi Xoo 36 jam (A3N0), inokulasi Xoo 48 jam (A4N0), inokulasi Xoo 24 jam + pupuk N (A2N1), inokulasi Xoo 36 jam + pupuk N (A3N1), inokulasi Xoo 48 jam + pupuk N (A4N1) dengan dosis 1.18 g/bak. Kondisi air menggenang setinggi 1 cm dari permukaan batang bawah bibit. Pengamatan kejadian penyakit dilakukan pada hari ke-21. 7

8 Percobaan 1: Perlakuan Benih dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Padi Sebelum Pindah Tanaman Penyiapan Media Semai Penyiapan media semai dilakukan dengan sterilisasi tanah berjenis latosol berasal dari KP. Cikabayan dengan status belum pernah disawahkan sebanyak 90 kg, dimasukkan plastik tahan panas kemudian diotoklaf pada suhu 121 C, tekanan 1 atm selama 60 menit. Tanah hasil sterilisasi dimasukkan dalam bak (30 cm x 27 cm x 25 cm) sebanyak 5 kg per bak dan dilumpurkan selama 1 minggu. Pembuatan Suspensi Xoo Pembuatan suspensi Xoo seperti pada pra percobaan. Pembuatan Suspensi Agens Hayati Suspensi agens hayati (Pseudomonas diminuta A6 dan Bacillus subtilis 5/B) disubkultur pada media nutrient broth (NB) dan King S B broth dengan menggunakan shaker selama 48 jam, kemudian diukur jumlah koloninya (cfu/ml) menggunakan spektrofotometer. Suspensi agens hayati diencerkan sampai kerapatan 4.5 x 10 8 cfu/ml (Agustianyah et al. 2010). Sterilisasi Benih dan Inokulasi Xoo pada Benih Sterilisasi permukaan benih dilakukan dengan merendam benih 111.2 g pada larutan natrium hipoklorit 1% sebanyak 30.4 ml dicampur 121.8 ml akuades selama 1 menit kemudian dibilas dengan aquades (Ilyas et. al. 2007). Benih hasil sterilisasi sebanyak 18.1 g/perlakuan direndam dalam suspensi Xoo 21.7 ml/ perlakuan selama 24 jam selain kontrol negatif (tanpa inokulasi Xoo dan tanpa perlakuan benih) agar memastikan benih terinfeksi Xoo sebelum diberi perlakuan bakterisida berbahan aktif streptomycin sulfat 0.2 % atau agens hayati. Kemudian benih dikeringanginkan selama 12 jam. Perlakuan Benih Benih diberi perlakuan bakterisida atau agens hayati sebagai berikut: B0 dan B1 adalah kontrol yang tidak diberi perlakuan, B2 adalah perendaman dengan bakterisida 0.2% selama 6 jam, B3 adalah perendaman dengan suspensi agens hayati (4.5 x 10 8 cfu/ml) selama 30 jam. Perlakuan B4 (matriconditioning+ bakterisida 0.2%) atau B5 (matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis) yaitu melembabkan benih pada media arang sekam dengan perbandingan benih:arang sekam:larutan pelembab yaitu 1:0.8:1.2 (g:g:ml) selama 30 jam pada suhu 25 C (Agustiansyah et al. 2010). Pengamatan dilakukan saat 3 minggu setelah semai (MSS), peubah yang diamati antara lain: daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh benih selama 21 MSS, tinggi bibit, bobot kering bibit, dan kejadian penyakit kresek.

