BAB 6 PEMBAHASAN. disebabkan proses degenerasi akibat bertambahnya usia. Faktor-faktor risiko

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 60 pasien geriatri di Poliklinik Geriatri dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pendengaran yang bersifat progresif lambat ini terbanyak pada usia 70 80

BAB 4 METODE PENELITIAN. risiko : 1) usia, 2) hipertensi 3) diabetes melitus 4) hiperkolesterol 5) merokok

BAB I PENDAHULUAN. lansia, menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 65 orang responden pasca stroke iskemik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN SENSORINEURAL PADA PEKERJA PT. X SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas. Menurut The Seventh Report of The Joint National

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB 5 PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

kenaikan tekanan darah atau hipertensi. [1]

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dapat timbul akibat perkembangan jaman. adalah gaya hidup tidak sehat yang dapat memicu munculnya penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional analitik dan dengan pendekatan cross sectional. Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Kota Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) [2], usia lanjut dibagi

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB V PEMBAHASAN. mencapai lebih dari 50% (Tesfaye dan Selvarajah, 2012). Pada penelitian ini,

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur

Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian presbikusis di rumah sakit Dr Kariadi Semarang

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

sebanyak 23 subyek (50%). Tampak pada tabel 5 dibawah ini rerata usia subyek

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. control untuk menganalisis hipertensi dengan kejadian presbiakusis yang

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. mengaitkan aspek paparan (sebab) dengan efek. Pendekatan yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional)

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan audiometri nada murni (Hall dan Lewis, 2003; Zhang, 2013).

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana

METODE. Desain, Waktu dan Tempat

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia (BPS, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Prevalensi penyakit diabetes mellitus terus meningkat tiap tahunnya.

ABSTRAK. Hubungan Penurunan Pendengaran Sensorineural dengan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUP Sanglah

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU SENJA CERIA SEMARANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

BAB. 3. METODE PENELITIAN. : Cross sectional (belah lintang)

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah observational analitik dengan pendekatan cross sectional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

HASIL PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN TEKANAN DARAH PADA NELAYAN DI KELURAHAN BITUNG KARANGRIA KECAMATAN TUMINTING KOTA MANADO

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini didapatkan 65 orang penderita pasca stroke iskemik dengan

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Poliklin ik Saraf RSUD Dr. Moewardi pada

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu penyakit menular

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TEORITIS. darah arteri meningkat melebihi batas normal.menurut World. (2001) seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV MEDOTE PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi).

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs

BAB 1 PENDAHULUAN. membangun sumber daya manusia berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif.

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terutama di bidang kesehatan,

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler.

Bab 1: Mengenal Hipertensi. Daftar Isi

Transkripsi:

BAB 6 PEMBAHASAN Presbikusis merupakan penyakit kurang pendengaran sensorineral yang disebabkan proses degenerasi akibat bertambahnya usia. Faktor-faktor risiko selain usia diduga dapat mempengaruhi terjadinya presbikusis seperti, jenis kelamin, penyakit metabolik, obat-obatan, merokok dan genetik. 6,17 Kelompok usia terbanyak pada penelitian ini yang menderita presbikusis 60 74 tahun (elderly) 28 (31,1%). Laki-laki lebih banyak 31 (34,4%) dibandingkan perempuan 14 (15,6%), dengan perbandingan 2 : 1. Secara global prevalensi presbikusis hampir 30 45% timbul pada dekade 6 7 tahun. Penelitian ini hampir sesuai dengan penelitian di South Carolina USA, didapatkan usia presbikusis terbanyak pada dekade 6 tahun keatas. Berbeda dengan penelitian di Qatar yang menemukan prevalensi usia presbikusis terbanyak pada kelompok middle age yaitu 50 59 tahun. 10 Hal ini dapat disebabkan karena pada penelitian tersebut menggunakan subyek yang menderita penyakit DM, sehingga kemungkinan terjadinya presbikusis muncul lebih awal. Penelitian di Qatar mengatakan frekuensi laki-laki lebih banyak 52,6% dibanding perempuan 49,5%. Berdasarkan penelitian di South Carolina USA, ditemukan frekuensi laki-laki 52,1% lebih banyak dari perempuan 48,4%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, laki-laki mempunyai frekuensi lebih banyak daripada perempuan mengingat bahwa riwayat bising dapat mempengaruhi terjadinya presbikusis yang dihubungkan bahwa laki-laki lebih 52

