BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang harus di perhatikan. Video game yang memiliki unsur kekerasan kini

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. khususnya Ilmu Kesehatan Anak, Ilmu Psikiatri

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Kesehatan Anak, Ilmu Psikiatri Anak dan Ilmu Psikologi. sampel terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. massa, di antaranya pengaruh media komputer atau internet. Ditambah lagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa sekarang ini pendidikan memegang peran yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal penting yang diinginkan. setiap manusia. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya

HUBUNGAN DURASI DAN FREKUENSI BERMAIN VIDEO GAME DENGAN MASALAH MENTAL EMOSIONAL PADA REMAJA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. muda dan mulai muncul pada usia anak-anak. Satu dari sepuluh anak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang. Usia remaja berlangsung antara umur tahun, dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada remaja biasanya disebabkan dari beberapa faktor

bereproduksi (Yusuf, 2011). Suatu analisis cermat mengenai semua aspek perkembangan remaja secara global berlangsung antara umur tahun yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ( perokok aktif ), sedangkan 600 ribu orang lebih meninggal

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. adanya permainan audiovisual yang sering disebut dengan video game.

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa kanak kanak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi.

Hubungan Karakteristik Remaja dengan Pengetahuan Remaja Mengenai Kesehatan Reproduksi di Kota Cimahi

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Salah satu yang berperan dalam. peningkatan gizi remaja. Obesitas merupakan salah satu masalah gizi

HUBUNGAN DURASI DAN FREKUENSI BERMAIN VIDEO GAME DENGAN MASALAH MENTAL EMOSIONAL PADA REMAJA Studi pada Siswa SMP N 3 Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Tidur merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk anak-anak dan remaja

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI SD NEGERI I GAYAM KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. Stres merupakan bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan. 1 Setiap

BAB I PENDAHULUAN. membuatnya depresi. Depresi menjadi masalah kesehatan jiwa yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi mental remaja dan anak di Indonesia saat ini memprihatinkantebukti

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

Tugas Mata Kuliah Komputer TELAAH JOURNAL DOMESTIK

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 JATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kalender atau 40 minggu atau 280 hari (Megasari, 2015). Kehamilan secara umum

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya (Waluyo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi. konsentrasi yang buruk. Sementara itu depresi merupakan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja ditandai oleh perubahan besar diantaranya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pembangunan berwawasan kesehatan merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Lima puluh sembilan persen dari berat badan orang dewasa

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

menempati posisi paling tinggi dalam kehidupan seorang narapidana (Tanti, 2007). Lapas lebih dikenal sebagai penjara. Istilah tersebut sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN SINDROM PRA MENSTRUASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. memperoleh gelar sarjana (Sugiyono, 2013). Skripsi adalah muara dari semua

BAB I PENDAHULUAN. fisik, biologis, psikologis dan sosial budaya (Sarwono, 2008). dan hormonal yang terjadi selama masa remaja awal.

BAB I PENDAHULUAN. Merokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan. menghisap rokok yang diminati oleh banyak kaum laki-laki.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

3 BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU SCHOOL REFUSAL PADA ANAK PRASEKOLAH DI TK DAMHIL KOTA GORONTA. Aswinda Miolo

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa pubertas adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik bagi masa depan negara. Oleh karena itu banyak pihak yang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. 1 Stres normal merupakan. sehingga timbul perubahan patologis bagi penderitanya.

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang berusia 10 19 tahun. Dua puluh sembilan persen penduduk dunia adalah remaja, dan sebanyak 80% di antaranya tinggal di negara berkembang. Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. 1 Berdasarkan data badan pusat statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduk remaja yang berusia 10-19 tahun sebanyak 43 juta jiwa atau sekitar 18,33% dari total jumlah penduduk Indonesia pada tahun yang sama. 2 Masa remaja atau yang biasa disebut dengan pubertas merupakan suatu proses tumbuh kembang yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa muda, 3 dimana terjadi perubahan biologik, psikologik, dan sosial. Kesenjangan antara perkembangan tersebut dapat memicu terjadinya masalah mental emosional. 4 Berdasarkan hasil penelitian WHO, didapatkan bahwa 1 dari 5 anak yang berusia kurang dari 16 tahun mengalami masalah mental emosional. Anak yang berusia 4-15 tahun yang mengalami mental emosional sebanyak 104 dari 1000 anak. Angka kejadian tersebut makin tinggi pada kelompok usia di atas 15 tahun, yaitu 140 dari 1000 anak. 5 Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, prevalensi masalah mental dan emosional pada orang Indonesia 1