9 Pengamatan Pengamatan dilakukan sampai bibit berumur 3 MSS, peubah yang diamati antara lain: a. Daya berkecambah (%) Daya berkecambah (DB) dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama first count (5 HST) dan kedua (14 HST) final count (ISTA 2010) pada suhu 25 C dengan substrat pasir rumus: DB (%) = Σ KN hit I + Σ KN hit II x100% Σ benih yang ditanam b. Indeks vigor (%) Indeks vigor (IV) dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama pada uji daya berkecambah (Copeland dan McDonald 1995) yaitu 5 HST untuk benih padi, dengan rumus: IV (%) = Σ KN hitungan I x 100% Σ benih yang ditanam c. Kecepatan tumbuh bibit (%/etmal) Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan tumbuh harian dalam unit tolok ukur persentase tumbuh bibit per hari selama 21 hari, dengan rumus perhitungan: tn KCT = Σ Ni /ti i=1 Keterangan: ti : waktu pengamatan (etmal) N : % KN setiap waktu pengamatan tn : waktu akhir pengamatan hari ke-21 d. Bobot kering bibit (g) Sebelumnya bagian biji yang masih menempel pada bibit dihilangkan terlebih dahulu. Bibit normal berumur 2 dan 3 MSS dioven pada suhu 80 C selama 24 jam. Kecambah dimasukkan ke desikator selama 30 menit. Bibit kering ditimbang dengan timbangan analitik. e. Kejadian penyakit (%) Keberadaan (incidence) = Jumlah bibit sakit x 100% Jumlah keseluruhan bibit f. Tinggi bibit (cm) Tinggi bibit padi diukur dari permukaan pangkal bawah batang sampai ujung daun tertinggi, diukur setiap minggu sampai minggu ke-3 pada 10 tanaman contoh

10 Percobaan 2: Perlakuan Benih dan Perendaman Akar Bibit dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi di Rumah Kaca Persiapan Media Tanam Tanah yang digunakan adalah jenis latosol dari KP Cikabayan yang dijemur selama 1 minggu sebelum dilumpurkan sebagai metode sterilisasi tanah konvensional kemudian dimasukkan ke dalam ember (20 cm x 28 cm x 20 cm) sebanyak 5 kg tanah per ember. Pembuatan Suspensi Agens Hayati dan Larutan Bakterisida sebagai Bahan Perendaman Pembuatan suspensi agens hayati P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B seperti pada percobaan 1, tetapi dibuat dengan konsentrasi 10 6 cfu/ml, 10 8 cfu/ml, dan 10 10 cfu/ml masing-masing 250 ml. Larutan bakterisida yang berbahan aktif streptomisin sulfat dibuat dengan konsentrasi 0.1 %, 0.2 %, 0.4 %, dan 0.6 % masing-masing 300 ml menggunakan cara pengenceran. Perendaman Akar Bibit dan Penanaman Perlakuan benih percobaan pertama menghasilkan bibit berumur 3 minggu setelah semai (MSS) yang digunakan sebagai bahan tanam percobaan kedua. Bibit yang dipilih adalah yang memiliki performa fisik baik (tidak etiolasi, minimal terserang kresek). Bibit dicabut kemudian akarnya direndam selama 1 jam dalam suspensi agens hayati (P. diminuta + B. subtilis) atau larutan bakterisida 20 ml sesuai dengan kombinasi perlakuan sempurna. Setelah 1 jam, bibit ditanam pada ember yang telah berisi tanah lumpur. Jumlah bibit per ember adalah 3 bibit. Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan adalah pemupukan dan penyiraman. Pemupukan dilakukan dengan dosis 200 kg/ha Urea, 50 kg/ha SP-36, dan 100 kg/ha KCl (Ilyas et al. 2009) yang dikonversi dengan luas bidang tanam sehingga dibutuhkan 2.4 g/ember Urea, 0.6 g/ember SP-36, dan 1.2 g/ember KCL. Pengamatan Pengamatan yang dilakukan antara lain tinggi tanaman, bobot kering tanaman, jumlah anakan, tingkat serangan HDB, dan toksisitas. a. Tinggi tanaman (cm) Tinggi tanaman padi diukur dari permukaan pangkal bawah batang sampai ujung daun tertinggi, diukur setiap minggu mulai 4 MSS sampai 9 MSS (1 minggu setelah pindah tanam sampai 5 minggu setelah pindah tanam).

