BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH WAKAF SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dimaksud adalah tersebut dalam Pasal 25 ayat (3) Undang -Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

SKRIPSI PERANAN PPAIW DALAM MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA TANAH WAKAF. (Study Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon )

BAB I PENDAHULUAN. Agraria. Dalam rangka pembaharuan Hukum Agraria Nasional, perwakafan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

TINJAUAN YURIDIS PEMBATALAN WAKAF OLEH NADZIR (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa,

2 UUPA harus memberikan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluannya m

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas. kepentingan keagamaan, seperti pembangunan rumah ibadah maupun kegiatan

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan bagian yang sangat penting dalam hukum Islam. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa. tanah itu dalam batas-batas menurut peraturan undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PERKARA JUAL BELI TANAH

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya.

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah untuk memajukan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk

PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo)

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB IV KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA TERHADAP PERWAKAFAN. A. Kewenangan Pengadilan Agama dalam hal sengketa wakaf.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB IV ANALISIS JUAL BELI HASIL TANAH WAKAF. Nomor. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. bertentangan dengan ketentuan Syariah Islam.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu hal yang menjadi kebutuhan bagi kehidupan

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN ( STUDI KASUS DI KECAMATAN SELOGIRI KABUPATEN WONOGIRI )

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

SKRIPSI. Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan

BAB I PENDAHULUAN. manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun berbagai

BAB I PENDAHULUAN. oleh sektor hukum, yakni dilandasi dengan keluarnya peraturan perundangundangan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran agama Islam yang. menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah itjima iyah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jual-Beli dalam perkara perdata diatur di Buku ke III Kitab Undangundang

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai jenis hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Di dalam hukum Islam dikenal banyak cara untuk mendapatkan hak atas tanah. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual beli, tukar-menukar, hibah, hadiah, infak, sedekah, wasiat, ihya-ulmawat (membuka tanah baru), dan wakaf. 1 Salah satu masalah di bidang keagamaan yang menyangkut pelaksanaan tugas-tugas keagrariaan adalah tentang perwakafan tanah milik. Wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana guna pengembangan kehidupan keagamaan, khususnya bagi umat yang beragama Islam dalam rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan material menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. 2 Mengingat akan pentingnya persoalan tentang wakaf ini maka Undang-Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 telah mencantumkan adanya suatu ketentuan khusus mengenai masalah ini sebagaimana tersebut di dalam Pasal 49 ayat (3), yang menyatakan bahwa perwakafan tanah milik diatur dengan peraturan pemerintah. 3 1 Adijani Al-Alabij, 1989, Perwakafan Tanah di Indonesia, Jakarta: CV. Rajawali, Hal 1-4. 2 Abdurrahman, 1984, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, Bandung: Alumni, Hal 1. 3 Ibid. 1

2 Sumber-sumber pengaturan wakaf di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, Permendagri No. 6 Tahun 1977 tentang tata cara pendaftaran tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik, serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Kompilasi Hukum Islam). Yang lebih penting di atas semua itu adalah Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Perwakafan. Sesuai dengan Pasal 70 Undang- Undang No. 41 tahun 2004 bahwa Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan undang-undang ini. Untuk perwakafan, disyaratkan terpenuhinya rukun atau unsur wakaf, yaitu: 4 1. Wakif atau orang yang memberikan wakaf dengan syarat: beragama Islam, akil baligh, cakap bertindak hukum, berakal sehat dan tidak ada paksaan. 2. Benda yang diwakafkan dengan syarat bernilai dan tahan lama. 3. Wakaf bertujuan untuk beribadah kepada Allah, maksud tersebut harus jelas dinyatakan dengan suatu pernyataan atau ikrar. 4. Ikrar (shighat) menurut PP. 28/77, ikrar tertulis dan disaksikan oleh dua saksi. Menurut Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 ada tambahan dua unsur lagi, ialah pertama harus ada dua orang saksi pada waktu menyatakan 4 Imam Suhadi, 2002, Wakaf untuk Kesejahteraan Umat, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, Hal 27.

3 ikrar (Pasal 9 ayat (2) ; kedua harus ada nadzir atau pengelola wakaf (Pasal 1 ayat (4). 5 Proses perwaqafan hendaknya dilakukan secara tegas: untuk waqaf, untuk habasa (hadiah), atau tasdiq (sedekah). 6 Sedangkan untuk sahnya suatu wakaf harus dipenuhi 3 syarat masing-masing: 1. Wakaf itu mesti berkekalan dan terus menerus, artinya tidak boleh dibatasi dengan sesuatu jangka waktu oleh sebab itu tidak sah bila dikatakan oleh orang yang berwakaf. 2. Wakaf itu mesti dilakukan secara tunai, karena berwakaf berarti memindahkan hak milik pada waktu terjadi wakaf itu. 3. Hendaklah wakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa diwakafkan oleh sebab itu tidak sah wakaf bilamana hanya dikatakan saya wakafkan kebun ini tanpa di sebutkan kepada siapa kebun itu diwakafkan. 7 Apabila perwakafan telah dilaksanakan syarat rukunnya, orang yang wakaf tidak boleh memindah tangankan benda wakaf tersebut seperti meminjamkan, memberikan dan memperjualbelikan. 8 Menurut Imam Syafi i, Harta yang telah diwakafkan menyebabkan wakif tidak mempunyai hak kepemilikan lagi, sebab kepemilikannya telah berpindah kepada Allah SWT dan tidak juga menjadi milik penerima wakaf, akan tetapi wakif tetap boleh mengambil manfaatnya. 9 Oleh karena itu Imam Syafii (Rachmat Djatnika, 1990:8), memberikan definisi wakaf: Menahan harta yang mungkin diambil 5 Ibid. 6 Abu Bakar Jabir El-Jazairi, 1991, Pola Hidup Muslim, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Hal 150. 7 Abdurrahman, Op.Cit, Hal 9. 8 Imam Suhadi, Op. Cit, Hal 23. 9 Abdul Ghofur Anshori, 2005, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta: Pilar Media, Hal 33.

