BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

KLASIFIKASI PENGGEMUKAN KOMODITAS TERNAK SAPI Oleh, Suhardi, S.Pt.,MP

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan

ANALISIS NILAI TAMBAH USAHA TERNAK SAPI POTONG (Studi Kasus: Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat)

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berinvestasi dengan cara beternak sapi merupakan salah satu cara usaha yang relatif aman,

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

POLA PEMBESARAN SAPI PEDET Pola pembesaran pedet yang sangat menonjol di Kab. Boyolali ada 3 sistem yaitu : (1) pembesaran secara tradisional, (2) pem

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ternak Sapi Potong

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI.. ABSTRACT... RINGKASAN... HALAMAN PERSETUJUAN.. TIM PENGUJI.. RIWAYAT HIDUP.

Komparasi Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Sawit Rakyat dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi dengan Usaha Perkebunan Sawit Tanpa Sistem Integrasi

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

20.1. Mengembangkan Potensi Peternakan Ruminansia Menerapkan Tingkah laku Ternak Ruminansia Menerapkan Penanganan Ternak ruminansia

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

PENGANTAR. Latar Belakang. andil yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan terutama daging.

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

Frekuensi Bertemu dengan Penyuluh

PENDAHULUAN. Kambing perah merupakan salah satu ternak penghasil susu. Susu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan.

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

I PENDAHULUAN. terhadap pembangunan perekonomian Indonesia. Kebutuhan protein hewani dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

METODE PENELITIAN. bersifat kuantitatif/statistik (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini, data yang

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

UPAYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA MELALUI PERBAIKAN MUTU PAKAN DAN PENINGKATAN PERAN KELOMPOKTANI DI KECAMATAN PANUMBANGAN KABUPATEN CIAMIS

ANALISIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PADI

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

PENDAHULUAN. akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR...

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut: 1. Peternakan sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan tingkat pendapatan dari usahaternaknya kurang dari 30%. 2. Peternakan sebagai cabang usaha, peternak mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan ternak sebagai cabang usaha, dengan tingkat pendapatan dari usahaternaknya 30-69,9% (semi komersil atau usaha terpadu). 3. Peternakan sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dan komoditi pertanian lainnya sebagai usaha sambilan, dengan tingkat pendapatan usahaternak 70-99,9%. 4. Peternakan sebagai usaha industri, dimana komoditas ternak diusahakan secara khusus (specialized farming) dengan tingkat pendapatan usahaternak 100% (Saragih, 2000). Usaha penggemukan sapi potong mendatangkan nilai tambah bagi para peternak karena harga penjualan sapi yang lebih mahal dibandingkan dengan harga penjualan sapi tanpa melalui proses penggemukan. Jumlah keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan sapi yang digemukkan tergantung pada pertambahan bobot badan yang dicapai dalam proses penggemukan, lama penggemukan dan harga daging (Siregar, 2011). Pemberian pakan sapi potong terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan perbandingan yang tergantung pada ketersediaan pakan hijauan dan konsentrat.apabila hijauan lebih banyak maka hijauanlah yang lebih banyak diberikan. Sebaliknya, apabila pakan konsentrat mudah diperoleh, tersedia banyak dan harganya relatif murah maka pemberian

konsentratlah yang diperbanyak. Namun, adapula peternak yang hanya memberikan hijauan saja tanpa adanya pemberian konsentrat ataupun pakan lainnya (Siregar, 2011). Pemberian konsentrat dalam penggemukan sapi potong pada usaha peternakan rakyat yakni hanya terdiri dari satu jenis dan paling banyak dua jenis bahan pakan saja. Misalnya, konsentrat itu hanya berupa dedak padi saja atau ampas tahu, atau hasil ikutan industri pertanian lainnya (Siregar, 2011). Berdasarkan umur sapi bakalan dalam usaha pembibitan sapi potong dimulai dari umur 0 8 bulan. Pemberian pakan ternak disesuaikan dengan umur, berat badan dan produksinya. Umumnya pada masa pertumbuhan dan produksi membutuhkan protein dan energi lebih banyak dibanding masa lainnya. Sapi yang sedang berproduksi disediakan pakan berdasarkan berat badan, produksi susu dan kandungan lemak susu. Pada anak sapi, kolostrum atau susu induk diberikan mulai umur dua hari sampai dengan 3,5 bulan. Sedangkan hijauan diberikan sejak umur dua minggu dengan cara sedikit demi sedikit ditambah (Sujarwo, 2012). Berdasarkan umur sapi yang akan digemukkan, lama penggemukan dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1) untuk sapi bakalan dengan umur kurang dari 1 tahun, lama penggemukan berkisar antara 8-9 bulan, 2) untuk sapi bakalan umur 1 2 tahun, lama penggemukan 6-7 bulan, dan 3) untuk sapi bakalan umur 2-2,50 tahun, lama penggemukan 4-6 bulan (Sugeng, 2006).