b. Bobot kering tanaman (g) Sebelumnya bagian biji yang masih menempel pada tanaman dihilangkan terlebih dahulu. tanaman berumur 2 dan 3 minggu setelah pindah tanam (MSP) dioven pada suhu 80 º C selama 24 jam. Tanaman dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Tanaman kering ditimbang dengan timbangan analitik. c. Tingkat keparahan HDB (%) Tingkat keparahan = Σ (n x v) x 100% Z x N Keterangan n = Jumlah daun dari tiap kategori serangan v = Nilai skala tiap kategori serangan Z = Nilai skala dari kategori serangan tertinggi N = Jumlah daun yang diamati d. Toksisitas Setiap tanaman diamati mulai 1 MSP hingga 6 MSP terhadap perubahan warna daun dari hijau ke putih. e. Jumlah anakan (anakan/rumpun) Jumlah anakan dihitung pada 4 MSP perumpun tanaman pada setiap satuan percobaan. HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Pra percobaan: Perlakuan Inokulasi Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) pada Benih Padi untuk Menghasilkan Benih Belum Berkecambah dan Bibit Terinfeksi Xoo Perendaman benih selama 24 jam masih efektif sebagai metode inokulasi untuk memperoleh benih tidak berkecambah dan bibit terinfeksi Xoo (Tabel 1). Hal tersebut mengkonfirmasi metode inokulasi yang telah digunakan pada penelitian sebelumnya. Agustiansyah et al. (2010) menyatakan untuk mendapatkan benih terinfeksi Xoo, benih padi varietas Ciherang direndam selama 24 jam dalam suspensi Xoo yang telah disiapkan. Tingkat kejadian penyakit pada perendaman 24, 36, dan 48 jam lebih tinggi dibandingkan kontrol yang tidak diinokulasi Xoo. Perendaman 36 atau 48 jam menyebabkan benih berkecambah sehingga tidak memenuhi syarat metode inokulasi (Gambar 2). Perlakuan inokulasi yang diberi pupuk nitrogen (N) pada saat bibit berumur 3 MSS menghasilkan tingkat kejadian penyakit 100% (Gambar 3). Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan pupuk sebagai stimulant munculnya kejadian penyakit yang mengkonfirmasi perlakuan inokulasi tanpa pupuk N (urea) (Gambar 4). Suprihanto et al. (2008) menyatakan perkembangan penyakit di lapangan dipacu oleh pemakaian varietas unggul baru yang rentan, jarak tanam yang rapat, serta pemakaian pupuk nitrogen yang tinggi. Semakin tinggi dosis

12 pupuk nitrogen yang digunakan menyebabkan tanaman padi semakin rentan terhadap serangan Xoo. Tabel 1 Pengaruh perlakuan inokulasi Xoo terhadap kejadian penyakit bibit padi varietas IR64 pada 3 minggu setelah semai a Perlakuan Kejadian penyakit (%) Kontrol alami 7.0 d Kontrol negatif 9.6 d Inokulasi Xoo 24 jam 13.6 c Inokulasi Xoo 36 jam 20.0 b* Inokulasi Xoo 48 jam 18.3 b* Kontrol alami + pupuk N 100.0 a Kontrol negatif + pupuk N 100.0 a Inokulasi Xoo 24 jam + pupuk N 100.0 a Inokulasi Xoo 36 jam + pupuk N 100.0 a* Inokulasi Xoo 48 jam + pupuk N 100.0 a* a Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05; *: benih telah berkecambah saat perendaman. Gambar 2 Benih padi varietas IR64 berkecambah pada perendaman dengan suspensi Xoo 36 jam Gambar 3 Pengaruh inokulasi Xoo terhadap kejadian penyakit kresek pada tanaman padi varietas IR64 (A0N0 = kontrol alami, A0N1 = kontrol alami + N, A1N0 = kontrol negatif, A1N1 = kontrol negatif + N, A2N0 = inokulasi Xoo 24 jam, A3N0 = inokulasi Xoo 36 jam, A4N0 = inokulasi Xoo 48 jam, A2N1 = inokulasi Xoo 24 jam + pupuk N, A3N1 = inokulasi Xoo 36 jam + pupuk N, A4N1 = inokulasi Xoo 48 jam + pupuk N)