banyak bekerja dan mendapat paparan suara bising baik didalam maupun diluar dilingkungan kerja. 7,8,25 Penelitian gen oleh Translational Genomics Research Institute (TGen) di Santa Clara, California, dan University of Antwerp, Belgia tidak menjelaskan mengapa laki-laki lebih rentan untuk mengalami presbikusis, namun mereka menemukan satu gen paling menonjol (GRM7) yang menghasilkan glutamat dan dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel rambut dalam dan luar telinga akibat bertambahnya usia sehingga menyebabkan gangguan pendengaran. 40 Keluhan kurang pendengaran dirasakan lebih banyak oleh subyek yang menderita presbikusis yaitu 35 (38,9%) dibanding yang tidak menderita presbikusis 18 (20%). 6.1. Hubungan usia, jenis kelamin dengan presbikusis Pembagian kelompok usia dalam penelitian ini berdasarkan WHO (Tabel 2). Peneliti membagi usia dengan batasan kelompok dan < 75 tahun, dengan asumsi bahwa usia 75 tahun (old) merupakan risiko tinggi terhadap kejadian presbikusis, sedangkan usia < 75 tahun sebagai risiko rendah terhadap presbikusis. 2 Didapatkan usia berhubungan dengan kejadian presbikusis p=0,030 RO=2,995(95%CI=1,090 8,233). Usia memiliki risiko terjadi presbikusis 2,9 kali lebih besar dibanding usia < 75 tahun. Johnson menuliskan bahwa pada usia 70 tahun, kurang pendengaran belum begitu terasa sedangkan pada usia old kurang pendengaran lebih nyata. Hasil penelitian Johnson menemukan adanya perbedaan yang signifikan pada 53

penurunan nilai ambang dengar subyek berusia 75 tahun dibanding subyek berusia 70 tahun. 2 Sesuai dengan teori bahwa dengan bertambahnya usia maka kemungkinan terjadinya degenerasi semakin tinggi termasuk pada organ pendengaran sehingga fungsinya akan menurun. 2 Pembagian jenis kelamin sebelumnya telah dilakukan proses penyetaraan antara kasus dan kontrol dengan perbandingan 1 : 1. Sehingga untuk jenis kelamin mempunyai proporsi yang sama pada kedua kelompok antara laki-laki 31 (34,4%) dan perempuan 14 (15,6%). Faktor risiko jenis kelamin tidak dilakukan analisis inferensial. Proses penyetaraan ini sebagai salah satu langkah untuk mengurangi bias yang dapat terjadi pada penelitian ini. 6.2. Hubungan hipertensi, DM, hiperkolesterol dan kebiasaan merokok dengan presbikusis Hipertensi adalah suatu kondisi tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmhg dan diastolik diatas 90 mmhg atau sedang dalam pengobatan anti hipertensi. Penyakit hipertensi lama dapat memperberat tahanan vaskuler yang mengakibatkan peningkatan viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler dan transpor oksigen ke organ telinga dalam dan proses transmisi sinyal terganggu. 26 Hasil penelitian ini, didapatkan penderita hipertensi pada kasus lebih banyak dibanding kontrol dengan perbandingan 1,5 : 1. Faktor risiko hipertensi pada penelitian ini berhubungan dengan kejadian presbikusis (X 2 = 5,553 p = 54

0,018 OR=2,813 (95% CI = 1,177 6,721). Faktor hipertensi berisiko sebesar 2,8 kali lebih besar untuk menimbulkan presbikusis dibandingkan subyek tanpa hipertensi. Sesuai penelitian Maria, didapatkan penderita hipertensi 65% mempunyai hubungan dengan kejadian kurang pendengaran tipe sensorineural pada usia lanjut. 9 Penelitian dengan menggunakan hewan tikus yang menderita lama hipertensi 12 bulan dibanding 3 bulan terdapat perbedaan signifikan pada nilai ambang dengarnya yang dilakukan pemeriksaan auditory brain-stem response (ABR), dengan nilai kemaknaan p< 0,01. 28 Hubungan antara DM dan kejadian penurunan pendengaran masih dalam perdebatan walaupun secara teori terdapat hubungan antara hiperglikemia dengan terjadinya penurunan pendengaran. 11 Analisis hubungan antara DM dengan kejadian presbikusis pada penelitian ini didapat (X 2 = 0,045 p= 0,832 OR=0,913 (95% CI = 0,517 2,800). Tampak bahwa DM tidak berhubungan dengan kejadian presbikusis. Hasil ini bertentangan dengan beberapa peneliti sebelumnya yang mengatakan terdapat penurunan nilai ambang dengar secara signifikan pada penderita DM. Abdulbarri menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara penderita DM dengan kurang pendengaran pada usia lanjut, dengan nilai p=0,034. 10 Penelitian di Baltimora, mengatakan SNHL banyak didapat pada penderita DM 23% dibanding penderita non DM 19% dengan p<0,05. 11 Cullen dan Cinnamon dalam penelitiannya tidak menemukan adanya perbedaan penurunan ambang pendengaran antara subyek DM dengan nondm. Efek dari perbedaan variabel seperti durasi diabetes, kontrol kadar gula darah, dan 55