Di daerah penelitian, peternak sudah memulai penjualan pedet setelah masa pra sapih atau sudah dapat dilepas dari indukan yaitu rata rata pada umur 6 bulan. Sedangkan untuk usaha pembibitan sapi potong dipilih bibit sapi dengan umur 1-2 tahun, dimana pada umur tersebut sapi sudah siap untuk dikawinkan dan menghasilkan pedet atau anakan setelah menjalani masa kehamilan sekitar ± 9 bulan. Kemudian, hasil panen dari usaha pembibitan sapi potong yang berupa pedet atau anakan sapi dapat dijual mulai umur 6 bulan (Fikar dan Ruhyadi, 2010). Dalam hal pemilihan bibit dengan cara seleksi dan penyingkiran sapi sapi yang kurang baik dari kelompok sapi yang dipelihara perlu dilakukan. Laju pertumbuhan sapi seperti apapun kerap kali tidak dihiraukan, dan yang terpenting bagi peternak ialah kelompok sapi yang dipelihara itu tetap bisa berkembang biak Sugeng (2000). Lebih lanjut Dinas Peternakan (1983) menyatakan, salah satu faktor keberhasilan beternak adalah keterampilan memilih bibit ternak. Nilai tambah adalah produk dikurangi dengan nilai bahan baku dan bahan penunjang yang dipergunakan dalam proses produksi. Dengan kata lain, nilai tambah merupakan sejumlah nilai jasa (return) terhadap faktor produksi modal tetap, tenaga kerja, keterampilan dan manajemen (Suryana, 1990). Nilai tambah dapat dilihat dari dua sisi yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Nilai tambah untuk pengolahan dipengaruhi oleh faktor teknis yang meliputi kapasitas produksi, jumlah bahan baku, dan tenaga kerja, serta faktor pasar yang meliputi harga output, harga bahan baku, upah tenaga kerja dan harga bahan baku

lain selain bahan bakar dan tenaga kerja. Besarnya nilai tambah suatu hasil pertanian karena proses pengolahan adalah merupakan pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Bisa dikatakan bahwa nilai tambah merupakan gambaran imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen (Sudiyono dalam Budhisatyarini, 2008). 2.1.2. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dijadikan rujukan mengenai usaha pembibitan sapi potong dan penggemukan sapi bakalan adalah penelitian yang dilakukan oleh Riszqina, dkk (2011) dengan judul Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong Dan Sapi Bakalan Karapan Di Pulau Sapudi Kabupaten Sumenep. Dimana, hasil penelitian menyatakan bahwa rata-rata penerimaan per bulan peternak usaha pembibitan sapi potong lebih kecil dibanding peternak usaha penggemukan sapi potong. Penerimaan rata-rata per bulan peternak dengan usaha pembibitan berskala 2-3 ekor lebih kecil dibandingkan dengan penerimaan peternak yang berskala 4-6 ekor. Rata - rata keuntungan per bulan peternak sapi dengan usaha penggemukan yang berskala 4-6 ekor lebih besar dibanding yang berskala 2-3 ekor, tetapi peternak dengan usaha pembibitan sapi potong berskala 4-5 ekor mendapat kerugian lebih kecil dibandingkan yang berskala 2-3 ekor. Penelitian lain yang dijadikan rujukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Putria (2008) dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Pembibitan (Breeding) Sapi Potong Pada PT Lembu Jantan Perkas (LJP), Serang, Propinsi Banten. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa pembibitan bertujuan peningkatkan mutu genetik dan nilai ekonomis

sapi potong serta menghasilkan bibit sapi yang memiliki kualitas unggul. Saat ini masih sedikit yang mengusahakan pembibitan sapi potong di Indonesia. Selama ini pihak swasta lebih tertarik menanamkan modalnya pada usaha penggemukkan dari pada usaha pembibitan. Hal ini disebabkan antara lain usaha penggemukkan memiliki resiko yang lebih kecil, perputaran modal lebih cepat, dan waktu pengembalian modal (payback period) lebih singkat dibanding usaha pembibitan, dimana breeding sapi potong baru dapat dijual setelah anak sapi yang baru lahir berumur tiga bulan. Hal ini berbeda dengan usaha penggemukkan dimana sapi potong dapat dijual setelah mengalami penggemukkan selama tiga bulan. Para investor beranggapan bahwa dalam usaha breeding dibutuhkan lahan secara ekstensif dengan modal yang besar, padahal usaha pembibitan dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sebaik mungkin dengan sistem semi intensif serta manajemen pakan yang baik yaitu memanfaatkan hasil produk sampingan pertanian (by product) sebagai bahan baku pakan yang bernutrisi. 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Nilai Tambah Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan, nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami et al., 1987).