2 dengan usia di atas 15 tahun adalah 11.6%. 6 Penelitian sebelumnya yang dilakukan di kota Semarang menunjukkan bahwa sekitar 9,1% remaja SMP mempunyai masalah mental dan emosional. 7 Masalah kesehatan remaja, selain berdampak fisik, juga dapat mempengaruhi kesehatan mental, emosi, ekonomi dan kesejahteraan sosial. Masalah kesehatan jiwa sama pentingnya dengan masalah kesehatan fisik. Perubahan kejiwaan pada masa remaja meliputi perubahan emosi, dan perkembangan intelegensia. 1 Perubahan kejiwaan ini seringnya memicu timbulnya masalah kejiwaan seperti masalah mental emosional pada remaja. Angka gejala gangguan mental emosional memang tidak sebesar penyakit lainnya. 8 Mengingat akibat gangguan mental emosional yang tidak tertangani dengan tepat akan berakibat buruk, maka perlu diperhatikan masalah perkembangan jiwa dan kesehatan mental pada remaja. Sekitar 80% dari remaja berusia 11-15 tahun dikatakan pernah menunjukkan perilaku berisiko tinggi minimal satu kali dalam periode tersebut, seperti berkelakuan buruk di sekolah, penyalahgunaan zat, serta perilaku antisosial. Terdapat suatu penelitian yang menunjukkan bahwa 50% remaja pernah menggunakan marijuana, 65% remaja merokok, 82% pernah mencoba menggunakan alkohol, dan 50% diantara mereka juga menunjukkan adanya perilaku berisiko tinggi lainnya seperti mengemudi dalam keadaan mabuk, melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi, dan perilaku kriminal yang bersifat minor lainnya. 9

3 Manifestasi akibat gangguan mental emosional bervariasi dari penurunan prestasi belajar sampai perkembangan pribadi yang antisosial. Selain mempunyai dampak pada perkembangan kepribadian, gangguan mental emosional dapat pula bermanifestasi pada gejala gangguan fisiologis. Gejala gangguan fisiologis yang paling sering adalah asma, atau sakit perut. 8 Remaja banyak mengalami tekanan mental dan emosi pada masanya. 3 Secara emosional, remaja ingin diperlakukan seperti orang dewasa. Keinginan remaja untuk diakui sebagai orang dewasa dapat memicu adanya konflik dengan lingkungan yang menyebabkan remaja mengalami kecemasan dan ketegangan. 9 Apabila pada masa anaknya penuh dengan kebahagian, kasih sayang dan memuaskan baginya, maka remaja akan lebih mudah dalam mengatasi masalahnya. 3 Tetapi, apabila suatu masalah tidak sanggup ia tangani, maka remaja akan mencari cara untuk lari atau mengalihkan permasalahan tersebut. Stres terhadap konflik yang dihadapi dapat dialihkan atau dikurangi dengan cara bermain. Video game adalah salah satu contoh permainan modern yang sering dimainkan oleh remaja saat ini. Survei Entertainment Software Association (ESA) menemukan bahwa setiap orang mempunyai minimal satu smartphone yang dapat difungsikan untuk bermain game, sementara 32% dari pemain game adalah anak berusia dibawah 18 tahun dan sekitar 10% dari remaja berusia 10-18 tahun bermain video game dengan durasi 1 jam atau lebih per harinya. 10 Studi terakhir melaporkan bahwa remaja yang bermain selama lebih dari 1 jam di konsol atau internet video game memiliki kemungkinan gejala gangguan pemusatan perhatian

4 dan hiperaktivitas (GPPH) yang lebih intens atau inatensi daripada mereka yang tidak bermain game. Mereka tampaknya dapat mempertahankan perhatian mereka lebih lama di depan video game daripada permainan tradisional. 11 Video game merupakan permainan yang bersifat soliter yang dimainkan sendiri tanpa orang lain, sehingga akan mengurangi kuantitas hubungan sosial anak dengan teman sebaya. 12 Individualistis remaja menjadi sangat tinggi dan interaksi dengan lingkungan sosial menjadi berkurang. Masalah mental emosional yang didapatkan dari bermain video game mempengaruhi masalah mental emosional pada kehidupan nyata. Kehidupan pemain game agak terpinggirkan secara sosial, mungkin mempunyai tingkat emosional yang tinggi, kesepian dan / atau mempunyai kesulitan dalam berinteraksi di kehidupan sosial yang nyata daripada berinteraksi dalam dunia maya. 13 Dari gambaran teori tersebut, maka permasalahan gangguan mental emosional membutuhkan penanganan secara tepat sejak dini, dan diharapkan dapat membantu anak mempunyai perkembangan yang lebih baik bagi masa depannya. 8 Berdasarkan penjelasan latar belakang permasalahan yang telah dijabarkan diatas, peneliti berminat untuk mengetahui keterkaitan antara durasi dan frekuensi dari bermain video game dengan masalah mental emosional. Peneliti memilih SMP N 3 sebagai lokasi penelitian karena letaknya yang dekat dengan pusat kota dan akses menuju game center cukup mudah dijangkau.