13 Gambar 4 Bibit terserang kresek (kiri) inokulasi dengan N dan inokulasi tanpa N (kanan) pada bibit padi varietas IR64 Percobaan 1: Perlakuan Benih dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Padi sebelum Pindah Tanaman Perlakuan benih berpengaruh nyata memperbaiki mutu fisiologis benih. Perlakuan benih menggunakan matriconditioning + Pseudomonas diminuta A6 + Bacillus subtilis 5/B) meningkatkan daya berkecambah benih 89.3% menjadi 97%, indeks vigor 63.6% menjadi 94%, dan kecepatan tumbuh 20.3%/etmal menjadi 61.6%/etmal dibandingkan dengan kontrol positif dan perlakuan benih lainnya (Tabel 2). Tabel 2 Pengaruh perlakuan benih padi varietas IR64 terhadap daya berkecambah benih, indeks vigor benih, dan kecepatan tumbuh bibit a Perlakuan Daya berkecambah benih (%) Indeks vigor benih (%) Kecepatan tumbuh bibit (%/etmal) Tanpa inokulasi Xoo (Kontrol -) 86.3 c 66.6 bc 20.8 c Inokulasi Xoo (Kontrol +) 89.3 c 63.6 bc 20.3 c Perendaman bakterisida 0.2% 73.3 d 56.3 c 19.4 c Perendaman agens hayati 92.3 abc 66.6 bc 24.3 c Matriconditioning + bakterisida 0.2% 94.3 ab 86.0 ab 45.8 b Matriconditioning + agens hayati 97.0 a 94.0 a 61.6 a a Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. Secara umum matriconditioning merupakan metode invigorasi yang efektif sehingga benih dapat berkecambah serempak (Gambar 5 E, 5F) dibandingkan perlakuan perendaman dengan bakterisida 0.2 % (Gambar 5C) ataupun perendaman dengan P. diminuta A6 + B. subtilis 5/ B. Hasil pengujian menunjukkan isolat P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B mampumemproduksi IAA yang dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman melalui aktivitas mengkolonisasi akar tanaman (Agustiansyah et al. 2010). Pertumbuhan bibit yang benihnya diinokulasi Xoo terlihat lebih tinggi (Gambar 4B) dibandingkan bibit yang benihnya tidak diinokulasi Xoo (Gambar 4A). Hal ini dipengaruhi oleh

14 perendaman benih yang diinokulasi suspensi Xoo menyebabkan terjadinya imbibisi yang lebih awal. A C D B E F Gambar 5 Pertumbuhan bibit padi varietas IR64 2 MSS; A = tanpa inokulasi Xoo, B = inokulasi Xoo, C = perendaman dengan bakterisida 0.2%, D = perendaman dengan P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B, E = matriconditioning + bakterisida 0.2%, dan F = matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B). Tabel 3 Pengaruh perlakuan benih padi varietas IR64 terhadap tinggi bibit a Tinggi bibit (cm) pada minggu setelah semai Perakuan (MSS) ke- 1 2 3 Tanpa inokulasi Xoo (Kontrol -) 4.29 c 27.17 b 36.78 Inokulasi Xoo (Kontrol +) 4.81 c 28.76 b 38.41 Perendaman bakterisida 0.2% 4.31 c 29.10 b 39.99 Perendaman agens hayati 5.26 c 27.13 b 36.77 Matriconditioning + bakterisida 0.2% 13.02 a 33.06 a 40.99 Matriconditioning + agens hayati 8.24 b 31.64 a 40.53 a Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. Perlakuan matriconditioning + bakterisida 0.2% dan matriconditioning + agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B) berpengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman pada 1 dan 2 MSS dibandingkan kontrol dan perlakua lainnya (Tabel 3). Perlakuan benih berpengaruh nyata meningkatkan bobot kering bibit sampai dengan 3 MSS (Tabel 4). Perlakuan matriconditioning + bakterisida 0.2% meningkatkan bobot kering bibit yaitu 0.035 g menjadi 0.059 g pada 1 MSS, 0.142 g menjadi 0.200 g pada 2 MSS, dan 0.944 g menjadi 1.353 g pada 3 MSS dibandingkan kontrol positif. Rachmawati (2009) menyatakan perlakuan matriconditioning plus Agrept 0.2%, dan matriconditioning plus minyak serai