4 manfaatnya yang materi benda itu kekal dengan memutuskan hak bertindak terhadap benda, walaupun tindakan itu mubah terhadap miliknya. 10 Tapi seandainya barang wakaf itu rusak, tidak dapat diambil lagi manfaatnya, maka boleh digunakan untuk keperluan lain yang serupa, dijual dan dibelikan barang lain untuk meneruskan wakaf itu. Hal ini didasarkan kepada menjaga kemaslahatan (hifzan lilmaslahah). 11 Pada dasarnya jalan utama dalam menyelesaikan sengketa wakaf adalah dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat, seperti yang terdapat dalam Pasal 62 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004, sebagai berikut: 1. Penyelesaian sengketa perwakafan dapat ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. 2. Apabila cara penyelesaian sengketa sebagai mana dimaksud pada ayat 1tidak berhasil, maka dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan. Penyelesaian sengketa perwakafan pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa perwakafan adalah Pengadilan Agama dan Pengadilan Umum, Sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama, Pasal 49 yang menyebutkan: Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. Perkawinan; b. Waris; c. Wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; 10 Imam Suhadi, Op. Cit. 11 Adijani al-alabij, Op.Cit., Hal 37-38.

5 g. Infaq; h. Shadaqah; dan i. Ekonomi Syari ah. Apabila terjadi sengketa hak milik atau keperdataan lain yang terkait dengan obyek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 tersebut, apabila subyek sengketanya antara orang-orang yang beragama Islam maka Pengadilan Agama mempunyai wewenang untuk memutus sengketa tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 50 ayat 2 Undang- Undang No.3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama sebagai berikut: Apabila terjadi sengketa hak milik sebagai dimaksud pada ayat (1) yang subyek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, obyek sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan Agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 Pengajuan gugatan ke pengadilan bagi pihak yang merasa haknya dilanggar merupakan suatu keharusan untuk menjamin adanya kepastian hukum, pengadilan sebagai tempat terakhir bagi pencari keadilan dan dianggap memberikan suatu kepastian hukum karena putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Seperti halnya kasus pembatalan tanah wakaf yang dimohonkan oleh nadzir yang terjadi di wilayah Surakarta, kasus tersebut pemohonnya adalah nadzir Masjid Assegaf, nadzir tersebut mohon pembatalan wakaf disebabkan karena nadzir kasian melihat kondisi perekonomian termohon yakni wakif yang terlilit utang untuk pengobatan anak termohon sebesar Rp. 100.000.000,- dan termohon tidak mempunyai harta selain harta yang sudah diwakafkan oleh termohon kepada Masjid Assegaf, sehingga nadzir berencana mengembalikan harta wakaf berupa tanah yang telah diberikan oleh termohon dengan harapan

6 dapat membantu biaya hutang pengobatan. Padalah apabila sudah terjadi ikrar wakaf, wakif tidak mempunyai hak kepemilikan harta tersebut lagi. Berdasarkan kasus tersebut penulis tertarik untuk meneliti kasus tersebut dengan judul Tinjauan Yuridis Pembatalan Wakaf oleh Nadzir (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam kasus pembatalan wakaf yang dilakukan oleh nadzir? 2. Bagaimana status obyek wakaf setelah dibatalkan oleh nadzir? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum oleh hakim dalam kasus pembatalan wakaf yang dilakukan oleh nadzir. 2. Untuk mengetahui status obyek wakaf setelah dibatalkan oleh nadzir. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat bagi masyarakat. Manfaat penelitian ini yaitu:

7 1. Memberikan sumbangsih pemikiran terhadap khasanah ilmu hukum pada umumnya dan mengembangkan teori hukum terkait dengan proses beracara di Pengadilan Agama yang menyangkut sengketa pembatalan wakaf yang dilakukan oleh nadzir. 2. Memberikan informasi pada masyarakat pada umumnya mengenai proses beracara di Pengadilan Agama mengenai sengketa pembatalan wakaf yang dilakukan oleh nadzir. E. Metode Penelitian Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Penelitian Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris. Penelitian secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu pada prinsip-prinsip dan asas-asas hukum. Dalam penelitian ini yuridisnya mengenai pembatalan wakaf yang dilakukan oleh nadzir. Sedangkan Empiris adalah menganalisa hukum bukan semata-mata sebagai perangkat aturan perundang-undangan yang bersifat normatif saja, akan tetapi hukum dilihat sebagai perilaku masyarakat, selalu berinteraksi dan berhubungan dengan aspek kemasyarakatan. Dalam hal ini peneliti berinteraksi langsung dengan responden dan informan yang berkaitan langsung dengan perkara pembatalan perwakafan.