Menurut Hayami et al. (1987), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang memperngaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain. Perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan suatu produk dapat menggunakan Metode Hayami. Kelebihan dari analisis nilai tambah dengan menggunakan Metode Hayami adalah pertama, dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas, kedua, dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi, serta ketiga, prinsip nilai tambah menurtu Hayami dapat diterapkan untul subsistem lain diluar pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran (Suprapto, 2006). 2.3. Kerangka Pemikiran Peternak sapi potong dengan usaha pembibitan merupakan orang yang mengusahakan ternak sapi mulai dari pemeliharaan bibit anakan hingga menghasilkan indukan kemudian siap untuk dijual ± 12 bulan lamanya. Sedangkan peternak sapi potong dengan usaha penggemukan merupakan orang yang mengusahakan ternak sapi mulai dari umur 1-2 tahun dengan menambah bobot daging sapi dalam jangka waktu 6 bulan dengan pemberian pakan hijauan dan konsentrat. Meningkatnya permintaan daging membuat peluang usaha ternak sapi potong semakin terbuka. Peternak dihadapi dengan dua pilihan usaha dalam beternak sapi potong yaitu usaha pembibitan dan penggemukan sapi potong dengan tingkat keuntungan usaha yang berbeda.

Usaha pembibitan sapi potong memberikan nilai tambah berupa indukan sapi potong, dimana pedet atau anakan sapi yang pada usia 6 bulan dipelihara hingga menghasilkan indukan sapi potong yang merupakan bakalan untuk usaha penggemukan sapi potong. Usaha pembibitan yang masih dilakukan secara tradisional memberikan nilai tambah yang kecil dan dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan pada usaha penggemukan sapi potong nilai tambah yang dihasilkan berupa pertambahan bobot berat badan sapi itu sendiri. Usaha penggemukan mulai berkembang di kalangan petani maupun kalangan swasta. Berbeda dengan usaha pembibitan, usaha penggemukan memberikan nilai tambah dan keuntungan yang cukup besar dalam usaha ternak sapi potong karena lama pengusahaannya relatif singkat. Usaha penggemukan sapi potong dimulai dari sapi bakalan yang berumur 1 tahun yang kemudian diusahakan selama 6 bulan untuk menghasilkan pertabahan bobot daging sapi. Perbedaan nilai tambah yang diperoleh dari usaha pembibitan maupun penggemukan sapi potong tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam proses produksinya. Keberhasilan usaha ternak bergantung pada tiga unsur, yaitu bibit, pakan, dan manajemen atau pengolaan. Manajemen mencakup pengelolaan perkawinan, pemberian pakan, perkandangan dan kesehatan ternak. Manajemen juga mencakup penanganan hasil ternak, pemasaran dan pengaturan tenaga kerja. Dalam operasionalisasi usahaternaknya, peternak akan memperoleh penerimaan usahatani dari masing masing usaha. Dan meningkatnya nilai tambah dari usaha pembibitan sapi menjadi usaha penggemukan sapi yang dapat memberikan hasil berupa pertambahan berat badan sapi atau daging sapi menjadi daya tarik tersendiri bagi peternak untuk mengembangkan usaha ternak sapi potong.

Secara singkat, proses tersebut dapat dilihat dari skema kerangka pemikiran berikut: Anakan Sapi Potong Usaha Pembibitan Sapi Potong Usaha Penggemukan Sapi Potong Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tambah Pembibitan Sapi Potong: Analisis Nilai Tambah Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tambah Penggemukan Sapi Potong: - Harga indukan sapi - Harga anakan sapi - Biaya Obat Cacing - Biaya Garam Biaya BBM - Harga sapi bakalan - Harga sapi hasil penggemukan - Biaya Obat Cacing - Biaya Garam Biaya BBM Skala Usaha < 5 ekor Skala Usaha 6 9 ekor Skala Usaha > 10 ekor Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Keterangan: : Menyatakan Hubungan : Menyatakan pengaruh

2.4. Hipotesis Penelitian Maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Nilai tambah yang diperoleh dari usaha pembibitan sapi potong lebih kecil dari usaha penggemukan sapi potong. 2. Ada pengaruh harga indukan sapi, harga anakan sapi, biaya obat cacing, biaya garam, biaya BBM dan upah tenaga kerja terhadap nilai tambah usaha pembibitan dan ada pengaruh harga sapi bakalan penggemukan, harga sapi hasil penggemukan, biaya obat cacing, biaya garam, biaya BBM dan upah tenaga kerja terhadap nilai tambah usaha penggemukan sapi potong.