wangi 1% meningkatkan bobot kering kecambah normal yang nyata dibanding kontrol. Tabel 4 Pengaruh perlakuan benih padi varietas IR64 terhadap bobot kering bibit a Perakuan Bobot kering bibit (g) pada MSS ke- 1 2 3 Tanpa inokulasi Xoo (Kontrol -) 0.036 bc 0.123 b 0.900 b Inokulasi Xoo (Kontrol +) 0.035 bc 0.142 b 0.944 b Perendaman bakterisida 0.2% 0.029 c 0.138 b 0.938 b Perendaman agens hayati 0.046 b 0.132 b 0.876 b Matriconditioning + bakterisida 0.2% 0.059 a 0.200 a 1.353 a Matriconditioning + agens hayati 0.046 b 0.159 b 1.136 ab a Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. Perlakuan benih berpengaruh nyata mengendalikan kejadian penyakit pada bibit padi 3 minggu setelah semai (MSS) (Tabel 5). Kejadian penyakit paling parah pada perlakuan kontrol positif (inokulasi Xoo) yaitu 10.6%. Perlakuan benih matriconditioning + agens hayati (P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B) merupakan perlakuan terbaik dalam mengendalikan kejadian penyakit hingga 1.7% dibandingkan kontrol positif. Hasil pengujian yang dilakukan Agustiansyah et at. (2010) menunjukkan agens hayati P. diminuta A6 dan B. subtilis 5/B mampu menghasilkan senyawa siderofor. Kloepper dan Schroth (1978) menyatakan kemampuan PGPR sebagai agens hayati karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraseluler yang bersifat antagonis melawan patogen. Tabel 5 Pengaruh perlakuan benih padi varietas IR64 terhadap kejadian penyakit pada bibit padi 3 minggu setelah semai a Perlakuan Kejadian penyakit (%) Tanpa inokulasi Xoo (Kontrol -) 3.9 b Inokulasi Xoo (Kontrol +) 10.6 a Perendaman bakterisida 0.2% 4.1 b Perendaman agens hayati 2.2 b Matriconditioning + bakterisida 0.2% 2.5 b Matriconditioning + agens hayati 1.7 b a Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05; KK = 19.7%. 15

16 Percobaan 2: Perlakuan Benih dan Perendaman Akar Bibit dengan Agens Hayati untuk Mengendalikan Serangan Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Padi di Rumah Kaca Terdapat interaksi antara perlakuan benih dan perendaman akar bibit terhadap tinggi tanaman pada 4 minggu setelah pindah tanam (MSP). Perlakuan benih B1 (inokulasi Xoo), B4 (matriconditioning + bakterisida 0.2%) dan B5 (matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis) yang diikuti perendaman akar bibit sebelum pindah tanam dengan K4 (bakterisida 0.4%), atau K5 (P. diminuta + B. subtilis 10 6 cfu/ml) atau K6 (P. diminuta + B. subtilis 10 8 cfu/ml) menghasilkan tinggi tanaman tertinggi 93.2 cm dan 92.8 cm dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 6). Tabel 6 Pengaruh interaksi perlakuan benih padi varietas IR64 dan perendaman akar bibit terhadap tinggi tanaman (cm) pada 4 MSP Perlakuan Perendaman akar bibit b benih a K0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 B0 86.0 79.0 Ab 84.8 76.1 78.3 Ab 83.7 b 78.7 b 82.6 b B1 82.3 Ba 89.5 ABa 84.6 ABa 81.7 Ba 80.6 Bb 92.8 91.7 ABa 84.7 ABa B2 85.1 88.3 b 88.8 80.5 