8 Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang bagaimana hubungan hukum dengan masyarakat dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hukum dalam masyarakat. 2. Sumber Data a. Data Sekunder Mencari dengan menggunakan bahan-bahan hukum yang meliputi: 1) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan data yang bersifat utama dan penting yang memungkinkan untuk mendapat sejumlah informasi yang diperlukan yang berkaitan dengan penelitian pembatalan wakaf oleh Nadzir. Sumber data tersebut yaitu: a) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. b) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang tata cara pendaftaran tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik. c) Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia. d) Undang-Undang No. 41 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Perwakafan. e) Yurisprudensi

9 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer 12, seperti dokumen dan literatur yang ada hubungannya dengan sengketa pembatalan wakaf oleh nadzir. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan-bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer dan sekunder berupa Kamus Hukum, Kamus Bahasa Inggris- Indonesia, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Arab Indonesia dan lainnya. b. Data Primer Data primer merupakan sumber data yang diperoleh dari sumber pertama, penulis perlu terjun langsung ke lapangan. 1) Lokasi Penelitian Penelitian ini penulis memilih penelitian di Pengadilan Agama Surakarta, karena terdapat perkara yang sesuai dengan penelitian pembatalan wakaf oleh nadzir. 2) Subyek Penelitian Subyek pada penelitian ini ialah pihak-pihak yang terkait dalam penyelesaian perkara pembatalan wakaf oleh nadzir, seperti hakim yang menangani memeriksa dan mengadili perkara tersebut. 12 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal 119.

10 3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yang diperoleh dengan cara sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan metode tunggal yang dipergunakan dalam penelitian hukum sosiologis. 13 Studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan kepada pencarian bahan hukum primer meliputi putusan dan bahan hukum sekunder yang berasal dari dokumen dan literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji. b. Studi Lapangan 1) Daftar Pertanyaan Penulis mempersiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu, daftar pertanyaan tersebut berkaitan dengan obyek penelitian yakni pembatalan wakaf oleh nadzir kemudian akan diajukan kepada subyek penelitian atau narasumber. 2) Wawancara Wawancara merupakan langkah yang diambil selanjutnya setelah penulis membuat daftar pertanyaan. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara bertatap muka secara langsung antara pewawancara dengan informan. Wawancara ini dilakukan dengan cara penulis datang ke lokasi 13 J. Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Jakrta: Rineka Cipta, Hal 3.

11 penelitian yang menjadi tempat penelitian kemudian mengadakan tanya jawab dengan subyek penelitian yaitu hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pembatalan wakaf oleh nadzir. 4. Teknik Analisis Data Penulis menggunakan metode analisi data secara kualitatif. Analisis secara kualitatif yaitu analisis data dengan mengelompokkan dan menyelidiki data yang diperoleh dari penelitian lapangan yang berupa hasil wawancara bersama hakim Pengadilan Agama Surakarta, kemudian akan dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan yang berupa dokumen-dokumen, literatur dan yurisprudensi, sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang dikaji dan dapat ditarik kesimpulan. F. Sistematika Skripsi Untuk mempermudah pemahaman dan untuk memberikan gambaran mengenai keseluruhan isi dari penelitian, penulis menjabarkan sistematika penelitian sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Skripsi. Bab II Tinjauan Pustaka, memuat mengenai Tinjauan Umum Tentang Wakaf, berisi Pengertian Wakaf, Unsur dan Syarat Wakaf, Dasar Hukum Wakaf, Macam-Macam Wakaf, Tata Cara Mewakafkan dan

12 Pendaftarannya, Status dan Perubahan Status Harta Benda Wakaf. Sedangkan sub kedua mengenai Tinjauan tentang Proses Pemeriksaan Perkara di Pengadilan Agama, berisi tentang Menyusun Surat Gugatan, Cara Mengajukan Gugatan, Pemanggilan Para Pihak, Pemeriksaan Perkara, Pembuktian Putusan. Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, mengenai Hasil Penelitian yakni Pertimbangan Hukum oleh Hakim dalam Kasus Pembatalan Wakaf yang Dilakukan oleh Nadzir dan Status Obyek Wakaf Setelah Dibatalkan oleh Nadzir. Adapun pembahasannya, mengenai Pertimbangan Hukum oleh Hakim dalam Kasus Pembatalan Wakaf yang Dilakukan oleh Nadzir, Status Obyek Wakaf Setelah Dibatalkan oleh Nadzir. Bab IV Penutup berisi Kesimpulan dan Saran.