5 1.2 Permasalahan Penelitian Berdasarkan pada uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah terdapat hubungan antara durasi dan frekuensi bermain video game dengan masalah mental emosional pada anak usia 13-15 tahun 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan durasi dan frekuensi bermain video game dengan masalah mental emosional pada remaja usia 13-15 tahun 1.3.2 Tujuan khusus 1. Mendeskripsikan skor gejala emosional, masalah perilaku, hiperaktivitas, masalah hubungan antar sesama dan perilaku prososial pada remaja yang bermain video game 2. Menganalisis hubungan durasi bermain video game dengan masalah emosional, perilaku, hiperaktivitas, hubungan antar sesama, dan perilaku prososial pada remaja usia 13-15 tahun 3. Menganalisis hubungan frekuensi bermain video game dengan masalah emosional, perilaku, hiperaktivitas, hubungan antar sesama, dan perilaku prososial pada remaja usia 13-15 tahun 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai dasar penelitian selanjutnya mengenai pengaruh pola bermain video game pada remaja

6 2. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penggunaan SDQ sebagai alat deteksi dini masalah mental dan emosional 3. Sebagai acuan untuk orang tua untuk memberikan pendampingan kepada remaja yang diduga mengalami masalah mental emosional 4. Sebagai dasar agar orang tua dapat segera melakukan tindakan intervensi pada remaja yang diduga mengalami masalah mental emosional 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian yang serupa namum memiliki perbedaan teknis pemeriksaan Tabel 1. Keaslian penelitian No Judul/peneliti Metode Hasil 1. Hubungan frekuensi bermain video games dengan tingkat kematangan sosial pada anak. Lily Findrianti. 2002 12 Subjek penelitian : 30 anak SD Madrasah Ibtidaiyah Jendral Sudirman 2. Masalah mental emosional pada siswa kelas akselerasi dan reguler. Dian Putri Utami. 2012 14 Instrumen : Vinelland Social Maturity Scale (VSMS) Observasional Deskriptif Subjek penelitian : 89 anak usia 11-16 tahun Instrumen : kuesioner SDQ Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara frekuensi bermain video games dengan tingkat kematangan sosial pada anak, yaitu makin tinggi frekuensi bermain video games, makin rendah tingkat kematangan sosial anak yaitu (r = - 0,730 ; p = 0,000) Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 88 orang, 40 siswa akselerasi dan 48 siswa reguler. Rerata skor gejala emosional (3,31 SD = 2,15), hiperaktivitas (3,83 SD=1,83), masalah perilaku (2,79 SD= 1,34), dan masalah hubungan dengan teman sebaya (2,27 SD = 1,77) pada siswa reguler lebih tinggi dibanding siswa akselerasi. Rerata skor prososial siswa akselerasi (8,67 SD = 1,46) lebih tinggi dibanding siswa regular (7,50 SD = 1,89). Siswa perempuan mempunyai

7 3. Perbedaan masalah mental emosional berdasarkan latar belakang pendidikan agama. Gita Soraya Diananta. 2012 15 4. Hubungan kebiasaan bermain video game dengan tingkat motivasi belajar pada anak usia sekolah. Dara Malahayati. 2012 16 Observasional Analitik Subjek Penelitian : 140 anak usia 11-16 tahun instrumen : kuesioner SDQ Deskriptif korelasi Subjek penelitian : 418 anak usia 6-12 tahun Instrumen : kuesioner rerata skor kesulitan (11 SD = 4,8) dan kekuatan (8,08 SD = 1,75) yang lebih tinggi dibanding siswa laki-laki ( 9,84 SD = 4,65 ; 7,97 SD = 1,88) Jumlah responden sebanyak 140 orang, terdiri dari 70 orang responden pada masing masing sekolah. Di SMP Negeri 21 Semarang didapatkan 11.4 % gejala emosional borderline dan 14.3% abnormal. Di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang didapatkan 5.7% gejala emosional borderline dan 10% abnormal. Nilai probabilitas untuk gejala emosional sebesar 0.046 (p<0.05). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua sekolah dalam hal masalah perilaku (p=0.346), masalah hiperaktivitas (p=1.000), masalah hubungan dengan teman sebaya (p=1.000), total masalah mental dan emosional (p=0.875) dan skor prososial (p=1.000). Tidak ada hubungan antara kebiasaan bermain video game dengan tingkat motivasi belajar. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena variabel terikat, sampel, metode, dan lokasi penelitian yang digunakan berbeda. Variabel

8 bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah durasi dan frekuensi bermain video game, sedangkan variabel terikat yang digunakan adalah masalah mental emosional. Sampel yang digunakan adalah remaja berusia 13-15 tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain cross sectional dan lokasi penelitian adalah Semarang.