ABa 73.6 Bab 80.8 b 88.1 ABab 85.3 B3 88.3 86.0 b 85.6 ABa 76.1 ABa 81.0 ABb 88.6 91.1 82.5 ABa B4 82.2 86.1 84.7 84.8 81.5 93.2 92.6 91.1 Ba B5 89.6 ABab 85.3 b ABa 91.7 ABa 89.3 Bb 93.3 92.5 92.8 ABa 91.5 a Perlakuan benih dengan kode B0: kontrol negatif (tanpa inokulasi Xoo), B1: kontrol positif (dengan inokulasi Xoo), B2: bakterisida 0.2%, B3: campuran agens hayati Pseudomonas diminuta + Bacillus subtilis, B4: matriconditioning + bakterisida 0.2%, B5: matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis; b Perendaman akar bibit dengan kode perlakuan K0: Kontrol, K1: bakterisida 0.1%, K2: bakterisida 0.2%, K3: bakterisida 0.4% dan K4: bakterisida 0.6%, K5: P. diminuta + B. subtilis 10 6 cfu/ml, K6: P. diminuta + B. subtilis 10 8 cfu/ml, dan K7: P. diminuta + B. subtilis 10 10 cfu/ml; Angka dalam baris yang diikuti huruf kapital dan angka dalam kolom yang diikuti huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05. Perlakuan benih B1 (inokulasi Xoo) menghasilkan tanaman dengan performa mudah rebah dan perendaman akar bibit menggunakan K4 (bakterisida 0.4%) menimbulkan gejala toksik pada tanaman setelah 2 MSP. Oleh karena itu, interaksi terbaik perlakuan benih adalah B4 (matriconditioning + bakterisida 0.2%) atau B5 (matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis) dilanjutkan perendaman akar bibit dengan K5 (P. diminuta + B. subtilis 10 6 cfu/ml) atau K6 (P. diminuta + B. subtilis 10 8 cfu/ml). Akan tetapi, benih yang diberi perlakuan matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis (B5) menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata baik tidak diikuti maupun diikuti oleh perendaman akar

bibit, oleh karena itu perlakuan benih saja sudah cukup tanpa harus diikuti perendaman akar bibit untuk menghasilkan tinggi tanaman padi yang maksimal. Kloepper dan Schroth (1978) menemukan bahwa keberadaan bakteri yang hidup di sekitar akar mampu memacu pertumbuhan tanaman jika diaplikasikan pada bibit atau benih. Mekanisme PGPR dalam meningkatkan kesuburan tanaman dapat terjadi produksi fitohormon (biostimulant) seperti indole acetic acid (IAA), sitokinin, giberellin, menghambat produksi etilen sehingga berpengaruh pada penambah luas permukaan akar-akar halus. Tabel 7 Pengaruh interaksi perlakuan benih padi varietas IR64 dan perendaman akar bibit terhadap bobot kering (g) tanaman 3 MSP Perlakuan Perendaman akar bibit b benih a K0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 B0 9.8 4.8 Ab 6.3 b 8.2 b 5.4 11.1 b 4.4 Ab 6.3 Ab B1 10.3 ABa 12.4 ABab 11.4 ABab 7.8 ABab 4.6 ABa 9.4 ABab 17.4 7.9 Bab B2 4.9 Ba 14.7 14.3 3.4 Bb 4.5 Ba 5.5 Bab 8.7 ABb 9.7 ABab B3 8.5 5.7 Bab 4.5 Bb 5.2 Bb 4.5 Ba 11.9 b 11.3 b 8.0 b B4 8.1 5.6 8.6 8.4 3.8 12.6 8.9 15.4 ABa B5 5.8 Ba a Detil seperti pada tabel 6 Bab 16.9 ABa ABab 9.9 Bab ABab 21.3 Ba 7.0 Ba ABab 20.0 ABab 19.0 21.6 17 Terdapat interaksi nyata antara perlakuan benih dan perendaman akar bibit terhadap bobot kering tanaman pada 3 minggu setelah pindah tanam (MSP) (Tabel 7). Perlakuan benih B5 (matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis) dilanjutkan perendaman akar bibit dengan K3 (bakterisida 0.4%) atau K5 atau K6 atau K7 (P. diminuta + B. subtilis 10 6 cfu/ml, 10 8 cfu/ml, 10 10 cfu/ml) nyata meningkatkan bobot kering tanaman 