adanya kerusakan organ pada penurunan pendengaran belum diklarifikasi, meskipun beberapa penelitian telah membahas topik ini. 11 Penelitian terdahulu dengan menggunakan desain belah lintang sulit untuk menentukkan sebab akibat. Perbedaan hasil pada penelitian ini kemungkinan disebabkan frekuensi subyek dengan DM yang menderita presbikusis lebih sedikit dibanding tidak menderita presbikusis. Kesadaran subyek untuk memeriksakan kesehatan secara rutin lebih baik sehingga hal ini dapat mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Dilakukan analisis faktor risiko hiperkolesterol apakah terdapat hubungan dengan kejadian presbikusis. Didapatkan (X 2 =0,720 p=0,396 OR=1,435 (95%CI=0,622 3,307) yang menunjukkan bahwa hiperkolesterol tidak berhubungan dengan kejadian presbikusis. Hasil ini bertentangan dengan penelitian Martin yang mengatakan sebanyak 71% penderita hiperkolesterol usia lanjut mengalami penurunan pendengaran dibandingkan penderita tidak hiperkolesterol, dengan nilai p<0,05. Kemungkinan pada penelitian ini bahwa frekuensi subyek dengan hiperkolesterol yang menderita presbikusis tidak berbeda jauh dengan subyek dengan hiperkolesterol tanpa presbikusis, hal ini dapat disebabkan subyek yang menderita hiperkolesterol yang terkontrol dan tidak terkontrol tidak berbeda signifikan sehingga hasil perhitungan statistik didapatkan hiperkolesterol tidak berhubungan dengan kejadian presbikusis. Hasil analisis kebiasaan merokok terhadap presbikusis tidak menunjukkan adanya hubungan. Didapatkan (X 2 = 1,196 p = 0,274 OR = 1,618 (95%CI = 0,681 3,843). Siegelaub, menyatakan terdapat hubungan antara kebiasaan 56

merokok dan penurunan pendengaran pada usia lanjut. Berbeda dengan penelitian Karen, bahwa kebiasaan merokok mempunyai risiko sebesar 1,69 kali dibanding tidak merokok. Laki-laki perokok tanpa riwayat terpapar bising mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi 4000 Hz dibandingkan bukan perokok. 13,34,35 Kemungkinan, bahwa dalam penelitian tersebut selain jumlah sampel yang cukup banyak, pembagian klasifikasi merokok disertai berapa batang rokok yang dihisap tanpa dilakukan uji Chi square namun dilakukan perhitungan regresi logistik dengan mengikutsertakan faktor perancu. Perbedaan pada penelitian ini, disebabkan kemungkinan karena data diambil secara retrospektif berdasarkan anamnesis sehingga data bersifat subyektif sehingga timbul bias. 6.3. Hubungan lama sakit, klasifikasi derajat HT dengan presbikusis Hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Suatu penelitian longitudinal di Baltimora mengenai insiden penurunan pendengaran akibat faktor risiko yang dievaluasi selama 5 tahun kedepan terdapat penurunan sebesar 5 db pada frekuensi bicara. Mengingat bahwa presbikusis merupakan kelainan kurang pendengaran yang berjalan progresif lambat, sehingga disini pembagian lama waktu sakit hipertensi dengan batasan > 5 5 tahun. 1,2 Berbeda dengan penelitian sebelumnya, berdasarkan uji Chi square menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan p>0,05. Perbedaan ini mungkin karena penelitian ini dilakukan secara retrospektif, data lama sakit berdasarkan anamnesis sehingga bersifat subyektif dan dapat timbul recall bias. 57

Hubungan antara derajat hipertensi dengan kejadian presbikusis pada penelitian ini tidak signifikan. Hal ini bertentangan dengan teori, semakin berat derajat hipertensi yang diderita seseorang maka kemungkinan untuk terjadi komplikasi akan semakin besar, seperti insufisieni mikrosirkuler di telinga. Kemungkinan pada penelitian terdapat faktor-faktor perancu yang terlewatkan, seperti pemeriksaan kekentalan darah (viskositas) yang berhubungan dengan kenaikan tekanan darah. 6.4. Analisis regresi logistik faktor risiko presbikusis Berdasarkan hasil analisis regresi logistik tampak usia risiko tinggi, hipertensi secara independen atau bersama-sama dengan faktor risiko lainnya berpengaruh terhadap kejadian presbikusis dengan nilai p<0,05. Hal ini dimungkinkan bahwa sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60, menurut The sixth report of the joint national committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood press. 26 Bertambahnya usia disertai hipertensi maka akan memicu terjadinya proses degenerasi dan penurunan fungsi pada organ pendengaran. 1,2 6.5. Keterbatasan penelitian Faktor genetik berpengaruh terhadap kejadian presbikusis, namun pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan genetik. 58

Berdasarkan pengukuran besar sampel penelitian telah dilakukan pada semua variabel (faktor risiko), namun penentuan besar sampel yang memungkinkan adalah besar sampel minimal, mengingat keterbatasan waktu dan biaya operasional. Data lama sakit hipertensi, kebiasaan merokok diambil berdasarkan anamnesis sehingga kemungkinan terjadi recall bias tinggi, begitu juga dengan data mengenai faktor risiko DM, hiperkolesterol tidak dipisahkan berdasarkan lama sakit, terkontrol atau tidak terkontrol. 59