5.8 g menjadi 16.9 g, 21.3 g, 21.3 g, 19.0 g dan 21.6 g dibandingkan dengan kontrol tanpa perendaman akar yang ditunjukkan oleh huruf kapital dalam baris yang sama. Perendaman akar bibit menggunakan K3 (bakterisida 0.4%) menimbulkan gejala toksik pada tanaman setelah 2 MSP. Oleh karena itu, kombinasi perlakuan efektif dan efisien untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui bobot kering adalah B5 (matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis) dilanjutkan perendaman akar bibit dengan K5 (P. diminuta + B. subtilis 10 6 cfu/ml). Bobot kering optimum dihasilkan oleh kombinasi perlakuan benih dan perendaman akar bibit dengan agens hayati diduga dipengaruhi oleh tinggi tanaman dan jumlah akar yang dihasilkan. Pertumbuhan akar tidak dimasukkan dalam peubah pengamatan, namun jumlah akar yang dihasilkan perlakuan agens hayati lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

18 Tabel 8 Pengaruh perlakuan benih padi varietas IR64 dan perendaman akar bibit terhadap jumlah anakan 4 MSP Perlakuan Perendaman akar bibit b Ratarata benih a K0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 B0 4.2 3.2 3.5 2.7 3.5 4.2 3.7 4.5 3.7 d B1 4.2 4.7 3.7 3.7 4.2 5.5 5.2 4.0 4.4 c B2 4.5 4.5 4.7 4.2 2.7 4.0 4.7 3.7 4.1 cd B3 4.2 4.7 4.2 3.2 4.2 4.7 5.5 5.0 4.5 bc B4 4.7 4.2 6.0 4.2 4.7 6.2 4.5 5.0 4.9 ab B5 4.0 4.7 5.0 5.2 5.2 6.7 6.0 5.0 5.2 a Rata-rata 4.3 4.3 4.5 3.9 4.1 5.2 4.9 4.5 bc bc bc c c a ab bc a Perlakuan benih dengan kode B0: kontrol negatif (tanpa inokulasi Xoo), B1: kontrol positif (dengan inokulasi Xoo), B2: bakterisida 0.2%, B3: campuran agens hayati Pseudomonas diminuta + Bacillus subtilis, B4: matriconditioning + bakterisida 0.2%, B5: matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis; b Perendaman akar bibit dengan kode perlakuan K0: Kontrol, K1: bakterisida 0.1%, K2: bakterisida 0.2%, K3: bakterisida 0.4% dan K4: bakterisida 0.6%, K5: P. diminuta + B. subtilis 10 6 cfu/ml, K6: P. diminuta + B. subtilis 10 8 cfu/ml, dan K7: P. diminuta + B. subtilis 10 10 cfu/ml; Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 0.05; MSP: minggu setelah pindah tanam. Interaksi perlakuan benih dan perendaman akar bibit tidak berpengaruh nyata mengendalikan Xoo yang ditunjukkan pada persentase tingkat keparahan penyakit hawar daun bakteri (HDB) (Tabel 9). Tingkat keparahan HDB pada pertanaman padi 4 minggu setelah pindah tanam (MSP) secara umum rendah dengan kategori tanaman tahan karena rataan tingkat keparahan dibawah 5% (IRRI 1996). Tabel 9 Pengaruh perlakuan benih padi varietas IR64 dan perendaman akar bibit terhadap tingkat keparahan (%) penyakit hawar daun bakteri pada 4 MSP Perlakuan Perendaman akar bibit b benih a K0 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 Rata-rata B0 2.2 3.1 2.3 2.7 0.9 1.8 1.5 2.3 2.1 B1 1.6 1.6 0.6 2.0 3.5 1.8 1.7 3.0 2.0 B2 3.8 2.0 2.6 2.8 2.0 3.5 1.2 1.6 2.4 B3 0.8 1.8 3.7 2.1 1.0 3.7 2.1 4.0 2.4 B4 1.7 3.3 1.2 1.6 1.5 1.5 2.2 1.1 1.7 B5 3.2 3.0 1.8 1.6 1.2 2.5 1.6 1.7 2.1 Rata-rata 2.2 2.5 2.0 2.1 1.7 2.5 1.7 2.3 a Detil seperti tabel 8 Rataan tingkat keparahan HDB terendah (1.7% ) ditunjukkan pada perendaman akar bibit K4 (bakterisida 0.6%) atau K6 (P. diminuta + B. subtilis 10 8 cfu/ml), atau perlakuan benih B4 (matriconditioning + bakterisida 0.2%).

Perendaman bibit dengan K4 menimbulkan toksisitas sehingga tidak direkomendasikan. Penggunaan bakterisida sintetis yang berlebihan dapat memberikan efek resisten pada patogen sehingga penggunannya harus ditekan seefektif dan seefisien mungkin (Sigee, 1993). Oleh karena itu, perendaman akar bibit yang efektif mengendalikan tingkat keparahan HDB sampai fase vegetatif adalah K6 (P. diminuta + B. subtilis 10 8 cfu/ml). Perlakuan Pseudomonas spp. pada benih diikuti dengan aplikasi di tanah pada 30 hari setelah semai dan penyemprotan daun pada 60 dan 75 hari setelah semai paling efektif menekan HDB minimum hingga 1.11% (Jeyalaxmi et al. 2010). Bakteri antagonis dapat menekan inokulum awal penyakit HDB yang ditunjukkan oleh adanya perpanjangan periode laten dan laju infeksi yang rendah. Bakteri antagonis mampu menekan secara maksimal jika diintroduksikan pada kondisi lingkungan yang sesuai (Nuryanto dan Sudir 2004). 19 SIMPULAN Perlakuan benih menggunakan matriconditioning + agens hayati (Pseudomonas diminuta A6 + Bacillus subtilis 5/B) 4.5 x 10 8 cfu/ml meningkatkan mutu fisiologis benih yaitu daya berkecambah benih 89.3% menjadi 97%, indeks vigor 63.6% menjadi 94%, kecepatan tumbuh 20.3%/etmal menjadi 61.64%/etmal serta mutu patologi dalam mengendalikan kejadian penyakit kresek dari 2.0% menjadi 1.7%. Perlakuan matriconditioning + bakterisida (streptomisin sulfat 20%) 0.2% meningkatkan tinggi serta bobot kering bibit 3 minggu setelah semai (MSS). Benih yang diberi perlakuan matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata baik tidak diikuti maupun diikuti oleh perendaman akar bibit pada 4 minggu setelah pindah tanam (MSP), oleh karena itu perlakuan benih saja sudah cukup tanpa harus diikuti perendaman akar bibit untuk menghasilkan tinggi tanaman padi yang maksimal. Namun jika dikaitkan dengan peubah bobot kering tanaman maka perendaman akar bibit perlu dilakukan. Perlakuan matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis dilanjutkan perendaman akar bibit dengan P. diminuta + B. subtilis 10 6 cfu/ml meningkatkan bobot kering tanaman secara efektif dan efisien dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan matriconditioning + P. diminuta + B. subtilis atau perendaman akar bibit dengan P. diminuta + B. subtilis 10 6 cfu/ml menghasilkan jumlah anakan terbanyak (5.2 anakan/rumpun) pada 4 MSP. Tingkat keparahan HDB pada tanaman padi 4 MSP tidak dipengaruhi interaksi perlakuan benih dengan perendaman akar bibit. Rataan tingkat keparahan secara umum rendah (1.7%- 2.5%) dengan kategori tanaman padi tahan karena nilai rataan tingkat keparahan di bawah 5% (IRRI 1996). Perlakuan benih dengan matriconditioning + bakterisida 0.2% atau perendaman akar bibit dengan P. diminuta + B. subtilis 10 8 cfu/ml efektif mengendalikan penyakit HDB sampai fase vegetatif